Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103686 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardi Jaya Pradipta
"ABSTRAK
Hakim agama dalam menangani perkara perceraian di pengadilan agama memiliki kewajiban untuk mendamaikan para pihak sehingga tidak terjadi suatu perceraian. Usaha hakim untuk mendamaikan para pihak ini merupakan suatu amanah dari Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 82 ayat (1). Peran hakim sangat krusial sebagai penentu dan pemutus dari suatu perkara yang diajukan kepadanya yang dalam hal ini merupakan keputusan atas suatu kelanjutan suatu perkawinan seseorang. Agar mencapai suatu keputusan yang baik dalam mengadili suatu perkara perceraian hakim semaksimal mungkin harus menciptakan suatu perdamaian sehingga tidak tercipta perceraian, akan tetapi apabila memang perceraian merupakan suatu jalan terakhir yang terbaik maka hakim berkewajiban untuk memutus dengan pertimbangan-pertimbangan yang baik. Pelaksanaan Asas Wajib Mendamaikan bukan merupakan pelanggaran atas kewajiban hakim untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan ke hadapannya dalam hal penanganan kasus perceraian. Hakim dituntut mengupayakan agar para pihak sebaik-baiknya terjauh dari penjatuhan putusan cerai yang berdampak pada putusnya perkawinan seseorang. Pemberian kelenturan waktu atau penundaan waktu hingga perkara tersebut diperiksa secara materiil menjadi salah satu keleluasaan yang memberi kesempatan para pihak mengadakan perdamaian.

ABSTRACT
Religious judges in divorce cases handled in religious courts have a duty to reconcile the parties so that it is not the case of a divorce. Judge's efforts to reconcile the parties, it is a mandate of Act No. 7 of 1989 about Religious Judiciary jo. Act No. 3 of 2006 about changes Of Law No. 7 of 1989 about Religious Judiciary jo. Act No. 50 of 2009 about second amendment law No. 7 of 1989 on Judiciary Religion Article 82 paragraph (1). The role of judges is very crucial as decisive and breaker of a case submitted to him, which in this case is a follow-up to a decision over the marriage of a person. In order to reach a good decision in the case of divorce judges adjudicate a greatest extent may have to create a peace so as not to create a divorce, but if indeed divorce is a last best way then the judge is obliged to break with good considerations. The implementation of the principle of Compulsory Reconcile does not constitute a violation of the obligation of judges to examine and put forward to break the case before him in terms of handling divorce cases. The judge is required to intervene in order for the parties as best as possible the most distant of the overthrow of the ruling of the divorce which resulted in a breakdown in the marriage of a person. Giving the suppleness of the time or the delay time until the review case materially became one of the spaciousness that gives the opportunity the parties held peace."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S315
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rahel Julian Sebastian
"Skripsi ini membahas tentang perdamaian di luar pengadilan yang dilakukan oleh para pihak dalam bentuk akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris setelah adanya putusan Banding yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Perdamaian sebagaimana dimaksud dibuat dalam bentuk akta perdamaian, yang mana secara hukum memiliki sifat mengikat dan terakhir (final and binding). Dalam penelitian ini, penulis melakukan peninjauan terhadap Putusan No. 135/PDT/2006/PT.DKI dan Akta Perdamaian Nomor 14 Tanggal 12 Juli 2007 khususnya terkait permasalahan dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan isi dari akta perdamaian yang telah dibuat di hadapan Notaris setelah adanya putusan pengadilan tinggi yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Pada kasus ini, akta perdamaian sebagaimana dimaksud dikesampingkan dan para pihak berkewajiban untuk kembali tunduk pada putusan pengadilan tinggi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

This Thesis is discussing about the reconciliation of the parties in an authentic Deed which made before the Notary after the High Court Verdict which is a final and binding by the law (inkracht). In this research, the Writer also doing a review on Court's Verdict No. 135/PDT/2006/PT.DKI and Deed of Reconciliation No. 14 Dated 12 July 2007, particularly for the problems which related with one of the parties did not implement the content(s) of the Deed of Reconciliation after the High Court Verdict. In this case, Deed of Reconciliation has been ruled out and the parties must obey the High Court Verdict."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43537
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Rifai
"Kebebasan berkontrak yang merupakan "roh" dan "napas" sebuah kontrak atau perjanjian secara implisit memberikan panduan bahwa dalam berkontrak pihakpihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang. Dengan demikian, diharapkan akan muncul kontrak yang adil dan seimbang pula bagi para pihak. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa ada sejumlah pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut dilakukan baik melalui peraturan perundang-undangan maupaun putusan pengadilan. Dalam sistem hukum modern dewasa ini, kebebasan berkontrak di atas tidak hanya dibatasi oleh larangan-larangan yang diciptakan peraturan perundang-undangan (statutory prohibition), tetapi juga oleh extra legal standard. Extra legal standard tersebut merupakan standar yang berkaitan dengan agama, moral, dan keadilan. Dengan adanya standar ini, maka kontrak tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai ex nihilo, hasil dari kesepakatan atau kehendak bebas para pihak untuk saling mengikatkan diri, tetapi kontrak harus dikaitkan dengan prinsip-prinsip agama, moral dan keadilan. Keseimbangan para pihak dalam berkontrak merupakan konsep dasar yang tidak dapat ditawar dan mutlak harus dipenuhi, karena itu dalam diri para pihak yang berkontrak harus terdapat pemahaman dan penghormatan terhadap hak masing-masing. Oleh karena itu, dapat dipahami perkembangan asas kebebasan berkontrak yang cenderung mengarah pada ketidakseimbangan para pihak kemudian dibatasi oleh berbagai ketentuan yang bersifat memaksa agar pertukaran hak dan kewajiban dapat berlangsung secara proporsional. Hakim diberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, agar jangan sampai pelaksanaan itu melanggar keadilan dan kepatutan. Selain itu, Hakim juga berkuasa untuk menyimpangi daripada isi perjanjian menurut susunan kata-katanya, manakala pelaksanaan yang demikian itu bertentangan dengan rasa keadilan, hal ini berdasarkan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata.

Freedom contract that is "breath" and "spirit" a contract or agreement in an implicit manner provides guidance whereby the contracting parties are assumed to have a balanced position. Thus, the contract is fair and balanced for the parties. The method used in this research is a normative-juridical approach. Research results suggest that there are a number of restrictions against freedom of contract in a number of a legal system. The restriction of freedom of contract should be conducted through legislation of judicial decision. In the modern legal system, this adult freedom contract mentioned above is not only limited by restrictions created in the legislation (statutory offense prohibition), but also by extra legal standard. This legal standard one standards related to religion morality, and justice. With the existence of this standard, then contract. Can no longer be viewed ex nihilo. Contract is not only the product of content and free will of the parties, but it has to be associated with religions, morality, and the just principles. Balance parties in of contract is the basic concept that indespensible and absolute must be fulfilled, therefore there will be of mutual understanding and respect between the parties for their rights. Hence, it is understood the development of the principle of freedom of contracts that are likely to lead to an imbalance of the Parties subsequently limited by a variety of provisions that are forced to exchange rights and obligations can take place proportionally. Judges are given the power to oversee the implementation of an agreement, in order the prevent violation of fairness and propriety. In addition, the judge also rule against the content of the agreement according to the arrangement of the words, should the implementation that is contrary to the sense of Justice based on Article 1338 BW paragraph (3). "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nindya Pratiwi
"Perkara perceraian yang dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan terdapat salah satu pihak yang murtad, Undang-Undang Perkawinan dan juga Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur secara jelas terkait hal tersebut. Namun dalam perspektif Hukum Islam dijelaskan bahwa ketika salah seorang suami atau istri murtad maka perkawinan mereka menjadi fasakh (batal) disebabkan kemurtadan yang terjadi. Putusnya perkawinan dalam hal terdapat salah satu pihak yang murtad memiliki implikasi terhadap hak waris anak disaat salah satu orang tuanya memiliki agama yang berbeda dengan anaknya saat terjadi pewarisan. Permasalahan yang diteliti adalah terkait konstruksi hukum dan teori tentang cerai gugat yang salah satu penyebabnya adalah murtad serta implikasinya terhadap hak waris anak. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif. Adapun tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah bahwa konstruksi hukum perkara cerai gugat yang salah satu penyebabnya adalah murtad yaitu putusnya perkawinan karena perceraian harus didasarkan pada kaedah tentang perkawinan. Berdasarkan kaedah Hukum Islam, dalam hal suatu perkawinan terdapat pihak yang murtad maka perkawinan tersebut akan putus karena terdapat perbedaan agama diantara kedua pihak. Implikasinya terhadap hak waris anak, bagi anak sebagai ahli waris yang berbeda agama (non-muslim) dengan orang tuanya sebagai pewaris (muslim), tetap dapat menerima harta peninggalan dengan melalui wasiat atau apabila tidak ada wasiat maka melalui wasiat wajibah. Pemberian wasiat wajibah tersebut hanya berlaku bagi pewaris yang beragama Islam. Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya pengaturan dalam Kompilasi Hukum Islam terkait murtad sebagai sebab putusnya perkawinan, dan juga pengaturan terkait hak waris anak dari orang tua yang berbeda agama.

Divorce cases are carried out by filing a lawsuit in court with one of the apostates, the Marriage Law and also the Islamic Law Compilation do not clearly regulate this. However, in the perspective of Islamic Law, it is explained that when one of the husbands or wives apostatizes and does not return, the marriage becomes fasakh (canceled) due to the apostasy that occurred. The termination of a marriage if one of the parties is apostate has implications for the inheritance rights of the child when one of the parents has a different religion from the child when the inheritance. The problems studied are related to legal construction and theories about divorce, one of the causes of which is apostasy and its implications for children’s inheritance rights. To answer this problem, a normative juridical research method is used. The research typology used is explanatory research. The result of the analysis is that the legal construction of the lawsuit for divorce is one of the causes of apostasy, namely the breakup of marriage because divorce must be based on the rules of marriage. Based on the principles of Islamic law if there is an apostate party in a marriage, the marriage will break up because there are religious differences between the two parties. The implications for children's inheritance right, for children as heirs who have a different religion (non-muslim) with their parents as heir (muslim), they can still receive inheritance using a testament or if there is no testament, then through a wajibah testament. Giving a wajibah testament only applies to heir who are Muslim. In this regard, it is necessary to have regulations in Compilation of Islamic Laws related to apostasy as the cause of breaking up a marriage, as well as regulations regarding the inheritance rights of children from parents of different religions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henni Handayani
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi saat ini telah membawa pengaruh yang besar pada hampir
seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah adanya fenomena dilayangkannya gugat cerai
atau cerai talak melalui pesan singkat atau SMS (Short Message Service). Banyak perdebatan
dikalangan ulama terkait hal ini, apakah melakukan gugat cerai atau cerai talak melalui SMS bisa
dianggap sah dan jatuh talaknya baik menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 1 tahun
1974. Dan apakah SMS bisa dijadikan salah satu alat bukti dalam kasus perceraian. Metode yang
digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis
ditunjang dengan wawancara untuk memperkuat data yang telah didapatkan penulis melalui studi
kepustakaan bertujuan mengklarifikasikan permasalahannya sehingga memudahkan proses
analisa dan pengambilan keputusan. Analisa terhadap Putusan No.0253/Pdt.G/2013/PA.Bkl
dapat disimpulkan bahwa perceraian yang terjadi antara si Pemohon dan Termohon adalah cerai
fasakh yaitu perceraian dimana si suami merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui
sebelum berlangsungnya perkawinan.Si istri atau Termohon telah melakukan perbuatan fasid
(rusak) yaitu mengaku telah berzina dengan lelaki lain sebelum menikah dengan si suami atau
Pemohon. Kemudian Majelis Hakim dapat menerima bukti SMS yang dikirimkan oleh si istri
sebagai alat bukti dalam pertimbangannya dan memutus verstesk kasus ini karena si istri sebagai
Termohon tidak pernah memenuhi panggilan sidang di Pengadilan Agama
Bangkalan.Berdasarkan penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Hukum Islam
melalui ijtihad beberapa ahli fiqih sepakat bahwa talak melalui surat itu efektif jatuh talak, begitu
pula dengan talak melalui SMS karena memiliki intensitas yang sama. SMS dapat dianalogikan
atau diqiyaskan dengan hukum cerai melalui tulisan biasa (bil kitabah) sebab ada kesamaan
diantara keduanya yaitu merupakan pesan cerai melalui teks yang bukan verbal (lisan).
Sedangkan menurut UU No.1/1974 perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan
agama sebagimana dijelaskan dari Pasal 39-41. Disisi lain, berdasarkan UU No. 11/2008 tentang
Informasi dan Teknologi, pada Pasal 5 dan Pasal 6, SMS dapat dijadikan sebagai alat bukti
elektronik dalam perkara perceraian di pengadilan agama.

ABSTRACT
The development of information technology has brought big influence on almost all aspects of
life . One of the phenomenon is divorcing via text message or SMS ( Short Message Service ) .
Among scholars still debating in this regard, whether the conduct of divorce via SMS can be
considered valid according to Islamic Law and Law No. 1 in 1974. And if the SMS can be used
as one type of evidence in divorce cases . The method used in this paper is a normative research
method with descriptive analytic supported by interviews to strengthen the data that has been
obtained through the study of literature authors aimed to clarify the matter so as to facilitate the
process of analysis and decision .Analysis to Decision No.0253 / Pdt.G / 2013 /PA.Bkl can be
concluded that the divorce occurred between petitioner and defendant is fasakh divorce divorce
which is the husband feel cheated on things that have not been known before the marriage. Wife
or defendant has done fasid ( defective) that claimed have committed adultery with another man
before she married her husband . The judges may accept proof of SMS sent by the wife as
evidence in considering and deciding verstesk this case because the wife as the defendant never
the court. Based on this study , it can be concluded that according to Islamic law through ijtihad
some jurists agree that divorce through the letter effective fall divorce , as well as divorce by
SMS because it has the same intensity . SMS can be analogous with divorce law through regular
posts ( bil kitabah ) because there are similarities between the two that a divorce via text message
instead of verbal ( oral ) . Meanwhile, according to Law No.1 / 1974 divorce shoukd be done
before the trial court as explained in Article 39-41 . On the other hand , based on Law No.
11/2008 on Information and Technology , in Article 5 and Article 6 , SMS can be used as
electronic evidence in a divorce case in religious courts."
2015
S57891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utari Dwi Pratiwi
"Upaya pelayanan rehabilitasi telah dilaksanakan BNN bersama dengan instansi terkait yang sebelumnya diatur di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sepanjang tahun 2021, telah dilakukan rehabilitasi terhadap 43.320 orang. Penelitian difokuskan pada Loka Rehabilitasi BNN Kalianda, sebagai penerima penghargaan Penyelenggara Pelayanan Publik Kategori “Layanan Prima” Tahun 2021 dari Kemenpan RB. Loka Rehabilitasi BNN Kalianda juga ditunjuk sebagai salah satu unit kerja pelayanan berpredikat menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) oleh Kemenpan RB pada tanggal 20 Desember 2021. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi klien secara fisik dan mental sebelum dan sesudah menjalani rehabilitas, menjelaskan dukungan yang diberikan keluarga, menganalisis persepsi gugat cerai terhadap peran suami sebagai kepala keluarga dan menganalisis adaptasi perlakuan yang paling efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa (1) Klien merasakan adanya perubahan dalam kondisi fisik dan mental selama menjalani rehabilitasi; (2) Dukungan keluarga memiliki dampak yang signifikan dalam proses rehabilitasi klien; (3) Ketahanan psikososial budaya keluarga memiliki peran penting dalam proses rehabilitasi klien; (4) Lamanya proses rehabilitasi rawat inap yang dijalani seorang kepala keluarga memberikan santunan kepada anggota keluarga lainnya. Tidak adanya dukungan keluarga besar berdampak pada ketahanan keluarga pada keluarga inti; (5) Program kegiatan keluarga seperti Family Support Group dan Family Dialog penting dalam proses pemulihan klien.

Rehabilitation service efforts have been carried out by BNN together with related agencies previously regulated in Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. Throughout 2021, 43,320 people have been rehabilitated. The research focused on the BNN Kalianda Rehabilitation Workshop, as the recipient of the 2021 Public Service Provider Award for the "Excellent Service" Category from the RB Ministry. The BNN Kalianda Rehabilitation Workshop was also appointed as one of the service work units with the predicate towards a Free from Corruption Area (WBK) by the RB Ministry on December 20, 2021. The purpose of the study was to determine the client's physical and mental condition before and after undergoing rehabilitation, explain the support provided by the family, analyze the perception of divorce lawsuits on the husband's role as the head of the family and analyze the most effective and efficient treatment adaptation. This research uses qualitative research methods with a case study approach. The results of the study showed that (1) The client feels a change in physical and mental condition during rehabilitation; (2) Family support has a significant impact on the client's rehabilitation process; (3) Psychosocial resilience of family culture has an important role in the client's rehabilitation process; (4) The length of the inpatient rehabilitation process that a family head undergoes provides compensation to other family members. The absence of extended family support has an impact on family resilience in the nuclear family; (5) Family activity programs such as Family Support Group and Family Dialogue are important in the client's recovery process."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Virgonio Yolanda
"ABSTRAK
Hukum Kepailitan Indonesia memperkenankan Kurator untuk diusulkan oleh debitor maupun kreditor dalam suatu perkara kepailitan. Ketentuan seperti ini dapat menimbulkan dugaan Kurator yang diusulkan akan cenderung bersikap tidak independen dan bersikap cenderung menguntungkan pihak yang mengusulkannya. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti secara mendalam tentang independensi Kurator yang diusulkan oleh salah satu pihak dalam perkara pailit dan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap Kurator yang diduga tidak independen. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk studi kepustakaan library research dengan pendekatan peraturan perundang-undangan statute approach . Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa terlepas dari siapa yang mengusulkannya, seorang Kurator wajib untuk bersikap independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Peraturan perundang-undangan memberikan berbagai upaya hukum baik dalam ranah pidana, perdata maupun administratif yang dapat dilakukan terhadap Kurator yang diduga tidak independen. Walaupun demikian, akan lebih baik apabila ketentuan mengenai independensi seorang Kurator diatur secara lebih terperinci agar dapat mempersempit celah hukum yang dapat dipersalahgunakan.

ABSTRACT
Indonesia Bankruptcy Law allows a curator to be proposed by a debtor or creditor on a bankruptcy case. This condition could raise suspicion towards curator who is proposed by debtor or creditor will tend to be not independent and a suspicion towards a one sided benefit of the proposing party. The purpose of this research is to investigate the independence of a curator that is proposed by one party on a bankruptcy case and a plausible legal effort that can be done against the curator who allegedly not independent. The method of research used will be in the form of library research with a statute approach. The conclusion of this research is that regardless of the proposing party, a curator has the responsibility and is obligated to be independent in enforcing his her authority. The statutory law provides several legal efforts in a form of criminal, civil as well as administrative legal effort that could be enforced towards curators who allegedly not independent. It is advisable to have a more detailed regulation towards the independence of a curator as it will narrow down any possible loophole that could be misused."
2017
T48354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Taris
"[ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
;ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
, ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce’s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
]"
2015
S58998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidi Galenso Syarief
"Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Pernyataan pailit mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan, serta putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar Pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen terhadap bahan-bahan hukum untuk memperoleh data sekunder sebagai data utamanya.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan adalah tetap berlaku dan sah menurut hukum, karena perdamaian dalam kepailitan bukan untuk mengakhiri sengketa atau mencegah suatu sengketa, karena perkara kepailitan tidak termasuk dalam jurisdiksi contentius sebagaimana halnya perkara gugatan perdata biasa, akan tetapi termasuk dalam jurisdiksi voluntair karena merupakan permohonan putusan pernyataan pailit.
Dalam kepailitan tidak ada sengketa, oleh karenanya perdamaian dalam kepailitan (i) dilakukan setelah perkaranya diputus (putusan pernyataan pailit telah diucapkan) dan tidak dilakukan sebelum perkara diajukan ke Pengadilan ataupun setelah para pihak didamaikan menurut ketentuan Pasal 130 HIR, dan (ii) bertujuan menyelesaikan kewajiban utang debitor pailit kepada para kreditornya secara sebaik-baiknya; dan (2) Putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Studi Kasus kepailitan BTID yang disidangkan kembali di Pengadilan Niaga berdasarkan akte perdamaian diluar pengadilan setelah adanya putusan pailit ditingkat Kasasi, MA, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) adalah terobosan dalam hukum acara/ prosedur Kepailitan yang memberikan solusi yang memenuhi asas-asas diatas dan yang terkandung dalam HIR ps.130 dan Hukum Perdata dimana kesepakatan adalah Undang-undang bagi para pihaknya.

Bankruptcy is a process in which a debtor who has financial difficulties to pay its debts declared bankrupt by the court, the Commercial Court in this case, because the debtor is unable to pay its debts. Bankruptcy debtor void resulting in loss of the right to control and take care of his wealth are included in the bankruptcy, since the bankruptcy declaration.
The purpose of this study was to determine and assess the legal status according to the court ruling legislation applicable to a reconciliation effort in a bankruptcy case, and the court decision meets the principle of legal certainty, simple, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort that undertaken outside court in order to satisfy the benefit principle.
The approach to the problem of this research, are the legislation approach (statute approach) and the case approach. This research is a normative legal research, indeed, a research that done through a literature research in a way of document study on legal materials to obtain the secondary data as the main data.
The results of this research is (1) the legal status of the court decision according ruling legislation that applicable to the reconciliation effort on the bankruptcy case is still valid and lawful, because reconciliation in bankruptcy is not to end a dispute or to prevent a dispute, yet the bankruptcy court did not included in contentius jurisdiction like ordinary civil lawsuits, but included in voluntair jurisdiction because it is a decision of the bankruptcy petition.
In bankruptcy there is no dispute, therefore reconciliation in bankruptcy (i) is conducted after the case is decided (the decision of bankruptcy has been spoken) and not before the case filed to the Court or after the parties reconciled in accordance with the provisions of Article 130 of HIR, and (ii) aimed at finalizing the debt obligations of insolvent debtors to their creditors as proper as possible; and (2) The court's decision meets the principle of legal certainty, simplicity, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort made outside the court only in order to satisfy the benefit principle.
Bankruptcy case study of BTID which was retrial at the Commerce Court based on the Reconciliation Agreement outside the court just right after there was a bankruptcy final and binding court decision (inkrahct van gewijsde) by the Supreme Court was a breakthrough in the Bankruptcy trial procedure, that has given the solution which fulfills the above principles and stipulated in the HIR article.130, and Private Law as well, where the Agreement is the Act for the Parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Dewi Djoyosugito
"Tesis ini membahas mengenai kekuatan hukum dari penetapan hak asuh anak dan pemisahan harta bersama sebagai akibat dari putusnya perkawinan dengan menggunakan akta perdamaian yang dibuat dihadapan notaris. Dalam kasus Putusan No. 122/Pdt.G/2015/Pn.Sgr, para pihak adalah pasangan suami-isteri yang sepakat untuk bercerai, segala akibat perceraiannya diatur dalam akta perdamaian. Baik sebelum maupun sepanjang perkawinan berlangsung, para pihak tidak membuat dan mendaftarkan perjanjian kawin, namun dalam akta perdamaian para pihak saling menyepakati bahwa sepanjang perkawinan berlangsung diantara para pihak tidak terdapat percampuran harta, dan terdapat klausul mengenai pembayaran utang antara suami kepada isteri. Hal lain seperti pengasuhan anak pun diatur dalam akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris. Akta perdamaian ini menjadi dasar isteri sebagai penggugat untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri Singaraja. Majelis Hakim dalam putusannya tidak menjadikan akta perdamaian sebagai dasar untuk memutus perceraian, namun akta perdamaian ini digunakan oleh Majelis Hakim untuk memutus mengenai penetapan hak asuh anak yang mana tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh para pihak sebelumnya. Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian dari tesis ini adalah akibat hukum dari pembuatan akta yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata mengakibatkan akta perdamaian yang dibuat oleh para pihak menjadi batal demi hukum.

This thesis discusses the legal force of the establishment of child custody and the separation of joint property as a result of divorce by using the settlement agreement made before the public notary. In Case No. 122 Pdt.G 2015 Pn.Sgr, the parties are spouses who both agreed to divorce, all the consequences of the divorce arranged in the settlement agreement. Before and during the marriage, the parties did not make and register any prenuptial or marriage agreement, but in the settlement agreement the parties mutually agreed that as long as the marriage took place, there was no joint treasure, and there was a clause concerning the payment of debt between husband and wife. Other things such as parenting are arranged in the settlement agreement made before a notary. This settlement agreement became the basis of the wife as a plaintiff to file a divorce suit to the Singaraja District Court. The Panel of Judges in its ruling did not make the settlement agreement the basis for the divorce, but it was used by the Panel of Judges to decide on the custody of the child which was not in accordance with what had been agreed by the previous parties. The research method used in writing this thesis is normative juridical research, analytical descriptive with qualitative approach. The result of this thesis is the legal result of the deed which is not in accordance with the provisions of Article 1320 of the Civil Code, resulting in the settlement agreement made by the parties to be null and void."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>