Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59030 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Naniek Poerwito Setijadi
"Goffman (1967) mendefinisikan face (muka) sebagai sebuah nilai sosial positif yang secara efektif diklaim oleh seseorang untuk dirinya sendiri sejalan dengan anggapan orang lain mengenai dirinya pada saat kontak tertentu. Muka seseorang adalah indikator langsung harga dirinya selama interaksi dan oleh karena itu merupakan bagian penting dari proses komunikasi. Facework (Ting-Toomey, 1988) adalah strategi komunikasi yang digunakan individu untuk mengemukakan muka dirinya (self-face) untuk mendukung atau menentang muka diri orang lain (other-face). Individu dari latar belakang dan budaya yang berbeda menegosiasikan strategi muka berbeda ketika konflik dan ketidakpastian terjadi.
Menggunakan pendekatan interpretif kualitatif etnometodologi, penelitian ini mengkaji strategi muka individu dalam dinamika komunikasi virtual kelompok antar budaya. Subyek yang diamati dalam penelitian ini adalah sebuah kelompok virtual, kolaborasi dari tiga universitas (satu dari Indonesia dan dua dari Amerika Serikat) yang secara teratur menggunakan Skype video conferencing untuk bertemu. Interaksi yang terjadi dalam kolaborasi pengambilan keputusan menjadi fokus untuk menganalisis muka. Analisis Percakapan dipakai untuk menganalisa bagaimana peserta mengkonstruksikan percakapan mereka, dan perspektif sosial budaya pada muka diperhitungkan dalam menganalisa data. Sebagai kerangka teori, Teori Face-Negotiation dari Ting-Toomey (1988; 2005) digunakan untuk menjelaskan konsekuensi dari proses komunikasi kelompok virtual, khususnya bagaimana strategi muka individu dilakonkan dalam proses kolaboratif.
Hasil penelitian ini adalah pemetaan strategi facework individu dari budaya-budaya individualistik (Amerika Serikat) dan kolektivistik (Indonesia). Studi ini menunjukkan hasil, yang bertentangan dengan asumsi umum, bahwa perbedaan dalam strategi facework individu dari budaya individualistik dan kolektivistik tidaklah sekontras seperti hitam dan putih. Ada wilayah 'abu-abu' di mana individu-individu dari kedua budaya melindungi atau mempertahankan muka dirinya (self-face defensive) sendiri namun pada saat yang sama juga saling menghormati muka satu sama lain (mutual-face) demi solidaritas kelompok. Sikap mindfulness individu mempengaruhi strategi facework yang dilakukan dalam proses kolaborasi. Pemetaan strategi negosiasi muka berbasis budaya yang dihasilkan dari penelitian ini dapat membantu ilmuwan memahami bagaimana individu menegosiasikan muka mereka dalam kolaborasi virtual antarbudaya. Karenanya, hasil dari penelitian ini merupakan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan Teori Negosiasi Muka.

Goffman (1967) defined face as 'the positive social value a person effectively claims for himself by the line others assume he has taken during a particular contact'. An individual's face is a direct indicator of hir/her self-esteem during interactions and it is therefore an important part of communication processes. Facework (Ting-Toomey, 1988) is a communication strategy used by a person to express his/her self-face to support or oppose other person's face. Individuals from different backgrounds and cultures negotiate face strategies differently when conflict and uncertainty occur.
Using the qualitative interpretive approach of ethnomethodology, this study examines face negotiation strategies in the dynamics of intercultural virtual group communication. The subjects observed in this study is a virtual group, a collaboration of three universities (one from Indonesia and two from the USA) that regularly use Skype video-conferencing for meetings. Interaction that occurs during decision making is the focus for analyzing face. Conversation Analysis is used to analyze how participants construct their conversation, and the sociocultural perspective of the face is considered in analyzing the data. As a theoretical framework, Ting-Toomey's Face Negotiation Theory (1988; 2005) is used to explain the consequences of the virtual group communication process, particularly the face strategy of individuals in collaborative processes.
The result of this study is a mapping of facework strategies from cultures identified as either 'individualistic' (such as the USA) or 'collectivistic' (such as Indonesia). This study shows how, contrary to common assumption, the differences in the facework strategy of individuals from individualistic and collectivistic cultures are not so 'black and white'. There are many 'gray areas' where individuals from both cultures protect or defend his/her own face (self-face defensive) while at the same time also still honoring each other's face (mutualface) for the sake of group solidarity. This means that an individual's mindfulness affects facework strategies undertaken in the process of collaboration. The mapping of culture-based face negotiation strategies produced from this study can help scholars understand how individuals negotiate their face in intercultural virtual collaboration. Results from this study is therefore a significant contribution to the expansion of Face Negotiation Theory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D2281
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishak Abdulhak
[Place of publication not identified]: [Publisher of publication not identified], 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Wildan
"ABSTRACT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menerapkan kebijakan
intranet untuk komunikasi internal organisasi. Setiap anggota organisasi atau
civitas Kominfo mempunyai single login access ke Portal Kominfo yang
berfungsi sebagai gateway berbagai aplikasi e-Government dan ruang publik.
Penelitian ini membahas implementasi keterbukaan informasi publik yang
diterapkan melalui komunikasi ruang siber. Teori Konvergensi Simbolik yang
dikembangkan oleh Ernest Bormann digunakan untuk mengetahui bagaimana
proses konstruksi kesadaran bersama. Penelitian menggunakan metoda kualitatif
dengan prespektif konstruktivis interpretif dan dilakukan selama 3 bulan dari
Januari s.d Maret 2014. Untuk memperoleh validitas, data digali melalui tiga cara
yakni observasi, Fokus Grup Diskusi (FGD) dan wawancara mendalam terhadap
tujuh informan yang telah ditentukan.
Hasil dari penelitian menunjukan terjadi proses dramatisasi pesan yang
membentuk rantai fantasi. Jenis fantasi civitas dan organisasi yang membentuk
visi retorikal : transparansi informasi. Tema fantasi yang ditemukan antara lain
kesadaran terhadap proses reformasi birokrasi dan upaya-upaya menjadikan
Kementerian Kominfo sebagai leading di sektor komunikasi dan teknologi
informasi dalam fantasi : Kominfo gitu loh!.

ABSTRACT
The Ministry of ICT (Kominfo) implemented intranet policy for internal
organization communications. Every member of the organization or Civitas have
a single login access to the portal that serves as a gateway for e-Government
applications and public spaces . This study discusses the implementation of public
disclosure is implemented through cyber space communications. The Symbolic
Convergence Theory that developed by Ernest Bormann used to determine how
the construction process of consciousness is formed. The study using qualitative
methods with interpretive constructivist perspective. Research conducted during
the 3 months of January to March 2014. To obtain data validity through three
ways : observation , Focus Group Discussion ( FGD ) and in-depth interviews of
seven informants who have been determined.
The results of the study show a process of dramatization messages that form
fantasy chain. Fantasy Type of community and organizations that made up the
rhetorical vision : information transparency. Fantasy theme found in the
awareness of the process of bureaucratic reform. An efforts makes the Ministry of
ICT as leading sector in communications and information technology sector whith
fantasy theme: Kominfo Gitu Loh! ."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kajian komunikasi telah diamati dari berbagai perspektif. Namun, belum ada perspektif yang secara spesifik mengamati dari sisi teknologi. Padahal saat ini teknologi komunikasi menjadi salah satu fondasi yang menyebabkan komunikasi menarik perhatian banyak orang. Tulisan ini memberikan dasar yang singkat untuk memahami perkembangan teknologi dari perspektif teknologi dari era awal komunikasi hingga era informasi dan konvergensi.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Neil Imanurachman
"Kelompok Kompas Gramedia (KG) adalah perusahaan yang kini sedang menjalankan konvergensi media dalam perusahaannya. Di dimensi teknologi, KG telah menggunakan beberapa seri teknologi digital terbaru seperti smartphone yang terkoneksi internet untuk mendukung kinerja peliputan. Konten multimedianya pun beragam seperti Harian Kompas dan kompas.com yang menyediakan berita dalam format teks, gambar, hingga video. Kepemilikan KG pun banyak memiliki beragam jenis unit usaha dari media hingga nonmedia yang pemiliknya berasal dari dalam tubuh KG tersebut. Di sisi Kolaborasi dan koordinasi, KG dapat menerapkan strategi ruang berita yang terkonvergensi dalam kinerjanya sehari-hari.
Penerapan konvergensi media di lingkungan KG tidak luput dari permasalahan. Seringkali ada karyawan yang keberatan dan kurang memahami mengenai teknologi canggih yang diharuskan untuk digunakan. Konten multimedia yang dimiliki KG pun sering mengalami permasalahan dalam peliputan di kalangan wartawannya. Dari segi kepemilikan, pemilik masing-masing unit usaha masih berselisih mengenai sistem kepemilikan yang menggunakan sistem perusahaan modern. Sisi kolaborasi dan koordinasi juga masih banyak diwarnai dengan kerasnya perdebatan para jurnalis mengenai transisi menuju konvergensi.
Makalah ini mencoba melihat bagaimana KG menginternalisasi konvergensi media ke dalam cara kerja perusahaan media tersebut sekarang ini. Dengan pendekatan dimensional dari konvergensi media, yakni konvergensi teknologi, konten multimedia, kepemilikan, kolaborasi, dan koordinasi, penulis mencoba melihat bagaimana jatuh bangunnya KG menghadapi permasalahan menuju konvergensi. Data di dapat dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan seorang petinggi KG yang kompeten akan hal ini.
Hipotesis dari makalah ini adalah KG sedang melakukan transisi besar-besaran dari desintegrasi menuju konvergensi media yang terintegrasi. Di dalamnya banyak sekali masalah yang timbul akibat dinamika perubahan sistem yang menuju konvergensi media. akan tetapi, masalah tersebut lambat laun akan memberikan pelajaran tersendiri bagi KG sehingga dapat menyesuaikan diri menyambut konvergensi media sepenuhnya yang akan disongsong pada tahun 2013.

Kompas Gramedia group is one of media company which applied media convergency over their activity. From technological dimension, Kompas Gramedia is using some of brand new digital technology like smartphone with internet connection for supporting its reporting activity. Kompas Gramedia has their own multimedia content, such as Harian Kompas, Kompas epaper, and Kompas.com that provides news in text, picture, and video. Besides of media, Kompas Gramedia has a nonmedia company too, like hotel and event organizer. In collaboration and coordination dimension, Kompas Gramedia able to apply the strategy of convergent newsroom in their daily activities.
The application of media convergence in Kompas Gramedia isn’t free of problem. Sometimes, there is a employee who can’t operate the latest technology. Multimedia content of Kompas Gramedia often got a problem in case of reporting activities. In ownership, each owner of business unit still have a conflict about using modern company system. In collaboration and coordination too, Kompas Gramedia still has a matter about transition process towards convergence phase.
This papers is trying to know how Kompas Gramedia internalize media convergence to their work method nowadays. With dimensional approach of media convergence, that is technological convergence, multimedia content, ownership, collaboration and coordination, we as a writer is trying to look further about the struggling of Kompas Gramedia face many problems towards convergence era. Data can be collected by doing a depth interview with one of influential person of Kompas Gramedia, who knows many thing about the journey of Kompas Gramedia.
A hypothesis of this papers is Kompas Gramedia now in a phase of big transition from disintegration towards media convergence with total integration. There is a lot of problem inside as effect of system changing towards media convergence. Although, those problems slowly can give a learning for Kompas Gramedia so that they can adapt themselves to perfectly applied media convergence in 2013.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Prasetyadi
"Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini membawa perubahan signifikan terhadap media. Media massa konvensional semacam radio, televisi, surat kabar, film, rekaman suara (sound recording) terkonvergensi berkat berkat kehadiran teknologi digital dan internet yang mampu meleburkan industri media, komputer, dan telekomunikasi menjadi satu. Dengan demikian, penulisan sejarah media konvensional yang cenderung memisah-misahkan berbagai bentuk media kini tidak relevan lagi. Sejarah media mesti ditulis ulang secara terkonvergensi sebagai sebuah kesatuan utuh. Makalah ini berupaya mengkaji sejarah media secara terkonvergen dalam konteks keindonesiaan dengan menggunakan konsep-konsep dalam buku “Media Convergence History” sebagai pisau analisisnya. Makalah ini merupakan kajian literatur yang tidak menggunakan pendekatan kronologi dalam pembahasannya dan memilih pendekatan ‘flashback’ sebagaimana digunakan dalam buku “Media Convergence History” (Janet Staiger dan Sabine Hake, 2009). Dari kajian literatur-literatur yang diperoleh, menyimpulkan bahwa konvergensi media di Indonesia terutama bergerak dalam dimensi industri (industrial convergence) dan budaya (cultural convergence). Technological convergence menuju media baru web 2.0 terhambat oleh lemahnya penegakan hukum terhadap cyber crime.

The development of information and communication technology today brings significant changes to the media . Conventional mass media such as radio , television , newspapers , films , sound recordings are converged due to the presence of digital technology and the internet which also merge the media industry , computer , and telecommunications . Thus , the writing of conventional media history which tend to isolate various forms of media now no longer relevant . The history of media must be rewritten as a converged and unified entity . This paper seeks to examine the history of media in the context of Indonesia through convergence perspective by using amount of concepts adopted from the book " Media Convergence History " ( Janet Staiger and Sabine Hake , 2009) as the tools of analysis. This paper does not use a chronological approach to its discussion, yet chooses the ' flashback approach' as used in the book " Media Convergence History ". The result of literaure study conducted concluds that the convergence of media in Indonesia is mainly engaged in industrial dimensions ( industrial convergence ) and cultural dimension (cultural convergence ) . Technological convergence towards new media web 2.0 is hampered by the lack of law enforcement against cyber crime .
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Nur Annisa
"Konvergensi teknologi digital dan konvergensi perusahaan menuntut perusahaan untuk melakukan diferensiasi layanan dan produk agar bisa bertahan hidup dan memaksimalkan keuntungan sehingga muncullah konvergensi layanan. Dalam konvergensi layanan, penyedia layanan melebarkan sayap ke area yang lebih luas lagi dalam mencari cara untuk memenuhi permintaan konsumennya. Fokus para perusahaan telekomunikasi yang bekerja sama dengan penyedia layanan bukan lagi hanya pada suara, melainkan juga pada video, siaran televisi kabel, hingga konten-konten lainnya, seperti aplikasi. Berdasarkan laporan dari Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) dan Information Communications Technology Knowledge Transfer Network (ICT KTN), diturunkan beberapa rumusan hal-hal yang perlu dicapai oleh suatu negara atau perusahaan untuk mewujudkan konvergensi layanan. Dengan menggunakan contoh Speedy sebagai penyedia layanan Internet terbesar di Indonesia, tulisan ini berusaha melihat sejauh mana Indonesia mewujudkan konvergensi layanan, merujuk pada kedua laporan tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Indonesia memang belum berhasil mewujudkan konvergensi layanan secara utuh karena kondisi infrastrukturnya yang belum siap, namun sebenarnya sudah memiliki tanda-tanda ke arah konsep tersebut.

To survive the industry, digital technology and company convergence require companies to do some change by establishing products and services differentiation. Therefore, another convergence that is called service convergence emerges. In service convergence, service providers expand their area of service to meet their customers’ requirements. Telecommunication companies, together with service providers, have shifted their focus from only focusing on sound to a more broad area, such as video, cable television broadcasting, and other contents, such as applications. According to Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) and Information Communications Technology Knowledge Transfer Network (ICT KTN), there are important things that is required to be done for a country or company to reach out service convergence. Using Speedy as the biggest Internet service provider in Indonesia, this paper manages to see to what extent Indonesia has reached service convergence. The result shows that due to the infrastructure, Indonesia has not been succeeded to reach out the whole means of service convergence. However, Indonesia basicly has already had the indication to reach what a country needs to reach service convergence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rezaldy Bastharian
"Konvergensi bisa dikatakan sebagai bergabungnya media telekomunikasi tradisional dengan internet sekaligus. Dari sini konvergensi menyebabkan perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi, dan pemrosesan seluruh bentuk visual, audio, data, dan sebagainya. Kunci dari konvergensi itu sendiri adalah digitalisasi, karena seluruh bentuk informasi maupun data diubah dari format analog ke format digital sehingga dikirim kedalam satuan bit (binary digit). Lalu ketika terjadinya konvergensi dalam sebuah media, maka akan terjadi pula transformasi dalam organisasi tersebut. Jika dulu dalam sebuah organisasi media setidaknya memiliki satu pemimpin redaksi dalam setiap platform media, namun dengan konvergensi organisai hal ini diubah dalam bentuk organisasi yang baru. Dengan menggunakan contoh perusahaan Kompas Gramedia Group yang mempunyai dua perusahaan media besar di Indonesia, yaitu harian Kompas dan Tribun, tulisan ini berusaha melihat sejauh mana dan seperti apa perusahaan-perusahaan media di Indonesia mewujudkan konvergensi organisasi tersebut. Merujuk pada hasil temuan data melalui literatur review dan wawancara, hasil pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan media di Indonesia telah melakukan konvergensi organisasi. Namun tetap ada perbedaan dalam struktur organisasi di tiap-tiap media di Indonesia, tergantung kebijakan masing-masing pemimpin media.

C Convergency is a process of conventional telecommunication media merge with internet. Convergency causes radical shifting to handle, supply, distribute, and process all form of visual, audio, data, et cetera. The cause of convergence is digitalisation whom is reasoned by forms of data and information transformed from analog form into digital form, so they are delivered as binary digit. When convergency happens in a media, then transformation will also happen in the organisation. Media organisation has one chief of editor at least, but with organisational convergency changes form of organisation, the organisation change its structure. Using as an example, Kompas Gramedia Group who has two big media organisation in Indonesia, Kompas and Tribun daily, this journal describe how media organisation converge their organisation and how impactful the convergency. Referring to result from findings of data, literature review, and interviews, observations show that media organisation has converge their organisation. There are still difference on structure of each media organisation in Indonesia depending from their policies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Riani Sanusi Putri
"Skripsi ini membahas dinamika makna dari nilai independensi media massa dalam konteks ruang berita konvergensi Tempo. Independensi sebagai cita-cita normatif media massa menggambarkan kapasitas individu atau lembaga untuk membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan logikanya sendiri. Namun, hadirnya teknologi internet atau layanan tertentu seperti media sosial, menciptakan lingkungan media yang sangat berbeda dengan media massa konvensional. Konsep independensi yang menjadi prinsip luhur di dunia pers kini menjadi buram relevansi konsepsinya karena dengan logika viral dan usaha optimalisasi klik, redaksi menjadi semakin sulit untuk membatasi diri dari pengaruh eksternal. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor signifikansi praktik media digital terhadap nilai independensi dan dinamika budaya di ruang berita Tempo.

This research discussed the dynamics of the meaning of independence value of the mass media in the context of Tempo convergence newsroom. Independence as a normative ideal of mass media describes the capacity of individuals or institutions to make decisions and act according to their own logics. However, the presence of internet technology or certain digital services such as social medias, create an entirely different media environment compared to the conventional mass media. The concept of independence which is a noble principle in the world of the press has now become opaque in its conceptual relevance because with the viral logics and click optimization efforts, editors have difficulty in limiting themselves from external influences. This study aimed to explore the significance of the practice of digital medias towards the independence values and cultural dynamics in Tempo newsroom."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>