Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120053 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Prakoso
Yogyakarta: Liberty, 1987
346.048 8 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zebua, Timothy Solomon
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan yang diberikan hak cipta atas sebuah karya seni dua dimensi yang dipergunakan sebagai merek. Diawali dengan pembahasan mengenai karya seni dan pengklasifikasiannya kemudian dibahas mengenai perlindungan Hak Cipta atas karya seni tersebut. Dikarenakan sebuah karya seni telah dapat mendapatkan perlindungan Hak Cipta atasnya maka ketentuan mengenai Hak Cipta akan berlaku atasnya. Terkait dengan penggunaannya sebagai Merek maka perlu dilakukan pengalihan Hak Cipta terlebih dahulu dari Pencipta kepada pihak yang akan mempergunakan karya tersebut. Terkait dengan perlindungannya skripsi ini akan membahas teori yang dipaparkan yang nantinya akan dikaitkan dengan kasus Alm. Henk Ngantung. Alm. Henk Ngantung merupakan seorang seniman, pembuat sketsa patung selamat datang di bundaran Hotel Indonesia. Gambar sketsa Alm. dipergunakan sebagai Merek tanpa izin oleh salah satu pusat perbelanjaan ternama di Jakarta yang terletak di bundaran Hotel Indonesia.

This mini-thesis discusses about protection of two dimensional works of art which is used as a Trademark which is granted by Copyright. The discussion starts from artworks, classification and continues with the protection that granted by Copyright. Due to protection which is granted by Copyright to artworks, all provision on Copyright Law will apply on it. Related with the use of artworks as trademarks, before using it, the party who want to use it needs to transfer of Copyright from Creator. Regarding the protection of artworks, this mini-thesis will discuss theory which is provided in it and attributed to the Alm. Henk Ngantung case. Alm. Henk Ngantung, the Artist who is Sketcher of Patung Selamat Datang at Bundaran Hotel Indonesia. His sketch was used as a trademark by one of the leading shopping centers in Jakarta which is located at Bundaran Hotel Indonesia without any permission."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irman Anugrah Pebriana
"Usulan penolakan merek (hearing) merupakan bagian dari proses pemeriksaan substantif. Proses pemeriksaan substantif merupakan salah satu proses yang harus dilalui dalam suatu permohonan pendaftaran merek, dalam proses pemeriksaan substantif ini seorang Pemeriksa merek akan memeriksa dan menganalisa suatu permohonan pendafataran merek apakah harus diterima atau ditolak, jika permohonan pendaftaran merek ditolak karena dianggap memiliki persamaan dengan milik pihak lain yang telah terdaftar maka Ditjen HKI dalam hal ini adalah pemeriksa akan mengirimkan surat usulan penolakan merek (Hearing) kepada pemohon atau melalui kuasanya. Dalam melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap suatu permohonan pendaftaran Merek, Pemeriksa merek berpedoman pada ketentuan yang terdapat pada pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Merek No 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa pemeriksaan merek dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 4, pasal 5 dan pasal 6. Namun sering kali dalam prakteknya penulis menemukan fakta bahwa dasar dari Pemeriksa Merek dalam menetapkan status Hearing atas suatu permohonan pendaftaran merek tidak konsisten, antara satu pemeriksa dengan pemeriksa yang lain bisa berbeda hasil penilaiannya terhadap satu objek merek yang sama, bahkan ada permohonan yang ditolak karena dianggap memiliki persamaan dengan merek miliknya sendiri sebagaimana yang terjadi dalam penetapan hearing Merek A&X Casa+Lukisan Nomor Agenda D002013012391 sehingga terkesan proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa mengada-ada dan tidak masuk akal karena sering kali terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam menetapkan hearing hal ini tidak lepas dari proses pemeriksaan yang sifatnya masih sangat subjektif tergantung pada pengetahuan pemeriksa itu sendiri.

Hearing is part of Substantive examination process Substantive examination process is a process that must be undertaken in trademark registration in the process of substantive examination the examiner will examine and analyze the trademark application are to be accepted or rejected if the application for registration is rejected because is considered to have similarities with the other party the Directorate General in this case is the examiner will send a letter of refusal to the applicant or the representative The process of examination and assessment whos conducted by the examiners in accordance to article 18 paragraph 2 of the Law No 15 of 2001 Regarding Marks stating that The substantive examination shall be conducted with due regard to the provisions of Article 4 Article 5 and Article 6 However in practice the author finds the fact that the examiners in determining the status of the Hearing of an trademark application is not consistent between one examiners with another examiners the result is different although with the same object or trademark there 39 s even a trademark application that was refused because it is considered to have similarities with his own trademark as happened in the case of A X Casa painting Number D002013012391 so impressed the examination process conducted far fetched and senseless because very subjective depending on the knowledge of the examiner itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rifadi
"Dalam ilmu hukum, hak milik atas merek adalah hak kebendaan yang tidak berwujud (intangible right), oieh karena itu hak milik atas merek merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dimiliki manusia sejak lahir sebagaimana dikemukakan oleh John Locke pelopor teori hukum alam. Walaupun demikian perlindungan hak merek baru timbul jika ada pengakuan negara akan keberadaan hak tersebut, pengakuan ini dalam sistim hak kekayaan intelektual dikenal dengan "pendaftaran".
Suatu merek apabila sudah didaftarkan akan menjadi kewajiban negara untuk melindungi, menghormati, dan melaksanakan penegakan hukum jika terjadi pelangggaran. Praktiknya masih sering terjadi kasus pelanggaran hak atas merek yang umumnya menimpa merek terkenai dengan tujuan mencari keuntungan secara cepat tanpa melakukan promosi, pelanggaran seperti ini disebut persaingan curang.
Persaingan curang dalam bidang merek biasanya dilakukan kompetitor dengan cara membuat merek yang mirip-mirip balk dari segi kemasan maupun pengucapannya, sehingga apabila khalayak tidak jell dan umumnya ini sering terjadi akan terkecoh dan menganggap barangljasa yang dibeli berasal dari produsen yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab masih terjadinya persaingan curang hak milik atas merek dikarenakan secara substansi belum diatur khusus didalam berbagai perundang-undangan merek yang pemah berlaku di Indonesia, oleh karena itu masih menggunakan aturan umum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

The concept of law the right to a mark is an intangible right, otherwise its a part of human right aspect bring when was born as declare John Locke in his natural law theory. Although, the protection right to mark will be exist if there is being recognized by the state. The recognized in the intellectual property system called "registration".
A mark has registered in the General Register of Mark will be granted by state to protect, to respect, and to fulfill law enforcement from illegal conduct. Unfortunately, many cases criminal offences in the field of mark still happened every time, this act we called unfair competition.
Unfair competition of mark has done by competitor, they made a mark similarity will be confused a public especially consume product. Resulting this research indication that unfair competition still happened because not arranged in mark law yet otherwise still using general provision in the criminal law and civil law."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryanhar Arismoyo
"Merek dagang berperan penting dalam memberikan informasi yang dapat diandalkan kepada konsumen mengenai kualitas dari suatu barang dan reputasi dari produsennya. Pemalsuan terhadap suatu merek dapat merusak peran penting yag dimiliki suatu merek. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab kebutuhan itu dengan memeriksa secara komparatif bagaimana hukum merek dagang dan hukum kepabeanan yang relevan dapat digunakan sebagai mekanisme penegakan hukum yang efektif di Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, dan Thailand. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai Otoritas Kompeten untuk melakukan penegakan merek dagang di perbatasan, akan menjaga sirkulasi barang impor dan ekspor dari pelanggaran merek dagang dan barang pemalsuan melalui rekaman dalam Skema Ex-Officio. Dalam penelitian ini, juga bertujuan menguji keuntungan dan kerugian mekanisme rekaman oleh Bea Cukai & Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat, Bea Cukai Jepang, dan Bea Cukai Thailand untuk membuat perbandingan dengan mekanisme rekaman oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan melakukan upaya terbaik untuk menegakkan perlindungan merek dagang di wilayah perbatasan, juga akan membuat perlindungan maksimum kekayaan intelektual di dalam negeri dan internasional.

Trademarks play an important role in conveying reliable information to consumers about the quality of goods and the manufacturers reputation. Counterfeiting can destroy these important benefits. Despite difficulty in quantifying its scope and effects, many studies recognise the global prevalence of counterfeiting. Its invasion across product categories harms legitimate producers, economies and society. While there are many contributing factors, only government can make a difference is in setting up a responsive legal system that includes good enforcement against counterfeiting. This study aims to address that need by examining comparatively how the relevant trademark laws and customs laws can be used as effective enforcement mechanisms in Indonesia, United States, Japan, and Thailand. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai as Competent Authorities to do enforcement of trademark in border, will maintain the circulation of import and export goods from infringement of trademark and counterfeiting goods by recordation in Ex-Officio Scheme. In this study, also aims the examining of advantages and disadvantages  recordation mechanism by Customs & Border Protection United States, Japan Customs, and (Royal) Thai Customs, to make comparation with recordation mechanism by Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. By doing the best efforts to enforce trademark protection in border areas, will also make the maximum protection of intellectual property in domestically and internationally.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Ariefiani Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan definisi barang sejenis dalam hukum merek di Indonesia. Dimana Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 Pasal 6 ayat (1) huruf a tentang Merek menyebutkan bahwa “Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis”. Penilaian pendekatan barang sejenis sangat berhubungan erat dengan penilaian adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhan atas suatu merek, untuk memperbandingkan antara merek yang satu dan lainnya yang menjadi indikasi penolakan pendaftaran atau pembatalan suatu merek oleh Dirjen HAKI. Namun, Disini definisi barang dan/atau jasa yang sejenis tidak dijelaskan lebih lanjut baik dalam Peraturan Perundang-undangan maupun peraturan terkait lainnya. Sedangkan putusan hakim terkait penilaian barang sejenis akan sengketa merek semakin banyak dan memerlukan adanya suatu pedoman penerapan penilaian barang sejenis agar terjadi keseragaman dalam Putusan yang dibuat.

This thesis concerned on the application of the legal definition of similar goods brand in Indonesia. Where Under Law. 15 of 2001 Article 6 paragraph (1) letter a about Trademark that "Brands that have similarities principally or whole to another party brands that have been registered in advance for goods and / or services of a kind". Assessment approach similar items closely associated with assessment of the similarity in principle or the whole of a brand, to allow comparison between one brand and another which is an indication of rejection or cancellation of a trademark registration by the Director General of Intellectual Property Rights. However, here the definition of goods and / or services which are not described further similar in both legislation and other relevant regulations. While the judge's ruling related to assessments of similar goods would dispute the brand more and more and requires the application of valuation guidelines that kind of stuff happens uniformity in the decision made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Faridatus Solikha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai implementasi kebijakan tentang kewenangan mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dengan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh didalamnya. Mediator Kementerian Ketenagakerjaan merupakan representasi pemerintah pusat yang bertanggung jawab merumuskan kebijakan, memberikan pembinaan hubungan industrial pada pengusaha dan pekerja di Indonesia, serta melakukan supervisi, monitoring dan bantuan teknis kepada mediator daerah. Oleh sebab itu, mediator Kementerian Ketenagakerjaan seharusnya dapat menjadi panutan dalam pelaksanaan kebijakan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, proses implementasi kebijakan terkait kewenangan mediator di Kementerian Ketenagakerjaan belum berjalan seperti yang diharapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan tentang kewenangan mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Kementerian Ketenagakerjaan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, yaitu faktor kurangnya kejelasan komunikasi, terbatasnya kualitas dan pemberdayaan kuantitas sumber daya manusia, sanksi yang belum diterapkan, pimpinan yang kurang berperan, dan koordinasi dengan masyarakat khususnya pengusaha dan pekerja yang belum efektif.

ABSTRACT
This thesis discusses about the implementation of policies regarding the authority of mediator in the settlement of industrial disputes in the Ministry of Labour of the Republic of Indonesia. This study tries to analyze factors that influence the implementation of the policy. Each mediator in the Ministry of Labour is a representation of the central government that responsible for formulating policies, providing industrial relations guidance to employers and workers in Indonesia, as well as supervision, monitoring and technical assistance to regional mediator. Therefore, the mediator in the Ministry of Labour should be a role model in the implementation of policies in accordance with applicable regulations. However, the process of policy implementation in the Ministry of Labour has not run as expected. This research uses post-positivist approach with descriptive design. Results of this study shows that the implementation of the policies regarding the authority of mediators in the settlement of industrial disputes in the Ministry of Labour is affected by the following factors: lack of clarity of communication, lack of quality and quantity of human resources, ineffective sanctions, lack of leadership role, and ineffective coordination with the public, especially employers and workers."
2016
S64018
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anindya Widyasari
"Perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Namun dalam praktiknya perlindungan tersebut belum digunakan dengan maksimal apalagi saat ini marak penjualan barang bermerek palsu secara online di marketplace di Indonesia. Perlindungan bagi pemegang hak atas merek kini lebih rumit dikarenakan tanggung jawab marketplace terhadap penjualan barang bermerek palsu di platformnya menjadi permasalahan baru. Dalam skripsi ini Penulis akan meneliti mengenai tanggung jawab hukum marketplace sebagai penyedia layanan perdagangan melalui sistem elektronik terhadap penjualan barang bermerek palsu serta upaya hukum yang dapat dilakukan pemegang hak atas merek yaitu gugatan kepada marketplace dengan penurunan konten sebagai dasar gugatannya. Penulis akan mengaitkan permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian di salah satu marketplace ternama di Indonesia yaitu Marketplace X untuk meneliti kebijakan platform tersebut dalam kasus penjualan barang bermerek palsu. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian mengenai norma, konsep, prinsip, hak dan kewajiban, dan sistem hukum. Kesimpulan yang penulis dapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa marketplace tidak bertanggung jawab terhadap penjualan barang bermerek palsu di platformnya yang merupakan kesalahan/kelalaian penjual. Penurunan konten yang dilakukan pihak marketplace dapat dijadikan dasar gugatan karena marketplace telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menjadikan bukti penurunan konten sebagai alat bukti elektronik

Legal protection for trademark holder has generally been regulated in Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications. However, in practice, this protection has not been used to its full potential, especially now that there are rampant sales of counterfeit trademark goods in online marketplace in Indonesia. Protection for trademark holder is now more complicated, as the online marketplace’s responsibility for selling counterfeit trademark goods on its platform is a new problem. In this thesis, the author will examine the legal responsibilities of a marketplace as a provider of trading services through an electronic system against the sale of counterfeit trademark goods and legal remedies that can be taken by the trademark holder, namely a lawsuit to the marketplace with take-down content as the basis for the lawsuit. The author will relate these issues by conducting research in a famous marketplace in Indonesia, Marketplace X, to examine the platform’s policies against the sale of counterfeit trademark goods. The research method used is normative research which research on norms, concepts, principles, rights and obligations, and the legal system. The conclusion is that the marketplace is not responsible for counterfeit trademark goods trade on its platforms if it seller’s fault/negligence. The take-down content can be used as the basis for a lawsuit, as the marketplace has committed an unlawful act. The take-down content evidence can be used as electronic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, M. Yahya
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996
346.048 HAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>