Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harza Sandityo
"Perjanjian Internasional merupakan sumber utama hukum internasional. Terdapat perbedaan istilah-istilah perjanjian internasional namun hal tersebut tidak berpengaruh pada kekuatan hukum perjanjian internasional itu sendiri. Negara sebagai salah satu subyek hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian internasional. Pemerintah Pusat merupakan elemen negara yang dapat mengikatkan negara kedalam sebuah perjanjian internasional. Pemerintah Daerah memiliki peranan besar dengan adanya otonomi daerah dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan untuk membentuk hubungan luar negeri diantaranya dituangkan dalam perjanjian internasional. Perjanjian Kerja Sama Sister City/Sister Province merupakan salah satu perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Untuk dapat mengikatkan diri dalam Perjanjian Kerja Sama Sister City/Sister Province harus mengikuti rangkaian mekanisme koordinasi dan konsultasi dengan Kementerian Luar Negeri dan mendapatkan surat kuasa penuh (full powers) sehingga dapat menandatangani perjanjian internasional untuk dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Perjanjian Kerja Sama Sister City/Sister Province dapat memberikan banyak peluang untuk mengembangkan daerah.

Treaties are the main source of international law. There are several different terms of treaties but that fact doesn't affect the legal force of international treaty itself. State as one of the international law subject has the capacity to engage in to a treaty. The Central Government is the state's element that can bind a State into a treaty. Local governments have a major role with the regional autonomy and they must adjust to the needs to form international relations which inter-alia established with treaties. Sister City/Sister Province Cooperation Agreement is one of the treaty that concluded by the Local Government. In order to bound to a Sister City/Sister Province Cooperation Agreement the Local Government must follow series of mechanisms of coordination and consultation with the Ministry of Foreign Affairs and to obtain full powers so that the treaty is signed for and on behalf of the Central Government (Government of the Republic of Indonesia). Sister City/Sister Province Cooperation Agreement can provide many opportunities to develop the region."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S303
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Iza Azqiya
"Praktik paradiplomasi pertama kali muncul sejak Perang Dunia Satu dan mengalami perkembangan pasca berakhirnya Perang Dunia Dua dan dan dimulainya Perang Dingin. Dalam kurun waktu singkat, praktik paradiplomasi telah menyebar secara luas di berbagai belahan dunia, seperti di Kawasan Asia, salah satunya adalah di Indonesia. Praktik paradiplomasi di Indonesia pertama kali berlangsung sejak tahun 1960-an, kemudian terus berkembang dan menjadi tren yang banyak diadopsi oleh pemerintah daerah di Indonesia, termasuk dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui kerja sama sister province dengan Provinsi Kujawsko-Pomorskie sejak tahun 2018. Pada April 2019, kerja sama ini melakukan penandatanganan Letter of Intent (LoI), selanjutnya, memasuki tahun 2020-2022 kerja sama ini mengalami penurunan aktivitas dan tidak menunjukkan progres yang signifikan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian studi kasus, penelitian ini menelusuri mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika proses implementasi kerja sama sister province ini, dengan menggunakan teori utama yakni Paradiplomasi. Dari sini kemudian dicapai hasil yang menunjukkan dinamika proses implementasi kerja sama sister province NTB dan Kujawsko-Pomorskie dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang diklasifikasikan ke dalam dua sisi, pertama faktor eksternal yang mencakup hubungan bilateral antara Indonesia dan Polandia dan krisis Pandemi COVID-19. Kedua, faktor internal, diantaranya adalah pertama, desentralisasi, kedua, birokrasi dalam aspek manajemen kelembagaan dan keterbatasan sumber daya manusia dalam birokrasi di Pemerintah Provinsi NTB, ketiga, kepemimpinan dan manajemen dalam aspek karakteristik dan demokratisasi pemimpin dari Pemerintah Provinsi NTB. Demikian, kerja sama ini menunjukkan praktik paradiplomasi yang buruk yang dipengaruhi oleh faktor keterbatasan pada sumber daya manusia dan karakteristik dari kepemimpinan Pemerintah Provinsi NTB.

The practice of paradiplomacy first emerged in World War One and developed after the end of World War Two and the start of the Cold War. In a short period of time, the practice of paradiplomacy has spread widely in various parts of the world, such as in the Asian Region, one of which is in Indonesia. The practice of paradiplomacy in Indonesia first took place in the 1960s, then continued to develop and became a trend that was widely adopted by local governments in Indonesia, including in this case the West Nusa Tenggara Provincial Government through sister province cooperation with Kujawsko-Pomorskie Province since 2018. In April 2019, this cooperation signed a Letter of Intent (LoI), then, entering 2020-2022 this cooperation experienced a decline in activity and did not show significant progress. Using a qualitative approach and case study research method, this research explores the factors that influence the dynamics of the implementation process of this sister province cooperation, using the main theory of Paradiplomacy. The results show that the dynamics of the implementation process of the sister province cooperation between NTB and Kujawsko-Pomorskie are influenced by a number of factors that are classified into two sides, first, external factors which include bilateral relations between Indonesia and Poland and the COVID-19 Pandemic crisis. Second, internal factors, including first, decentralization, second, bureaucracy in the aspect of institutional management and limited human resources in the bureaucracy in the NTB Provincial Government, third, leadership and management in the aspect of characteristics and democratization of leaders from the NTB Provincial Government. Thus, this cooperation shows poor paradiplomacy practices that are influenced by the limited human resources and characteristics of the leadership of the NTB Provincial Government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Erashima Tio
"Kerja sama sister province telah dikenal lama dan telah diterapkan oleh pemerintah daerah dari berbagai wilayah termasuk Indonesia dan Tiongkok. Hubungan kerja sama ini dibentuk untuk membantu mengembangkan potensi dan perekonomian masing-masing wilayah. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang turut aktif menjalin hubungan kerja sama sister province dengan berbagai pemerintah daerah yang setingkat di luar negeri. Jawa Barat telah menjalin kerja sama sekaligus dengan empat provinsi di Tiongkok, yakni Heilongjiang, Sichuan, Guangxi Zhuang, dan Chongqing. Hubungan kerja sama sister province yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah kerja sama Chongqing-Jawa Barat. Kerja sama sister province Chongqing-Jawa Barat sudah dimulai semenjak penandatanganan Letter of Intent pada tahun 2015 dan Memorandum of Understanding pada tahun 2017. Setelahnya ada begitu banyak rencana kerja sama yang telah disepakati oleh kedua belah pihak untuk dijalankan. Prospek dari kerja sama ini ialah untuk meningkatkan perekonomian kedua belah pihak. Masing-masing wilayah memiliki potensi yang dapat mendukung satu sama lain lewat kerja sama ini. Namun, dibalik potensi dan prospek kerja sama yang ada, terdapat beberapa kendala yang menjadi hambatan, salah satunya adalah belum adanya implementasi dari keseluruhan rencana kerja yang telah disepakati.

Sister Province cooperation have been implemented by local government from various regions including Indonesia and China. Sister province cooperation have been created to boost up each region potential and economy. West Java is one of many provinces in Indonesia that actively establish sister province cooperation with many local governments from foreign countries. West Java have been established sister province cooperation outright with four provinces from China, Heilongjiang, Sichuan, Guangxi Zhuang, and Chongqing. Sister province cooperation that will be discussed in this research is sister province cooperation between Chongqing-West Java. Chongqing-West Java sister province cooperation have been established since the signing of Letter of Intent in 2015 and Memorandum of Understanding in 2017. Since then, there are many work plans that have been agreed by both parties to be implemented. The prospect from this cooperation is to increase each region economy and it is supported by each region potentials. However, this cooperation facing some constraints, one of them is the work plans that have been agreed haven`t implemented yet."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Rahardiyan
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan Perjanjian Kerja Sama Operasi Pertambangan Batubara antara PT Y dan CV X yang mana kerja sama pertambangan batubara tersebut dilakukan di wilayah izin usaha pertambangan yang menjadi hak PT X (dahulu dikenal dengan CV X). Penelitian ini dilakukan karena keberadaan Perjanjian Kerja Sama Operasi Pertambangan Batubara tidak memenuhi dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu, dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerja Sama Operasi Pertambangan Batubara oleh salah satu pemegang saham PT X, salah satu pemegang saham PT X yang mewakili CV X (i) telah tidak beritikad baik dalam pelaksanaan Share Sale and Purchase Agreement; dan (ii) telah melakukan tindakan wanprestasi terhadap salah satu pernyataan dan jaminan pemegang saham PT X (penjual saham) di dalam Share Sale and Purchase Agreement. Share Sale and Purchase Agreement merupakan salah satu perjanjian terkait dengan jual beli atau pengambilaihan saham pada PT X oleh BHS Ltd. selaku investor asing. Sehingga, di dalam penelitian ini juga dilakukan kajian terhadap perjanjian yang terkait dengan jual beli saham PT X dalam memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan tesis ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu dalam hal ini penelitian terhadap asas-asas hukum dan taraf sinkronisasi hukum. Sedangkan, analisa dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan memilih pasal-pasal yang terdapat dalam Perjanjian Kerja Sama Operasi dan Share Sale and Purchase Agreement dan peraturan perundang-undangan terkait sesuai dengan ruang lingkup permasalahan penelitian ini kemudian melakukan penelusuran terhadap teori dan asas-asas hukum sehubungan dengan hal tersebut.

This thesis focuses on the state of Cooperation Agreement of Coal Mining between PT Y and CV X on which the cooperation of coal mining is conducted on mining permit area possessed by PT X (formerly known as CV X). This research is conducted due to the existence of Cooperation Agreement of Coal Mining does not fulfill and is in conflict with prevailing laws. In addition, by signing the Cooperation Agreement of Coal Mining by a shareholder of PT X representing CV X, the shareholder of PT X (i) has not been in a good faith in implementing the Share Sale and Purchase Agreement; and has been in default over one of representations and warranties of shareholders of PT X (shares seller) under the Share Sale and Purchase Agreement. The Share Sale and Purchase Agreement represents an agreement in relation to the purchase or acquisition of shares on PT X by BHS Ltd. as foreign investor. Accordingly, in this study, it is also conducted study on agreements relating to purchase of shares on PT X whether it fulfils the prevailing laws. This research is normative juridicial research which is the research conducted on legal principles and legal synchronization. Whereas, analysis in this research is conducted in a qualitative by selecting articles in Cooperation Agreement of Coal Mining, Share Sale and Purchase Agreement, and prevailing laws, subsequently conducting research over legal theory and legal principle in relation to those matters.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Safitri
"Kota kembar merupakan fenomena yang dapat ditemukan di berbagai belahan dunia. Praktik kota kembar yang telah berlangsung lebih dari 70 tahun sejak berakhirnya Perang Dunia II merupakan bukti nyata dari kerja sama internasional. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah daerah merupakan aktor penting dalam hubungan internasional. Namun demikian kajian ilmiah mengenai kota kembar masih relatif terbatas dibandingkan dengan praktik kota kembar itu sendiri. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini berupaya menganalisis wacana dan praktik kota kembar dalam literatur akademis yang berkembang. Dengan metode kronologi, tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengangkat isu-isu kritis dari literatur-literatur kota kembar; pelaksanaan kota kembar; serta faktor-faktor keberhasilan dan tantangan dari kota kembar. Isu-isu kritis yang muncul dalam literatur antara lain rekonstruksi dan rekonsiliasi pasca Perang Dunia II, pengaruh Perang Dingin terhadap kota kembar, pembangunan ekonomi, integrasi kawasan, dan pembangunan berkelanjutan. Selanjutnya pelaksanaan kota kembar yang ditemukan pada setiap isu kritis yang berkembang salah satu best practice-nya ialah kerja sama kota kembar antara Surabaya dan Kitakyushu untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan tinjauan literatur, faktor-faktor yang mendorong keberhasilan kota kembar antata lain keterlibatan multipihak, pendanaan, perencanaan yang terstruktur, dll. Sedangkan kritik utama yang menjadi tantangan dalam kerja sama ini ialah adanya kecenderungan ?wasting money? yang dilakukan pejabat daerah. Sebagian besar literatur menunjukkan bahwa kajian kota kembar mengalami proliferasi isu sesuai dengan tren dunia yang berkembang. Lebih lanjut, kota kembar dapat menjadi mekanisme alternatif yang efektif untuk mempromosikan perdamaian, mengakselerasi pembangunan ekonomi dan juga dapat memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan dunia kontemporer saat ini seperti pembangunan berkelanjutan.

Sister city is a phenomenon which can be found throughout the world today. The practice of sister city that has lasted more than 70 years since the end of World War II is a clear evidence of international cooperation. This type of cooperation proves that the local government is an important actor in international relations. Nevertheless, the scientific studies of sister city are still relatively limited compared to the practice itself. Therefore, this literature review seeks to analyze the discourse and practice of sister city in the growing academic literatures. By using chronological methods, this literature review aims to address the critical issues of sister city on literatures the implementation of sister city cooperation as well as the success factors and challenges of sister city. The critical issues that emerged in the literatures are the reconstruction and reconciliation after World War II, the influence of Cold War on sister city, economic development, regional integration, and sustainable development. Furthermore, the implementation of sister city is based on the practices in each critical issue, and one of its best practices is the sister city cooperation between Surabaya and Kitakyushu to support sustainable development. Based on the literature review, the success factors of sister city are multi stakeholder engagement, funding, structured planning, etc. Meanwhile, the main critique that becomes a challenge in this type of cooperation is the tendency of wasting money by local officials. Most of the literatures show that there was proliferation of issues on sister city according to the growing world trends. Furthermore, sister city cooperation can be an effective alternative mechanism for promoting peace, accelerating economic development, and also providing solutions to the contemporary world issues such as sustainable development.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riky Rahadi Nugroho
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kredit yang dibuat dengan akta otentik dengan menggunakan identitas palsu. Khususnya mengenai masalah aturan hukum dan implikasi hukum terhadap perjanjian tersebut, serta keabsahan perjanjian tersebut di mata hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative. Meningkatnya perekonomian negara ditandai dengan meningkatnya pengajuan kredit kepada Bank. Peran Notaris sangat dibutuhkan dalam perjanjian kredit sebagai pembuat akta yang menjadi alat bukti otentik. Dalam hal penerbitan cover note, seharusnya Notaris harus melakukan penelitian keabsahan dari pihak nasabah, kemudian terdakwapun mengetahui beberapa data agunan dalam bentuk foto copy adalah palsu atau isinya tidak sejati, bahkan meskipun terjadi kekurangan administrasi dan kemudian tanpa hadirnya debitur dihadapannya, terdakwa sebagai Notaris seharusnya tidak menandatangani akata otentik tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Notaris harus bertanggung jawab terhadap pembuatan akta yang diindikasikan menggunakan dokumen palsu.

This thesis discusses the credit agreement made with authentic document by using a false identity. Particularly on the issue of the rule of law and the legal implications of the agreement, as well as the validity of the agreement in the eyes of the law. This study uses normative juridical research. Increasing the country's economy is characterized by increased credit application to the Bank. The role of the Notary is needed in the credit agreement as a deed that became authentic evidence. In the case of the issuance of the cover note, should Notary must do research the validity of the customer, then terdakwapun know some data of collateral in the form of a copy is fake or not it true, even though there is a shortage of administration and then without the presence of the debtor before him, the defendant as a Notary should not signed the Akata authentic. From these results it can be concluded that the Notary must be responsible for the deed which is indicated using false documents."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T43372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Kartika Puji Karishma
"Jaman telah berganti, hal tersebut adalah hal yang tidak dapat kita elakkan. Dahulu mayoritas hanya pria sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah untuk keluarganya, sedangkan sang istri dirumah untuk mengurus keluarga. Seiring perubahan zaman dan tuntutan akan kesetaraan wanita mulai bekerja dan bersama dengan pria mulai bergerak dalam perekonomian di berbagai bidang dan pekerjaan. Hal tersebut tidak dapat kita pungkiri telah membawa pandangan baru dalam perkawinan, masyarakat kini telah merasa perlu untuk melindungi hak-hak yang merupakan harta pribadinya, melalui sebuah perjanjian yang disebut dengan perjanjian perkawinanlah hal tersebut dapat dilakukan, dimana didalamnya suami dan istri sepakat untuk memisahkan harta mereka. Di dalam peraturan hukum mengenai perkawinan yaitu di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa perjanjian kawin dapat dilakukan sebelum atau pada saat perkawinan, permasalahan muncul tatkala terdapat pasangan yang ingin membuat perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dan mempertanyakan kemungkinan hal tesebut dapat dilakukan. Penulis kemudian meneliti permasalahan ini dengan metode penelitian yuridis normatif, dimana penulis dalam meneliti mengacu pada aturan-atauran hukum yang ada untuk kemudian dapat menjawab permasalahan ini secara deskriptif analitis. Melalui penelitian penulis menemukan jawabannya bahwa, hal tersebut dimungkinkan dengan sebelumnya mengajukan permohonan terlebih dahulu dan ijin untuk membuatnya baru muncul ketika Pengadilan melalui Hakim mengabulkan permohonan tersebut.

Time has changed, it is something we can not avoid. Formerly is majority that only men as heads of households who make a living for his family, while his wife at home, take care of the family. With the change of times and demands for equality, women began working too in various fields and jobs. It brought a new view of marriage, society has now felt the need to protect the rights which are personal property, and the possibility to do that is through an agreement called marriage agreement. In which husband and wife agreed to separate the they property. In the legislation on marriage that is in Civil Law and Law Number 1 of 1974 About Marriage states that marriage agreement can be performed before or during marriage. Problems arise when there are couples who want to make a marriage agreement after the marriage and questioning the possibility to do so. The author then examines these issues with the method of juridical normative research, which examined in reference to the existing rules of law to then be able to answer this problem in a descriptive analytic. Through the study authors found the answer that, it is possible to do by previously apply for permission in advance and if the Court of Justice granted the request."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28856
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Thoyyibah B.
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris atas suatu akta, yang di kemudian hari dibatalkan karena memenuhi unsur Actio Pauliana. Rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimanakah kedudukan Perjanjian Kerja Sama yang dibuat sebelum putusan pailit dalam Putusan Nomor 840K/Pdt.Sus-Pailit/2016 serta bagaimanakah tanggung jawab Notaris terhadap pembatalan Perjanjian Kerja Sama dalam putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan tipologi penelitian deskriptif analitis, metode analisis data kualitatif serta alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kedudukan Perjanjian Kerja Sama dalam Putusan Nomor 840K/Pdt.Sus-Pailit/2016 adalah sah serta berkekuatan sebagai akta autentik sampai dengan dibatalkan melalui putusan pengadilan karena memenuhi unsur Actio Pauliana. Selanjutnya Notaris memiliki tanggung jawab perdata terhadap pembatalan akta dalam putusan tersebut. Sanksi terhadap pelanggaran perdata Notaris adalah penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, namun berdasarkan asas ultra petita, hakim menghukum para tergugat dan Notaris untuk membayar biaya perkara. Tanggung jawab administrasi dan moral juga dapat dibebankan kepada Notaris dengan membuat laporan kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris serta Dewan Kehormatan pada organisasi Notaris. Saran yang diberikan adalah Notaris sebagai Pejabat Umum seharusnya dapat bertindak jujur serta memberikan penyuluhan terkait perbuatan hukum yang akan dilakukan oleh para penghadapnya untuk mengantisipasi agar suatu perbuatan hukum tidak merugikan pihak lain. Selain itu, Notaris juga harus bertindak hati-hati karena apabila notaris terbukti melakukan kesalahan, Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban, baik secara perdata, pidana, administrasi maupun moral profesi. 

This thesis examines the Notarys liability on a deed, which later be canceled because it comply with the element of Actio Pauliana. The issue raised in this research is how the position of the Cooperation Agreement that been made before The Bankruptcy Verdict Number 840K/Pdt.Sus-Pailit/2016, and how the Notarys liability towards the cancellation of the deed in that verdict. The research method used is normative juridical research, with the typology of the research is descriptive analytical, the data analysis method is qualitative, and the data collection tools is the document study and interview. Based on the reseach, the conclusions are the position of the Cooperation Agreement is valid and standing as an authentic deed until being cancelled through the verdict as it comply with the elements of Actio Pauliana. The notary has civil liability towards the cancelation of the deed in that verdict. The sanctions toward the civil foul are the reimbursement of costs, compensation, and interest, but according to the Ultra Petita principle, the judge sentences the defendants and Notary for paying court fees. Administrative and moral liabilities can also be charged to the Notary by making a report to the Regional Supervisory Board of the Notary and the Honorary Board to the Notary organization. The advice given is that the Notary as a General Officer should be able to act honestly and provide counseling related to legal actions that will be carried out by the viewers to anticipate that legal action does not harm the other party. In addition, the Notary also have to be prudence, because if the notary is proven to be committed error, a notary can be held liabilities, such as civil, criminal, administrative and moral profession."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yeane Marlina
"Artikel ini membahas mengenai permasalahan implikasi hukum terhadap perjanjian, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 57/Pdt.G/2018/PN.Dps. Tahun 2018). Pokok permasalahan tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian, dimana salah satu pihak memberikan cap jempol di surat-surat yang tidak dibacakan dan dijelaskan isinya oleh Notaris dan/atau PPAT, kemudian terbit perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli. Jenis penelitian yang Penulis lakukan adalah yuridis normatif, sifat penelitiannya deskriptif analitis, teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan dan dokumen, teknik analisis datanya secara kualitatif, serta cara pengambilan kesimpulannya dengan silogisme melalui logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa akibat hukum atas perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris dan/atau PPAT yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli, dari segi hukum perdata, Notaris dan/atau PPAT dihukum untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul secara tanggung renteng, dan dalam kedudukannya sebagai Notaris dan/atau PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.

This article discusses the legal implications of the agreement, the power of attorney to sell and the deed of sale made by a Notary / PPAT (Case Study: Decision of the Denpasar District Court Number 57 / Pdt.G / 2018 / PN.Dps. 2018). The main problem of this thesis is the legal consequences and the responsibility of the Notary Public as the PPAT in making the agreement, where one party gives a thumbprint on the letters which are not read and the contents are explained by the Notary and / or PPAT, then a sale and purchase agreement is issued, the power of attorney to sell and deed of sale and purchase. The type of research that the author does is normative juridical, descriptive analytical nature of the research, data collection techniques through literature and document studies, qualitative data analysis techniques, and how to draw conclusions with syllogism through deductive logic. The results showed that the legal consequences of the sale and purchase agreement, the deed of sale authorization and the deed of sale and purchase made by a Notary and / or PPAT who were proven to have committed an illegal act, were declared invalid and null and void by law. Regarding the responsibilities of the Notary Public as a PPAT in making a sale and purchase agreement, the deed of power of attorney to sell and the sale and purchase certificate, in terms of civil law, the Notary and / or PPAT are punished to pay all case costs incurred jointly and in their position as a Notary and / or The PPAT may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disriyanti Laila
"Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa suatu peijanjian perkawinan harus dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan untuk mengikat pihak-pihak yang membuatnya, yaitu suami istri dalam perkawinan. Undang-undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan juga dapat mengikat pihak ketiga dengan persyaratan bahwa peijanjian perkawinan harus disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Permasalahan yang timbul adalah ketika suatu peijanjian perkawinan yang telah dibuat oleh calon pasangan suami istri sebelum perkawinan dilangsungkan tetapi karena alasan-alasan tertentu, peijanjian perkawinan mereka tidak dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketika perjanjian perkawinan tersebut ditetapkan sah oleh Pengadilan Negeri, bagaimanakah akibat hukum Penetapan Pengadilan Negeri tersebut terhadap perjanjian perkawinan. Persoalan berikutnya adalah mengenai kekuatan hukum atas akta peijanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris, apakah kelalaian tidak dicatatkannya perjanjian perkawinan akan mengakibatkan akta perjanjian perkawinan tersebut kehilangan kekuatannya sebagai akta otentik. Pengertian akta otentik dapat dilihat dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Pada dasarnya suatu akta notaris adalah akta otentik sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder, sedangkan dalam metode analisis data mempergunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini memberikan hasil sifat deskriptif analitis yang memberikan gambaran secara luas terhadap fakta yang melatarbelakangi permasalahan kemudian dengan cara menganalisis fakta dengan data yang diperoleh untuk dapat memberikan alternatif pemecahan masalah melalui analisis yang telah dilakukan.

Article 29 paragraph (1) and paragraph (3) of Law No. 1 of 1974 states that a nuptial agreement must be made on time or before the marriage took place and come into force since the marriage was held to bind the parties who made it, that is husband and wife in marriage. The law also stipulates that a nuptial agreement can bind a third party with the requirement that nuptial agreement must be approved by the Marriage Registrar. The problem that arises is when a nuptial agreement that has been made by the prospective couples before marriage took place but due to certain reasons, their nuptial agreement is not registered by the Marriage Registrar. When the nuptial agreement is determined valid by the Court, how the legal consequences of the Court Decision on that nuptial agreement. The next issue is about the power of the deed of a nuptial marriage law made before a notary, wether to the unregistered nuptial agreement will result in the deed of nuptial agreement is losing its strength as an authentic deed. Definition of authentic deed can be found in Article 1868 Civil Code, a deed is in the form prescribed by law, made by or before the public officials who have power to it in a place where the deed made. Basically a notarial deed is an authentic as long as they meet the requirements set out in Article 1868 Civil Code that has evidentiary value of perfect strength and binding. The method used in this thesis is a normative legal research methods using secondary data, whereas in the method of data analysis methods use a qualitative approach. This study provides descriptive nature of the analytical results that provide broad overview of the facts underlying the problem then by analyzing the facts with data obtained in order to provide alternative solutions to problems through the analysis conducted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T37689
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>