Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37858 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firdaus Masduky
"ABSTRAK
Berbicara tentang tax shifting berarti membicarakan masalah pengalihan beban pajak dari wajib pajak kepada pihak lain yang ikut serta dalam lalu lintas tukar menukar. Tax shifting ini paling banyak terjadi pada pajak tidak langsung yang terdiri atas bea masuk, cukai, pajak pertambahan nilai (PPN). Produk rokok kretek yang tadinya hanya dipungut cukai, sekarang dipungut dua jenis pajak yaitu cukai & PPH sehingga beban pajak yang harus dibayar oleh para produsen menjadi bertambah besar. Oleh karena cukai & PPN ini termasuk pajak tidak langsung maka beban pajaknya dapat dialihkan dari produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga eceran. Terhadap pengalihan beban pajak dari produsen kepada konsumen ini bila dikaitkan dengan pasaran rokok kretek yang bersaing, mnaka permasalahan yang timbul sekarang adalah sejauh mana produsen mampu mengalihkan tambahan beban pajak tersebut dari bagaimana dengan pembentukan harga eceran yang baru. Untuk menganalisa masalah tersebut diatas, penulis menggunakan pendekatan teori The Effective Incidence of the Tax yang isinya antara lain untuk mengetahui besar kecilnya beban pajak yang dapat dialihkan dari produsen kepada konsumen harus dibandingkan harga yang terbentuk dari kerangka gambaran ekonomis sebelum diperhatikan faktor pajak dan sesudah diperhatikan faktor pajak. Di dalam kerangka gambaran ekonomis yang membentuk harga ini ada 2 variabel yang mempengaruhinya yaitu, pertama: kondisi biaya (unsur-unsurnya: tehnologi, input, keadaan alam, pajak); kedua: sifat persaingan dipasar (unsur-unsurnya. yaitu: pemasaran,macam produk, barang substitusi). Jadi jelaslah disini bahwa pajak merupakan salah satu unsur yang mampu mempengaruhi perubahan harga. Berhubung yang menjadi pembahasan disini adalah faktor pajak saja, maka faktor lainnya dianggap tetap (ceteris paribus). Hasil analisa dari ke empat perusahaan rokok yaitu PT. Dj arum, PT Nojorono, PR Jambu Bol, PR Sukun menunjukkan bahwa hampir semua produsen rokok mampu mengalihkan seluruh bebannya kepada konsumen, dan hanya sebagian yang terpaksa ditanggung produsen sendiri. Adapun mengenai pembentukan harga eceran yang baru ternyata semua produsen mampu menaikkan harga eceran jauh lebih besar dari pada kenaikann jumlah pajaknya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumasto Subagjo
"Peranan penerimaan cukai dalam menyumbang penerimaan pajak tetap penting, yaitu bila pada Tahun Anggaran 1969/1970 penerimaan cukai merupakan 18,8% dari penerimaan pajak maka pada Tahun Anggaran 1997/1998 turun menjadi 8,2% dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 diharapkan naik menjadi 10,6%, atau terus meningkat dari Rp 32,5 milyar pada Tahun Anggaran 1969/1970 menjadi Rp 5.335,8 milyar pada Tahun Anggaran 1997/1998 dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan Rp 7.755,9 milyar. Dari jumlah tersebut ternyata penerimaan cukai hasil tembakau memegang peranan sangat penting yaitu pada Tahun Anggaran 1997/1998 Rp 5.138,6 milyar atau 96,3% penerimaan cukai adalah dari cukai hasil tembakau. Pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan 94% penerimaan cukai atau Rp 7.290,5 milyar dari cukai hasil tembakau. Dari jumlah ini 79,3% berasal dari cukai sigaret kretek buatan mesin (SKM).
Cukai atas hasil tembakau dipungut berdasarkan tarif cukai dan harga jual eceran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dua unsur ini dipakai sebagai dasar perencanaan dan penetapan target penerimaan cukai hasil tembakau. Untuk mencapai target penerimaan cukai hasil tembakau pada setiap tahun anggaran maka dua unsur tersebut dipakai sebagai dasar perhitungan, ditambah dengan unsur data produksi tahun sebelumnya. Dalam realisasinya ternyata produksi SKM selalu naik sehingga target penerimaan cukai tercapai meskipun ada kenaikan pembebanan (tarif dan/atau harga jual eceran) cukai.
Permasalahannya bagaimana menetapkan tarif dan harga jual eceran SKM dalam usaha meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai dengan tetap memelihara insentif bagi pengusaha untuk menaikkan produksi. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana proses kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran SKM dilakukan dan berapa sumbangan penerimaan cukai SKM kepada penerimaan negara.
Ternyata 90% penerimaan cukai hasil tembakau berasal dari SKM hasil produksi 4 pabrik besar yaitu PT. Gudang Garam, PT. Djarum, PT. Bentoel dan PT. H.M. Sampoerna. Berdasarkan hal tersebut sampel yang diambil dalam penelitian adalah secara purposive yaitu 4 pabrik ini ditambah dengan satu pabrik golongan kecil PT. Menara Kartika Buana serta 5 Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi 5 pabrik tersebut ditambah dengan Direktorat Cukai pada Kantor Pusat DJBC sebagai perumus kebijakan di bidang cukai. Dari hasil penelitian terbukti bahwa meskipun ada kenaikan beban cukai, produksi SKM selalu meningkat sehingga penerimaan cukai juga meningkat. Peningkatan produksi SKM secara keseluruhan terutama terjadi pada 3 dari 4 pabrik golongan besar tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka disarankan untuk memperluas tax base dengan cara memberi insentif kepada pabrik-pabrik hasil tembakau lainnya berupa beban cukai yang lebih ringan sehingga mereka dapat meningkatkan produksi dan menaikkan beban cukai pada SKM produksi. PT. Gudang Garam. Tujuannya agar setiap pabrik hasil tembakau penghasil SKM dapat meningkatkan produksi SKM dan kontribusinya dalam penerimaan cukai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Yulius Amos Taruli Ferdinand
"Skripsi ini membahas tinjauan prinsip netralitas atas penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF. Pola kebijakan yang selama ini diterapkan oleh pemerintah adalah untuk menciptakan rasa adil di kalangan pengusaha dengan cara membedakan skala cukai berdasarkan tingkat produksi dan jenis hasil tembakau. Pola kebijakan ini ternyata memberikan insentif bagi pengusaha kecil untuk menghindari cukai baik secara legal ataupun ilegal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif, berdasarkan manfaat adalah penelitian murni, berdasarkan teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif dokumen, pengamatan, dan wawancara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan kebijakan ini adalah untuk menekan peredaran rokok ilegal, membina industri kecil, dan kebijakan yang mengarah pada fungsi regulerend. Ditinjau dari prinsip netralita, kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF tidak netral, karena mempengaruhi keinginan seseorang untuk berproduksi dan pilihan seseorang untuk mengkonsumsi.
Hasil penelitian ini menyarankan penetap kebijakan agar meninjau kembali PMK No.134/PMK.04/2007, karena apabila sifat distortifnya memang menjadi suatu tujuan dalam rangka membatasi konsumsi, maka tarif cukai tertinggi seharusnya dikenakan pada produk SKM, SPM, dan SKT sebagai penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor cukai.

This minithesis analyzes neutrality principle toward excise rate and local tobaco retail price type SKTF. The policy applied by the government is one that is to emerge fairness amongst entreprenuer by distinguishing excise rate base on the the production and the type of tobacco itself.
This research uses quantitative descriptive interpretative, as benefit is pure in: documents, observations, and intervews. This research result comes to a conclusion that basic considerations of its emplementation are to press illegal cigarettes more distributed, to develope small industries, and to aim the policy to regulerend function. Viewed from its neutrality principle, this policy affect the desire produce, to consume, and to encourage the others work.
This result suggest policy maker consider PMK No.134/PMK.04/2007, if it distortive objective is to bound the consumption of tobacco, then the highest excise rate shuld be put upon SKM, SPM, and SKT for giving this country most income from excise sector.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nazif
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Swasono Herlambang
"Kebijakan cukai terhadap hasil tembakau merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Kebijakan tersebut berupa pengenaan tarif cukai bagi setiap hasil tembakau berdasarkan harga jual ecerannya. Pemerintah memberlakukan kebijakan cukai terhadap hasil tembakau dalam upaya mencapai target penerimaan negara dalam suatu periode tertentu. Kebijakan ini ditempuh mengingat potensi produksi dan konsumsi hasil tembakau memberikan peluang yang besar untuk dijadikan salah satu penerimaan negara dari sektor pajak.
Produk hasil tembakau yang menghasilkan sumbangan penerimaan negara yang besar diantaranya adalah sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret putih mesin (5PM). Produk tersebut dihasilkan aleh pabrik rokok yang memiliki skala produksi yang berbeda-beda yaitu skala besar, menengah dan kecil.
Dalam merumuskan kebijakan cukai hasil tembakau harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu tarif, harga jual eceran dan produksi hasil tembakau. Tujuan kebijakan pemerintah dibidang cukai khususnya hasil tembakau adalah menjamin keamanan penerimaan cukai hasil tembakau, mengontrol dan membatasi tingkat konsumsi hasil tembakau, menciptakan keadilan, iklim berusaha yang sehat dan membina seluruh pabrik hasil tembakau.
Untuk itu tesis ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang timbul akibat penetapan tarif cukai dan harga jual eceran minimum berdasarkan jenis hasil tembakau dan skala produksi industri rokok. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai terhadap konsumsi rokok SKI, SKM dan SPM, untuk mengetahui apakah pengaruh diantara variabel harga dan pendapatan terhadap konsumsi rokok SKT, SKM, dan SPM memiliki sensitivitas yang sama, untuk mengetahui pengaruh harga dan pendapatan terhadap konsumsi rokok SKT, SKM, dan SPM.
Pengujian dilakukan dengan menggabungkan data time series dan data antar komoditi (cross section) atau dengan metode Pooled data. Sebelum dilakukan pengujian,terlebih dahulu dilakukan pemilihan model persamaan yang terbaik disertai pengembangan model dengan struktur fixed effect dan seemingly Unrelated Regression (SUR).
Hasil pengujian diperoleh bahwa terdapat perbedaan pengaruh atau efek variabel bebas dari tiap-tiap individu jenis rokok terhadap permintaan rokok. Pola masyarakat daiam mengkonsurnsi rokok dipengaruhi oleh variabel harga rokok dan pendapatan. Dari hasil pengujian juga diperoleh permintaan rokok SKT, SKM, dan SPM bersifat inelastis. Oleh karena itu mengingat potensi penerimaan negara dari cukai rokok cukup besar maka kebijakan pemerintah dalam penetapan tarif cukai harus benar-benar mernperhatikan aspek perubahan pola konsumsi rokok bagi masyarakat serta keberlangsungan produksi rokok."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S10167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Sarmuhidayanti
"Penetapan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) hasil tembakau jenis sigaret kretek tangan (SKT) , bukan semata-mata sebagai sumber penerimaan negara melainkan juga untuk membatasi perkembangan konsumsi rokok dalam masyarakat. Hal ini berkaitan dengan aspek kesehatan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi hasil tembakau . Penetapan kebijakan cukai hasil tembakau khususnya tarif cukai dan HJE hasil tembakau jenis SKT selama ini dilakukan dengan pertimbangan strata produksi menurut jenis hasil tembakau dan harga jual eceran. Dengan kebijakan penetapan tarif dan HJE hasil tembakau yang cukup kompleks dan seringnya terjadi perubahan kebijakan cukai oleh pemerintah, maka diperlukan transparansi kebijakan cukai, sehingga kebijakan ini tidak memberikan dampak yang kontradiktif bagi pengembangan iklim usaha, terutama industri rokok. Menghadapi kenyataan seperti ini perusahaan hasil tembakau jenis SKT akan berusaha untuk mempertahankan usahanya agar tetap survive dengan melakukan strategi-strategi persaingan usaha dengan kompetitornya.
Terkait dengan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Kebijakan Penetapan HJE Hasil Tembakau jenis SKT terhadap Persaingan Usaha diantara golongan p abrik hasil tembakau jenis sigaret kretek tangan. Jenis data dalam penelitian ini berbentuk kuantitatif dan merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil dokumentasi, laporan, serta arsip - arsip yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah dibidang cukai hasil tembakau.
Model permintaan hasil tembakau dalam penelitian ini dibagi dalam empat persamaan regresi sederhana yang terpisah berdasarkan golongan pabrik hasil tembakau jenis sigaret kretek tangan (SKT), yaitu persamaan regresi untuk konsumsi hasil tembakau jenis SKT golongan pabrik 1, 2, 3A dan 3B, yang masing -masing dipengaruhi oleh variable-variabel bebas mengacu pada World Bank, Economic of Tobacco Toolkit berupa harga jual hasil tembakau, pendapatan perkapita, konsumsi hasil tembakau sebelumnya, serta variable dummy kebijakan pemerintah. Aspek-aspek lainnya yang turut mempengaruhi factor permintaan seperti pertumbuhan usia perokok, perubahan selera merokok, tingkat kesadaran masyarakat akan bahaya merokok pada kesehatan dan lain sebagainya diabaikan untuk menyederhanakan model. Analisis efektivitas kebijakan pemerintah pada industri sigaret dilakukan dengan menggunakan pendekatan Structure_Conduct-Performance (SCP) yang menjadi fondasi dalam ekonomi industri. Dengan mengukur kinerja pasar masing -masing golongan pabrik jenis SKT dapat diketahui seberapa besar dampak kebijakan pemerintah.
Hasil penelitian diketahui Kinerja pasar hasil tembakau jenis SKT masing-masing golongan yang diukur dari rasio PCM, searah dengan semakin inelastisnya permintaan yaitu dimana golongan 1 mempunya i nilai PCM tertinggi dibandingkan dengan golongan 2, 3A, dan 3B. Golongan 3B dengan tingkat permintaan hasil tembakau yang elastis mempunyai nilai PCM paling rendah . Pada hasil estimasi model untuk industri hasil tembakau jenis SKT golongan 2 dan 3A , konsumen menanggung beban pajak cukai yang lebih besar daripada produsen dan sebaliknya pada industri hasil tembakau jenis SKT golongan 1 dan 3B, produsen yang menanggung beban pajak cukai. Tetapi pergeseran pajak cukai tersebut saat ini tidak sepenuhnya dibe bankan ke konsumen dengan semakin tingginya HJE minimum yang ditetapkan pemerintah dan jauh diatas harga pasar.

Stipulating of excise tariff and selling price at retail ( HJE) result of cigarette type handmade cigarette tobacco ( SKT) , not solely as source of receiving of state but also to limit development of consumption of cigarette in public. This thing relates to health aspect generated as result of consuming result of tobacco. Policy stipulating of excise result of tobacco especially excise tariff and HJE result of type tobacco SKT till now is done with consideration of strata produce of according to type result of tobacco and selling price at retail. With stipulating policy of tariff and HJE tobacco result that is complex enough a nd frequently happened policy change of duty by government, hence required by excise policy transparency, so that this policy doesn't give impact which contradictive to expansion of business climate, especially cigarette industry. Faces reality of like thi s company result of type tobacco SKT will try to maintain the business that still survive by doing competition business strategie s of effort for with the competitor.
Related to the thing, purpose of this research is to know influence policy of pricing retail (HJE) result o cigarette type handmade cigarette tobacco to business competition between faction of factory result of cigarette type handmade cigarette tobacco. Data type in this research is in the form of quantitative and is secondary data obtained f rom result of documentation, report, and archives relating to policy of government is area [by] duty result of tobacco.
Consumption model result of tobacco in this research divided into four equations of simple regression that is separate based on faction of factory result of cigarette type handmade cigarette tobacco ( SKT), that is equation of regression to consume result of type tobacco SKT faction of factory 1, 2, 3A and 3B, each influenced by free variables referred to World Bank, Economic of Tobacco To olkit in the form of selling price result of tobacco, earnings perkapita, consumption result of tobacco before all, and variable dummy government policy. Partaking other aspects influences factor consumption of like growth of smoker age, change of smoking appetite, level of awareness of public would danger of smoking at health and others disregarded to make moderate model. Governmental policy effectiveness analysis at cigarette industry is done by u sing approach Structure_Conduct Performance ( SCP) becoming foundation in industrial economy. With measuring market performance each factory faction of type SKT knowable how big government policy impact.
Result of research simply mode of action market result of type tobacco SKT each faction measured from ratio P CM, unidirectional increasinglyly its(the inelastis request that is where faction 1 has highest PCM value compared to faction 2, 3A, and 3B. Faction 3B with elastic tobacco result demand rate has lowest PCM value. At result of estimation of model is upper to earns we to see for industry result of type tobacco SKT faction 2 and 3A , consumer accounts duty tax burden larger ones than producer conversely at industry result of type tobacco SKT faction 1 and 3B, producer accounting duty tax burden. But Hasill du ty tax shifting is the existing not fully is burdened to consumer increasinglyly height of HJE minimum specified by government and far to market price."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24593
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djarot Utomo
"Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 558/KMK.01/1999 tanggal 31 Desember 1999 tentang penetapan tarif bea masuk atas impor beras dan gula mulai berlaku tanggal 01 Januari 2000, tarif (bea masuk) impor beras sebesar Rp. 430 per kilogram. Dengan diberlakukannya tarif bea masuk tersebut diduga akan turut mempengaruhi harga beras dipasaran yang akan dirasakan oleh konsumen Indonesia. Hipotesa yang diajukan adalah harga eceran beras domestic dipengaruhi oleh tarif bea masuk impor dan variable lain yaitu selisih antara harga eceran beras domestic terhadap harga eceran beras dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan gross domestic product (GDP). Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan pengkajian dengan pengolahan data menggunakan model regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi a = 5%.
Dart hasil pengolahan data dengan regresi liner bergabda tersebut menunjukkan bahwa harga eceran beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh selisih antara harga eceran beras domestic terhadap harga eceran beras dunia (IP), kurs rupiah terhadap dollar Amerika (ER1), dan gross domestic product (GDP).
Namun koefisien dummy tarif impor beras adalah kurang signifikan, yang berarti bahwa dengan adanya pengenaan tarif tea masuk tidak signifikan pengaruhnya terhadap harga eceran beras domestik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joppy Teja Sentana
"[Banyak studi empiris terdahulu yang menyajikan hasil penelitian mengenai dampak kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai terhadap konsumsi rokok dan pendapatan pajak pemerintah. Namun, hanya sedikit dari studi tersebut yang meneliti dampak pengurangan tarif cukai terhadap konsumsi rokok dan pendapatan pajak pemerintah. Dengan menggunakan data Pemesanan Pita Cukai dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan metode Difference in Difference,
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan pemerintah, yaitu pengurangan tarif cukai rokok untuk perusahaan skala kecil yang memproduksi rokok buatan tangan, Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan yang mulai berlaku efektif pada 1 Juli 2010 tersebut disahkan dalam rangka menjawab isu terkait ketenaga kerjaan sebagaimana tertuang dalam Road Map Industri Tembakau. Namun, hasil empiris
penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan produksi rokok, meskipun tanda koefisiennya sudah sesuai dengan prediksi dan klaim pemerintah.;Prior economic studies provided empirical results regarding the impacts of cigarette price increase owing to excise tax increase on cigarette consumption and tax revenues. However, few papers have ever investigated the effects of excise tax cut on those two outcomes. By using data from Excise Banderole Order from Ministry
of Finance of Republic of Indonesia and Difference in Difference (DID) method, this study aims at examining the government’s tax-reduction policy for small-sized hand-made cigarette companies. The government claims that the policy, which came into force on July 1st, 2010, was enacted in order to address labor issue as outlined in the Road Map of Tobacco Industry. However, the empirical result shows
that the policy does not have significant effect in increasing cigarette production, though the coefficients’ signs are as expected and confirm the government’s claim, Prior economic studies provided empirical results regarding the impacts of cigarette
price increase owing to excise tax increase on cigarette consumption and tax
revenues. However, few papers have ever investigated the effects of excise tax cut
on those two outcomes. By using data from Excise Banderole Order from Ministry
of Finance of Republic of Indonesia and Difference in Difference (DID) method,
this study aims at examining the government’s tax-reduction policy for small-sized
hand-made cigarette companies. The government claims that the policy, which
came into force on July 1st, 2010, was enacted in order to address labor issue as
outlined in the Road Map of Tobacco Industry. However, the empirical result shows
that the policy does not have significant effect in increasing cigarette production,
though the coefficients’ signs are as expected and confirm the government’s claim]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Ludiyanto
"Untuk menggenjot penerimaan cukai sebagai upaya untuk mencapai tanget penerimaan cukai yang diamanatkan oleh APBN, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menfokuskan pada kebijakan cukai hasil tembakau. Kebljakan cukai hasil tembakau terdiri dari dua variabel yaitu variabel tarif cukai dan variabel harga jual eceran yang secara bersama-sama menjadi variabel Beban Cukai.
Namun demikian pemerintah juga harus cermat dalam menerapkan kebijakan cukai hasil tembakau jangan sampai penurunan produksi yang diakibatkan oleh kenaikan beban cukai justru akan menurunkan juga penerimaan cukai secara keseluruhan.
Penulis ingin menganalisa apakah kebijakan cukai hasil ternbakau yang mengenakan tarif cukai SKT, SKM, dan SKT tersebut berpengaruh terhadap penurunan produksi hasii tembakau jenis Sigaret Putih Mesin. Jangan sampai kebijakan menaikkan tarif cukai justru akan menurunkan penerimaan cukai terutama dari rokok jenis SPM karena bagaimanapun juga penerimaan cukai masih dibutuhkan oleh pemerintah untuk membantu pembiayaan negara.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai terhadap harga rokok.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SPM terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM).
3. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SKM terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM).
4. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SKT terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>