Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179979 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irnawati
"In this thesis, Ingeborg Bachmann's works Undine geht and Der gute Gott von Manhattan are analyzed based on the discourse analysis theory of Michel Foucault in order to reveal the discourse german Women's image in the year fifties that is combined within the texts. Moreover, this thesis is also aimed to find out whether both of Bachmann's texts speak about the same discourse of gennan Women's image in the year fifties as what was proliferated at that historical period or speak about the other and different one. To reveal this the writer need to compare the texts with some non-literature texts that also emerged at the same historical period. The final result of the analysis will determine whether the two texts are Gegendiskurs or..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S14498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathlia Sari Martokusumo
"Penelitian mengenai problematika identitas dan eksistensi perempuan dalam kultur patriarkhat yang terkandung dalam teks Undine geht karya Ingeborg Bachmann. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa teks tersebut merupakan sebuah karya sastra feministis. Berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan bentuk, cara penyajian dan isi teks Undine geht dapat dipandang sebagai sebuah karja sastra feministis dan dapat digolongkan ke dalam karya ecriture feminine."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S14685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
832.91 B 365 g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Brecht, Bertolt, 1898-1956
Berlin Suhrkamp 1966
832.91 B 365 g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Brecht, Bertolt, 1898-1956
Berlin: Suhrkamp, 1966
832.91 BRE g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Ardianingtyas
"Di dalam skripsi ini akan dibahas perbedaan konsep seks dan gender perempuan. Teori yang dipakai adalah teori performatifitas gender yang dikemukakan oleh Judith Butler. Performatifitas gender menilai gender dari tindakan dan sikap seseorang di dalam memilih gendernya di dalam masyarakat. Selain membahas tentang perbedaan konsep seks dan gender, akan dianalisis pula bagaimana Shen Te, di dalam drama karya Bertolt Brecht, “Der gute Mensch von Sezuan“ keluar dari stereotipenya sebagai perempuan yang lemah.

This thesis will analyse the difference between sex and gender concepts of women. The theory which will explain this topic, is gender performativity expressed by Judith Butler. Gender performativity assess gender of one's actions and attitude in selecting his/her own gender within the community. In addition to discuss about the concept of sex and gender differences, will be also analysed how Shen Te, in the works of Bertolt Brecht's drama "Der gute Mensch von Sezuan" out of her stereotype as a weak woman.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58218
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijayani
"ABSTRAK
Para penulis feminis melalui tulisan-tulisannya berusaha mcngungkapkan ketidakpuasannya akan pembagian peran yang diberikan patriarki karena membatasi perempuan untuk berkcmbang. Usaha ini sudah dirintis penulis Austria, Ingeborg Bachmann dengan karya-karyanya jauh sebelum ide Fraueirbemegmrzg dan Feminisme muncul. Dengan karya-karya cerpennya yang mengambil perempuan sebagai tokoh utama, Bachmann berusaha mcngungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran perempuan yang tersubordinasi dan termarjinalkan dalam dunia yang dikuasai laki-laki ini. Oleh karena semangat pembebasan kaum perempuan inilah saya menganalisis salah satu karya Ingeborg Bachmann: Ein Schritl mach Gomorrlla dengan tujuan menggali proses pencarian identitas baru bagi perempuan. Skripsi ini menemukan empat poin utama dari cerpen 1si~r Schnll nen.b Gomm-ha, yaitu: 1. bagaimana pengalaman Charlotte sebagai perempuan yang hidup bersama laki-laki dalam konteks budaya patriarki, 2. bagaimana pengalaman Charlotte bersama perempuan terutama Mara sehingga ia tergoda untuk hidup bersama, 3. bagaimana bahasa yang telah sangat disalahgunakan untuk membuat pembagian peran dan memberi stereotip masyarakat, berusaha dihancurkan agar diciptakan sebuah identitas perempuan yang baru, 4. Proses pencarian identitas baru yang dilakukannya Charlotte karena keinginannya untuk hidup di dunia utopinya tanpa bahasa laki-laki, tanpa bahasa perempuan, tanpa ukuran, tanpa ikatan yang menentukan.
Dengan membedah poin-poin di atas kesimpulan scderhana dari skripsi ini adalah Charlotte sebagai seorang perempuan tidak puas atas pembagian peran dan fungsi perempuan dalam masyarakat budaya patriarki sehingga ia mengalami ketidakadilan karena perempuan dirnarjinalkan, dianggap sebagai obeyek yang harus menerima saja perlakuan apa pun yang diberikan laki-laki.
Cerpen ini mengangkat kembali cerita dongeng dan mitos lama yang merefleksikan proses pencarian identitas baru perempuan. Walaupun demikian belum dapat dengan jelas dikatakan seperti apa ciri identitas perempuan yang baru. Walaupun demikian belum dapat dengan jelas dikatakan seperti apa identitas perempuan yang baru, maka perempuan masih harus melangkah menyusuri jalan menuju Gomora.

"
2001
S14761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Kristi Poerwandari
"Penelitian dilakukan untuk dapat memperoleh gambaran tentang (1) isu perempuan yang muncul dalam kunin waktu 1928 - 1965 dan sikap perempuan pejuang menghadapinya; serta (2) masalah-masalah subjektif yang dihadapi perempuan pejuang dalam kegiatan yang ditekuninya. Masuk dalam batasan di atas, semua masalah dan/atau isu yang langsung maupun tidak langsung terkait dengan perempuan karena nilai, posisi, peran, stereotip dan tuntutan-tuntutan yang dilekatkan kepadanya sebagai manusia berjender perempuan. Metode yang digunakan adalah analisis wacana, yakni analisis terhadap narasi personal seperti biografi dan cuplikan kisah, maupun analisis terhadap buku-buku sejarah yang relevan.
Sebagian besar gerakan perempuan di Indonesia yang dibentuk sebelum kemerdekaan sampai tahun-tahun awal kemerdekaan memusatkan perhatian pada upaya membebaskan bangsa dari penindasan bangsa lain. Ciri-ciri ini sama dengan yang tampak pada gerakan perempuan di negara-negara yang pernah mengalami penjajahan asing. Meski perjuangan memperbaiki kondisi hidup perempuan menjadi bagian penting perjuangan, hal tersebut tampaknya kalah penting dalam pembandingannya dengan upaya memperkuat barisan nasional menghadapi penjajah, dan mengisi tahun-tahun awal kemerdekaan. Untuk menggalang partisipasi aktif perempuan didengungkan konsepsi "perempuan sebagai Ibu Bangsa", dengan ide bahwa kemajuan bangsa sebagian besar tergantung pada kaum perempuan Indonesia. Konsepsi "meninggikan derajat perempuan sebagai Ibu Bangsa", meskipun mungkin diperlukan di masa lalu, dalam perkembangan sejarah selanjutnya tampaknya justru merugikan posisi perempuan, karena perempuan kemudian dilihat dan dikungkung hanya dalam kaitan perannya sebagai Istri dan Ibu, bukan sebagai warganegara yang sepenuhnya memiliki hak yang sama di segala bidang.
Di balik perjuangan bangsa, ada isu-isu perempuan yang berbeda untuk periode yang berbeda. Periode 1928 - 1942 kelompok perempuan menjadi satu kelompok penting yang mendukung perjuangan bangsa mengakhiri penjajahan. Di balik perjuangan bersama tersebut, ada masalah besar yang dihadapi kaum perempuan, yakni rendahnya kedudukan perempuan dalam hukum perkawinan dan keluarga. Banyak terjadi perkawinan muda, perkawinan paksa, pergundikan, poligami, perceraian sewenangwenang dan masalah-masalah lain yang memunculkan banyak penderitaan bagi perempuan. Kondisi ini diperburuk dengan feodalisme yang berlangsung dalam masyarakat Indonesia sendiri, khususnya masyarakat Jawa. Periode 1942 - 1945 (1950) yang menjadi ciri utama masa ini adalah dimobilisasinya kekuatan masyarakat dengan berbagai cara yang sangat eksploitatif dan merendahkan kemanusiaan, untuk membantu Jepang mencapai cita-citanya menguasai Asia. Terjadi banyak penipuan dan kejahatan seksual pada perempuan, dengan dimasukkannya perempuan-perempuan muda dalam kamp-kamp tentara, dipaksa menjadi pemuas nafsu seksual serdadu Jepang. Yang menonjol pada zaman Jepang adalah kelihaian pejuang mengembangkan berbagai strategi dalam menghadapi pemerintah Jepang, dengan salah seorang perempuan pejuang yang lihai dalam hal tersebut, yakni S.K. Trimurti. Dalam tahun-tahun pertama kemerdekaan, perempuan ikut turun dalam perjuangan fisik dengan berbagai peran pentingnya.
Periode 1945 (1950) - 1965: Selain masalah-masalah rendahnya kedudukan perempuan dan eksploitasi terhadap seksualitasnya seperti yang juga mewarnai periode sebelumnya, isu yang menonjol adalah masalah-masalah organisasional yang pertentangan kepentingan di antara organisasi-organisasi yang ada, Kepentingan politik memecah-belah dan melemahkan organisasi perempuan. Perlu disebutkan mobilisasi massa yang sangat berhasil dari Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang berafiliasi dengan PKI, dan yang berbeda kepentingan dengan kelompok-kelompok lain, baik kelompok agama maupun kelompok nasionalis seperti Perwari. Kudeta berdarah 30 September 1965 dan situasi politik setelahnya yang membawa banyak korban menandai masa baru yang disebut Orde Baru.
Beberapa pengalaman subjektif pejuang perempuan adalah (1) adanya model peran yang memberi contoh dan memotivasi perjuangan; (2) pembedaan perlakuan pada perempuan dan laki-laki, dan rendahnya kedudukan perempuan yang memotivasi perjuangan keadilan bagi perempuan; (3) kesadaran bahwa feodalisine berkait dengan bertahannya diskriminasi terhadap perempuan; dan (4) adanya dilema antara mendahulukan kepentingan perempuan dengan kepentingan nasional. Para pejuang menunjukkan komitmen tinggi pada nilai-nilai yang diyakini, sehingga rela menomorduakan kepentingan pribadi, hidup susah, dimusuhi keluarga dan dikucilkan, ditahan dan dipenjara. Ada pula pejuang yang demikian besar komitmen perjuangannya sehingga "mengalahkan kodrat biologis"nya sebagai perempuan yang baru melahirkan dan harus menyusui anak, tampil sebagai super woman, termasuk dalam menjalankan peran (beban) ganda dengan menjadi penanggungjawab utama dalam keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan pejuang, baik sebagai individu maupun anggota organisasi berperan penting dalam perjuangan bangsa. Meski demikian, perjuangan memajukan kepentingan-kepentingan perempuan sendiri tidak banyak mendapat dukungan masyarakat Indonesia pada umumnya, ataupun pejuang nasional (pria) dan pemerintahan yang terbentuk setelah Indonesia merdeka. Yang lebih memprihatinkan, gerakan perempuan harus mengalami pertentangan dan perpecahan sebagai dampak kondisi perpolitikan negara dalam konteks yang lebih luas, seperti tampil setelah proklamasi kemerdekaan dan memuncak dengan meletusnya dengan kudeta 30 September 1965.

This content analysis focuses on two main questions: the issues faced by Indonesian women during national struggle 1928-1965, and how women reacted and positioned themselves in regard to the issues. To be included and focused, any problems directly and indirectly faced by women as gendered human beings.
The content analysis reveals that there are periods of Indonesian women activism, in which each period has its characteristic. In the period 1928-1942, people began to realize that they had to be united nationally to face the colonization. In this period, women activists began to realize many issues faced by women, especially in regards to their very low status in family law and in society in general There were polyginy everywhere, child and forced marriages, as well as women abuse in the family. With the sensitivity of the issue, conflicts between organzations existed, to be escalated more by the Dutch colony for their own benefits.
In the period of 1942-1945, Japan occupied Indonesia, and there were so many exploitative and humiliating mobilization of force to help Japan achieve its aim to dominate Asia. Many young women were sexually assaulted, raped, and forced to go to prostitution, as sexual reliefs for Japan soldiers. Also in this era, women involved in physical struggle and strategy in response to Japan's domination.
In the period of 1945-1965, beside other issues faced by women, there were also conflicting interests between different organizations. Women's organizations were manipulated by the political elites for their own purposes.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
LP 1998 39
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Perempuan Sunda digambarkan memalui beberapa media yaitu media karya sastra dan film. di dalam karya sastra perempuan Sunda digambarkan memiliki kecantikan dan kecerdasan. Hal itu digambarkan melalui tokoh Dayang Sumbing dalam cerita rakyat Sangkuriang.."
JSIO 11:26 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Markus Zaka Lawang
Depok: FISIP-UI Press, 2004
959.803 5 LAW s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>