Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51816 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gede Made Arya S.
"Kebebasan dalam posmodernitas tclah mengakibatkan kescngsaraan dan patologisasi tanpa henti terhadap sang subjek yang juga tanpa disadari terbalut di dalam politik kapitalisme. Dengan menggunakan Slavoj Ziiek schagai filsuf kunci penelitian ini berusaha untuk mengkritisi situasi politik kontemporer yang mana subjek yang bertindak tidak memiliki satu jaminan pasti atas risiko yang nantinya mereka hadapi. Apa yang Zizek ajukan adalah jika kita berkeinginan untuk mengatasi masalah yang dialami subjek posmodem, yang dapat kita lakukan adalah dengan merubah cakrawala dari yang simbolik yang mana masalah tersebut dapat ditangkap secara logis. Di sini Ziiek menawarkan satu solusi politis, yang bagi Ziiek tidak lain adalah revolusi. Dengan revolusi seseorang mampu merubah kondisi alas kemungkinan posmodernitas dan melahirkan sebuah bentuk tatanan simbolik yang bare dimana subjek yang ham akan terbentuk. Dalam penelitian ini juga akan menganalisa perkembangan politik demokrasi liberal yang mampu bertindak opresif dan cenderung totaliter

The freedom of posmodernitiy is making suffer and endless patologization to the subject who unrealized wrapping on politic of capitalism. By Ziiek as an key philosopher this research trying to critizes the contemporary politic situation which is subject who act doesn't have any guarantee for its risk that they face later. What Zizek's purposes is that if we wish to resolve the predicaments of the postmodern subject, we can only do so by changing the horizon of symbolic in which this predicaments make sense. Here Ziiek have a political solution, for Ziiek nothing other than revolution. By revolution one which will alter the conditions of possibility of posmodernity and so give birth to a new type of symbolic other in which a my type of subject can be exist. In this research so will he analize the development of politic of liberal democracy which can he opressive and lean to totalitarian"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16013
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Septriana
"Dominasi kelompok identitas religius di Indonesia, yang diperkuat dengan kekuasaan negara akan meminggirkan wacana yang datang dari kelompok identitas minoritas. Demokrasi harus melindungi iklim keberagaman dan pola hidup yang setara antar-individu, untuk menjaga pertukaran nilai yang dinamis dalam ranah masyarakat. Kekuasaan negara dalam ranah demokrasi, tidak bisa berpegang pada kepentingan sebuah kelompok identitas. Keberagaman, dan nilainilai yang terkandung dalam tiap kelompok identitas merupakan salah satu hal yang bisa dijadikan negara sebagai sumber kekuasaannya. Prioritas negara adalah merekognisi kelompok-kelompok identitas minoritas, dengan regulasi-regulasi yang dikeluarkannya.

Domination of religious identity groups in Indonesia, which got more strength from the power of constitution will repress every discourse that come from minor identity groups. Democracy must protects the diversity and people_s way of life in egalitarian rules, to keep the dynamics of value-exchange in society. The power of the state in a field of democracy, cannot rely on one identity group_s interests. Diversity, and the values of every identity groups are sources of government_s power. A prior responsibility of the state is to recognize minor identity groups, through regulations which is produced by government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S16012
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budiarto Danudjaja
"Penelitian tesis ini beranjak dari keprihatinan atas tertib politik global yang terjebak bahaya situasi tanpa seteru, yang berbagai imbasnya juga sangat terasa di negeri kita. Ketumbangan Komunisme dan demoralisasi Sosialisme sebagai ikutannya membuat hegemoni Neoliberalisme tak terlawankan. Situasi ini berbahaya tak hanya karena membuat praksis politik global kehilangan alternatif progresif untuk menjawab ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi, melainkan juga karena bertentangan dengan keniscayaan antagonisme relasional yang merupakan sumber ketegangan kreatif politik. Sebagai konsekuensi praksis maupun logis fenomena ini, stagnasi transformasi demokrasi tampak semakin menggejalai realitas politik. Di sisi lain, praksis politik global juga ditandai fenomena proliferasi gerakan¬gerakan sosial baru. Fenomena proliferasi ini memperlihatkan pemajemukan dan peragaman agen perubahan, maupun ranah serta modus pergerakannya dalam melawan relasi-relasi subordinasi dan opresi, sehingga memerlukan penggalangan sebuah solidaritas blok hegemonik baru dengan kesepadanan integratif pada idealitas¬idealitas nilai yang demokratis, pluralistis dan radikal agar dapat sungguh menjadi bagian tranformasi demokrasi. Situasi ini menuntut kehadiran sebuah alternatif progresif baik guna ikut mencari solusi yang lebih radikal terhadap ketimpangan sosial ekonomi yang terjadi, menghidupkan kembali ketegangan kreatif politikal, maupun --secara lebih menyeluruh-- dalam menghadapi hegemoni Neoliberalisme yang terbukti eksesif. Sebagai konsekuensi fenomena proliferasi, alternatif progresif tersebut lalu juga harus mampu menggalang sebuah solidaritas blok hegemonik bare yang sekaligus dapat tetap konsisten dengan idealitas-idealitasnya sebagai sebuah proyek radikalisasi demokrasi yang pluraslistis, yakni tetap mencerminkan imaji dan logika egalitarian.Dalam memahami dan menelusuri kemungkinan solusi terhadap keprihatinan iritt dipakai kerangka teoritis Pluralisme Agonistis. Alternatif progresif Chantal Mouffe ini merupakan sebuah upaya radikalisasi terhadap demokrasi modem, yang notabene demokrasi liberal yang pluralistis. Radikalisasi terhadap anasir demokratis dan pluralistis ini dilakukan dengan cara mcnambahkan dimensi sosialis untuk menyisihkan Liberalisme Ekonominya, menyadari paradoks idealitas-idealitasnya sebagai limit sekaligus potensi artikulatif tak berkesudahan, menyadari limit pluralismenya serta menerima keniscayaan dimensi antagonisme agonistis guna meradikalisasi kesediaannya untuk senantiasa bersusah-payah menerima perbedaan, keragaman, dan konflik kuasa sebagai kewajaran serta menyadari limit, keterputus¬putusan dan ketakterputuskan identitas dan makna politik. Lewat radikalisasi ini, demokrasi pluralistis menjadi lebih memadai sebagai alternatif progresif bagi stagnasi transformasi demokrasi akibat praksis politik global yang tanpa seteru tersebut. Penyingkiran logika kapitalistik lewat penambahan dimensi sosialis membuat hak-hak individu dalam kesetaraan warga mempunyai makna kolektif sehingga lebih memadai sebagai azas untuk merckonstruksi solusi radikal terhadap ketimpangan struktural sosial-ekonomi. Kesadaran paradoks dan limit serta penerimaan dimensi antagonisme agonistis membuka jalan bagi pluralisme yang radikal dalam menerima perbedaan, keragaman dan konflik sehingga bisa menyediakan iklim kondusif bagi penghidupan kembali ketegangan kreatif politikal. Penerimaan keniscayaan antagonisme agonistis ini juga membuat demokrasi pluralistis lebih menempatkan dirinya sebagai ajang artikulasi-artikulasi yang diskursif, sehingga memposisikan dirinya bak ruang kosong yang terbuka tempat titik-titik temu lintas waktu dan lintas artikulasi mengarus. Dengan demikian, sebagai..."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T38861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giska Admiko
"Skripsi ini membahas tentang stereotype perempuan yang diiternalisasi melalui dongeng Cinderella dengan pemikiran Sigmund Freud. Film Shrek sebagai dongeng perlawanan, dalam cerita dan penokohannya telah mendekonstruksi stereotype yang terkandung dalam dongeng Cinderella. Pengukuhan bahwa film Shrek adalah sebuah bentuk dongeng perlawanan dilakukan dengan memakai teori Judith Butler yang dalam pemikirannya memisahkan antara sex, gender dan sexuality dan menciptakan politik performatif.

This thesis discusses the stereotypes of women which is internalized through the tale of Cinderella with the thought of Sigmund Freud. Shrek movie as a tale of resistance, in the story and figuring had been deconstructing stereotypes contained in the fairy tale of Cinderella. The confirmation that Shrek the movie is a fairy tale of resistance is done using Judith Butler_s theory that split between sex, gender, and sexuality and create a politcs of performative."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S16028
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Budiawan
"Demokrasi liberal belakangan dianggap mampu untuk menyelesaikan pelbagai permasalahan yang timbul pada abad belakangan. Berbagai kemajuan tidak semata bersandar pada ekonomi melainkan juga dalam budaya dan kehidupan sosial manusia modern. Namun demokrasi liberal tidak selamanya tanpa cela. Ketika segalanya nyaris sempurna ternyata demokrasi meninggalkan noda dalam diri antagonisme yang ditelantarkan di ujung jalan. ANtagonisme sendiri secara ringkas dapat dikatakan merupakan dasar dari segala sesuatu. Perbedaan yang dimaknai sebagai pertentangan merupakan kondisi hakiki. Pertentangan tidak semua nyata benturan-benturan fisik melainkan juga kepentingan-kepentingan yang semakin kompleks dan melebar. Melemahnya antagonisme dalam demokrasi liberal, menyimpan kemungkinan akan bangkitnya yang totaliter dalam diri demokrasi liberal. Hal tersebut dapat terjadi karena totaliter bukan berarti pasti meniadakan kebebasan, tetapi bagaimana jika kebebasan malah dimaknai secara berlebih-lebihan serta dianggap yang paling mulia? Walaupun dapat dikatakan jauh panggang dari api terhadap kemungkinan tersebut dapat terjadi, tetapi demokrasi liberal tidak dapat menutup mata atas kemungkinan tersebut. Demokrasi menempatkan ruang kosong yang menyimpan kondisi untuk terus-menerus diisi. Tidak ada yang menetap pasti sehingga jawaban bagi kemungkinan tersebut adalah mengembalikan dan menjadikan antagonisme sebagai cawan demokrasi liberal"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16164
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Rachmatika Dewi Andayani
"Budaya Patriarkal merupakan budaya yang sangat mengakar dan melembaga, budaya ini berusaha mendominasi dunia dan mengeluarkan posisi perempuan. Pembongkaran budaya patriarkal telah dilakukan oleh rentetan tiga gelombang besar feminisme, namun akar dari keberadaan patriarkal sebenarnya adalah politik. Oleh karena itu usaha pendobrakan patriarkal harus dilakukan dengan mendobrak sistem politik yang bekerja di dalamnya. Politik sendiri sejak muncul telah menghilangkan perempuan dan hal ini telah berlangsung hingga saat ini.Persoalan politik dan perempuan merupakan sebuah usaha dalam pencapaian identitas perempuan sebagai political being, sebuah identitas yang secara alamiah dimiliki oleh perempuan namun tidak dapat dimilikinya bahkan dikenalnya. Akar dari peminggiran politik perempuan adalah terjadinya pembatasan uang privat dan publik yang bersumber pada persoalan nature dan culture. Perempuan selalu dipatok pada yang privat sehingga akses mereka untuk mencapai ranah publik sangat sulit, padahal kebebasan ruang publik merupakan salah satu instrument prasyarat penting dalam mendukung subjek politik. Diperlukan sebuah system politik yang mampu mengakomodir perempuan ke dalamnya dan menuju pada telos keadilan sesuai dengan Esensi sebenarnya dari politik.
Patriarchal culture is a culture that really strong and have legitimate, this culture try to dominated world and excluding women. Deconstruction to patriarchal culture had been done by big three feminism wave, but the truth root of patriarchal is politics. Politics growing in patriarchal and work with sturdy, cause of that effort to deconstruct patriarchal must done by deconstruct politics system that work inside. Since politics emerge, it had been eliminating women and this situation happen till today. Politics problem and women try to reaching women identity as political being, this identity stay naturally in women self but women never have that identity even to know more about it. The roots of boundary women politics happen in demarcation private and public emerge from nature and culture problem. Women always stay in private; it makes their access to reaching public room very difficult, though the freedom of public room is one of the important criterion instruments in supporting politic subject. We needed a politics system that has capability to accommodate women to the system and goes to target justice according with the essential meaning of politics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S16026
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ketty Stefani
"Skripsi ini membahas mengenai peran besar perempuan dan alam dalam menunjang semua aspek kehidupan, keduanya merupakan sumber daya strategis yang dapat menunjang kelangsungan hidup semua elemen di bumi. Namun dominasi budaya patriarki telah merepresi eksistensi perempuan dan alam sebagai sumber kehidupan. Dominasi patriarki ini dikritik oleh ekofeminisme karena telah menghilangkan relasi spiritual perempuan dengan alam. Alam hanya dimaknai sebagai instrumen pemenuh kebutuhan hidup manusia, karena itu kegiatan konsumsi atas alam dianggap wajar dilakukan walaupun bersifat eksploitatif. Pelabelan citra perempuan sebagai konsumen terbesar mengakibatkan perempuan kehilangan nilai-nilai tradisionalnya. Perempuan juga mengalami domestikasi peran sosial yang identik dengan pemenuhan kebutuhan hidup dan kegiatan konsumsi, karena itulah perempuan dituduh sebagai konsumen perusak alam. Untuk mengakhiri permasalahan ini ekofeminisme menawarkan solusi etika kepedulian, relasi interdependency dalam tindakan nyata penyelamatan alam yang dapat dilakukan oleh semua manusia untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan bebas dari bias gender.

This thesis is a study about the large role of women and nature in supporting all aspect of life. Both are a strategic resource that holds the life of all elements on earth. But, the dominating patriarchal culture has repressed women and nature?s existence as the source of life. This domination is criticized by the ecofeminism because of it vanished away the spiritual relations between women and nature. The nature is regarded as no more than an instrument that fulfills the needs of human, and because of that consumption is viewed as natural even though it is sometime exploitative. Women?s image branding as the biggest consumer has resulted in them losing their traditional values. They are also experiencing a domesticated social role that is identical with fulfilling needs and consuming, and because of that they are accused as the one who destroyed the nature. To end this problem, ecofeminism offered social ethic cares, an interdependency relationship in the act of saving nature that can be done by all human to form a life in harmony and free from gender bias."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S16174
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Febriyanti
"Kehidupan ini adalah suatu proses yang tiada henti, suatu proses yang melibatkan banyak hal dan mengakibatkan banyak hal. Salah satu proses memiliki pengaruh besar bagi manusia adalah pendidikan oleh karena itulah untuk menggapai sukses di masa depan kita harus mengoptimalkan bidang ini dengan lebih maksimal lagi. Kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus jeli melihat kesalahan-kesalahan yang ada dalam sistem pengajaran pendidikan di masa lalu dan berusaha untuk memperbaikinya di masa depan. Kunci pengajaran itu sendiri ada hubungan dua arah antara gura dan murid yang ditengahi oleh keadaan dialog sehingga dapat menghasilkan pengajaran yang lebih optimal lagi bagi kedua belah pihak. Dengan begitu diharapkan dunia bisa ditata oleh orang-orang yang berkualitas dan menjadi tempat tinbggal yang lebih baik lagi untuk mahluk hidup serta generasi sesudah kita"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16017
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Noladika
"Penelitian ini berupaya memberikan perspektif bare mengenai tubuh perempuan, melalui pembedahan kasus belly dance . 11211 ini dimulai ketika belly dance hadir sebagai suatu sent tari yang mendapat stigmatitasi negatif, karena kental akan sisi sensualitas tubuh perempuan. Foucault memaparkan bagaimana selama ini kuasa sangat merepresi individu sampai pada hat yang paling privat. Pendekonstruksian atas detinisi dan tcori tubuh perempuan, agar tubuh perempuan tidak berada dalam relasi Kuasa-Pengetahuan. Judith Butler melanjutkan Foucault, melalui term variabel yang cair tubuh perempuan tidak dapat dikunci dalam suatu finalitas pengertian. Kuasa tidak pernah memberikan suara dan tempat bagi hasrat perempuan, oleh karma itu kuasa selalu membungkam setiap bentuk hasrat perempuan, termasuk hasrat berseni dalam sebuah tarian. Helene Cixous dan Luce Irigaray, menjelaskan bagaimana perempuan membutuhkan tempat untuk mengekspresikan segala bentuk hasratnya. Space yang dibutuhkan perempuan, bisa tcrcapai melalui adanya jaminan dari demokrasi. Perempuan, sebagal subyck yang menu liki hak kewarganegaraan menuntut radikalisasi demokrasi. Tujuannya adalah agar hasrat dan tubuh perempuan dapat dilihat, dan disuarakan juga mendapatkan hak-hak sosio politis dan jaminan hokum publik sebagai pelindung utamanya. Demokrasi sebagai fasilitas yang dapat digunakan untuk mcrealisasikan hak-hak akan hasrat dan tubuh perempuan yang terlepas dari represi kuasa. Karena politik feminisme tidak selesai hanya pada dekonstruksi pemikiran, rnelainkan penerapan dalam dunia praksis

This research tries to make a new perspective about women's body, looking trough the belly dance case. It starts when belly dance is appear as a dancing art which is getting negative stigmatization, because of its side of sensuality. Foucault describes how relation of power can be repress the indivdual as far as privatest thing. The deconstruction to the definition and women's body theory so that the women's body is not in the relation of power-knowledge. Judith Butler continuing Foucault trough the `liquidity of variableterm so that women's body cannot be locked in the sense of finality. The Power has never been give the voice and place to the women's desire. So that the power is always silencing the every voice and place for women's desire that desire of art included. Helene Cixous and Luce Irigaray, describes how the women need a place to express every form of women's desire. Space that women needed, can be achieved only trough the guarantee of democracy. Women, as a subject who have a citizen rights strive for the radicalization of democracy. The purpose is that the desire and women's body can be looked, and voiced so that the rights of socio-political and public guarantee of law as the first barrier can he achieved. Democracy as the facility that can be used to realize the rights of the women's body and desire liberated from relation of power. Because of the feminism politic is unaccomplished just for the deconstruction of thinking, but rather to the application of the praxis world"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16050
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Xemandros, Wolfgang Sigogo
"Iklan sebagai salah satu bentuk masivitas informasi, bekerja di dalam prinsip semiotik, yakni mengenai relasi tanda. Relasi tanda ini tidak lagi bersifat referensial, melainkan berupa manifestasi dari pertukaran simbolik. Kondisi ini adalah apa yang disebut sebagai hiperrealitas oleh Jean Baudrillard; suatu situasi di mana kita tidak lagi bisa membeda-bedakan status realitas. Iklan pada akhirnya bekerja di dalam prinsip hiperreal.

Advertising, as a massively form, run in the semiotics principle. This semiotics is not longer referential, but a form of symbolic exchange. This situation is what Jean Baudrillard call hyperreality; a situation which we are not able to classify the reality. Advertising, as Baudrillard thought, run in hyperreal principle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S16024
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>