Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Bambang Suprijanto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S9120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yose Rizal
"Berbagai paket deregulasi di sektor keuangan yang digelarkan pemerintah secara langsung telah mengubah peta persaingan bisnis perbankan di Indonesia pada umumnya dan khususnya Bank BNI. Hal ini terutama ditunjukkan oleh penurunan porsi giro, tabungan, deposito dan kredit yang dihimpun/diberikan, baik di kelompok bank pemerintah umumnya dan khususnya pada Bank BNI, terhadap rata-rata lain. Untuk itu diperlukan manuver-manuver baru pada bank dalan marketing mix, salah satunya adalah dalam bentuk pricing strategy yang sesuai dengan kondisi inmte rn perusahaan dan kondisi ekstern yang dihadapi . Tujuan penulis dalam skripsi ini adalah untuk nengetahui strategi harga yang digunakan Bank BNI dewasa ini, terutama dalam penetapan Base Lending Rate untuk produk kreditnya serta mengevaluasi seberapa jauh pricing strategy tersebut sesuai dengan kondisi bank BNI sendiri (kekuatan dan kelemahannya ) maupun dengan pola persaingannyang dihadapinya ( dalam bentuk aneaman dan kesempatan yang tersedia) . Metode penelitian yang diguoakan adalah dalam bentuk common size analysis dari berbagai rasio keuangan yang relevan dan msnilai pengaruhnya atas lima faktor yang mempengaruhi strategi penetapan harga kredit bank, yaitu tujuan perusahaan ; faktor peraaingan atau posisi pasar faktor biaya; faktor permintaan (target market); resiko; dan required profit margin (spread) . faktor Sebagai pembaoding, data industri yang penulis gunakan meliputi data rata-rata dari 6 bank pemerintah , 31 bank swsata oasional, dan 11 bank asing/ campuran. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Bank BNI menggunakan FULL COST PRICING dalan pricing strategynya dengan formula sebagai berikut Base lending rate = {(COP + PC + Risk + Spread}) * (l+T) dimana, COP = Cost of fund PC = Processing cost . T = Efective taxe rate . Penerapan pricing method tersebut secara teoritis akan menghasilkan harga yang relatif tinggi dari yang dihasilkan oish cost based pricing method lainnYB . Beberapa faktor yang dapat membenarkan penggunaan pricing method tersebut di Bank BNI adalah ; -Memiliki market share yang relatif lebih besar dari ratarata bank lain baik dalam asset, liabilities, maupun modal. -Efisiensi biaya bunga dan processing cost yang relatif lebih tinggi dari rata-rata bank lain. Tingginya efisiensi biaya dana di bank ini terutama disebabkan oleh kecilnya porsi dana masyarakat - meliputi giro, tabungan , dan deposito dari total interest bearing fund yang dihimpun bank ini di bandingkan rata-rata bank lain. Sedangkan rendahnya processing cost di Bank BNI disebabkan economies of scale yang dicapai melalui besarnya share bank ini baik di sisi asset, liabilities maupun modalnya d ibandingkan rata-rata bank lain. -Menentukan required spread yang relatif lebih rendah dari rata-rata bank lain. -Dan sebagai "pintu terakhir" dalam usaha untuk mengurangi fleksibilitas harga dari para nasabahnya, Bank BNI selalu berusaha untuk memberikan non -benefit price dalam berbagai bentuk. Dalm hal ini Bank BNI cenderung memfokuskan pada wholesale customer. -Dalam pengukuran resiko ysng dibebankan dalsm base lending ratenya, Bank BNI mengukurnya dalam bentuk estimasi industry risk yang dibedakan dalam 6 sektor ekonomi, yaitu pertanian, manufaktur, lainnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makawimbang, Hernold Ferry
"Dalam kerangka pasar bebas atau World Trading Organisation (WTO) menurut scedule of commitment untuk liberalisasi perdagangan jasa-jasa (termasuk sektor keuangan) yang tertuang dalam General Agreement on Trade and Services (CATS), khusus negara-negara berkembang pemberlakuannya baru dilakukan pada tahun 2020. ASEAN Free Trade Area (AFTA) serta ASEAN Framework Agreement on Services (ALAS) ini, akan lebih mempercepat liberalisasi perdagangan jasa dalam lima tahun mendatang (tahun 2003).
Kesepakatan kerjasama ekonomi regional pada dasarnya mengacu pada GATS dengan empat modality yang harus diperhatikan sebagai berikut:
1. Cross border supply. Adanya kebebasan untuk memasok/menawarkan jasa dari suatu negara anggota lain.
2. Consumption Abroad. Dalam hal ini disepakati adanya kebebasan orang di suatu negara untuk mengkonsumsi atau menggunakan jasa dari sesama egara anggota.
3. Commercial presence. Adanya kebebasan bagi perusahaan asing untuk membuat, mendirikan ataupun mengembangkan usahanya/kantornya.
4. Presence of natural persons. Kesepakatan ini penting untuk dicermati karena berarti ada kebebasan lalu lintas manusia antar negara dalam hubungannya dengan bisnis menjual jasa pada suatu negara.
Kesepakatan tersebut mencerminkan dalam waktu yang tidak terlalu lama bank-bank di Indonesia akan bersaing secara bebas dengan bank-bank asing. Keadaan akan semakin sulit, manakala bank-bank pemerintah harus bersaing dengan bank-bank asing, khususnya karena adanya AFTA tahun 2003, padahal dalam skala regional sebelumnya sejumlah bank di kawasan ASEAN sudah lebih dulu besar dan kuat. Untuk menghadapi situasi persaingan bebas, tidak ada pilihan lain bagi bank-bank pemerintah kecuali melakukan restrukturisasi, karena dengan langkah ini akan memberikan peluang terciptanya peningkatan efisiensi dan daya saing bagi bank hasil merger atau konsolidasi."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1998
T4312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ario Adi Cahyono
"ABSTRAK
Dengan diberlakukannya Paket Oktober 1988, maka bank-bank di Indonesia menghadapi tekanan persaingan yang tajam. Paket Oktober 1988 tersebut telah membuka peluang bagi bank-bank untuk lebih mengembangkan dan memperluas usahanya, dengan diberikannya kemudahan-kemudahan perijinan oleh pemerintah. Akibatnya adalah bahwa di dalam era deregulasi dewasa ini setiap bank dituntut untuk dapat bersaing guna memperebutkan nasabah yang semakin selektif dalam memilih bank guna mengurus keperluannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi bersaing yang dijalankan oleh PT Bank Energium menghadapi deregulasi dibidang perbankan. Strategi bersaing yang dijalankan oleh Bank Energium ini terdiri dari dua level strategi, yaitu strategi umum yang bersifat mengikat seluruh bagian dalam perusahaan, dan strategi fungsional yang hanya mengikat suatu bagian dalam perusahaan. Dalam penelitian ini pembahasan dititik beratkan pada penggunaan dari strategi umum sebagai strategi untuk memenangkan persaingan di dalam era deregulasi era saat ini. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi lapangan berupa wawancara mendalam dengan pejabat-pejabat dari Bank Energium, mengadakan studi kepustakaan, serta studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank Energium telah mengadakan analisa terhadap lingkungannya dan faktor-faktor dalam perusahaannya sendiri yang dianggap mempengaruhi perkembangan Bank Energium selanjutnya. Bank Energium dalam penelitian ini terlihat menggunakan strategi Ekspansi. Adanya Paket Oktober 1988 telah membuka peluang bagi Bank Energium untuk melaksanakan ekspansi secara besar-besaran. Ekspansi ini memiliki dua arah, yaitu ke arah pertumbuhan internal dan ke arah pertumbuhan eksternal. Strategi ekspansi dengan arah pertumbuhan internal dilakukan dengan mengadakan penambahan produk-produk jasanya melalui ngembangan produk dan diversifikasi produk yang sudah ada. Sedangkan strategi ekspansi ke arah pertumbuhan eksternal dilaksanakan melalui merger dengan Bank Umum Swasta Nasional lain. Keberhasilan dari penerapan strategi bersaing ini pula oleh adanya sumber-sumber dari keunggulan bersaing dimiliki oleh Bank Energium. Keunggulan tersebut ialah dalam bidang keahlian para pegawainya dan keunggulan dalam ditentukan yang dang sumber daya. Dari strategi yang digunakan terlihat bahwa Bank Energium ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Perkemyang terjadi, antara lain peningkatan dibidang aktiva dewasa bangan perusahaan, kemampuan berlaba, dan perolehan pangsa pasar. Namun selain keberhasilan yang dicapai terlihat pula adanya kelemahan-kelemahan. Kelemahan ini antara lain ialah terjadinya kekurang-seimbangan antara keberhasilan dalam penghimpunan dana dan penyaluran dana tersebut kembali ke mahal syarakat. Untuk itu Bank Energium harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan pemasaran kreditnya, misalnya dengan cara membuat produk-produk perbankan baru yang lebih menarik, membuat suatu paket produk bersama unit-unit bisnis ENERGIUM lainnya, dan sebagainya. Adanya peningkatan dalam hal penyaluran dana ini akan meningkatkan perolehan laba bank Energium. Dengan demikian maka bank Energium dapat memperbesar penanaman laba yang diperolehnya tersebut untuk mempertahankan, meningkatkan keunggulan bersaingnya."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S17870
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Suryani
"Sebelum deregulasi perbankan 1 juni 1983, tidak banyak perubahan yang terjadi pada industry perbankan Indonesia. Baru setelah deregulasi 1 juni 1983, di mana bank-bank pemerintah diperkenankan menetapkan sendiri tingkat suk bunga, pagu kredit dihapus dan kredit subsidi disederhanakan tingkat suku bunganya, maka industry perbankan Indonesia mulai mengarah kepada suatu tingkat efisiensi yang lebih baik.
Masa penyempurnaan system perbankan Indonesia mulai terjadi setelah deregulasi 27 oktober 1988, yang isinya antara lain memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank baru dan bank campuran, kemudahan bagi pembukaan kantor bank, diturunkannya ketentuan cadangan wajib minimum dari 15 persen menjadi 2 persen, pemungutan pajak atas bunga deposito berjangka dan diperkenankannya badan usaha milik Negara untuk menempatkan 50 persen dari dananya di bank-bank swasta.
Paket kebijaksanaan 27 oktober 1988 disusul dengan paket-paket kebijaksanaan lainnya, yaitu paket kebijaksanaan 25 maret 1989, 29 januari 1990 dan 28 februari 1991 yang kesemuanya bertujuan untuk menjadikan industry perbankan Indonesia semakin efisien.
Sejak pakto 27 1988 pola persaingan bank-bank di Indonesia mengalami perubahan sebagai akibat semakin tajamnya persaingan antar bank dan adanya geojolak-gejolak moneter yang terjadi. Pada kondisi seperti ini bank-bank yang lemah dalam strateginya akan dikalahkan oleh bank-bank yang telah mempersiapkan strateginya dengan baik guna mengahadpi persaingan yang semakin tajam.
Dalam karya akhir ini dibahas lingkungan usaha dari industry perbankan pasca-deregulasi dan tiga strategi generic yang dilaksanakan oleh empat bank yang dijadikan sampel, yaitu strategi broad differentiation, focus differentiation dan cost focus serta hasil yang dicapai oleh keempat bank tersebut berdasarkan ukuran profitability dan pangsa pasar.
Sebagai kesimpulan disajikan pandangan mengenai strategi yang baik untuk diambil guna menghadapi persaingan dalam industry perbankan Indonesia di masa mendatang."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Srijana
"Sebelum deregulasi perbankan Juni 1983, bank pemerintah merupakan kelompok bank yang dominan dalam industri perbankan, ditinjau dari segi pangsa pasarnya dalam industri maupun dari segi performancenya. Kondisi ini tercipta karena suatu kemudahan yang diperol eh ol eh kel ompok bank umum pemerintah, yaitu tidak terdapatnya "entry" dalam industry, disamping diberikannya subsidi oleh Bank Indonesia kepada bank pemerintah dalam bentuk "soft loan" - bantuan kredit likuiditas.
Sejak deregulasi perbankan Juni 1983 dilaksanakan oleh pemerintah dan diikuti oleh serangkaian kebijaksanaan lainnya seperti Pakto-27 1988, Pakdes dan Pakjan dengan liberalisasi dunia perbankan dan kemudahan "entry" dalam industri, menyebabkan tidak saja persaingan antar bank dalam industri menjadi ketat, tetapi juga perobahan dalam pola perilaku pelayanan, manajemen dan kebijaksanaan.
Dalam karya akhir ini diambil suatu hipotesa deregulasi perbankan, terhadap bank pemerintah pasarnya dalam industri semakin berkurang, dan bahwa dampak adalah pangsa perkembangan aktivitas bank dan performancenya menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun.
Hipotesa ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa bank pemerintah sudah terbiasa dengan praktek-praktek birokrasi dan kurang menekankan pada prilaku "profesionalisme" dalam mengelola bank. Kemudahan yang diperoleh selama periode sebelum deregulasi menyebabkan "semangat" mendahulukan kepentingan nasabah menjadi terlupakan.
Untuk membuktikan hipotesa ini, selain dilaksanakan evaluasi tentang perkembangan data pangsa pasar relatif untuk melihat kecenderungan pangsa pasar bank pemerintah, juga dilakukan analisa testing hypothesis. Analisa testing hypothesis yang dilakukan terhadap ukuran performance seperti return on assets, return on Equity dan ukuran performance lain menunjukkan bahwa bank pemerintah mempunyai performance yang tidak lebih baik dari pada bank swasta nasional. Evaluasi tentang pangsa pasar juga membuktikan bahwa bank pemerintah memang kehilangan pangsa pasar ini dalam periode analisa.
Inferensi tentang strategi menunjukkan bahwa dominasi strategi bank swasta nasional yang menghasilkan performance lebih baik dari bank pemerintah tidak nampak, kecuali bahwa bank pemerintah perlu merubah strategi kebijaksanaan portfolio assetsnya khususnya untuk assets dengan resiko tinggi.
Diantara saran yang perlu dilakukan bank pemerintah untuk menahan laju turunnya pangsa pasar adalah mempergunakan generic strategy dalam "Cost advantage" dengan memanfaatkan economies of scale yang memang terbukti telah merupakan keunggulan bagi bank pemerintah. Disamping itu bank pemerintah perlu melakukan strategi diversifikasi produk dan jasa lebih dari yang dapat ditawarkan oleh bank swasta nasional dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulannya·seperti : teknology, jaringan kantor dan perubahan kultur manajemen profesionalismenya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imanuddin
"PT Garuda Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa penerbangan komersial. Permasalahan internal terutama masalah manajemen dan keuangan serta persaingan global di bidang jasa penerbangan komersial internasional telah membuat keterpurukan BUMN tersebut menuju kearah kebangkrutan.
Pergantian manajemen pada tahun 1998 merupakan awal kebangkitan PT Garuda Indonesia dari keterpurukan dengan mulai melakukan restrukturisasi perusahaan, termasuk di dalamnya melakukan restrukturisasi di bidang organisasi.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja organisasi PT Garuda Indonesia para era restrukturisasi tahun 1998-2000, dengan menggunakan pendekatan pengukuran kinerja Balanced Scorecard, (Kaplan, Norton, 1996), yakni pengukuran kinerja yang komprehensif yang mengukur kinerja organisasi dari 4 perspektif, yaitu Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran, Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Pelanggan, dan Perspektif Keuangan dengan menggunakan indikator-indikator yang mengacu pada masing-masing perspektif, dan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Lokasi penelitian di Jakarta dengan sampel 80 (orang pegawai PT Garuda Indonesia dan 100 pelanggan PT Garuda Indonesia yang pernah 3 kali atau Iebih menggunakan pesawat PT Garuda Indonesia.
Dari hasil pengukuran ke-4 perspektif balanced scorecard, kinerja organisasi PT Garuda Indonesia pada era restrukturisasi 1998-2000, secara kumulatif memperoleh total skor 64. Berdasarkan perhitungan klas interval untuk pengukuran kinerja organisasi secara kumulatif yaitu batas bawah 18 (sangat tidak baik ) dan batas atas adalah 90 (baik sekali), maka angka 64 tersebut terletak pada klas antara 55,0 dan 67,0 - termasuk dalam katagori baik (sehat).
Dari ke-4 perspektif dalam balanced scorecard yang paling menonjol (dalam arti memberikan nilai positif tertinggi dalam peningkatan kinerja organisasi) ialah kinerja pertumbuhan dan pembelajaran yang erat kaitannya dengan dampak restrukturisasi organisasi yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia. Sedangkan kinerja yang paling jeman adalah kinerja keuangan, yang disebabkan antara lain oleh beban hutang-hutang PT Garuda Indonesia di masa lalu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>