Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174295 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amalia Apsari
"Public art merupakan bentuk seni yang diletakkan pada ruang publik, berkaitan dengan publik serta mementingkan respon dari publik dalam penilaiannya. Keterbukaan ruang publik memberi kemungkinan respon yang beragam karena dapat diakses oleh siapa saja. Public art dengan tapak berupa ruang publik turut menjadi elemen ruang publik. Di ruang publik terjadi keterlibatan pasif dan aktif oleh publik yang memicu terjadinya aktivitas sosial. Sebagai elemen pada ruang publik, public art karenanya dapat berperan menimbulkan respon berupa keterlibatan pasif dan aktif dari pengguna ruang publik. Namun demikian terdapat juga public art yang tidak menimbulkan respon dari pengguna ruang publik meskipun peletakannya strategis. Public art sebagai seni yang berada pada suatu tempat dapat mempengaruhi aktivitas pada ruang publik. Dari studi kepustakaan, diperoleh teori triangulation untuk mengetahui bagaimana stimulus yang dihasilkan oleh public art sebagai benda dapat mendukung terjadinya aktivitas sosial. Studi kasus dilakukan dengan melakukan perbandingan pada empat ruang publik yaitu Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, Taman Suropati, dan Patung Pangeran Diponegoro. Hasil yang ditemui berbeda pada keempat tempat. Secara umum public art dapat menjadi stimulus aktivitas sosial dan dapat menimbulkan triangulation, namun satu lokasi hanya menimbulkan keterlibatan pasif. Keseluruhan lokasi membutuhkan dukungan elemen-penunjang beserta aktivitas lainnya. Penempatan public art hendaknya merupakan kesatuan dengan ruang publik dimana ia diletakkan karena public art dengan tapak berupa ruang publik turut berfungsi sebagai stimulus dan merupakan elemen ruang publik yang dapat mendorong terjadinya triangulation.. Peran public art pada ruang publik tidak hanya sekedar penghias, atau penanda tetapi berperan dalam kelangsungan aktivitas sosial di dalam ruang publik.

Public art is a form of art that is placed on public space, associated with general public and concerned with response from the public in its assessment. Openness of public spaces give the possibility of multiple responses because it can be accessed by everybody. Public art with site in the form of public space contribute to elements of public space. On public space ,the users performs passive and active engagements. Passive and active engagement generate social activities. As an element of public space, public art has part in the response in the form of passive and active engagements of public space users. However, there are public art which didn't generate a response from the users of public space despite its strategic position. This minithesis covers how public art as residing in a place could affect activities of the public space. Approach used by the writer are literature study and case studies through observational methods. From the literature study, writer obtained the triangulation theory to determine how the stimulus generated by the public art as an object supports the occurrence of social activities. The case study was done by comparison to the four public space that is Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, Suropati Park, and the Statue of Pangeran Diponegoro. The four places have different results. In general, public art can be a stimulus of social activities and may cause triangulation, but one location only generate passive involvement. In overall location, supporting elements needed to support public art along with other activities in public spaces. Placement of public art should be an integral part of public space in which it's placed for public art with a site in the form of public space also serves as a stimulus and an element of public space that can stimulate triangulation. In conclusion, The role of public art in public spaces is not just decoration, or markers, but has a role in the continuity of social activity in public spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52275
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Indah Wulan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S49007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Andara Siskania Alyani
"Sense of place rsquo; merupakan sebuah konsep mendasar dalam disiplin urban design. Pada tatanan praktis/professional, sense of place lebih banyak ditekankan pada aspek fisik sebuah ldquo;tempat rdquo;, yang merupakan atribut utama mereka. Akan tetapi, kajian akademis menyatakan bahwa sense of place merupakan konsep multidimensi yang melampaui hanya atribut fisik sebuah lokasi. Di sisi lain, inisiatif tactical urbanism yang sedang berkembang populer, merupakan sebuah gerakan dan alternatif yang muncul dari komunitas sebagai respon terhadap metode formal spasial perencanaan yang kaku dan cenderung mono-dimensi ke arah sistem perencanaan yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan keseharian pengguna. Dalam tactical urbanism, semua berfokus pada satu hal, yaitu: tindak an atau action. Di Indonesia, sense of place selain sebagai tujuan akhir perancangan formal, ia sebetulnya sangat erat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Ruang kota dalam skala mikro pada keseharian masyarakat Indonesia, seperti street corner/pojokan jalan, hawkers spaces maupun negosisasi pemanfaatan ruang trotoar, yang dapat dikatakan sebagai aksi tactical urbanism, berperan besar dalam menciptakan sense of place suatu tempat. Skripsi ini berfokus kepada bagaimana secara khusus sebuah kawasan publik yang didesain dengan prinsip mono-dimensi fisik dalam penggunaan atau implementasinya berinteraksi dengan tindakan lsquo;tactical urbanism rsquo; para penggunanya, sehingga dapat tercipta sense of place yang berbeda.

Sense of place is a mandatory concept and aim within urban design. In the realm of formal city planning, sense of place is likely correlated with physical feature of a city. However, academic studies shows that sense of place is multidimensional, which involves factors that is beyond mere physical attributes. In the other hand, tactical urbanism as an emerging concept which describes intervention that is implemented in a city, is conceived as public's opportunistic response to formal spatial planning. Being associated as interventions throughout the city, one of tactical urbanism's main character is its bottom up nature which responds certain issues that lie behind the movement. Moreover, tactical urbanism focuses on action. In Indonesia, negotiation of micro scale spaces such as pedestrian, street corners, and hawker spaces can be considered as tactical urbanism action, as it defines the character of an area which eventually generates certain sense of place. The focus of this study is to investigate the creation of sense of place within a public realm that undergoes tactical urbanism initiation by interrogating whether the factors of tactical urbanism contribute to enhancement of a certain area's sense of place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Aprian Waratorang.
"'Ngamen' merupakan aktivitas yang dinilai memberikan dampak positif dan negatif bagi ruang kota, khususnya Jakarta. Tidak adil apabila kita melarang setiap orang untuk ngamen hanya dengan melihat dampak negatifnya saja. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk menyediakan tempat bagi para pengamen melakukan aktivitas ngamen-nya, sehingga kita dapat mengembangkan potensi dari para pengamen itu sendiri. Dalam perancangan tempat untuk ngamen tentunya diperlukan berbagai macam pertimbangan, salah satunya adalah dengan mempelajari aktivitas ngamen itu sendiri yang memproduksi suatu ruang representasional dalam ruang publik. Hal ini terjadi pada pengamen Walisongo dan Putera Permata di Gelora Bung Karno dan juga terjadi pada pengamen tuna netra di GKI Kayu Putih Jakarta. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mempelajari karakteristik ruang publik yang dipilih oleh para pengamen untuk melakukan aktivitas ngamen-nya, serta untuk mempelajari proses produksi ruang ngamen berdasarkan gagasan ruang sosial Henri Lefebvre dalam bukunya yang berjudul The Production of Space serta bagaimana dampak yang timbul ketika suatu ruang representasional tercipta oleh aktivitas ngamen tersebut;
'Ngamen' is one of activities that gives both positive and negative impacts for public spaces, especially in Jakarta. Prohibitions against ngamen by local government are considered unfair because there are some positive sides that could be still developed from ngamen. Hence, it is needed to provide places for people do ngamen to decrease the negatives and increase the positives. It takes many considerations to design such a place, one of them is by learning the ngamen activities themselves which produce representational space in public space. It happens not only in Walisongo and Putera Permata music group in Gelora Bung Karno but also in the blind music group in GKI Kayu Putih Jakarta. This paper aims to learn production of space for ngamen according to social space theory by Henri Lefebvre and to examine how the representational space effects the surrounding."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nurdin Alamsyah
"Menurut Jakarta Property Institute, pada tahun 2021, RTH yang di DKI Jakarta hanya sekitar 6,2 m2 per-kapita. Minimnya RTH di DKI Jakarta pada gilirannya akan menyebabkan berbagai masalah di DKI Jakarta, seperti terjadinya banjir dan meningkatkan polusi udara di DKI Jakarta. Kepuasan masyarakat dapat digunakan untuk memahami persepsi masyarakat dan mengevaluasi kehadiran RTH di DKI Jakarta. Kepuasan masyarakat terhadap RTH dapat digunakan dalam mengembangkan keputusan kebijakan masa depan untuk perbaikan RTH. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kepuasan masyarakat atas RTH sebagai ruang publik di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan data mixed methods melalui kuesioner yang disebarkan kepada 416 responden (kuantitatif) serta wawancara mendalam dengan 6 narasumber dan analisis konten (kualitatif). Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat kepuasan masyarakat atas RTH di Provinsi DKI Jakarta periode Januari 2022 dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden masyarakat DKI Jakarta berada pada tingkat puas. Temuan tersebut juga diperoleh berdasarkan hasil tiga dimensi, yaitu dimensi resource yang berada pada tingkat cukup puas, serta dimensi situational conditions dan dimensi management yang berada pada tingkat puas. Kendati demikian, peneliti menemukan bahwa terdapat tiga indikator pada dimensi resource yang tidak terpenuhi dan dua indikator pada dimensi management yang tidak terpenuhi, sisanya sudah terpenuhi. Menariknya, secara kuantitas RTH-RTH di DKI Jakarta masih sangat kurang tetapi secara kualitas RTH-RTH yang ada di DKI Jakarta sudah sangat baik. Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga konsisten dengan salah satu indikator dari Mercer (2019) dan berbanding terbalik dengan hasil penelitian terdahulu. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yakni adanya keterbatasan peneliti mengontrol responden yang mengisi kuesioner penelitian ini karena dilakukan secara daring.

According to the Jakarta Property Institute, in 2021, the number of green open space in DKI Jakarta is only around 6.2 m2 per capita. The absence of green open space in DKI Jakarta would lead to various of issues, including flooding and increased air pollution. Citizen satisfaction can be used to understand citizen's perceptions and evaluate the presence of green open space in DKI Jakarta. Citizen's satisfaction with green open space can be used in developing future policy decisions for improving green open space. This study aims to analyze the level of citizen satisfaction with green open space as a public space in DKI Jakarta. This study used a quantitative approach with mixed methods data collection techniques through questionnaires distributed to 416 respondents (quantitative) and in-depth interviews with 6 informants and content analysis (qualitative). Based on the results of research on the level of citizen satisfaction with green open space in the DKI Jakarta for the period of January 2022, it can be concluded that the respondents of the DKI Jakarta citizen are at a satisfied level with green open space in DKI Jakarta. The findings are also quite obtained based on the results of three dimensions, namely resources dimension which are at the level of satisfaction, as well as situational conditions dimension and management dimension which are at the level of satisfaction. Thus, the researcher found that there were three indicators on the resource dimension that were not fulfilled and two indicators on the management dimension that were not fulfilled, the rest had been fulfilled. Interestingly, the quantity of green open space in DKI Jakarta is still very lacking, but the quality of green open space in DKI Jakarta is already good. Furthermore, the results of this study are also consistent with one of the indicators from Mercer (2019) and inversely with the results of previous study. This study has limitation, namely the limitations of researcher controlling respondents who filled out the research questionnaire because it was conducted online.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Azky Aulia
"

Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) adalah salah satu bentuk dari upaya pemerintah untuk menjaga kualitas anak-anak sebagai penerus bangsa dalam memajukan negara dimasa yang akan datang. Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar dalam melakukan aktivitas sosial lainnya. Besarnya manfaat serta kegunaan dari Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) harus tetap dijaga kualitasnya, pemerintah harus melakukan kontrol akan fasilitas publik dengan melakukan penilaian dari masyarakat terhadap fasilitas RPTRA agar dapat digunakan untuk jangka waktu yang panjang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data kuantitatif dengan melakukan survei dan teknik pengumpulan data kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan, observasi, dan dokumentasi yang keseluruhannya dikaitkan dengan konsep Ruang Publik yang dikemukakan oleh Carr memiliki lima dimensi, yaitu responsif, demoktratis, bermakna dan berarti, karakter serta kriteria. Setelah penelitian dilakukan dengan menggunakan 100 sampel, hasil dari penelitian ini berdasarkan indikator-indikator yang dijadikan sebagai instrumen penelitian menunjukkan bahwa kualitas RPTRA di Kelurahan Karet Tengsin (RPTRA Intiland dan Segas) adalah sangat baik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, rekomendasi yang dapat diberikan diantaranya dengan meningkatkan serta mempertahankan pelayanan serta kualitas yang sudah sangat baik dan memperhatikan selalu pertumbuhan anak agar tumbuh kembang dengan baik.       


Child Friendly Integrated Public Space (RPTRA) is one form of government efforts to
maintain the quality of children as the nations successor in advancing the country in the
future. Child Friendly Integrated Public Space (RPTRA) is also useful for the surrounding
community in carrying out other social activities. The magnitude of the benefits and
usefulness of the Child Friendly Integrated Public Space (RPTRA) must be maintained, the
government must exercise control of public facilities by conducting community assessments
of the RPTRA facilities so that they can be used for a long period of time. The study was
conducted using quantitative methods with quantitative data collection techniques by
conducting surveys and qualitative data collection techniques by conducting in-depth
interviews with informants, observations, and documentation which all of them are related to
the concept of Public Space proposed by Carr which has five dimensions, responsive,
democratic, meaningful and meaningful, character and criteria. After the research was
conducted using 100 samples, the results of this study based on the indicators used as
research instruments showed that the quality of RPTRA in Karet Tengsin Sub-District
(RPTRA Intiland and Segas) was very good. Based on the research that has been done,
recommendations that can be given include improving and maintaining services and quality
that are already very good and always pay attention to the growth of children so that they
grow well.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fery Mulya Pratama
"Kehadiran PKL saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat perkotaan. mereka hadir dengan menguasai ruang ruang publik sebagai respon terhadap permintaan pasar. Dibalik eksistensi PKL, terdapat persoalan lebih dari sekedar penguasaan ruang fisik. PKL menjalin hubungan dengan aktor lainnya dan membentuk jejaring ekonomi informal. pada studi kasus Jalan Babakan Raya terjadi transformasi penguasaan ruang PKL yang dinamis. Kondisi ini menimbulkan pertanyaanapa yang adadibenakparaaktordalamjejaringekonomi informal dalammeruangnya PKL, danmelanggengkaneksistensinya??
Metoda yang dipilih adalah grounded research artinya riset dilakukan dengan berjalan di level paling ?mendasar?, dalam pengertian bahwa proses investigasi dijalankan tanpa suatu praduga apapun (hipotesis).Fokus utama penelitian ini adalah untuk mengungkap habitus, yakni, respon spasial PKL dan para aktor dalam jejaring ekonomi informal.
Temuan dilapangan menunjukan dalam upayanya meruang dan melanggengkan eksistensinya, PKL disokong oleh keberadaan aktor lain dalam jejaring ekonomi informal. Mereka juga membentuk kelopok-kelompok kecil sebagai jalinan strategi-taktik agar mereka mendapatkan posisi tawar untuk bernegosiasi dengan preman. Bentuk respon terhadap perubahan kondisi sosial ini merupakan upaya untuk PKL mempertahankan diri dan melangengkan eksistensinya.

The presence of PKL nowadays has become part of urban daily life. they occupiying the public space in response to market demand. Behind the existence of PKL there are more issues than just the physical space occupation. The relationship between PKL and other actors form a networks of the informal economy. A case study of Jalan Babakan Raya shows a PKL dynamic space transformation. mastery transform PKL dynamic space. This condition raises the question of what thought of the actors in the network of informal economy against PKL public space occupation and perpetuate its existence? "
The method chosen was grounded research. Its means research done on the level of the 'fundamental' in the sense that the investigation carried out without any prejudice to any (hypothetical). The main focus of this study is to reveal the habitus PKL spatial response and the other actors in the networks informal economy.
The findings indicate the field in an attempt to occupying the space and perpetuate its existence, PKL supported by the presence of other actors in the networks of informal economy. They also formed small groups as tangle strategy and tactics to get their bargaining position to negotiate with thugs. In response to changing social conditions is an effort to defend theirselves and perpetuate the PKL existence."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T32148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriawan Rachman
"Aktivitas di ruang luar selalu berkaitan dengan perilaku duduk, duduk untuk beristirahat di sela - sela aktivitas maupun duduk untuk melihat aktivitas orang lain. Perilaku duduk muncul ketika tatanan ruang luar menyediakan tempat-tempat untuk duduk. Terkadang tatanan ruang luar tidak mampu memenuhi kebutuhan duduk setiap penggunanya, sehingga orang-orang secara naluri akan mencari elemen-elemen ruang yang memiliki pontensi untuk diduduki. Sebuah objek berpotensi sebagai tempat duduk apabila memiliki kriteria yang sama dengan tempat duduk primer. Sementara elemen terpenting dari tempat duduk primer adalah bidang alasnya, sehingga objek apa pun yang memiliki bidang alas, manusia akan mempersepsikan objek tersebut dapat diduduki agar ia bisa beristirahat sekaligus menonton atraksi ruang luar.

Outdoor activities are always associate with the sitting behavior, even sitting down for the rest or sitting down to see another activities. Sitting behavior arises when the outdoor space provides places for sitting. Unfortunately, lot of outdoor spaces do not meet the need of sitting. So that, people will instinctively look for the elements that have some potentials to be a seat. An object has the potential to be seated if it has the same criteria as the primary seating. Meanwhile, the most important feature of the primary seating is its sitting plane, so any object that has anything resembling that, humans will perceive that object can be seated so that he can rest while watching attractions outdoor space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfan Fadilah
"Rasa aman merupakan hal yang dibutuhkan oleh setiap manusia ketika berada dimanapun dan kapanpun. Rasa aman didapatkan setelah manusia melakukan penyesuaian dengan lingkungannya. Salah satu cara yang dilakukan untuk melakukan penyesuaian tersebut adalah pertahanan diri. Pertahanan diri merupakan mekanisme yang dilakukan seseorang ketika ruang personalnya terganggu. Pada sebuah ruang urban, terdapat banyak jenis aktivitas berbeda yang dilakukan. . Setiap aktivitas memiliki cara yang berbeda dalam pelaksanaannya sehingga terdapat perbedaan cara dalam melakukan mekanisme pertahanan diri. Skripsi ini mengkaji bagaimana mekanisme pertahanan diri dapat membentuk rasa aman saat melakukan aktivitas di ruang terbuka publik. Pengamatan dilakukan pada acara Car Free Day di Jakarta tepatnya di area Bundaran HI dan Senayan. Ruang tempat dilakukannya Car Free Daymerupakan ruang-ruang jalan yang dialihkan fungsinya sementara menjadi ruang rekreasi. Hasil menunjukkan adanya perbedaan mekanisme pertahanan diri pada aktivitas statis dan dinamis. Ruang Car Free Day beserta elemen-elemen di dalamnya, digunakan untuk beraktivitas dan juga mengakomodasi kebutuhan pertahanan diri.

A sense of safety is a fundamental need for everyone, regardless of location or time. This sense of safety is achieved once people adjust to their environment. One way to facilitate this adjustment is through self-defense mechanisms. Self-defense is a process individuals employ when their personal space is disrupted. In an urban space, there are various types of activities taking place. Each activity has its unique way of being performed, which leads to different approaches to employing self-defense mechanisms. This thesis explores how self-defense mechanisms create a sense of safety while engaging in public open spaces. The observation was conducted during the Car Free Day event in Jakarta, specifically in the Bundaran HI and Senayan areas. During Car Free Day, roads are temporarily repurposed as recreational spaces. The findings show distinct self-defense mechanisms in static versus dynamic activities. The spaces used for Car Free Day and the elements within them serve not only for activities but also accommodate the needs for self-defense."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tharra Ayuriany
"Semakin padatnya Jakarta menjadikan keberadaan ruang publik terbuka semakin dibutuhkan untuk masyarakat. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah DKI Jakarta membuat sebuah program yaitu Ruang Publik Terpadu Ramah Anak. Ruang publik ini ditujukan untuk masyarakat Jakarta terutama untuk anak-anak agar mereka mendapatkan ruang terbuka untuk bermain dan belajar. RPTRA yang sekarang telah dibangun mengikuti standar yang telah ditentukan oleh pemerintah DKI Jakarta. Padahal, setiap lokasi memiliki lingkungan yang berbeda sehingga persepsi masyarakat di sekitarnya juga bisa berbeda. Perbedaan ini membuat respon mereka terhadap lingkungan pun berbeda sehingga variasi perilaku serta pengguna yang paling dominan di RPTRA tidak sama persis di setiap lokasi. Untuk mengetahui unsur apa yang membentuk persepsi sehingga terbentuknya variasi perilaku yang berbeda, dilakukan observasi di tiga RPTRA yang berada di Jakarta. Pengamatan dilakukan di RPTRA Bahari, Taman Sawo, dan Belimbing pada hari libur dan hari kerja dengan bantuan video berselang waktu. Pengamatan di tiga RPTRA yang berada di Jakarta menggunakan actor-network theory sebagai cara mengobservasi variasi perilaku pengguna RPTRA, Dari pengamatan, ditemukan bahwa perilaku pengguna di ketiga RPTRA memiliki perbedaan. Perbedaan terlihat dari keterhubungan setiap pengguna berdasarkan rentang usia, keterhubungan dengan actant berupa fasilitas yang ada sesuai standar RPTRA, dan bagaimana keterhubungan ini menyesuaikan perilaku mereka dan cara memperlakukan actant. Keterhubungan actor anak balita dengan dewasa, anak SD dengan anak SD, dan remaja dengan remaja, sebaiknya membuat sebuah desain yang bersih dan nyaman serta berpermukaan datar karena cocok untuk variasi perilaku yang beragam.

More crowded Jakarta has made an opened public space increasingly needed for the people. To answer those needs, DKI Jakarta government created a program called Child Friendly Intergrated Public Space RPTRA . This public space addressed to the citizens of Jakarta especially kids so they can have open space for playing and learning. RPTRA that is now built have followed a standard determined by the government. Whereas each location have different environment which shaped a different perception of its people around. These difference created a different response to the environment so the variations of behavior might not be the same in each location. To know what make it different, observation was done to three RPTRA in Jakarta. The observation was done in RPTRA Bahari, Taman Sawo, and Belimbing on weekend and weekday with the help of time lapse video. Observation of these three RPTRA in Jakarta used actor network theory as a way to observe the variations of behavior of RPTRA rsquo s user. From the observation it was found that variations of behavior did have difference. The difference shown in age difference, the network between actant which the facilities based on RPTRA standard, and how these network adjusted their behavior and how they acted against the actant. The network between toddler actor and adult actor, school kid actor with school kid actor, and adolescent actor with adolescent actor, should have created a design that is clean and comfortable and also flat in surface because it fits the diverse of variations of behavior in each actor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67930
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>