Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141906 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dian Triwardani
"Salah satu faktor situasional yang mempengaruhi perilaku anak belajar adalah lingkungan keluarga dan pola asuhnya. Baumrind (dalam Berk, 1994) menjabarkan teori mengenai dua dimensi dalam pola asuh, yaitu: demandingness dan responsiveness, kombinasl dua jenis dimensi ini, dapat menjadi empat jenIs pola asuh, namun jenis yang terakhir tidak dibahas dalam penelitian ini karena pola asuh jenis tersebut (uninvolved) jarang diterapkan oleh orang tua, Ketiga jenis pola asuh, yaitu; pola asuh authoritative, pola asuh authoritarian, dan pola asuh permissive. Orang tua yang menerapkan pola asuh authon'tative memiliki karakteristik: cenderung menuntut anak (demanding), namun menyeimbangkan dengan perhatian akan kebutuhan anak (responsive).
Penerapan pola asuh authoritarian, akan membuat orang tua cenderung menuntut anak (demanding), tanpa anak boleh mempertanyakan dan menolak kemauan orang tua, sedang kebutuhan anak tidak diperhatikan orang tua (unresponsive). Sedang jenis pola asuh permissive memiliki ciri: kontrol terhadap anak sangat lemah (undemanding), dan orang tua tidak memperhatikan kebutuhan anak (unresponsive).
Perilaku belajar juga dipengaruhi oleh goal orientation. Teori mengenai goal orientation yang dikemukakan oleh Meece, Blumenfeld & Hoyle (1998) menjabarkan orientasi siswa dalam bentuk seperangkat intensi perilaku yang menentukan bagaimana siswa terlibat dalam proses belajar. Teori ini dibagi ke dalam 2 bagian besar, yaitu: mastery orientation (Ames & Acher. 1988 dalam Solmon, 1996), dan performance orientation (Dweck & Leggett, 1988; Elliot & â–¡week, 1988, dalam Solmon, 1996). Siswa yang mengacu pada mastery orientation akan mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar untuk mengatasi tugas yang sulit dan hasil akhir akan dibandingkan dengan hasil diri sendiri di masa lalu. Sedang siswa yang menerapkan performance orientation, akan menitikberatkan pada hasil pembelajaran, yaitu hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain, tidak mau dianggap tidak mampu oleh penilaian eksternal, dan menerapkan strategi belajar yang dangkal.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap pola asuh orang tua dengan goal orientation siswa, Penelitianpenelitian, antara lain penelitian Steinberg et al, (1992) menemukan bahwa orang tua authoritative berdampak positif dalam memacu prestasi remaja di sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel siswa SMP St. Antonius, diperoleh hasil penelitian: ada hubungan antara pola asuh authoritBtive berhubungan positif signifikan dengan mastery orientation (r= 0,495 p<0,05), pola asuh authoritarian berhubungan positif dan signifikan dengan mastery orientation (r=0,219 p<0,05), dan pola asuh permissive berhubungan positif signifikan dengan performance orientation (p=0,301 p<0,05).
Dari hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempersepsikan poia asuh orang tua adalah authoritative, maka goal ohentationnya mengarah pada mastery orientation. Siswa dengan pola asuh authoritarian menginternalisasi keinginan orang tua ke dalam dlrinya, sehingga siswa memiliki goai ohentation mengarah pada mastery orientation. Sedang siswa yang mempersepsi pola asuh yang diterima adalah permissive, akan memiliki goal orientation mengarah pada performance orientation.
Hubungan yang semula dihipotesakan dan ditolak adalah: adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authoritative dengan performance orientation, hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authon'tarian dengan performance orientation, dan hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh permissive dengan mastery orientation. Ditoiaknya hipotesis mungkin disebabkan sampel yang homogen (berasal hanya dari satu sekolah saja), instrumen yang kalimatnya membingungkan subyek dalam menjawab (waiau sudah diperbaiki, mungkin saja kaiimat tetap sulit dimengerti subyek). pada saat pengambilan data peneliti tidak dapat mendampingi subyek dalam mengisi kuesioner sehingga tidak memungkinkan subyek bertanya dan meminta penjeiasan pada peneliti.
Kesimpulan ini dibahas dalam diskusi dan diikuti oleh saran-saran: pengambilan data dilakukan di berbagai sekolah (swasta dan negeri) agar variasi data lebih kaya, penyusunan kaiimat dalam item alat ukur diperhatikan lagi keringkasan dan kejelasannya agar tidak menyulitkan subyek dalam menjawab, dan peneliti sebaiknya hadir dan mendampingi subyek dalam menjawab kueisoner, agar pertanyaan subyek mengenai kuesioner dapat langsung dijawab."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Theresia Ceti Prameswari, suthor
"Kegemukan pada wanita merupakan salaii satu masaiah yang berhubungan dengan penampilan fisik, karena seiain mengganggu kesehatan, kegemukan juga dapat mengurangi daya tank fisik seseorang. Menurut Unger dan Crawford (1992), wanita cenderung dinilai berdasarkan penampilan fisiknya dan faktor tersebut dijadikan kriteria penting dalam memilih pasangan, terutama oleh kaum pria. Kondisi tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi wanita gemuk untuk mendapatkan perhatian dan dipilih pria menjadi pasangannya. Namun berdasarkan pengamatan dan wawancara awal terhadap beberapa wanita gemuk diketahui bahwa ternyata tidak sedikit wanita gemuk yang dipilih pria sebagai pasangan.
Dengan latar belakang tersebut disusun suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. Dalam penelitian ini digunakan alat ukur berupa dua buah kuesioner, untuk mengukur persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan kecenderungan memilih wanita gemuk sebagai pasangan. Subyek penelitian terdiri dari 52 pria lajang, berusia antara 25 sampai 33 tahun, berpendidikan minimal SMU, bekerja dan berdomisili di Jakarta. Metode analisa masaiah utama berupa penghitungan korelasi dengan rumus Pearson Product Moment dan dari hasil penghitungan diperoleh nilai r sebesar 0,3168 dengan p<0,05.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. ini berarti subyek yang tidak menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif, tidak berkeberatan memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Sebaliknya, subyek yang menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Pada pengukuran persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk tidak ditemukan perbedaan frekuensi yang signifikan antara subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara negatif.
Hasil lain yang juga diperoleh yaitu adanya perbedaan mean yang signifikan antara persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita langsing. Kemudian diketahui juga bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi subyek yang cenderung mau memilih dan frekuensi subyek yang cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya.
Dari hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum pria cenderung lebih menyukai wanita bertubuh langsing daripada wanita gemuk. Namun secara kualitatif diketahui bahwa tidak sedikit pria yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Untuk menambah bobot penelitian ini masih diperlukan pendekatan kualitatif berupa wawancara mendaiam terhadap beberapa subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mutiara Haradeani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2547
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nina Liche Seniati
"Dalam situasi bisnis yang semakin kompetitif, perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Allen dan Mayer (1990) menyatakan bahwa komitmen pada organisasi merupakan suatu bentuk keikatan karyawan pada organisasi yang ditampilkan dalam komponen komitmen afektif, komitmen rasional serta komitmen normative.
Dari beberapa penelitian terbukti bahwa pengalaman kerja memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen karyawan pada organiasi. Dalam penelitian ini akan dilihat sumbangan pengelolaan sumber daya manusia sebagai salah satu bentuk pengalaman kerja terhadap komitmen karyawan pada organisasi. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya manusia adalah serangkaian proses, aplikasi dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan aktualisasi sumber daya manusia dalam rangka mengoptimalkan performa dan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai tujuan perusahaan. Sumbangan yang akan dilihat adalah sumbangan pengelolaan sumber daya manusia dalam bentuk persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia serta diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Secara khusus pengelolaan sumber daya manusia akan dilihat dari fungsi pengelolaan pengembangan karyawan, pengelolaan penilaian karya serta pengelolaan hubungan kerja.
Penelitian dilakukan terhadap 288 responden yang telah bekerja minimal 1 tahun dan maksimal 10 tahun; memiliki latar belakang pendidikan minimal SLTA; bukan anggota keluarga atau teman dekat pemiliki, direksi ataupun komisaris perusahaan; berasal dari bnerbagai bidang kerja dan jabatan, serta merupakan karyawan dari perusahaan kelas menengah yang memiliki bagian sumber daya manusia maupun bagian personalia saja.
Berdasarkan hasil pengelolaan data terlihat bahwa komitmen karyawan pada organisasi berada pada derajat cukup tinggi. Jika dilihat dari komponen terlihat bahwa komitmen afektif berada pada derajat cukup tinggi, komitmen rasional berada pada derajat rendah, sedangkan derajat normative berada pada derajat agak tinggi. Harapan karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong tinggi, persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong rendah, sehingga diskrepansi antara harapan dan persepsii karyawan tergolong besar. Jika diurutkan, fungsi pengelolaan pengembangan karyawan dinilai paling tinggi, diikuti dengan fungsi penilaian karya, dan yang dinilai paling rendah adlah fungsi pengelolaan hubungan kerja.
Berdasarkan hasil analisa regresi berganda ditemukan beberapa hal:
a. Yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi antara harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia.
b. Jika dilihat dari masing-masing fungsi pengelolaan sumber daya manusia terlihat bahwa yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan penilaian karya dan pengelolaan pengembangan karyawan
c. Ada perbedaan skor komitmen organisasi dan skor persepsi karyawan atas penglolaan sumber daya manusia yang bermakna berdasarkan beberapa karakteristik personal responden dan karakteristik perusahaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T38185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnanti fajariani
"Keberhasilan seseorang dalam pendidikan dipengaruhi salah satunya melalui motivasi seseorang dalam mengikuti kegiatan pendidikan. Motivasi ini bisa berupa keinginan untuk bisa memahami dan mengerti pelajaran yang diberikan, yang sering disebut dengan task-involved goal, dan bisa juga bernpa keinginan untuk tampil baik dan mendapatkan penghargaan dari orang lain, yang disebut juga dengan ego-involved goal. Motivasi ini muncul pula dalam kegiatan pendidikan nonformal yang salah satunya berupa kursus mental aritmatika. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya salah satu dari motivasi di atas, salah satunya adalah faktor pola asuh orangtua. Maka diadakanlah penelitian ini untuk melihat apakah ada hubungan antara jenis orientasi tujuan akademik peserta kursus sempoa dengan persepsi mereka terhadap pola asuh yang mereka terima dan hendak diteliti pula pola asuh mana yang lebih erat hubungannya dengan salah satu motivasi yang dimiliki peserta kursus sempoa.
Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan 2 kuesioner yang mengukur orientasi tujuan dan persepsi terhadap pola asuh orangtua. Teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Jumlah subyek 34 orang dengan rentang usia 6-12 tahun yang semuanya adalah peserta kursus Yayasan Aritmatika Indonesia cabang Plumpang. Setelah semua data didapat dilakukan uji homogenitas item. Uji hipotesa lalu dilakukan menggunakan item-item yang dipertahankan yang berupa item-item dari kuesioner yang akan menaikkan reliabilitas bila dihilangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ego-involved memiliki hubungan yang positif dengan persepsi terhadap pola asuh autoritarian pada peserta kursus sempoa. Sementara task-involved tidak memiliki hubungan yang positif dengan persepsi terhadap pola asuh autoritatif dan permisif pada peserta kursus sempoa.
Bisa disimpulkan lebih lanjut bahwa persepsi terhadap pola asuh jenis apapun akan berhubungan secara positif dengan ego-involved goal dan task-involved goal tidak berhubungan secara positif dengan persepsi terhadap satu jenis pola asuh pun pada peserta kursus mental aritmatika. Disarankan kepada orangtua untuk lebih memahami kebutuhan anaknya akan pendidikan nonformal, dalam hal ini kursus mental aritmatika, jangan menuntut mereka terlalu banyak. Hal ini dikarenakan anak akan memunculkan ego-involved goal sehingga pemahaman mereka tentang hal yang diajarkan menjadi dangkal dan uang yang dikeluarkan akan menjadi sia-sia.
Disarankan pula kepada tempat kursus untuk menciptkan iklim kelas yang memunculkan task-involved goal. Akan tetapi hasil ini hanya spesifik pada sampel penelitian ini saja dan untuk generalisasi membutuhkan jumlah sampel yang lebih besar dengan rentang usia yang lebih spesifik atau lebih seimbang. Selain itu, perlu diadakan perbaikan pada kuesioner yang diberikan, seperti pemilihan kata yang lebih tepat dan lebih mudah dipahami oleh subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine
"Remaja dalam menyongsong masa depannya. memeriukan pendampingan dari orang-orang yang iebih tua dan berpengalaman. Pendampingan diperlukan remaja untuk mengarahkan keinginan dan cita-cita mereka secara optimal. Program bantuan seperti itu, telah diberikan di Sekoiah Menengah Umum, yang dikenal dengan program Bimbingan dan Konseling. Namun. dan penelitian terdahulu dan hasil wawancara singkat pada beberapa siswa SMU, dirasakan keberadaan program yang penting ini, tidak begitu mendapatkan perhatian siswa. Oleh karena itu, peneliti hendak mengetahui bagaimana siswa mempersepsikan program BK sesungguhnya. Dalam peneletian ini juga akan dilihat perbedaan yang muncul antar kelompok jurusan program studi IPA dan IPS serta antar kelompok konsep diri tinggi dan rendah pada aspek kemampuan fisik. aspek daya tarik penampilan, aspek hubungan sosial dan aspek kemampuan dalam mata pelajaran sekoiah. Penelitian dilakukan pada 80 siswa/i SMU, yang duduk di kelas 111 dan sudah mendapalkan program BK selama dua tahun. Pengambrlan data dilakukan dengan penyebaran kuesloner. bertipe skala Liked.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SMU mempersepsikan program BK panting dan bermanfaat, namun dalam pelaksanaannya program ini masih kurang diberikan eecara menarik, sehingga adakalanya menyebabkan srsvra metasa bosan dan mengantuk. Berdasarkan jurosan program studi, ditemukan perbedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap manfaat BK dan pelaksanaan BK di sekolah. Namun, dalam persepsi tentang peranan BK di bidang bimbingan ptibadi-sosial, bimbingan belajar dan bimbingan kanr, tidak ditemukan adanya perbedaan yang slgnifikan.
Berdasarkan konsep dm, ditemukan tidak adanya pedtedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap program BK antar kelompok konsep din tinggi dan rendah dalam aspek kemampuan fisik. Dalam ketlga aspek konsep din lainnya, yaHu aspek daya tank penampilan, aspek hubungan sosial dan aspek kemampuan daiam mata pelajaian sekolah, tidak ditemukan perbedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap guru pembimbing BK, dan peranan BK dalam kehidupan siswa d, bidang bimbingan pnbadi-sosial dan bidang bimbingan beiajar. Walaupun daiam ketiga aspek tersebut, ditemukan juga ada perbedaan yang slgnifikan pada persepsi siswa terhadap manfaat BK, metode pelaksanaan BK dan peranan BK di bidang bimbingan karir."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2630
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Magdalena
"Hingga saat ini SLE (Systemic Lupus Erythematosus) masih belum populer di telinga masyarakat luas walaupun beberapa media massa telah memuat artikel mengenai penyakit ini. Jumlah penyandang SLE memang masih terhitung kecil bila dibandingkan jumlah penderita penyakit lainnya. SLE sendiri adalah penyakit autoimmune yang kronis atau berkepanjangan yang berakibat pada timbulnya peradangan pada berbagai sistem organ dan/atau jaringan tubuh seperti kulit, persendian, ginjal, paru-paru, dan lain-lain. Autoimmune adalah gangguan pada mekanisme pertahanan tubuh di mana antibodi dihasilkan untuk menyerang jaringan tubuh sendiri (Concise Medical Dictionary 1990). Padahal antibodi diproduksi oleh sistem kekebalan kita untuk melindungi tubuh kita dari benda asing. Karena penyebab SLE belum diketahui secara pasti, hingga kini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan SLE (Wilson, et al., 1991). Oleh sebab itu yang dapat dilakukan saat ini adalah mempertahankan mana remisi (masa di mana SLE tidak aktif) selama mungkin sehingga penyandang SLE dapat hidup dengan normal.
Dalam perawatannya, penyandang SLE tidak hanya membutuhkan dukungan medis tetapi juga dukungan psikologis seperti dukungan sosial. Dukungan sosial adalah informasi yang diperoleh dari orang lain bahwa seseorang itu dicintai, diperhatikan, dipercayai, dan dihargai (Cobb, 1976, dalam Taylor, 1995). Ada beberapa bentuk dukungan sosial, yaitu appraisal support, tangible assistance, emotional support, dan informational support (dalam Taylor, 1995). Namun bagi mereka yang menderita suatu penyakit yang cukup serius, dukungan emosional dan informasional dirasakan lebih penting (Wortman & Dunkel-Schetter, 1987, dalam Sarafino, 1994). Itulah sebabnya dukungan sosial yang diteliti pada penelitian ini difokuskan pada kedua dukungan tersebut.
Pada penelitian ini ingin diperoleh gambaran mengenai dukungan sosial, emosional dan informasional, yang diterima penyandang SLE dmi lingkungan sosialnya, yaitu keluarga dan pasangan hidup, dokter, teman akrab, dan Iingkungan pergaulan. Yang dimaksud dengan lingakungan pergaulan di sini adalah lingkungan kerja, kuliah, sekolah, dan teman-teman lain selain teman akrab. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif; dengan menggunanakan teknik kuesioner dan wawancara. Subyek penelitian adalah penyandang SLE dalam usia subur dan pernah atau masih berkonsultasi dengan dokter. Penelitian kuantitatif dilakukan kepada 31 subyek sedangkan penelitian kualitatif dilakukan kepada lima subyek yang juga sudah mengisi kuesioner sebelumnya.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa sebagian besar subyek memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan emosional dan informasional yang diterima dari keluarga dan pasangan hidup, dokter, dan teman akrab. Sedangkan subyek yang memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan emosional dan informasional yang diterima dari lingkungan pergaulan lebih sedikit dari pada subyek yang memiliki persepsi positif terhadap dukungan yang diterima dari pihak-pihak lain.
Pada umumnya keluarga, pasangan hidup, dan teman akrab memberikan dukungan seperti mengerti, memberi semangat, membantu pengobatan, memberikan perhatian, memberikan kesempatan bagi subyek untuk menyampaikan keluhan dan masalahnya, juga memberikan informasi mengenai SLE dan saran-saran untuk subyek. Namun ada juga subyek yang disalahkan dan diangap aneh oleh keluarga, pasangan hidup, dan teman akrab.
Dokter memberikan dukungan dengan mengerti, memberi semangat, memberikan perhatian, memberikan kesempatan buat subyek untuk menyampaikan keluhan dan pertanyaan, menenangkan subyek, bersikap sabar, tidak bersikap kaku (misalnya bercanda), juga memberikan penjelasan mengenai SLE (dengan cara yang dapat dipahami), memberikan kesempatan untuk bertanya jawab, dan memberikan saran-saran. Subyek yang berkonsultasi dengan dokter seperti di atas memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan yang diterima dari dokter. Sebaliknya subyek yang berkonsultasl dengan dokter yang bersikap terburu-buru, lebih banyak diam, bersikap kaku, tidak memberikan penjelasan, memiliki persepsi yang negatif.
Lingkungan pergaulan pun memberikan dukungan seperti mengerti, memberi semangat, membiarkan subyek bekerja seperti biasa, memberi perhatian, juga memberi informasi mengenai SLE dan saran-saran untuk subyek. Namun ada juga lingkungan pergaulan yang bersikap menyalahkan, menganggap subyek aneh, dan menanyai subyek terus menerus. Subyek dengan lingkungan pergaulan seperti ini memiliki persepsi yang negatif terhadap dukungan yang diterima dari lingkungan pergaulan.
Saran untuk penelitian lanjutan adalah agar dapat diteliti hubungan antara persepsi penyandang SLE terhadap dukungan yang diterima dengan kondisi penyandang SLE, penelitian dilakukan dengan jumlah subyek yang lebih besar, menghindari pertanyaan yang mengarahkan subyek. Saran Iain adalah perlunya diberikan penjelasan mengenai penyakit kepada lingkungan sosial pasien, dan perlunya pemahaman bagi para dokter mengenai pendekatan psikologis dalam proses penyembuhan selain pendekatan media."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>