Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Yogi Junaedi
"Sejak jaman kerajaan sampai sekarang, pengelolaan hutan bersifat sentralistik. Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka babak baru pengelolaan hutan di Indonesia. Dalam kebijakan yang baru, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan pula untuk mengatur sumberdaya alam kehutanan yang ada di wilayahnya. Hal tersebut memberi ruang pemecahan masalah yang timbul dalam pengelolaan hutan selama bertahun-tahun. Pengelolaan hutan yang transparan dengan melibatkan masyarakat, pengusaha dan pemerintah baik Pusat maupun Daerah diharapkan mampu memecahkan permasalahan seperti konflik lahan, penjarahan hutan, kemiskinan masyarakat, sistem bagi hasil yang adil (proportional sharing), pengelolaan hutan yang transparan, dan sebagainya.
Sebagaimana diketahui bahwa pengelolaan hutan di Pulau Jawa cenderung bersifat oligopolistik yang dijalankan oleh Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pola pengelolaan ini merupakan warisan kolonial yang diterus-ulang oleh pemerintah sejak awal kemerdekaan sampai sekarang. Dalam mengelola hutan, Perum Perhutani seringkali mengesampingkan aspek sosial masyarakat, peran permerintah daerah pun dipinggirkan dengan dalih payung hukum mereka dari Pemerintah Pusat.
Penelitian ini menggunakan dua (2) metode yaitu : metode kuantitatif dengan melakukan penghitungan data berdasarkan peraturan perundangan yang ada; dan metode kualitatif yang melakukan kajian evaluasi dari aspek hukum, kelembagaan, dan kesesuaian dengan teori ekonomi yang terkait.
Hasil kajian evaluasi ini menunjukkan bahwa 1). Pengelolaan hutan yang dilakukan Perum Perhutani di Jawa Timur kurang transparan; 2). Dengan menetapkan harga kayu di bawah harga pasar kayu rakyat, Perum Perhutani gagal menjalankan perannya sebagai perusahaan dominan dalam menentukan harga (price leader) dalam pasar oligopolistik. Hal ini menyebabkan potensi kerugian penerimaan negara (Potential Government Revenue Loss) sebesar Rp.13,948 Milyar pada tahun 2008; 3). Kebijakan tarif dan harga patokan yang tidak diperbaru-ulang menambah kerugian negara yang cukup besar. Sebagai perbandingan pada tahun 2008 kerugian negara mencapai Rp.145,120 Milyar.
Untuk kajian kelembagaan, terdapat hubungan trilateral antara Pemerintah Pusat-Daerah dan Perusahaan. Aturan yang ada belum mengakomodasi permasalahan kewenangan dalam era baru pengelolaan hutan.

Since the kingdom empire until today, management of forest resource has been centralized. The implementation of regional autonomy and the decentralization of fiscal has opened a new era in forest resource management in Indonesia. According to the new policy, Provincial Government also has the authority to manage forest resources which are under their administrative region. This gives the opportunity the resolve problems which arise from forest resource management for the past years. It is hoped that through transparent forest management practices, involving business owners and both Central and Provincial Government, problems such as land area conflict, illegal logging, poverty, fair proportional sharing of income, transparent management practice and other problems can be resolved.
As we know, forest management in Java Island tends to be oligopolistic managed by Perum Perhutani as a stated owned enterprise. This type of management has been practiced since the colonial era which was then adopted by the government since independence until today. In its forest management practice Perum Perhutani often set aside social community aspects, the role of provincial governments has also been set aside in accordance their policy issued by central government.
This research uses two (2) methods: quantitative method through data calculations based on existing laws and regulations; and qualitative method through evaluation and review of legal and institutional aspects in accordance to related economic theories.
The research result shows that 1). Forest management implemented by Perum Perhutani in East Java isn't adequately transparent; 2) Using hardwood price which are under the market price of public hardwood prices, Perum Perhutani fails in implementing its role as the dominant enterprise in hardwood price standards (price leader) in the oligopolistic market. This has caused a Potential Government Revenue Loss as big as Rp.13,948 Billion in the year 2008; 3). Tariff policy and standard prices which aren?t frequently update furthermore adds to revenue loss.
In comparison in 2008 government revenue loss was Rp.145,120 Billion. In the institutional review, a trilateral relationship exists between the Central Government, Provincial Government and the state enterprise. Existing regulations doesn?t accommodate authority issues in the new era of forest resource management.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T28747
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Muchlis
"Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) adalah salah satu bentuk penerapan konsep earmarking di Indonesia. Sebagai penerima DBH CHT terbesar di Jawa Barat, Kabupaten Karawang berhasil memanfaatkannya untuk meningkatkan fasilitas kesehatan seperti pembangunan Rumah Sakit Khusus Paru dan Puskesmas Rawat Inap. Namun demikian, pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau tidak ada yang mencapai target anggaran dalam lima tahun terakhir. Oleh karena itu, penelitian ini mengevaluasi kebijakan pemanfaatan alokasi kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Kabupaten Karawang dengan harapan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga pemanfaatan DBH CHT kedepannya dapat direalisasikan lebih maksimal sesuai dengan regulasi yang berlaku. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Penelitian ini menganalisis dengan enam kriteria evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Dunn, yaitu efektivitas, efisiensi, responsivitas, kecukupan, perataan, dan ketepatan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemanfaatan DBH CHT untuk aspek kesehatan telah dilaksanakan cukup baik. Namun demikian, untuk aspek kesejahteraan masyarakat dan penegakan hukum masih belum maksimal pemanfaatannya. Aspek kesejahteraan masyarakat, sulit untuk dimanfaatkan karena karakteristik Kabupaten Karawang belum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kemudian, penegakan hukum sulit dimanfaatkan karena belum terjalinnya komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat.

The Policy Revenue Sharing of Tobacco Excise is one of the implementation concept of earmarking in Indonesia. As the largest recipient of the CHT DBH in West Java, Karawang Regency has succeeded in utilizing it to improve health facilities such as the construction of a Special Pulmonary Hospital and Inpatient Health Center. However, the utilization of the Revenue Sharing of Tobacco Excise has not reached the budget target in the last five years. Therefore, this study will evaluate the policy on the utilization of Revenue Sharing of Tobacco Excise Sharing Fund allocation in Karawang Regency with the hope that the results of this study can provide new knowledge for both the central government and local governments so that the utilization of DBH CHT in the future can be realized more optimally in accordance with the regulation. This study analyzes the six policy evaluation criteria proposed by Dunn which are effectiveness, efficiency, responsivity, adequacy, appropriateness, and equity. The results of this study indicate that the utilization of Revenue Sharing of Tobacco Excise for the health aspect has been implemented quite well. However, for the aspect of community welfare and law enforcement, the utilization is not optimal yet. The aspect of community welfare is difficult to utilize because the characteristics of Karawang Regency are not inline with the regulation. Moreover, Law enforcement is difficult to utilize because the communication between the local government and the local Customs and Excise Supervision and Service Office is not yet sufficient enough."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarah Syam Amir
"Penelitian ini membahas mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dalam hal bagi hasil SDA serta dampak penetapan bagi hasil SDA terhadap pendapatan daerah.Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Jawaban yang diperoleh dari dari hasil penelitian, pertama Perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dalam hal bagi hasil SDA sebagai salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah.Pada pelaksanaannya, Kementrian Keuangan melakukan kordinasi dengan kementrian teknis seperti Kementrian ESDM, Kementrian LHK, Kementrian Kelaulatan Perikanan dan KEMENDAGRI dalam hal penetapan batas wilayah dan daerah penghasil. Siklus dan penetapan DBH didasarkan pada RPMK mengenai perhitungan, penetapan DBH tahun berjalan dan tahun berikutnya yang diatur dalam PERPRES APBN mengenai perkiraan alokasi DBH. Kedua, dampak penetapan bagi hasil sumber daya alam terhadap pendapatan daerah menyebabkan ketergantungan daerah pada besaran DBH SDA yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. Pengurangan anggaran yang tidak sesuai dengan target daerah serta kondisi kurang bayar pada DBH SDA mempengaruhi daerah dalam hal pemenuhan kebutuhan belanja daerah. Ketidakpastian Pemerintah pusat dalam pencairan anggaran dana bagi hasil menyebabkan daerah sebelum tutup tahun anggaran tidak dapat merasakan manfaat anggaran tersebut. Hal tersebut menjadi masalah penyerapan anggaran tiap tahun waktu penggunaan anggaran

This study discusses the central and regional financial balance regarding natural resource revenue sharing and the impact of determining natural resource revenue sharing on regional income. This research is prescriptive normative legal research. According to the research results, firstly, central and regional financial balance is carried out in terms of natural resource profit sharing to implement regional autonomy. In practice, the Ministry of Finance coordinates with technical ministries such as the Ministry of Energy and Mineral Resources, the Ministry of Environment and Forestry, the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, and the Ministry of Home Affairs in determining regional boundaries and producing areas. The cycle and determination of DBH based on RPMK regarding the calculation and determination of DBH for the current year and the following year as regulated in the PERPRES APBN regarding the estimated allocation of DBH. Second, the impact of the determination of natural resource profit sharing on regional income causes regional dependence on the amount of DBH SDA provided by the Central Government. Budget reductions not in line with regional targets and conditions of underpayment in DBH SDA affect regions in terms of meeting regional expenditure needs. The uncertainty of the central government in the disbursement of the revenue-sharing budget causes areas before the end of the fiscal year to be unable to feel the benefits of the budget"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedicta Honnie
"ABSTRAK
Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yaitu
penelitian terhadap bahan-bahan pustaka dan didukung dengan wawancara ahli
perlindungan sumber daya genetika, berupa spesimen virus Flu Burung. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dalam upaya perlindungan sumber
daya genetika terkait dengan benefit sharing atas kepemilikian spesimen virus Flu
Burung strain Indonesia. Beberapa pokok permasalahan adalah apakah spesimen
virus Flu Burung sebagai sumber daya genetika memerlukan perlindungan hukum
? Bagaimana status spesimen virus Flu Burung dalam konteks kepemilikan oleh
Indonesia sebagai negara berkembang ? Apakah Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual (HKI), khususnya rezim paten dapat melindungi kepemilikan sumber
daya genetika ? Bagaimana upaya perlindungan sumber daya genetika atas
kepemilikan spesimen virus Flu Burung strain Indonesia ? Penyelesaian masalah
ini adalah perlindungan spesimen virus Flu Burung perlu mendapat perlindungan
hukum. Status spesimen Flu Burung dalam konteks kepemilikan oleh Indonesia
sebagai negara berkembang, yang dianggap oleh negara-negara maju sebagai
public domain, berdasarkan “common heritage of humankind”, tetapi berdasarkan
CBD, kedaulatan negara membatasi “common heritage of humankind”. Oleh
karena ketidakmampuan rezim paten untuk melindungi spesimen virus Flu
Burung, maka dperlukan upaya perlindungan lain. Dalam melindungi spesimen
virus sebagai sumber daya genetika melalui peraturan WHO, peraturan nasional
Indonesia dan sistem kontrak, sehingga mendapatkan benefit sharing. Sebagai
hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai dan budaya hukum
antara negara maju dan negara berkembang, yang menyebabkan misappropriation
dalam penggunaan sumber daya genetika, terkait dengan kepemilikan spesimen
virus Flu Burung strain Indonesia.

ABSTRACT
The research method for this study is a law-normative juridical study, by
using literature and interview expert, who know the protection of genetic
resources, especially in form of avian influenza virus speciment. The aim of this
issues of the research to learn complication to protect the genetic resources
concern in related to benefit sharing of Avian Influenza virus speciment strain
Indonesia as a Property.
There are apparently important compilcation: Is Avian Influenza virus
speciment as the genetic resources need law protection? How is the status of
Avian Influenza virus speciment in context property of Indonesia as developing
country? Can Intellectual Property Rights, especially patent to protect the
ownership of Avian Influenza virus speciment? How to protect genetic resources
on ownership of Avian Influenza virus speciment strain Indonesia?
The insistent solved matter : The Avian Influenza Virus Speciment need to
be protected with law. The status of Avian Influenza virus speciment in context
property of Indonesia as developing country is defined by the developed country
as public domain, base on “common heritage of humankind”. Convention on
Biological Diversity declare that “common heritage of humankind” is restricted by
the sovereignty of the country. Due to Patent cannot protect Avian Influenza
virus speciment, that why the alternative offer should be provided as WHO
mechanism, contract mechanism, and Indonesian national rules as the effort to
protect virus speciment as genetic resources to gain benefit sharing.
The result of the research, there are very different value and cultural of law
for developed countries and developing countries, that make misappropriation in
use of genetic resources, that connect as owner of Avian Influenza virus
speciment strain Indonesia."
Universitas Indonesia, 2009
T36546
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arfianto Fahmi
"Pertumbuhan jumlah pengguna layanan broadband mobile cellular berbasis internet protocol (IP) telah mendorong peningkatan kebutuhan laju data untuk mengakses berbagai macam jenis layanan telekomunikasi. Disisi lain, jaringan akses wireless sebagai infrastruktur terdepan dalam memberikan berbagai layanan mempunyai keterbatasan dalam hal penggunaan sumberdaya radio. Diperlukan suatu metoda resource sharing dengan menerapkan skema pengalokasian sumberdaya agar penggunaan sumberdaya tetap efisien dan mempunyai quality of service yang tetap terjaga serta mempunyai kompleksitas rendah. Third Generation Partnership Project Long Term Evolution (3GPPLTE) telah diperkenalkan sebagai standar Next Generation Network (NGN) pada sistem seluler generasi keempat. 3GPP-LTE telah mengadopsi sistem Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) sebagai standar teknologi akses jamak pada arah uplink untuk mengakomodasi berbagai macam layanan broadband berbasis internet protocol.
Pada sistem wireless SC-FDMA, kondisi lingkungan dan mobilitas semua user membuat kondisi propagasi setiap user pada semua subcarrier berubah dari waktu ke waktu. Diperlukan skema pengalokasian sumberdaya radio berkompleksitas rendah yang mampu beradaptasi terhadap perubahan kondisi tersebut. Diperlukan pula skema yang mampu menggunakan sumberdaya menjadi lebih efisien dibanding generasi sebelumnya. Pertimbangan dalam pencapaian performansi dan kompleksitas waktu komputasi menjadi area terbuka yang dapat dikembangkan dan dieksplorasi lebih lanjut untuk mendapatkan skema pengalokasian sumberdaya baru.
Disertasi ini menjawab isu tersebut dengan mengembangkan skema baru pengalokasian sumberdaya combined-order allocation berbasis algoritma mean greedy. Skema tersebut dibangun berdasarkan solusi dari persoalan optimasi pengalokasian. Persoalan pengalokasian dimodelkan sebagai persoalan linear programming dengan obyektif optimasi adalah quality of service dengan constraint optimasi berupa persyaratan alokasi. Skema baru dibangun dari algoritma berbasis mean greedy karena mempunyai pertimbangan praktis untuk diimplementasikan. Dengan menggunakan pendekatan asimtotik, skema baru yang dikembangkan mempunyai kompleksitas waktu komputasi yang sama dengan skema mean greedy konvensional. Kemudian berdasarkan hasil pengujian menggunakan metoda montecarlo, skema yang dikembangkan mampu memberikan perbaikan performansi pada skenario dan persyaratan tertentu sehingga dapat dipertimbangkan untuk diimplementasikan pada kondisi nyata.

The data rate requirements of telecommunication services has increased due to the growth of the number of broadband mobile celluler internet protocol-based services subscriber. Meanwhile, there are the restrictions on the use of radio resource on the radio access network deployment. Therefore, the resource sharing method using the certain resource allocation scheme is required to keep the efficient use of spectral efficiency and the quality of service as well as. This research addressed those issues by developing the novel resource allocation scheme as a solution of the allocation problem which is modeled using the linear programming optimization. The objective of optimization is a quality of service with a lot low complexity. Third Generation Partnership Project Long Term Evolution (3GPP-LTE) has been introduced as a standard of the Next Generation Network (NGN) on the fourth generation cellular systems. Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) system has been adopted by 3GPP-LTE as a uplink access technology to accomodate a wide range of broadband internet protocolbased services.
In wireless SC-FDMA system, the instantaneous channel conditions of all users always differ from each other, both in time and frequency domains. Therefore, the intelligent radio resource allocation which can adapts to the change of the propagation condition is required to meet its phenomenon. The SC-FDMA technology is designed to be able to more efficiently utilize all the available subcarriers compared to previous generations as well as has a low time complexity by using the intelligent resource allocation scheme. By considering the achieved performance and the time complexity become an attractive area and can be explored further for exploring the new resource allocation scheme.
This research addressed those issues by developing the novel resource allocation scheme as a solution of the allocation problem which is modeled using the linear programming optimization. The objective of optimization is a quality of service with a lot of allocation requirements as constraints. The proposed scheme is built based on the mean greedy algorithm due to the practical implementation and it is called as combined-order allocation. The proposed combined-order allocation has the same time complexity with those of the conventional mean greedy scheme due to the asymtotic method approach. Those scheme also provides the performance improvement on the specific scenarios and the certain requirements regarding to performance evaluation based on the montecarlo method. Accordingly, it can be considered to be implemented in real condition.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
D1457
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosua Martin Teguh
"ABSTRAK
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia terdapat fenomena kurang/lebih bayar dana bagi hasil sumber daya alam mineral dan batubara yang menimbulkan utang dan piutang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana fenomena tersebut bisa terjadi serta dampaknya. Penelitian studi kasus dilakukan dengan pendekatan kualitatif terhadap data keuangan, peraturan, dan wawancara dengan responden terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena tersebut secara umum disebabkan oleh kebijakan dan perencanaan yang kurang memadai. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penyebab, kondisi dan dampak fenomena tersebut sehingga dapat mengurangi potensi kurang/lebih bayar dana bagi hasil, serta peningkatan transparansi antar pemerintah.

ABSTRACT
In implementing fiscal decentralization in Indonesia there is a phenomenon of less/over payment revenue sharing funds from mineral and coal resources that create debt and receivables between the Central Government and the Regional Government. This study aims to answer how this phenomenon can occur and its effects. Case study research is conducted with a qualitative approach towards financial data, regulations, and interviews with related respondents. The results of the study indicate that this phenomenon is generally caused by inadequate policies and planning. This study is expected to provide an overview of the causes, conditions and impacts of this phenomenon so that it can reduce the potential for less/over payment revenue sharing funds, as well as increase transparency among governments.
"
2019
T53740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, 2015
333.75 TAT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Saffanah Fitia Putri
"Konsep desentralisasi di Indonesia tidak hanya sekedar menyerahkan kewenangan dan kekuasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hal tersebut perlu diikuti dengan penyerahan aspek finansial, yang disebut sebagai perimbangan keuangan pusat dan daerah. Salah satu jenis dana perimbangan yang di transfer dari pusat kepada daerah adalah dana bagi hasil (DBH). DBH secara konsep merupakan transfer untuk daerah dengan persentase tertentu yang bertujuan untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan. Salah satunya adanya DBH Dana Reboisasi (DBH DR) yang berfokus pada urusan sektor kehutanan dalam level pemerintah daerah. Adapun konsep DR di Indonesia pada awalnya berangkat dari Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi yang menyebutkan bahwa DR hanya dapat digunakan untuk kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), sehingga pemerintah daerah kesulitan dalam menggunakan DR tersebut yang peruntukkannya terlalu spesifik. Hal tersebut berakibat pada banyaknya DR yang mengendap dalam kas daerah dan tidak terserap dengan baik. Berkaitan dengan masalah tersebut, pemerintah pusat menginisiasikan adanya perubahan alokasi melalui perluasan penggunaan DBH DR, yang dimana DR tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan dengan ketentuan sesuai pada tujuan utama dana perimbangan tersebut yakni, kegiatan reboisasi dan RHL. Pengaruh dari pengalihan urusan kehutanan kepada pemerintah provinsi dari pemerintah kabupaten/kota juga mempengaruhi pengalihan kewenangan fiskal untuk DBH DR menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum tersebut pada akhirnya juga mempengaruhi munculnya kebijakan perluasan penggunaan DBH DR, mengingat bahwa DR di pemerintah kabupaten/kota belum dapat digunakan secara optimal. Oleh karena itu, diharapkan perluasan penggunaan DBH DR dapat menjadi pemicu pemerintah daerah untuk meningkatkan penggunaan atau penyerapan DBH DR dalam rangka melaksanakan kegiatan RHL.


Decentralization concept in Indonesia is not just giving authority from central to local government. It needs to be followed with financial authority or fiscal decentralization. There are many types of fiscal decentralization, one of them is revenue sharing. By definition, revenue sharing is a budget with specific presentation that local government can be use to execute government activities. There is one of revenue sharing types called forest revenue sharing or DBH DR in local government. DR in Indonesia is reffering to reforestation and forest and land rehabilitation activity based on Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 about Dana Reboisasi. That regulation is forming an issue about DR absorption in local government is not proper. Responding to that issue, central government is giving an effort for expansion of usage by changing the allocation for DBH DR, so local government can use the budget for many program that still refers to reforestation and forest and land rehabilitation activity. Forest authority transfer from district to province, is also giving an impact for DBH DR as it state on Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 about Pemerintahan Daerah. Therefore, the expansion of usage is triggering the local government for using or elevated the DR absorption to support reforestation and forest and land rehabilitation activity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Fatimah
"ABSTRACT
Konsep earmarking di Indonesia salah satunya diterapkan pada Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu pelaksana kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai Implementasi Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini menganalisis dari sisi isi implementasi dan sisi lingkungan implementasi. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pada sisi isi kebijakan berhubungan dengan perubahan Peraturan Menteri Keuangan yang tadinya dianggap lebih memiliki keuntungan bagi daerah penerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau sekarang menyebabkan pelaksanaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembaku terlalu ketat, sedangkan dari sisi lingkungan implementasi adanya perbedaan interpretasi Peraturan Menteri Keuangan dan kurangnya komunikasi antara organisasi perngkat daerah pelaksana kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Kabupaten Pasuruan menjadi penyebab tidak terserapnya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dengan optimal.Konsep earmarking di Indonesia salah satunya diterapkan pada Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu pelaksana kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai Implementasi Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini menganalisis dari sisi isi implementasi dan sisi lingkungan implementasi. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pada sisi isi kebijakan berhubungan dengan perubahan Peraturan Menteri Keuangan yang tadinya dianggap lebih memiliki keuntungan bagi daerah penerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau sekarang menyebabkan pelaksanaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembaku terlalu ketat, sedangkan dari sisi lingkungan implementasi adanya perbedaan interpretasi Peraturan Menteri Keuangan dan kurangnya komunikasi antara organisasi perngkat daerah pelaksana kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Kabupaten Pasuruan menjadi penyebab tidak terserapnya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dengan optimal.

ABSTRACT
The concept of earmarking in Indonesia is applied to the Revenue Sharing of Tobacco Excie. Pasuruan regency is one of the implementers of Revenue Sharing of Tobacco Excise in Indonesia. This research disscusses regarding The Implementation of the Revenue Sharing of Tobacco Excise in Pasuruan regency. The approach used is qualitative descriptive method. This study analyzes of the content of policy and the context of implementation. Results of this study is on the content of the policy related to the change of the Minister of Finance Regulation that was considered more advantageous for the recipent before than the new one because the new one is too tight, while from the context of policy has a difference of Minister of Finance Regulation on the interpretation between the local government and the central government who implement the regulation in Pasuruan regency is the cause of the absorption of funds that are not maximal.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Scheltema, A.M.P.A.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985
331.216 SCH dt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>