Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99968 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Punike Pirantya
"ABSTRAK
Ekstasi (3,4-methylenedioxymethamphetamine atau MDMA) adalah drugs
yang unik dan merupakan perpaduan antara halusinogen dan stimulants. Selain
mengandung MDMA, ekstasi umumnya mengandung banyak impurities. Drug
profiling tablet ekstasi bertujuan untuk menentukan karakteristik fisik dan impurity
profiling tablet ekstasi, sehingga dapat ditentukan prekursor, rute sintesis, hubungan
antar tablet, kesamaan kondisi sintesis dan lokasi pembuatannya. Karakteristik
fisik meliputi bobot, diameter, ketebalan, tampak dari segala sisi serta
outside colour. Impurity profiling terdiri atas screening test menggunakan
marquis dan simon test, jenis impurities ditentukan dengan GC/MS dan untuk
penentuan konsentrasinya digunakan HPLC. Berdasarkan drug profiling, tablettablet
ekstasi dicetak dengan logo timbul, alphanumeric dengan variasi warna
dan memiliki range diameter 6,8-8,9 mm, ketebalan 3,9-5,5 mm dan bobot 236-
398 mg. Prekursor dari MDMA adalah piperonal dan MDP2P dengan rute sintesis
melalui aminasi reduksi dan Leuckart reaction. Ada tiga kelompok drugs yang
memiliki hubungan. Tiga tablet ekstasi dengan logo popeye ternyata berasal dari
batch yang berbeda. Kemudian, ditemukan juga ekstasi dengan logo yang berbeda
berasal dari sindikat yang sama, namun batch berbeda. Hal ini terlihat dari
jenis impurities-nya sama, tetapi konsentrasi berbeda."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Siagian, Kristian
"Tesis ini membahas tentang penanganan kasus tindak pidana jaringan narkoba internasional yang dilakukan oleh Mabes Polri terhadap Kelompok Boncel mantan Warga Negara Indonesia pemasok jaringan narkoba pada tanggal 11 Maret 2013. Penelitian ini merupakan penelitian hukum non doktrinal atau jenis penelitian sosio legal research dengan pendekatan penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus dengan menggunakan data skunder sebagai data awal untuk kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kelompok Boncel merupakan salah satu kelompok pemasok narkoba ke kota-kota besar di Indonesia terutama kota Jakarta; (2) Kronologis kasus tindak pidana narkoba jaringan internasional Belanda- Jakarta yang dilakukan oleh kelompok Boncel dimulai pada awal bulan Nopember tahun 2012, yakni adanya penawaran ecstasy yang dilakukan oleh Laosan (WN Hongkong) kepada Fredi sebanyak 400.000 butir dengan harga Rp. 14.300 (empat belas ribu tiga ratus rupiah) per butir yang dikirim langsung dari Amsterdam, Belanda; (3) Penanganan terhadap kasus tindak pidana narkoba jaringan internasional Belanda-Jakarta yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri terhadap Kelompok Boncel Pada tanggal 11 Maret 2013, adalah sebagai berikut: (a) Pemanggilan kepada saksi mahkota, saksi anggota Polisi dan saksi masyarakat; (b) Penangkapan; (c) Penahanan; (d) Penggeledahan badan pakaian, mobil dan rumah; (e) Penyitaan; (f) Pemeriksaan barang bukti secara laboratoris; dan (g) Pemusnahan barang bukti narkotika; (4) Kajian hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok Boncel adalah: (a) Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; (b) Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; (c) Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; dan (d) Pasal 112 ayat (2) jo. pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

This thesis analysis the handling of the international drug network criminal by the Indonesian Police Headquarter against Boncel group, a former Indonesian Citizen who supplied drug last 11 March, 2013. This research is a non doctrinal legal research or socio legal research by using secondary and primary data. The result show that: (1) Boncel group supplied drugs to big cities in Indonesia, especially to Jakarta; (2) The supply of drugs through international network Holland-Jakarta by Boncel group has been started in early Nopember 2012, namely that Mr. Laosan (Hongkong Citizen) sent to Mr. Fredy 400.000 grams drugs at the price of Rp. 14.300 per gram sent directly from Amsterdam; (3) The handling of the international drug criminal acts, Police headquarter against Boncel group on 11 March, 2013 as follows: (a) invitation to all relevant writnesses; (b) arrests; (c) Detention; (d) The search for clothes, cars and homes; (e) The seizure; (f) Examination of the evidence by laboratories; (g) The destruction of the evidence, and (g) The destruction of the evidence of narcotics; (4) The study of the law against criminal acts committed by Boncel group are: (a) Article 114, paragraph (2) jo. Article 132, paragraph (2) of Act No. 35 of 2009 about Narcotics; (b) of article 132, paragraph (2) of Act No. 35 of 2009 about Narcotics; (c) Article 113, paragraph (2) jo. Article 132, paragraph (2) of Act No. 35 of 2009 about Narcotics; and (d) of article 112, paragraph (2) jo. Article 132, paragraph (2) of Act No. 35 of 2009 about narcotics."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tono Suhartono
"Globalisasi membawa dampak positif dan negatif yang salah satu dampak negatifnya adalah meningkatkan tindak kejahatan narkoba khususnya perdagangan gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika khususnya ekstasi. Hal itu juga akibat meningkatnya faktor supplay dan juga faktor demand yang dipengaruhi dengan perubahan sosial pada masyarakat khususnya di tempat hiburan malam.
Secara umum tempat hiburan malam tidak terlepas dari minuman beralkohol, perempuan penghibur serta obat-obat terlarang. Penelitian ini dilakukan di tempat hiburan "XYZ" Jakarta Barat sebagai salah satu tempat hiburan malam yang cukup terkenal di Jakarta yang dianggap para pengunjungnya sebagai tempat yang aman untuk mengkonsumsi ekstasi. Masalah-masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana peredaran ekstasi di tempat tersebut, interaksi-interaksi sosial masing-masing kelompok yang terkait dalam peredaran dan penggunaan ekstasi serta faktor-faktor yang mendukung kuatnya jaringan peredaran ekstasi di tempat itu.
Penelitian ini menggunakan metodologi etnografi dengan pendekatan deskriptif, menggambarkan keadaan obyek penelitian secara sistematis faktual dan akurat dimana peneliti kerja langsung sebagai tamu di tempat hiburan "XYZ". Tempat hiburan "XYZ" menyediakan jenis hiburan karaoke, diskotik serta bar, restoran dan mesin ketangkasan mickey mouse dikelola oleh PT. Graha Hayam Wuruk Rekreasi dengan 335 orang karyawan, beroperasi mulai jam 19.00 WIB kecuali untuk diskotik jam 21.00 WIB sampai jaam 03.00 WIB walau sering sampai jam 6-7 pagi hari, ini berlangsung peredaran gelap dan pemakaian ekstasi yang dikoordinir oleh Ujang dengan nama sandi "BARANG".
Hasil penelitian yang dilakukan penulis dengan dibantu informan kunci yang terdiri dari tukang parkir, karyawan, tamu, pemakai, Kapolsek Tamansari, kanit narkoba Polres Metro Jakarta Barat dan kanit narkoba Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa pengedar ekstasi yang diperbolehkan pemilik hanya kelompok Ujang yang keseluruhannya WNI keturunan Cina. Di samping itu para tamu dan konsumen juga mayoritas warga etnis Cina. Jenis ekstasi yang beredar sangat tergantung pada supplay yang datang dari Alex dengan jumlah peredaran mencapai 200-300 butir untuk malam biasa dan 600-750 butir untuk malam sabtu dan malam minggu.
Berlangsungnya peredaran dan penggunaan ekstasi di tempat hiburan "XYZ", ini tidak terlepas dari campur tangan pemilik tempat Rusan yang sangat disegani dan ditakuti karyawan, dimana sangat dekat kepada oknum aparat baik pemerintah maunpun kepolisian dengan selalu dan terus memberikan dukungan dana termasuk kepada wartawan, tokoh masyarakat setempat. Hal ini melemahkan petugas untuk mengambil tindakan disamping rapinya peredaran serta lokasi yang kondusif turut mendukung amannya tempat hiburan "XYZ" sebagai peredaran ekstasi.
Peredaran ekstasi ini membentuk jaringan hubungan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara pemakai, pengedar, pemilik tempat dan aparat. Pada sisi lain peredaran ekstasi ini membentuk patron klien dimana pemilik menjadi pelindung bagi pengedar dan pemakai. Hal ini terlihat saat penangkapan Atung anggota pengedar di depan restoran, perkaranya tidak diteruskan dan tersangka Atung dilepaskan karena pemilik telah melakukan kontak dengan pejabat kepolisian tingkat atas. Dengan adanya peredaran dan penyalahgunaan ekstasi, maka tempat hiburan "XYZ" menjadi ramai pengunjungnya yang dengan sendirinya memberikan keuntungan yang besar bagi pemilik. Hal tersebut juga membuat jaringan peredaran ekstasi ini mengarah kepada kejahatan terorganisir (Organized Crime)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T8333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saman Azhari
"Tesis ini membahas hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Forensik Bareskrim Mabes Polri yang merupakan suatu tempat pemeriksaan barang bukti yang disita dari TKP oleh penyidik kepolisian, dilakukan dengan menggunakan instrumen analisis, supaya hasil pemeriksaan barang bukti yang diambil dari tempat kejadian perkara (TKP) dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti di sidang pengadilan.
Sebagai suatu lingkungan kerja. Laboratorium Forensik memiliki potensi ancaman bahaya yang berbeda dengan lingkungan kerja yang lain, karena instrument yang digunakan untuk pemeriksaan dan barang bukti harus betul-betul diamankan. Kerusakan atau kehilangan dari salah satu aspek tersebut bukan hanya akan merugikan Laboratorium Forensik saja, tetapi juga akan merugikan kepolisian dan penegakan hukum secara umum.
Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan aspek-aspek sekuriti yang ada di Laboratorium Forensik, sehingga dari data-data yang diperoleh dapat dikontruksikan sekuriti yang sesuai untuk Laboratorium Forensik.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yaitu mengamati gejala-gejala sebagaimana di pahami oleh orang-orang yang berada di tempat tersebut, dengan demikian peneliti perlu hidup bersama orang-orang tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain ancaman dari luar berupa orang-orang yang berniat melakukan kejahatan, terdapat juga ancaman dari dalam berupa kecelakaan kerja dan penyakit kerja.
Pencegahan kejahatan dengan pendekatan situasional hanya efektif untuk menanggulangi ancaman dari luar, sedangkan unruk menanggulangi ancaman dari dalam, Laboratorium Forensik perlu menerapkan pencegahan kejahatan dengan pendekatan komunitas, yang dalam ligkungan Laboratorium Forensik dapat dilaksanakan dengan membuat standarisasi pedoman kerja dan mendorong komunitas untuk mematuhi dan melaksanakannya.

This thesis discussed the results of the research conducted at Forensic Laboratory, the workplace where the physical evidence from crime scenes that seized by the police investigator is examined, by using analytical instrument, so the police investigator can use it as evidence in the court.
As a workplace, Forensic Laboratory has it own particular security risk related to it asset, activity, and physical evidence on costudy. The loss of any aspects is not afected only the Laboratory but in general also afected the police work and law enforcement.
This study is to elaborate the security aspect in Forensic Laboratory. so from the data obtained, can be constructed the appropriate security strategy for Forensic Laboratory.
The study uses qualitative methods, conducted by observe the phenomena which is perceived by the individual at the site, it means that the researcher have to live within community in a period of time.
The study found that in addition to exterior threat that come from individual who intent to commit crime, there are also interior threat that come from work activity such as work accident and accupational sickness.
Situasional crime prevention only effective for exterior threat, but for interior threat, forensic laboratory has to implement community base crime prevention which is in forensic laboratory scope. can be implemented by establishing Standard operational procedure (SOP) and encourage the community to execute it.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26877
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Setyawan
"ABSTRAK
Tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 adalah tindak pidana yang mempunyai karakteristik sebagai tindak pidana yang white collar crime hal ini berhubungan dengan pelaku yang mempunyai kekuatan ekonomi ataupun kekuatan politik , subyek atau pelaku tindak pidana individu sebagai manusia dan juga dapat sebuah korporasi, berbentuk organitation crimes berkaitan dengan lintas batas wilayah negara atau transnational. Dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang diatur dalam KUHAP, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan surat-surat Keputusan Kapolri yang merupakan petunjuk lapangan dan petunjuk teknis, serta Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. Selanjut memberikan aturan melakukan tindakan lain sesuai dengan penilaian kualitas individu dan untuk kepentingan umum yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP dengan dibatasi persyaratan a).tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b).selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan; c). tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d). atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; e).menghormati hak asasi manusia. Selanjutnya dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, mengatur juga kewenangan diskresi. Makna dikresi dikaitkan dengan penyidikan adalah kewenangan yang diberikan .berdasarkan asas kewajiban {plichmatigheids beginsel) sebagai tindakan individu dari penyidik dengan dibatasi dengan norma-norma professional, norma hukum, norma moral dan kemasyarakatan, karena tidak adanya perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya sehingga dapat mengatur semua prilaku manusia, adanya keterlambatan-keterlambatan untuk menyesuaikan perundang undangan dengan perkembangan- perkembangan dalam masyarakat yang dapat menimbulkan ketidakpastian, kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undangundang, adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus, atau memperluas atau mengisi kekosongan hukum, sehingga penerapan diskresi oleh penyidik akan lebih baik untuk mengurangi kekurangan dari peraturan-peraturan yang tertulis dalam pelaksanaan di masyarakat. Penerapan diskresi yang menyimpang dalam penyidikan tindak pidana pada umumnya dan khusus untuk tindak pidana pencucian uang di Bareskrim Mabes Polri dikaitkan dengan pelanggaran Kode Etik Profesi yang diatur dalam Peraturan Kepala Polisi RI No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI (yang sebelumnya diatur dalam Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/32/VII/2003) dan dibentuk Komisi Rode Etik Kepolisian RI berdasarkan Peraturan Kepolisian RI No. Pol. 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Rode Etik Kepolisian RI (yang sebelumnya diatur dalam Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/321VII/2003),dengan "peraturan kepolisian" yang dapat juga merupakan kontrol dari masyarakatlmedia massa atau tidak mempengaruhi dalam hal-hal yang melanggar Mode Etik Profesi Kepolisian RI, sehingga penerapan diskresi dalam penyidikan tindak pidana terutama tindak pidana pencucian uang dapat dikontrol dan'pengawasan baik dari luar maupun dari dalam, misalnya kasus Brigjen Pol. Drs. Samuel Ismoko, yang telah melakukan penyimpangan penerapan diskresi dianggap melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian RI melalui proses Sidang Komisi, Komisi Kode Etik Kepolisian RI, dengan dinyatakan tidak layak menjalankan Profesi Kepolisian sebagai penyidik pada fungsi Reserse seiama 1 Tahun, selanjutnya terdapat dorongan dari masyarakat (melalui media massa) karena adanya tindak pidana maka diproses secara hukum pidana.

ABSTRAK
Criminal act of money laundering as had been provided with Laws No. 15 year 2002 on Criminal Act of Money Laundering as had been revised by Laws No. 25 year 2003 is that of having characteristics as white collar crimes, it is pertained to such criminal actor who has economic or political power, subject or individual actor as human or even corporation as national or international organized crimes. In doing investigation for criminal act of Money Laundering as had been provided with Criminal Code, Laws No.2 year 2002 on Police Republic Indonesia and which of decrees of Head of Police Department of Republic of Indonesia as instructional and technical guidance and Laws No. 15 year 2002 on Criminal Act of Money Laundering as had been revised by Laws No. 25 year 2003. Thereafter, it had set out other commitment in accordance with individual quality evaluation and for public interests had been regulated in Article 7 paragraph (1), letter j Criminal Code by limited requirements, i.e.,: a). it had not contradicted with legislation; b). in line with legal obligation which requires occupational acts; c). such acts should be proper and reasonable and included in occupational area; d). and by proper consideration based on forcing condition; e). respect to human rights. Subsequently, in article 18 paragraph (1) Laws No. 2 year 2002 regarding Police of Republic of Indonesia, also it set out discretional authority. The meaning of discretion being correlated with investigation is authority based on - obligation principles (plichmatigeheids beginsei) as individual act of investigator limited by professional, legal, moral and society norms, as result of no legislation being complete to regulate all human behavior, the delays to adjust legislation. with society changes that may result in uncertainty, lack of budget for applying -law wished by legislator (s), individual
"
2007
T19209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Leonardus H.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6327
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Dwi Ananto
"Proses pengembangan karir Perwira Menengah Bareskrim Polri selama ini belum efektif yang ditunjukkan dengan adanya kesulitan kenaikan pangkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara lebih jauh terhadap pola mutasi Perwira Menengah serta melihat faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam mutasi Perwira Menengah. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pola mutasi bagi Perwira Menengah yang saat ini diterapkan pada Sumber Daya Manusia Bareskrim Mabes Polri menghadapi era Revolusi Industri 4.0? dan (2) Faktor-faktor apa saja yang dipertimbangkan dalam mutasi bagi Perwira Menengah Bareskrim Mabes Polri untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0?. Metode yang digunakan adalah kualitatif-eksploratif dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan teknik studi dokumentasi. Analisa data dilaksanakan dengan analisis flow model yang melibatkan proses validitas data, antisipasi, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua pola mutasi bagi Perwira Menengah Bareskrim Polri yaitu demosi dan promosi. Demosi didorong oleh pelanggaran yang dilakukan anggota sedangkan promosi berdasarkan pada kebutuhan organisasi atau pengajuan anggota. Keduanya hanya dapat tejadi ketika terdapat nota dinas. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mutasi bagi Perwira Menengah di era Revolusi Industri 4.0 dalam konteks promosi diantaranya adalah kompetensi siber, pengalaman kerja pada bidangnya, kemampuan pemberkasan, sertifikasi khusus penyidik, pendidikan kejuruan dan keterampilan penggunaan teknologi. Sedangkan dalam konteks demosi dengan mempertimbangkan faktor pelanggaran etika dan pelanggaran hukum yang didasarkan pada putusan sidang disiplin Polri bila telah terjadi pelanggaran disiplin sedang.

The era of the Industrial Revolution 4.0 has encouraged changes in the The career development process for Intermediate Bareskrim Polri officers has not been effective so far, as demonstrated by difficulties in promotion. This research aims to further explore the mutation patterns of Middle Officers and look at the factors that are taken into consideration when transferring Middle Officers. The problems examined in this research are (1) What is the pattern of transfers for Middle Officers currently applied to the Human Resources of Bareskrim Polri Headquarters facing the era of Industrial Revolution 4.0? and (2) What factors are considered in the transfer of Intermediate Criminal Investigation Officers at National Police Headquarters to face the era of Industrial Revolution 4.0? The method used is qualitative-exploratory by collecting primary and secondary data. Primary data was collected using interview data collection techniques, while secondary data was collected using documentation study techniques. Data analysis was carried out using flow model analysis which involved the processes of data validity, anticipation, data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of the research show that there are two patterns of mutation for Intermediate Bareskrim Polri officers, namely demotion and promotion. Demotions are driven by violations committed by members while promotions are based on organizational needs or member submissions. Both can only occur when there is an official note. Factors considered in transfers for Middle Officers in the Industrial Revolution 4.0 era in the context of promotion include cyber competence, work experience in their field, filing skills, special certification for investigators, vocational education and skills in using technology. Meanwhile, in the context of demotion, considering the factors of ethical violations and legal violations which are based on the decision of the Police disciplinary hearing if there has been a moderate disciplinary violation."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlan Parakas
"Organisasi Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) merupakan salah satu Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) yang berada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Departemen Hukum dan HAM RI. Keberadaannya memang kurang populer dibandingkan UPT lain dibawah naungan Ditjenpas. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa peran Rupbasan dalam pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan tidak berjalan secara optimal. Kendala-kendala yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan peran Rupbasan antara lain kendala sumber daya manusia petugas maupun sarana dan prasarana, dan kendala anggaran yang minim yang dialokasikan untuk Rupbasan.
Strategi yang dilakukan dalam rangka peningkatan peran Rupbasan dalam pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan antara lain memaksimalkan gudang penyimpanan yang ada, melakukan diklat-diklat tekhnis bagi petugas Rupbasan, meminta alokasi tambahan personel khususnya tenaga ahli dan sosialisasi peran Rupbasan ke pihak-pihak terkait, sosialisasi oleh pihak Ditjenpas Departemen Hukum dan HAM RI, pengadaan struktur tertinggi yang menaungi Rupbasan dalam bentuk Direktur Rupbasan.
Berdasarkan analisis teori Organization Development (OD) ditemukan bahwa upaya pengembangan organisasi yang dilakukan baik oleh Rupbasan maupun pihak Ditjenpas masih pada tahap Joint Diagnosis of Problem. Kondisi ini mengakibatkan tiga tahapan berikutnya masih jauh dari pelaksanaan sehingga bisa disimpulkan bahwa Organization Development (OD) organisasi Rupbasan masih sebatas riset dan belum menyentuh substansi organisasinya secara langsung.

The organisation of the Storage House of the Object Seizure the Country (Rupbasan) was one of the technical executive units (UPT) that was supervised by the protection of Correctional General Directorate (Ditjenpas) the Department of the Law and human rights of RI. His Existence was indeed more unpopular compared with UPT other was supervised by the Ditjenpas protection. Was based on results of the research was found that the role of the Rupbasan in the object seizure the country management and the Thing of loot did not go optimally. Hindrances that were dealt with in the implementation of the Rupbasan role including the hindrance and means of the official's human resources and the infrastructure, and the minimal budgetary constraint that were allocated for Rupbasan.
The strategy that was carried out in the increase in the Rupbasan role in the object seizure the country management and the loot thing in part maximised the available storage warehouse, carried out technical educations and trainings for the official Rupbasan, asked for the allocation of the addition of the personnel especially the expert and the socialisation of the Rupbasan role to related sides, the socialisation by the side of Ditjenpas of the Department of the Law and RI human rights, the procurement of the highest structure that protected Rupbasan in the form of Director Rupbasan.
Was based on the analysis of the Organization Development theory (OD) was found that development efforts of the organisation that was carried out both by Rupbasan and the side of Ditjenpas still in the stage of Joint Diagnosis of the Problem. This condition resulted in three following stages still far from the implementation so as to be able to be concluded that Organization Development (OD) the organisation of the Rupbasan still was limited by the research and did not yet touch his organisation substance directly."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 24913
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>