Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
hapus4
"Sebagai hewan endemikj kehidupan monyet Buton (Hacaca brunnecens Hatschie, 1901) masih kurang dikenal. Untuk itu telah dilakukan penelitian di dua tempat yaitu Suaka Hargasatwa Buton Utara dan Cagar Alam Napabalano (Sulawesi Tenggara) yang berupaya mengungkap keadaan habitat serta perbedaan ekologi tingkah laku di kedua tempat. Bagian yang pertama dikerjakan melalui analisis vegetasi memakai metoda kuadran (point-centered quarter method), sementara pada pengamatan tingkah lakd menggunakan teknik pengamatan scan dan ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa blok hutan Lapole (Suaka Margasatwa Buton Utara) .. merupakan formasi hutan primer di pinggiran sungai yang didominasi kolaka (Pa~rinarium corylllboswa) dan kenari (Canarium sp.), sedangkan Cagar Alarn Napabalano dibentuk oleh hutan muson sekunder yang didominasi jati (Tectona g·randis). Populasi monyet di Napabalano menunjukkan sifat yang lebih terestrial serta lebih agresif dibandingkan populasi di Buton Utara. Keadaan ini rnenyebabkan populasi di Cagar Alam Napabalano menghadapi bahaya kepunahan yang lebih besar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Hadi Purnomo
"ABSTRAK
Sebagai hewan endemik, kehidupan rnonyet Buton (Macaca brunnecens Matschie, 1901) masih kurang dikenal. Untuk itu teiah dilakukan penelitian di dua teinpat yaitu Suaka Margasatwa Buton Utara dan Cagar Aiazn Napabalano (Sulawesi Tenggara) yang berupaya mengungkap keadaan habitat serta perbedaan ekologi tingkah laku di kedua tempat. Bagian yang pertama dikerjakan melalui analisis vegetasi memakai metoda kuadran (point-centered quarter method), sementara pada pengamatan tingkah laku menggunakan teknik pengamatan scan dan ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa blok hutan Lapole (Suaka Margasatwa Buton Utara) merupakan formasi hutan primer di pinggiran sungai yang
didoininasi kolaka (Parinarium coryzobosum) dan kenari (Canarium sp.), sedangkan Cagar Alam Napabalano dibentuk oleh hutan inuson sekunder yang didominasi jati (Tectona
grandis). Populasi monyet di Napabalano menunjukkan sifat yang lebih terestrial serta lebih agresif dibandingkan populasi di Buton Utara. Keadaan mi menyebabkan populasi di Cagar Alam Napabalano menghadapi bahaya kepunahan yang lebih besar.

An investigation has been carried out for Buton macaques (Macaca brunnescens Matschie) to know their habitat condition and the difference in behavioral ecology of two different places. The study areas are located in Buton Utara Game Reserve and Napabalano Nature Reserve of Southeast Sulawesi. This study revealed that Lapole forest block in Buton Utara Game Reserve is a primary riverine formation dominated by Parinarium corywbosum and Canariwn sp., while Napabalano Nature Reserve is a secondary monsoon forest dominated by teak (Tectona grandis). The monkey troops in Napabalano showed more terrestrial and aggressive habits which might be caused by more dispersed food distribution and lower tree density. Furthermore, Napabalano's troops are more vulnarable than those in Buton Utara.
ABSTRAK
"
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Supriyadi
"ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian kehidupan Monyet Buton (Iiacaca biunnesceris) di Suaka Margasatwa Buton Utra, Sulawesi Tenggara. maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari tingkah laku ekologi dan soslal kelompok Monyet Buton dalam memanfaatkan habitatnya.
Dalam menjalankan aktivitas hariannya, Monyet Buton bergerak rata-rata sejauh 1.074,83 m setiap harinya. Radius maksimum daerah jelajah hariannya rata-rata sejauh 560 m. Jarak perjalanan harian yang ditempuh Monyet Buton tidak berkorelasi positif dengan jarak perpindahan lokasi tempat tidurnya, tetapi berkorelasi positif dengan radius maksimum daerah jelajah hariannya.
Aktivitas makan kelompok Monyet Buton mencapai puncaknya dua kali dalam satu hari, pada pagi hari dan sore harinya. Mornyet Buton tidak memakan buah yang banyak mengandung getah dan terlalu keras. Tajuk-tajuk pohon di lapisan tengah paling sering dimanfaatkan monyet Buton. Tajuk-tajuk pohon pada lapisan tengah ini relatif lebih rapat, satu sama lain hampir saling bersentuhan, dan percabanganya yang banyak dan cenderung horizontal. Sumber makan Monyet Buton juga tersedia melimpah pada lapisan tajuk tengah ini. Pergerakan quadrupedal paling sering terlihat ketika Monyet Buton tengah melakukan aktivitas makan dan jelajah.
Monyet Buton tidur pada pohon-pohon yang tumbuh di tempat-tempat yang sedikit terbuka. Pohon-pohon yang dimanfaatkan Monyet Buton biasanya berdaun tidak terlalu lebat, tinggi dan besar, bercabang banyak, tidak berduri, dan tidak dililit liana.
Kepadatan populasi monyet Buton di Suaka Margasatwa Buton Utara adalah 36,9 indlvidu per km , dengn ukuran kelompok 13 sampai 21 individu pada setiap kelompoknya. Perbandingan jumlah individu jantan-dewasa terhadap betina dewasa dalam kelompoknya rata-rata adalah 1,4 : 1. kelompok Monyet Buton di Suaka Margasatwa Buton Utara mempunyai daerah jelajah kira-kira seluas 40 ha. Rangkong Sulawesi (Rhyticeros cassidix) merupakan kompetitor utama Monyet Buton, sedangkan interaksinya dengan sejenis Burung Sriguntirig (Dicrurus celebensis dan B. hottntotus) belum jelas.
ABSTRACT
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Ridwan M
"ABSTRAK
Penelitian mengenai populasi dan habitat monyet yaki
(Macaca nigra Desmarest) telah dilakukan di hutan
primer dan hutan sekunder, Pulau Bacan, Maluku Utara,
dari bulan April hingga November 1992. Data yang
diambil untuk penelitian populasi monyet yaki adalah
jumlah individu berdasarkan umur dan jenis kelamin,
jarak pengamat dari kelompok, ketinggian kelompok dari
tanah, petunjuk-terhadap-pertemuan, ketinggian
daerah/lokasi pertemuan, waktu saat pengambilan data
dimulai, waktu saat pengambilan data diakhiri, tipe
hutan, dan gangguan hutan. Untuk analisis vegetasi,
data yang diambil adalah data habitat seperti tipe
hutan, ketinggian lokasi dari permukaan laut, gangguan
hutan, dan data pohon yaitu nama lokal pohon, jarak
terdekat dari setiap jenis pohon yang ditemukan ke
titik kuadran, dan keliling pohon setinggi dada. Basil
penelitian menunjukkan bahwa populasi monyet yaki di
Pulau Bacan berada dalam keadaan stabil, tetapi untuk
jangka waktu yang lebih panjang, keberadaan monyet
tersebut masih terancam. Dari sepuluh jenis tumbuhan
yang memiliki Nilai Penting tertinggi pada masingmasing-
masing tipe habitat, beberapa jenis diantaranya
merupakan sumber pakan monyet yaki. Dari analisis
tingkat peranan jenis tumbuhan di hutan primer hanya
Ficus spp. yang memiliki tingkat peranan jenis sangat
menonjol. Di hutan sekunder, semua jenis yang memiliki
tingkat peranan jenis sangat menonjol merupakan sumber
pakan monyet yaki."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suswanto Rasidi
"Spatial distribution and some ecological aspect of hermit-crabs pagurus spp. In the intertidal shore of Pulau Dua Natural reserve, Banten bay.Pulau Dua natural reserve,as a bird sanctuary, is now threatened by water pullution and environmental degradation. To monitor is condition,an observation of the biotic intertidal comunity has been taken. One of the biotic intertidal comunities is hermit-crab (Pagurus spp). There are two species of crabs, namely Pagurus granosimanus and Pagurus hursutiusculus. Their weight are 202.80 mg and 724.90 mg. and their body lenghts are 13.00 mm and 20.71 mm respectively.The spatial distribution of the species is contagious and cluster (V=16.84)>Environmental factors such as air and water temperature,pH and water salinity,were measured"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
SAIN-7-1-2002-17
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iradati Rabbil Izzati
"Telah dilakukan penelitian tentang komunitas burung di Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat pada habitat hutan sekunder, habitat terbuka, dan habitat pantai. Sensus burung dilakukan dengan metode titik hitung (Point Count). Analisis data dilakukan dengan membandingkan kekayaan spesies, kelimpahan spesies, keanekaragaman spesies di tiga tipe habitat serta menentukan ada atau tidaknya korelasi antara nilai indeks keanekaragaman spesies Shannon- Wiener (H’) dengan nilai NDVI. Hasil penelitian yang dilakukan dari tanggal 7 April hingga 18 April 2010 menunjukkan bahwa terdapat 61 spesies dari 28 famili dengan 2 spesies merupakan burung migran dan terdapat 3 spesies burung endemik Jawa. Hasil perbandingan keanekaragaman spesies antar tiga tipe habitat menunjukkan keanekaragaman tertinggi terdapat pada hutan sekunder dan terendah pada habitat pantai. Indeks kesamaan spesies tertinggi terdapat antar hutan sekunder dengan hutan terbuka. Hasil analisis korelasi regresi linear antara nilai indeks keanekaragaman spesies (H’) dengan nilai rata-rata NDVI di tiap tipe habitat menunjukkan adanya korelasi positif."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatna Supriatna
"Pendahuluan
Penelitian mengenai monyet Sulawesi kebanyakan terfokus pada pertanyaan mengapa lebih banyak jenis monyet marga Macaca di Sulawesi dibanding dengan keseluruhan monyet di Asia. Padahal yang jauh lebih menarik adalah pertanyaan bagaimana monyet tersebut berada dan menyebar di Sulawesi dan bagaimana bentuk morfologi yang berlainan tersebut terbentuk. Luas pulau Sulawesi hanya 2% dari luas penyebaran jenis-jenis marga Macaca, namun jenis yang terdapat melebihi 25% dari keanekaragaman dari marga (Albrecht, 1978).
Taksonomi monyet Sulawesi sampai saat ini masih sangat membingungkan. Fooden (1969) mendeskripsi ada 7 jenis monyet Sulawesi (M. maura di Sulawesi Selatan, M. tonkeana di Sulawesi Tengah, M. hecki di Sulawesi tengah-utara, M. nigrescens di dekat Gorontalo-Kotamubagu, M. nigra di Sulawesi Utara, M. ochreata di Sulawesi tenggara dan M. brunnescens di pulau Muna dan Buton) yang merupakan hasil revisi dari yang telah diusulkan oleh Napier dan Napier {1967). Mereka mengusulkan taksonomi monyet Sulawesi menjadi 2 marga yaitu Cynopithecus dengan 1 jenis yaitu cynopithecus nigra, dan Macaca yaitu Macaca maura. Setahun setelah publikasi Fooden, Thorington dan Groves (1970) menyatakan bahwa monyet. Sulawesi mungkin satu spesies yang "Polytypic" (banyak variasi morfologi) dan bervariasi secara "Clinal" (berubah bentuk sejalan dengan jarak). Pendapat lain yaitu Groves (1980) yang menyatakan hanya ada 4 spesies monyet Sulawesi (M. maura, M. tonkeana, M. nigra dan M. ochreata) dan subspecies (M. tonkeana hecki, M. nigra nigrescens dan M. ochreata brunescens). Pendapat ini tidak mendapat banyak sokongan. Hasil penelitian intensif oleh banyak peneliti dengan memakai berbagai metoda seperti morfologi, genetik dan dermatografik menyimpulkan paling tidak ada 7 spesies monyet Sulawesi (Albrecht, 1978; Kawamoto et al. 1985; Takenaka et al. 1987; Campario-Ciani et al. 1987; Watanabe & Brotoisworo 1982, 1989; Supriatna et al. 1990). Bahkan Froehlich dan Supriatna {1992) mengusulkan monyet Togian (M. tonkeana togeanus) menjadi spesies tersendiri yang disebut Macaca togeanus, sehingga jumlah spesies monyet Sulawesi diperkirakan ada 8 spesies.
Groves (1980) yang meneliti monyet Sulawesi di daerah, perbatasan penyebaran hewan tersebut berkesimpulan bahwa intergradasi telah terjadi antar taxa dibeberapa monyet Sulawesi dan ini yang menyebabkan perlunya diturunkan statusnya ke tingkat subspesies. Walaupun alasannya berlainan untuk setiap daerah perbatasan, namun pada prinsipnya monyet hibrid terbentuk di daerah perbatasan. Anehnya, Groves tidak melihat adanya intergradasi di daerah sebaran antara M. maura dan M. tonkeana. Groves melihat ke dua jenis ini parapatrik di daerah Maroangin. Sebaliknya Supriatna dan kawan-kawan (1988, 1989, 1990) menemukan hewan hibrid di Maroangin, tempat Groves mengadakan penelitian, sejak penelitian dimulai pada tahun 1985.
Dari hasil penelitian morfologi dan perilaku monyet Sulawesi antara M. maurus dan M. tonkeana tampak bahwa kedua jenis ini jelas berbeda. Di daerah hibrid tampak bahwa morfologi dan perilakunya bercampur atau sukar dibedakan apakah termasuk spesies M. maurus atau M. tonkeana (Supriatna et al. 1990). Walapun dari hasil penelitian itu masih belum yakin bagaimana proses terbentuknya dan sejarah terjadinya daerah hibrid. Dalam tulisan ini electrophoresis protein pada sampel monyet Sulawesi di atas dianalsis dengan harapan dapat membantu mengungkapkan fenomena menarik mengenai hibridisasi pada primata"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
LP 1993 28
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia
"Telah dilakukan penelitian terhadap perilaku pengasuhan anak pada keluarga Macaca hecki Matschie, 1901 di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Penelitian bertujuan untuk mengamati pengasuhan terhadap infant yang ditempatkan dalam satu kelompok dan ada atau tidaknya keterlibatan anggota keluarga lain dalam peran pengasuhan. Metode yang digunakan yaitu focal animal sampling dan ad libitum sampling dengan interval waktu 10 menit tanpa jeda selama 25 hari dengan total waktu 7500 menit. Pengamatan dilakukan selama lima hari dalam sepekan. Pengamatan perilaku pengasuhan dimulai pada pukul 09.00--15.00 WIB. Waktu pengamatan disesuaikan dengan Macaca hecki yang bersifat diurnal aktif pada pagi hingga sore hari dan disesuaikan dengan perizinan yang diberikan oleh pihak Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Aktivitas pengasuhan yang diamati berupa perilaku menggendong, menelisik, mendekat, istirahat, bergerak, kontak tubuh, menyusui dan penolakan. Subjek pengamatan yaitu satu kelompok Macaca hecki yang terdiri dari induk jantan, induk betina, empat ekor anak dan satu infant. Pola pengasuhan yang terjadi menunjukan induk betina mendominasi dari seluruh perilaku harian aktivitas pengasuhan sebesar 92,99, diikuti oleh kakak ketiga 11, kakak keempat 4,5, kakak pertama 4,195, kakak kedua 3,56 serta induk jantan 0,09. Aktivitas perilaku pengasuhan yang mendominasi adalah aktivitas istirahat.

Research has been toward parenting behavior of Macaca hecki Matcshie, 1901 family in Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Research conducted to observe parenting toward infant that placed in one group family and the presence or absence of other family members 39 involvement in parenting roles. The focal animal sampling and ad libitum sampling methods is used to record parenting behavior within 10 minute intervals without interlude of 25 days with a total time of 7500 minutes. Observations were made five days a week. Observation of parenting behavior begins at 09.00 15.00 WIB. The observation time is adjusted to diurnal Macaca hecki active in the morning to late afternoon and adjusted to the permission given by the Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Parenting activities observed include carrying, allogrooming, approaching, resting, moving, body contact, breastfeeding and rejection. The subject of observation is one group family of Macaca hecki include male parent, female parent, four childerns and one infant. The pattern of parenting that occurs shows the female parent dominates from all the daily behavior of parenting activities by 92.99, followed by third sister 11, fourth brother 4.5, first brother 4.195, second sister 3.56 and male parent 0.09. Resting is the activities of parenting behavior that dominate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Bambang Pangestu
"Kromosom merupakan massa padat dari materi genetik yang terdapat dalam inti sel yang menentukan pewarisan sifat genetik suatu spesies dari generasi ke generasi berikutnya. Analisis kariotipe kromosom umurrmya didasarkan kepada dua sifat kromosom, yaitu jumlah diploid kromosom dalam sebuah sel somatik dan karakter morfologis setiap kromosom dalam set tersebut. Karakteristik morfologis sebuah kromosom ditentukan oleh posisi sentromer serta panjang relatif kromosom terhadap kromosom-kromosom lairmya dalam satu set haploid.
Telah dilakukan penelitian untuk mempelajari kariotipe monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca namesirina). Kedua spesies primata ini banyak digunakan dalam berbagai perielitian ekologi, tingkah laku, nutrisi dan genetika, serta banyak pula dimanfaatkan dalam berbagai penelitian biomedis untuk studi berbagai jenis penyakit manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari jumlah kromosom, karakteristik kariotipe dan penyusunan idiogram monyet ekor panjang dan beruk, serta membandingkan kariotipe antar kedua spesies primata tersebut.
Preparat kromosom untuk studi kariotipe dan penyusunan idiogram dipersiapkan dua kultur sel darah putih (leukosit), yang dikoleksi dari darah periferi tiga ekor monyet ekor panjang jantan dan tiga ekor beruk jantan. Kultur jangka pendek dengan penggunaan mitogen PHA dan ConA dilakukan pada suhu 37°C selama 72 jam. Melalui perlakuan peighambatan pembentukan spindel dengan penberian kolkisin dua jam sebelum akhir kultur, perlakuan hipotonis dengan larutan KCI 0.075 M dan perlakuan fiksasi dengan larutan methanol dan asam asetat dalam perbandingan 3:1, diperoleh selsel metafase untuk analisis kariotipe.
Dari perhitungan kromosom dalam tiap sebaran metafase didapatkan bahwa jumlah diploid kromosom baik pada monyet ekor panjang maupun bank adalah 42 buah, terdiri dari 40 buah autosom, sebuah kromosom X dan sebuah kromosom Y. Panjang relatif kromosom untuk monyet ekor panjang dan beruk masing-masing berkisar antara 0.6324 ± 0.0063 dan 0.6317 ± 0.0056 (kromosom Y) sampai dengan 7.3705 ± 0.0106 dan 7.3714 ± 0.0095 (kromosom No. 1). Indeks sentromer untuk monyet ekor panjang dan beruk masing-masing berkisar antara 0 dan 0 (kromosom Y) sampai dengan 49.295 f 0.016 dan 49.295 ± 0.014 (kromosom No. 11). Nisbah lengan kromosom monyet ekor panjang dan beruk masing-masing berkisar antara 1.0284 ± 0.0006 dan 1.1024 f 0.0006 (kromosom No. 11) sampai dengan 2.6819 ± 0.0142 dan 2.6812 ± 0.0121 (kromosom No. 15), sedangkan nilai nisbah lengan untuk kromosom Y tidak dapat dihitung karena sentromer yang terminal (telosentrik).
Dari pengamatan dan perhitungan didapat jumlah dan morfologi kromosom monyet ekor panjang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) dengan jumlah dan morfologi kromosom beruk Perbedaan morfologi dan anatomi yang sangat besar antara kedua spesies ini tidak tercermin dari kariotipenya (struktur makro materi genetik), diduga ada pads perbedaan struktur gen-gen, protein dan kodon-kodon dalam rangkaian DNA kedua spesies. Dengan pola pita replikasi terdeteksi adanya perbedaan pole pita pada tiga bush kromosom, yaitu pads kromosom No. 1, No. 5 dan No. 16.

An experiment has been conducted to study karyotypes of long-tailed and pig-tailed macaques. The objective of the experiment is to obtain information about chromosome number and their morphological characters, to construct idiograms for each species, and to compare the kariotype of long-tailed macaque and of pig-tailed macaque.
Chromosome preparation for the karyotype study and idiogram construction was obtained from Ieukocyte cells culture. Peripheral blood samples were collected from respectively three male long-tailed and pig-tailed macaques and cultured using standard culture procedure.
Observation on metaphase chromosome spreads obtained show that both long-tailed and pig-tailed macaques have diploid chromosome number of 42, consisting of 20 pairs of autosomes, an X chromosome, and an Y chromosome. Relative chromosome length for long-tailed and pig-tailed macaques ranged from 0.6324 ± 0.0063 and 0.6317 ± 0.0056 (Y chromosome) to 7.3705 ± 0.0106 and 7.3714 ± 0.0095 (chromosome No. 1), respectively. Centromere index for long-tailed and pig-tailed macaques ranged from 0 and 0 (Y chromosome) to 49.295 ± 0.016 and 49.295 ± 0.014 (chromosome No. 11), respectively. Arm ratio for long-tailed and pig-tailed macaques ranged from 1.0284 ± 0.0006 and 1.1024 ± 0.0006 (chromosome No. 11) to 2.6819 ± 0.0142 and 2.6812 ± 0.0121 (chromosome No. 15), respectively. Arm ratio for Y chromosome was not calculated because of its terminal centromere position.
Observation, measurement and statistical analyses show that there were no significant differences (P>0.05) between chromosome number and morphology of long-tailed macaque and those of pig-tailed macaque. Using replication banding technique, different banding pattern were detected at chromosome No. 3, 5 and 16. Great differences in anatomical and life history variables between these two primate species seem to be due to differences in the level of genes, proteins and codons in DNA strands of the two species.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>