Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158538 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yunda K. Rusman
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S3526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Saadah Az Zahro
"Orang tua merupakan orang terdekat anak yang menjadi pendidik, pelindung, dan penanggung jawab anak. Orang tua yang memiliki anak down syndrome memiliki tingkat stres yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang tua tanpa anak down syndrome. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres orang tua yang memiliki anak down syndrome. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak down syndrome yang tergabung dalam POTADS (Persatuan Orang Tua dengan Anak Down syndrome) sebanyak 64 orang dengan menggunakan teknik total sampling dan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukan 37 responden (57,8%) memiliki tingkat stres yang rendah, sedangkan 27 responden (42,2%) memiliki tingkat stres yang tinggi. Perawat disarankan dapat menjadi konselor dan edukator dalam mengurangi tingkat stres orang tua yang memiliki anak down syndrome.

Stress Level of Parents with Down Syndrome Children. As children?s closest kin, parents are their educators, protectors, and guardians. Parents with children who suffer from Down syndrome thus have a higher rate of stress compared to parents without them. This research aims to understand the stress rate of parents who have children with Down syndrome. The design of this research is descriptive quantitative. Using the total sampling technique, the sample of this research is parents of children with Down syndrome who are 64 members of the Down Syndrome?s Parents Association (POTADS) and use univariat analiyse. The research found that 37 respondents (57.8%) have a low rate of stress, while 27 respondents (42.2%) have a high stress rate. Nurses are advised to be conselors and educators in reducing the stress levels of parents of children with down syndrome."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayatri S.U.
"Setiap anak, baik anak normal maupun terbelakang mental, semuanya memiliki hak yang sama. Dalam Konvensi Hak-hak Anak (dalam Unicef, 1990) juga disebutkan bahwa setiap negara harus memperhatikan hak-hak setiap anak tanpa diskriminasi. Orang tua sebagai pengasuh utama anak memiliki tanggung jawab utama memberikan pengasuhan yang semaksimal mungkin bagi anak terbelakang mental. Salah satu jenis keterbelakangan mental yang cukup banyak menimbulkan masalah dalam pengasuhan adalah down's syndrome. Menumt Harris & McHale (dalam Atkinson, Chisholm, Dickens,Goldberg, Scott, Blackwell, Tarn, 1995) kehadiran anak down's syndrome dapat memberikan masalah pengasuhan yang cukup besar bagi orang tua. Hall dan Hill (1996) menjelaskan bahwa down's syndrome mempakan salah satu abnormalitas yang sebagian besar disebabkan oleh adanya penambahan jumlah kromosom pada kromosom ke-21. Agar pengasuhan bagi anak down's syndrome dapat diberikan semaksimal mungkin, ibu tentunya tidak dapat melakukan tugas tersebut seorang diri. la memerlukan dukungan untuk menjalankan tugas pengasuhan ini. Tetapi terayata dalam kenyataannya individu-individu yang ada di sekitar ibu tidak hanya menyumbangkan dukungan tetapi juga dapat menimbulkan stres. Belle (dalam Cochran dkk, 1990:9) menyatakan bahwa seseorang tidak hanya akan menerima dukungan tetapi juga akan mempunyai resiko memperoleh stres dari lingkungannya. Cochran (dalam Cochran dkk, 1990) menggunakan istilah jaringan sosial untuk menjelaskan tentang individu-individu yang berperan sebagai sumber dukungan dan sumber stres ini. Dalam penelitian ini ingin digali mengenai jaringan sosial baik sebagai sumber dukungan maupun sebagai sumber stres bagi ibu yang memiliki anak down's syndrome. Mengingat kemungkinan banyaknya anggota jaringan sosial yang dimiliki ibu maka penelitian akan dibatasi pada individu-individu yang mempengaruhi kehidupan ibu dalam 6 bulan terakhir ini, dan minimal berhubungan 1 kali sebulan dengan ibu dari anak down's syndrome. Sumber dukungan dari jaringan sosial yang ingin dilihat dibagi ke dalam dukungan instrumental, emosional, informasi, dan companionship. Sedangkan sumber stres yang ingin dilihat dibagi ke dalam tekanan, fhistasi, konflik, dan kecemasan. Tetapi karena dalam hidup sehari-hari sangat sulit memisahkan antara masing-masing pembagian ini (Atwater, 1983) maka dalam interpretasi peneliti cenderung tidak secara pasti membagi sumber stres ke dalam empat bagian tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap empat ibu yang memiliki anak down's syndrome Pemilihan subyek dilakukan dengan pendekatan purposif dimana sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Dari penelitian ditemukan bahwa dukungan instrumental yang diberikan kepada keempat subyek dalam penelitian ini lebih banyak diberikan oleh anggota keluarga. Bantuan yang diberikan meliputi bantuan dalam mengeijakan tugas rumah tangga; mengurus anak down's syndrome, mengantar, menunggu atau menjemput anak down's syndrome di sekolah; menjaga anak down's syndrome bila subyek tidak ada di rumah; dan bantuan keuangan. Walaupun demikian jenis bantuan yang diberikan pada masing-masing subyek berbeda-beda. Dukungan emosional diberikan oleh suami, teman-teman yang juga memiliki anak tuna grahita. Tetangga yang mengerti kondisi anak down's syndrome menjadi dukungan emosional pula bagi subyek. Dukungan informasi diperoleh dari guru, dokter, teman, dan suami. Dukungan companionship diperoleh dari suami dan anak. Sedangkan sumber stres dari jaringan sosial subyek meliputi dua subyek merasakan kurangnya dukungan dalam mengawasi anak down's syndromenydi. Kurangnya dukungan sangat dirasakan oleh satu subyek yang kebetulan juga bekerja, ketika secara bersamaan subyek harus melakukan tugas rumah tangga, bersiap-siap untuk mengajar, sekaligus harus mengawasi anaknya yang juga hiperaktif. Satu subyek merasa kesal karena anak-anaknya kurang membantunya dalam mengawasi anaknya yang down's syndrome. Sering subyek merasa kelelahan harus menjaga dan mengawasi anaknya supaya tidak keluar rumah. Selain itu subyek juga mengatakan bahwa aktifitas mengajar ngaji juga terhambat karena harus menunggu salah satu anaknya pulang supaya ada yang menjaga anaknya yang down's syndrome. Rasa fhistasi akibat tidak menemukan orang yang dapat diajak bercerita dan berkeluh kesah karena suami yang sibuk bekerja dan anak-anak yang sibuk bekerja dan kuliah kadang-kadang dirasakan oleh satu subyek. Omongan saudara dan anggota keluarga yang menyakitkan juga menjadi sumber stres bagi tiga subyek. Selain itu dua subyek kadang-kadang juga merasa sedih dan prustasi atas ucapan teman-teman yang berhubungan dengan anaknya yang down's syndrome. Dua subyek yang sudah memasuki akhir usia middle adulthood juga merasakan kecemasan yang berhubungan dengan siapa yang akan mengasuh anak down's syndrome bila subyek sudah tidak ada."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Chrisnatalia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Musdalifah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sani Budiantini
"Menjadi orangtua dari anak tuna grahita merupakan hal yang sulit. Menurut Cumings (1976) orangtua lebih tertekan, lebih merasakan konflik dan lebih disibukan oleh anak mereka yang tuna grahita. Adanya masalah yang berkaitan dengan ke - tuna grahitaan sering rnengakibatkan stres bagi orangtua khususnya ibu. Link & Morrill ( 1989 ) mengatakan bahwa ibu merupakan anggota keluarga yang menghadapi tuntutan dan tekanan yang lebih berat dibandingkan anggota keluarga lainnya. Hal ini yang menyebabkan Holroyd ( 1974 ) bersama rekan - rekannya membuat alat yang mengukur stres pada orangtua yang memiliki anak keterbelakangan mental ( mental retardation ). Alat ini disebut dengan ? the questionnaire on Resources and Stress " [ QRS ); Kemudian alat ini direvisi oleh Frederich ( 1983 ) dan disebut dengan QRS - F.
Keadaan stres yang dirasakan oleh ibu dari anak tuna grahita tsb tidak dapat dibiarkan berlarut - larut. Perlu dilakukan suatu usaha untuk mengatasi keadaan atau situasi yang menekan tersebut. Menurut Lazarus (1976 ), usaha untuk mengatasi tekanan itu biasa disebut sebagai perilaku coping. Folkman dan Lazarus ( 1984 ) membedakan perilaku coping menjadi 2 jenis, yaitu usaha yang bertujuan untuk menyelesaikan rnasalah ( Problem Focused Coping / PFC ) dan usaha yang dilakukan untuk mengurangi perasaan yang tidak menyenangkan yang timbul akibat adanya masalah ( Emotion Focused Coping / EFC ). Dan kedua jenis coping ini kemudian berhasil dikembangkan oleh Folkman, Lazarus, Dunkel-Schetter, DeLongis & Gruen ( 1986 ), menjadi 8 strategi, di mana 3 strategi mengarah pada PFC dan 5 strategi mengarah pada EFC.
Adanya gambaran stres yang khas, yang dialami para ibu dari anak tuna grahita, dapat mengakibatkan tampilnya perilaku coping yang khas pula. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran stres dan perilaku coping yang ditampilkan pada ibu yang memiliki anak tuna grahita. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui kadar stres para ibu yang dikaitkan dengan perilaku coping yang ditampilkan.
Subyek dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak tuna grahita dengan tingkat ringan ( mild ). Pemilihan ini ditentukan berdasarkan karakteristik anak yang khas dalam tingkat inteligensi dan segi psikologisnya. Sehingga stres dan perilaku coping yang ditampilkan dapat diasumsikan akan memberikan gambaran yang khas. Pada penelitian ini, digunalcan dua buah kuesioner yang pengolahannya dibantu dengan perhitungan statistik.
Dari hasil penelitian, diketahui gambaran stres pada ibu yang memiliki anak tuna grahita dari faktor penyebab stres terbesar hingga terkecil, berturut - turut adalah sebagai berikut : [1] pessimism (2) Child characteristic {3] parents and family problem dan (4) physical incapacitation. Dari penelitian juga didapatkan gambaran subyek dalam perilaku coping yang ditampilkan. Secara keseluruhan diketahui bahwa hampir semua strategi coping dipergunakan subyek dalam menghadapi stres, baik pada kelompok subyek dengan stres tinggi maupun pada kelompok subyek dengan stres rendah. Hanya satu strategi coping saja, yaitu escape - avoidance yang jarang dipergunakan oleh kelompok dengan stres tinggi. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jenis problem focused coping lebih sering ditampilkan pada subyek dengan kelompok stres tinggi. Sedangkan jenis emotion focused coping cenderung digunakan pada kelornpok berkadar stres rendah.
Dari hasil yang diperoleh tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk penelitian lebih lanjut yaitu, antara lain : 1. mengembangkan metodologi penelitian, 2. mengikutsertakan ayah sebagai subyek penelitian, 3. mengadakan penelitian dengan perbedaan jenis kelainan yang disandang anak dan 4. mengadakan penelitian pada SLB - SLB lain."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiendas, Olivia K.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frascilly Grasia
"Down syndrome merupakan suatu kondisi yang berkaitan dengan keterbatasan perkembangan. Adanya keterbatasan ini membuat anak down syndrome membutuhkan caregiver untuk membantu mereka melaksanakan aktivitas seharihari. Caregiver dapat mengalami dampak negatif akibat merawat anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu dampak negatifnya adalah caregiver strain. Caregiver strain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dukungan sosial. Caregiver strain dapat berkurang jika caregiver mendapatkan dukungan sosial, khususnya perceived social support.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara caregiver strain dan perceived social support. Metode pengambilan data yang dilakukan adalah pengisian kuesioner dan melakukan probing terhadap item dalam kuesioner caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Kemudian partisipan diminta untuk mengisi kuesioner perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara caregiver strain dan perceived social support dengan r=-.174, namun tidak signifikan dengan p>0,05. Pada penelitian ini, partisipan ditemukan memiliki caregiver strain yang relatif rendah dan perceived social support yang relatif tinggi.

Down syndrome is condition related with developmental impairment. These impairments make the child with Down syndrome needs caregiver to help them carry out their daily activities. Caregiver may be negatively impacted due to caring for family members with special needs. One of the negative impacts is caregiver strain. Caregiver strain is influenced by several factors. One factor that influence caregiver strain is social support. Caregiver strain can be reduced if the caregiver get social support, especially perceived social support.
This study aimed to examine the correlation between caregiver strain and perceived social support. Method of data collection was questionnaires and do some probing to the items in the questionnaire caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Then participants were asked to complete a questionnaire perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
The results showed a negative relationship between caregiver strain and perceived social support with r = - .174, but not significant with p> 0.05. In this study, participants were found to have relatively low caregiver strain and perceived social support were relatively high.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pariury, Dea Shanta
"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk tanggapan anak penyandang down syndrome terhadap pertanyaan, Berita faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tanggapan-tanggapan tersebut. Tujuan penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa anak down syndrome memiliki berbagai keterbatasan, khususnya dalam bidang Bahasa, walau demikian mereka tetap dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Penelitian ini merupakan studi kasus seorang anak perempuan berusia 6 tahun penyandang kelainan down .syndrome berbahasa Indonesia yang tergolong ringan. Berdasarkan data, ditemukan bahwa ada senibilan bentuk tanggapan ketika informan menanggapi berbagai pertanyaan, yaitu tanggapan yang sesuai dan berhubungan dengan pertanyaan, tanggapan berupa perintah, tanggapan berupa dramatisasi, tanggapan berupa tindakan nonverbal, tanggapan tidak sesuai, tanggapan tidak berbubungan, tanggapan berupa pengaIihan perhatian, tanggapan berupa ketidakacuhan, dan tanggapan berbentuk sikap diam. Tanggapan-tanggapan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perkembangan kognitif, pengetahuan dan kosakata, perhatian terhadap objek pembicaraan, dan partisipan yang diajak bicara. Aspek-aspek lain kemudian muncul dalam penelitian ini dan memerlukan penelitian lanjutan. Penelitian yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah penelitian mengenai: 1) Pengaruh jenis pertanyaan terhadap bentuk tanggapan yang diujarkan oleh penyandang kelainan keterbelakangan mental; 2) Perbandingan kemampuan percakapan anak penyandang DS dengan anak normal yang memiliki urnur mental yang lama; dan 3) Pemahaman konsep yang berhubungan dengan asosiasi semantis pada anak penyandang DS"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S10816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Novia Ujiaryani
"Pekerja anak dapat dikatakan telah menjadi masalah sosial yang serius, yang dihadapi tidak hanya oleh Indonesia saja, tapi juga banyak negara lainnya di dunia, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk mengatasi masalah ini.
Hasil dari beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja anak tersebut mengandung risiko fisik dan psikologis yang dapat merugikan perkembangan mereka Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran stres pada pekerja anak perempuan dan perilaku coping para pekeija anak perempuan tersebut untuk mengatasi stres yang mereka hadapi. Oleh karena stres dan perilaku coping merupakan sesuatu yang bersifat individual, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengambilan sampel kasus tipikal. Dengan demikian, kasus yang diambil adalah kasus yang dianggap mewakili kelompok normal dari fenomena yang diteliti. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan selama wawancara berlansung, data kontrol, alat perekam, dan alat tulis.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa keempat subyek dalam penelitian ini mengalami stres. Sedangkan reaksi yang timbul dan taraf yang dirasakan berbeda-beda Demikian pula perilaku caping yang ditampilkan.
Disarankan untuk meneliti kembali para pekerja anak dengan usia, latar belakang pekerjaan, dan jenis kelamin yang berbeda Sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih baik menganai stres dan perilaku coping mereka."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>