Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29893 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hartono Soerjopratiknjo
Yogyakarta: Seksi Notariat FH UGM, 1982
346 HAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Djaja Sembiring
Bandung: Tarsito, 1982
346.096 MEL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Desiree Zuraida
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini pemberian kuasa semakin popular dalam lalu lintas hukum, baik dalam persengketaan di muka pengadilan, maupun untuk perbuatan-parbuatan hukum lainnya, separti jual beli, sawa-manyawa dan sabagainya. Panulis malihat bahwa pamberian kuasa ini merupakan suatu parbuatan hukum yang paling banyak
dijumpai dalam masyarakat.
Sehubungan dengan pamilihan judul skripsi ini, maka pambarian kuasa yang marupakan matari pokok skripsi ini, adalah pemberian kuasa terhadap seorang pengacara dan belum ada Undang-Undarig yang mengaturnya secara khusus, kecuali beberapa peraturan peninggalan pemarintah kolonial. Dalam hal ini, kedudukan seorang pengacara (seorang kuasa) sangat lemah di pengadilan,
sedangkan dia mempunyai tanggung jawab terhadap kliennya.
Berdasarkan hal itu, maka penulis berusaha untuk meinbahasnya, memperbandingkannya, antara teori dan kenyataan dalam praktek sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengadakan wawancara dan study kepustakaan.
Dalam perkembangannya, pemberian kuasa telah berkembang sedemikian rupa seperti yang dikenal dengan nama bantuan hukum, namun ada pula yang akhirnya dihapuskan seperti pemberian kuasa mutlak dalam hal jual beli tanah.
Dewasa ini, hampir untuk setiap perbuatan hukum, orang memerlukan jasa orang lain untuk melaksanakannya, terutama untuk beracara di pengadilan, maka untuk
menghindarkan kesulitan-kesulitan sebaiknya diperhatikan mengenai persyaratan pemberian kuasa tersebut, serta subyek hukum yang dapat menjadi kuasa, kemudian mengenai jangka waktu dan berlakunya surat kuasa ter sebut.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan
"Manusia sebagai salah satu subyek hukum dapat melakukan perjanjian apa saja sesuai dengan kepentingannya sepanjang tidak bertentangan dengan Kepentingan umum dan kesusilaan. Tetapi tidak semua manusia dapat melakukan sendiri perbuatan hukum, hal ini disebabkan. karena kesibukannya antara lain sakit atau di cabut hak keperdataanya, untuk itu diperlukan suatu pelimpahan hak dan kewajiban, dalam hal ini biasa disebut pemberian kuasa. Pemberian kuasa itu ada setelah adanya perikatan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, dalam pemberian kuasa itu para pihak yang terikat didalamnya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dan masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan ditaati, karena apabila tidak dipenuhi dan ditaati maka pemberian kuasa tidak sah (batal demi hukum) dan dapat dibatalkan. Perjanjian pemberian kuasa harus dinyatakan dengan tegas dan jelas, untuk menghindar kerugian yang tidak diharapkan oleh kedua belah pihak dan penerima kuasa tidak boleh melampaui hak dan kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa. Penulis mencoba ulntuk menggali dan menganalisa dari masalah yang muncul setelah ada putusan badan pertadilan yaitu mengenai Pemberian kuasa penuh atau mutlak dibidang pertanahan sebagian orang ada yang membolehkan kuasa mutlak berlaku dan sebagian lainnya menganggap suatu perbuatan melawan hukum. Menurut pasal 1813 KUH Perdata, karena pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian jadi apabila didalam perjanjian pemberian kuasa tersebut di dalam klausulanya terdapat kata melepaskan pasal 1813 KUH Perdata, membolehkan kuasa mutlak berlaku . Sedangkan ketentuan yang melarang apabila tidak diperjanjian untuk melepaskan pasal tersebut. Selanjutnya dalam putusan mengenai surat kuasa cacat formil dalam permohonan kepailitan adalah, tidak sah dan pengadilan niaga berhak untuk menjatuhkan putusan yang amarnya tidak dapat diterima, tanpa menyinggung materi pokok perkara. Jadi surat kuasa yang cacat formil tersebut batal demi hukum, karena syarat formal tentang Persona Standi In Judicio dalam perkara ini tidak dipenuhi. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan kita dapat mengetahui fungsi dan manfaatnya kapan dan bagaimana kita harus memberikan kuasa."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatimah
"Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dimana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal guna kepentingan pemberi kuasa. Dengan pemberian kuasa tersebut timbul perikatan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Dalam pemberian kuasa itu para pihak yang terikat didalamnya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan Undang-Undang dan masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan ditaati karena apabila tidak maka pemberian kuasa tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.
Perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa harus dinyatakan secara tegas dan jelas untuk menghindari kerugian yang tidak diharapkan oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pemberian kuasa dan kuasa tersebut tidak boleh melampaui hak dan wewenang yang diberikan oleh pemberi kuasa serta pemberi kuasa juga harus membayar semua biaya yang dikeluarkan oleh penerima kuasa dalam menjalankan kepentingan pemberi kuasa. Untuk menghindari hal tersebut diatas, maka pemberian kuasa dilakukan secara tertulis, bisa dalam bentuk akta otentik bisa juga dalam bentuk akta dibawah tangan.

Empowering is an indentured where a person gives power to other person to do utilized thing something powers giving behalf. With that empowering is evoked engagement among power giver and power receiver. In that empowering the parties what do most gird upon it has to qualify that specified Statute and each party has the right and obligation who shall be accomplished and is abode by since if not therefore that empowering is illegitimate and gets to be cancelled.
Agreement among giving power and power receiver shall explicit and clear to avoid disadvantages that doesn't be expected by both of clefts party that struck hands empowering and that power may not go behind rights and authority by Power giver and Power giver shall also pay all cost that spent by power receiver in carry on such power. To avoid aforesaid thing, therefore empowering should be done in writing which could be done in otentic's deed form; and or in form under-the-counter's deed.
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, [2009;2009, 2009]
S22525
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Iancu, Bogdan
"The book approaches this problem indirectly, through the conceptual lens offered by constitutional developments relating to the adoption of normative limitations on the delegation of law-making authority. Three analytical strands (constitutional theory, constitutional history, and contemporary constitutional and administrative law) run through the argument. They merge into a broader account of the conceptual ramifications, the phenomenon, and the constitutional treatment of delegation in a number of paradigmatic legal systems. As it is argued, the development and failure of constitutional rules imposing limits on legislative delegation reveal the conditions for the possibility of classical limited government and, conversely, the erosion of normativity in contemporary constitutionalism."
Heidelberg : Springer, 2012
e20400377
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Dora Kartikawati
"Gugatan Perwakilan Kelompok telah menjadi bagian dari cara pengajuan gugatan di Indonesia sejak adanya Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang kemudian disusul dengan adanya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam kurun waktu tersebut belum ada ketentuan yang mengatur acara memeriksa, megadili dan memutus gugatan yang diajukan sehingga terjadi kekosongan hukum. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pada tanggal 26 April 2002 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Namun pada kenyataannya, penerapan dari prosedur pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok tidaklah mudah dan para penegak hukum di Indonesia masih perlu mengembangkan dan mempelajari lebih dalam. Khususnya permasalahan mengenai ukuran pemenuhan syarat-syarat pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok yang seringkali berbeda-beda,salah satu contohnya adalah dalam pemenuhan syarat-syarat pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam perkara Nomor 75/PDT/G/2005/PN.JKT.PST. Perbedaan penafsiran antara penegak hukum dan kurangnya pengetahuan menjadi penghalang diciptakannya suatu Gugatan Perwakilan Kelompok yang sesuai dengan proses pemeriksaan perkara pada tahap awal persidangan. Kurangnya kejelasan pengaturan pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok juga menjadi salah satu kendala dari tidak konsistennya proses pemeriksaan tahap awal Gugatan Perwakilan Kelompok. Sesuai dengan Huruf F pada bagian menimbang Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002, bahwa Peraturan Mahkamah ini dibuat sambil menunggu peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pengaturan tatacara Gugatan Perwakilan Kelompok ini diharapkan dapat dituangkan dalam bentuk undang-undang yang lebih rinci dan jelas sehingga tidak terdapat kerancuan dan ketidakpastian hukum."
Lengkap +
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2006
S22466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Hanan Rahmadi
"The enforcement of Law No. 22 Year 1999 on the Regional Autonomy Administration, which later was substituted by Law No. 32 Year 2004 regarding regional Administration , that had brought about different new paradigm in establishing the autonomy, has basically changed the practices of running the local government. One of them concerns the positions, duties, function and the authority of Sub-district Head. The change will both directly and indirectly change the structure of organization, its funding, staffing, meeting its logistic requirements and accountability.
The change began with its definition about the "Sub-district" itself. In Law No. 5 Year 1974 about Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Governance Principles), Sub-district is an administrative Territory in the cause of de-concentration, namely within the circle of the. government bureaucracy locally executing public service_ While in Law No. 32 Year 2004 regarding Regional Government, Sub-district is an operational territory as a part of the municipality. This corresponds to what mentioned in Chapter 120, Article (2) regarding as follows: The municipality level consists of the local secretariat, regional agency, local technical bodies, sub-district and village. On its position, it is indirectly obliged to execute the authority of the municipal. This is found in chapter 126 article (2) Law No. 32 year 2004 regarding Regional administration, declaring that : The head of the sub-district in carrying out his/her duty receives the authority delegation from the mayor to handle the locallautonomy matters.
Specifically for Tangerang municipality government, the decree of the mayor No. 02 year 2003 regarding the delegation of done of the municipality administration to the head sub-district across Tangerang territory was issued. There are some sectors out of 10 areas of authority that have been delegated to the sub-district head, among others : Transportation, general works, land matters, population affairs, trading, industry and cooperation, social matters, peace and order, licensing, tax and retribution, and secretarial matters. Two years' time has lapsed since its issuance, but the implementation of this authority delegation to the sub-district has not been optimally exercised.
Starting from the curiosity for the actual reasons for the situation, a study has been made. The study used the qualitative method by accumulating the data through direct interview to relevant official, literature study and secondary data.
The result shows that the delayed implementation of this authority delegation from the municipality administration to the head sub-district is caused by technical matters as to how it should be carried out. This is due to the decree of the mayor of Tangerang regarding the authority delegation has not been followed with required direction for its implementation and method which in the field has caused uncertainly as to how to do it. Besides, there are still other factors that also has caused the Tangerang mayor decree has not been implemented optimally, among others : human resources problem, financing aspects, requisite needs which have not been fully provided by the city administration. This means no other that the decree issues, has not been sufficiently supported by the above mentioned three factors. Coordination aspect has also become an additional cause for the delay of such implementation. The sub-district administration and Agency could not easily construct the required coordination, there's no coordination mechanism: The Tangerang Mayor's Decree No. 2 year 2003, could not sufficiently be made basic of coordination between the district held and the related body. The organization structure aspect has made it difficult to implement the authority. The existing structure within the sub-district administration is not compatible with the amount of sectors delegated, and the delegation aspect itself has caused the delay of the implementation. This due to existing doubt or reluctance of the related agency to voluntarily delegate some of the authority as have been regulated in Tangerang Mayor decree No. 2 year 2003.
Some implication of this study is that it is necessary to create operational and technical directions for the Tangerang Mayor's decree No. 2 year 2003, that in the field, practice can be made easier if the sub-district be provided with the actual authority, like certain permits, that the sub-district administration service may become miniature of in its territory. This is all mainly done in the framework of providing better public service. It's undoubtedly, support of human resources, sufficient financial back up, requisite/perquisite availability is indispensable to help implement the message contained in the city major mentioned above. It's also of necessity to reconstruct the sub-district organization to make it more optimal in its status, especially in existing its main obligation and function."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>