Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Garry Goud Fillmorems
"Iklan merupakan salah satu cara yang digunakan oleh pelaku usaha untuk menawarkan produk kepada masyarakat. Namun demikian, di dalam mengiklankan sebuah produk, Pelaku usaha selalu di tuntut agar menyampaikan informasi yang jujur, benar, dan dapat dipertanggunjawabkan. Hal tersebut demi melindungi kepentingan konsumen yang akan membeli produk tersebut, dari informasi yang menyesatkan yang dapat merugikan kepentingan konsumen sendiri, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam tulisan ini Penulis memaparkan kajian terhadap iklan yang dibuat dan kemudian disebarluaskan oleh dua perusahaan penyedia layanan jasa internet yang digugat oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat karena diduga telah merugikan konsumen dengan iklannya yang menyesatkan.

Advertising is one way used by business actors to offer products to the public. However, in advertising a product, business actors are always in demand to convey information which is honest, true, and accountable. This is to protect the interests of consumers who will buy the product, from any misleading informations that could harm the interests of the consumers themselves, as stipulated in Law No. 18 of 1999 on Consumer Protection.
In this paper author describes a study of advertising that is created and then distributed by two internet service providers companies which were sued by a non-governmental organization for allegedly harming consumers' interests with misleading advertising.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43093
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Ditya Hanesty
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan brosur dalam Hukum Perlindungan Konsumen, dimana brosur yang merupakan suatu bentuk kegiatan promosi dari pelaku usaha juga merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak atas informasi konsumen. Tujuan kegiatan promosi adalah untuk untuk mempengaruhi konsumen agar membeli produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha, demi mencapai tujuan ini seringkali pelaku usaha melakukan segala macam cara untuk memikat konsumen dalam masa promosi atau pratransaksi, salah satu caranya yaitu termasuk memberikan informasi yang tidak jujur di dalam brosur produk mereka. Brosur yang tidak jujur ini sangat merugikan konsumen, hal inilah yang dialami oleh Ludmilla Arief, seorang konsumen yang tergiur membeli sebuah mobil Nissan March karena dalam brosurnya tercantum bahwa konsumsi bahan bakar mobil tersebut sangat irit sedangkan setelah beberapa bulan mengendarai mobil tersebut ternyata mobil tersebut sangat boros. Akhirnya Ludmilla Arief mengadukan hal ini ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Provinsi DKI Jakarta dan para pihak sepakat untuk menempuh penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana data penellitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kedudukan brosur adalah mengikat dalam Hukum Perlindungan Konsumen karena brosur merupakan janji-janji prakontrak sehingga memiliki akibat hukum apabila hal ini diingkari; kegiatan promosi yang dilakukan oleh PT. Nissan Motor Indonesia melalui brosur Nissan March dalam kasus ini telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen; PT. Nissan Motor Indonesia bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen dengan sesuai dengan Pasal 19 Undang Undang Perlindungan Konsumen; Putusan Arbitrase dalam kasus tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Perlindungan Konsumen.

This thesis discusses the position of the brochure in Consumer Protection Law. The brochure is a medium for promoting business activities and also a medium for communicating the rights that consumers have to accurate information. In order to achieve the former (the promotion of business activities to influence consumers to purchase a product or service), businesses will often engage in all sorts of tactics to lure consumers. One such unscrupulous tactic is to provide information that is not honest in the brochure. Dishonest brochures are obviously detrimental to consumers, as they purposely assert claims that are not empirically valid. One such incident occurred to Ludmilla Arief, a consumer tempted to buy a Nissan car in March given the brochure's claim that fuel consumption was very economical. In reality, after only several months, the car's actual fuel mileage was very wasteful. Arief Ludmilla eventually complained to the Consumer Dispute Settlement Agency of DKI Jakarta and the parties agreed to pursue a settlement of disputes through arbitration. This paper uses a normative juridical study whereby data is largely derived from the literature.
The results suggest that the position of the brochure is binding as related to the Consumer Protection Act because the brochure is a collection of promises that, if denied, are legally enforceable. As such, promotional activities conducted by PT. Nissan Motor Indonesia through its March brochures violate the provisions of the Consumer Protection Act. PT. Nissan Motor Indonesia is thus responsible for the losses suffered by consumers in accordance with Article 19 of the Consumer Protection Law. The Arbitration Award in the case conforms with the provisions of the Consumer Protection Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43099
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dipo Abdila Rasyid
"Permasalahan kebocoran data pribadi milik konsumen sebagai pengguna dalam
platform e-commerce milik Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
kerap terjadi dalam beberapa tahun ke belakang. Pelaku Usaha Perdagangan
Melalui Sistem Elektronik sebagai pengemban amanat perlindungan data pribadi
memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan data pribadi yang diperolehnya
dari konsumen menurut peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan
minimnya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan
data pribadi menimbulkan suatu ketidakpastian hukum terhadap permasalahan
mengenai perlindungan data pribadi. Hal tersebut yang menjadikan kegagalan
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam Putusan nomor
235/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst. dalam menggugat Pelaku Usaha Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik. Namun terlepas dari kegagalan tersebut, perkara a quo menjadi
awal mula kepastian hukum dalam ranah perlindungan data pribadi, sebab dari
sekian banyak permasalahan kebocoran data pribadi, perkara tersebut yang pertama
kali masuk ke jalur pengadilan. Dalam upaya melakukan perlindungan konsumen,
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat memegang peran penting
dalam melakukan advokasi kepada konsumen terhadap pelanggaran-pelanggaran
atau kelalaian yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik dalam melindungi data pribadi konsumen yang mereka peroleh. Dengan
metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kedudukan hukum serta peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat dalam melakukan advokasi terhadap permasalahan kebocoran data
pribadi pengguna platform e-commerce sebagai bentuk Perlindungan Konsumen.

The problem of leakage of personal data belonging to consumers as users of ecommerce
platforms owned by Trading Business Actors through Electronic
Systems has often occurred in the past few years. Trading Business Actors through
Electronic Systems as the bearers of the mandate for protecting personal data have
the obligation to protect personal data obtained from consumers according to
existing laws and regulations. With the lack of laws and regulations governing
personal data protection, it creates legal uncertainty regarding problems regarding
personal data protection. This has led to the failure of the Non-Governmental
Organization for Consumer Protection in case number 235/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst.
in suing Trading Business Actors through Electronic Systems. However, despite
this failure, the said case was the beginning of legal certainty in the realm of
personal data protection, because of the many problems of personal data leakage,
this case was the first to go to court. In conducting consumer protection, the Non-
Governmental Organization for Consumer Protection plays an important role in
advocating for consumers against violations or negligence committed by Trading
Business Actors through Electronic Systems in protecting consumer personal data
they obtain. With the juridical-normative research method, this study aims to
determine the legal position and role of the Non-Governmental Consumer
Protection Institution in advocating for the problem of leaking personal data of ecommerce
platform users as a form of consumer protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavie Daramarezkya
"Telekomunikasi sebagai bagian dari komunikasi menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat, oleh karena itu perkembangan usaha dan konsumen di bidang jasa telekomunikasi meningkat pesat. Pada akhirnya, masyarakat membutuhkan perlindungan hukum atas terjadinya sengketa di bidang jasa telekomunikasi. Adanya hukum perlindungan konsumen dapat dijadikan dasar dalam menyelesaikan sengketa di bidang jasa telekomunikasi. Penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha jasa telekomunikasi dapat dilakukan melalui peradilan umum atau melalui lembaga khusus yang dibentuk oleh Undang-Undang, yaitu BPSK. Penyelesaian sengketa melalui BPSK dapat dilakukan dengan mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Taufan Oktora Punu sebagai konsumen dari pelaku usaha jasa telekomunikasi PT. Excelcomindo Pratama Tbk merasa dirugikan dan tidak dipenuhi hak-haknya. Taufan Oktora Punu menggugat PT. Excelcomindo Pratama Tbk melalui BPSK dan atas kesepakatan bersama telah memilih untuk menyelesaikan sengketa konsumen secara damai dengan konsiliasi.

Telecommunication as a part of communication has become one of the primary needs for people to function in a day to day life. Today, telecommunication is one of the most vital tools for the functionality of a modern human civilization. As a result of this human social behaviour, there had been a sharp increase in the number of companies that provide telecommunication services. Telecommunication companies compete very strongly with each other in the varieties of services they provide to the consumers; as the more options they provide, the more they can reach to different kinds of consumers. Consumers became very vulnerable targets for high-valued promotional campaigns created by telecommunication companies, whose aim is to obtain bigger market shares in exchange of the cost utilized for the purpose to provide customer services. The lack of customer services can often create conflicts between telecommunication service providers and the consumers. When such conflicts regarding the legal rights and obligations of the two parties arise, it is necessary to have customer protection law in place to be used for the basis of settling an agreement or litigation. Conflict resolution can be done through court or through an organization formed by the constitution namely BPSK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S258
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"[Skripsi ini membahas mengenai layanan PT. Go-Jek Indonesia, yang mana pembahasan difokuskan pada pertanggungjawaban pelaku usaha atas layanan yang diselenggarakan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. Go-Jek Indonesia bertanggung jawab atas layanan yang diselenggarakan atas dasar bahwa hubungan antara pelaku usaha dengan pengemudi ojek adalah setara, sehingga menimbulkan tanggung jawab yang setara pada kedua belah pihak, serta adanya hubungan secara langsung antara konsumen dengan pelaku usaha melalui aplikasi yang digunakan untuk mengakses layanan yang bersangkutan.
, This undergraduate thesis discusses the services of PT. Go-Jek Indonesia, which focuses on company responsibility on such aforementioned services. This research is a normative legal research which was conducted by using literature study. The results of this research shows that PT. Go-Jek Indonesia is held liable for the conduct of its services on the grounds that there is an equal position between the company and ojek drivers, thus creating equal responsibility on both parties, and the existence of direct relationship between the company and the consumer through an online application in order to access such service.
]"
Universitas Indonesia, 2015
S60837
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Amru
"Skripsi ini membahas mengenai peraturan-peraturan terkait perlindungan hukum bagi konsumen terhadap jaminan produk makanan halal di Indonesia dan keberlangsungan pelaksanaan dari peraturan-perturan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif, penelitian kepustakaan dengan cara menelaah norma hukum tertulis berdasarkan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kesimpulan penelitian menunjukan bahwa pemerintah telah berupaya melalui peraturan-peraturan terkait perlindungan hukum bagi konsumen muslim terhadap produk makanan halal di Indonesia meskipun memiliki kekurangan dalam pelaksanaannya, berupa penerapan sanksi bagi produsen yang melanggar peraturan label produk makanan halal belum cukup tegas.

His Thesis is focusing on regulations regarding legal protection for the consumers about Halal Edibles Certainty in Indonesia, about the application of the regulations, and about Institutions focusing on legal protection for muslim consumer rsquo s right regarding Halal Edibles. The method used in this research is Juridical Normative which uses Primary Data through interview, and also Secondary Data by using Literature Studies. This research concludes that regulations on legal protection for muslim consumer rsquo s right regarding Halal Edibles in Indonesia are finely tuned, although there are some weaknesses. That is found the imposition of legal and sanctions enforcement for the Edible Producers whom broke the law of label for Halal Edibles is not firm enough."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Rachmawati Kusumawardani
"Industri perbankan mempunyai karakteristik usaha yang berbeda apabila dibandingkan dengan industri non-perbankan pada umumnya. Perbedaan yang mendasar terutama terlihat dari dua aspek, yaitu pertama, eksistensi lembaga keuangan sangat bergantung pada unsur kepercayaan dan kedua, hubungan bank, masyarakat dan pemerintah merupakan wujud ikatan sosial dalam artian bahwa masyarakat mengharapkan agar pemerintah dapat melindungi hak milik individu. Bank merupakan suatu lembaga kepercayaan, dimana keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. Artinya, eksistensi suatu bank sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat tersebut. Pengalaman menunjukkan, ada beberapa bank yang mengalami kesulitan dan terpaksa harus ditutup sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali, kenyataan demikian dapat menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara memberikan perlindungan kepada masyarakat penyimpan dana di bank ketika sebuah bank berhenti menjalankan kegiatannya, dicabut izinnya, atau bahkan dilikuidasi. Asas hukum, bahwa hubungan antara bank dengan nasabah bersifat koordinat (sejajar) dan bukan hubungan atas-bawah (subordinat). Namun, apa yang terjadi tidaklah demikian. Baik bank dalam posisi kreditor (yang berpiutang) maupun sebagai debitor (yang berutang), nasabah senantiasa dalam posisi yang lemah. Disamping itu, sangat tidak adil apabila nasabah harus menanggung keputusan likuidasi akibat salah urus bank. Dalam hal suatu bank dilikuidasi, seyogianya nasabah penyimpan dana bank terlikuidasi didudukkan sebagai kreditor yang diutamakan (preferen) dengan tanpa mengabaikan pembayaran piutang kepada pihak-pihak lain. Hal ini dikarenakan sebagian besar sumber dana perbankan berasal dari simpanan yang dikumpul dari masyarakat. Dengan sendirinya nasabah penyimpan dana mempunyai hak untuk menuntut kembali uang yang telah dipercayainya untuk disimpan pada bank terlikuidasi tersebut.

The banking industry has different business characteristics when compared with non-banking industry in general. The fundamental difference, especially seen from two aspects: first, the existence of financial institutions rely heavily on the element of trust and second, bank relations, society and government is a form of social bonding in the sense that the public expects the government to protect individual-property-rights. Bank is an institution of trust, where people's desire to keep their funds in banks solely based on the belief that money will be recouped in time and accompanied by rewards in the form of interest. That is, the existence of a bank is highly dependent on the public trust. Experience has shown, there are some banks who are having trouble and was forced to be closed to the detriment of the community, because most or all of their funds can not be recovered, thus reality can pose the question, how to provide protection to the public depositors in the bank when a bank stops its activities, revoked license, or even liquidated. The principle of law, that the relationship between banks and customers are the coordinates of (parallel) and not the top-down relationship (subordinate). However, what happens is not so. Both the bank in the position of creditors as well as the debtor (the debtor), the customer always in a weak position. In addition, it is not fair if the customer should bear the liquidation decision due to mismanagement of the bank. In the event that a bank is liquidated, depositors should a bank liquidated customers seated as preferred creditors (preferred) and without prejudice to payment of receivables to other parties. This is because most sources of funds came from banks that collected deposits from the public. Saving customers money by itself has the right to claim back the money that has been believed to be stored on the liquidated banks.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30122
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luna Amirahdya
"ABSTRACT
Financial Technology (Fintech) memiliki bermacam bentuk salah satunya Peer to Peer Lending, yaitu layanan yang mempertemukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman secara online melalui sebuah platform berbasis Sistem Elektronik. Peer to Peer Lending dikenal dengan sebutan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang diatur dengan POJK 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI. Sebagai suatu layanan jasa keuangan berbasis teknologi yang berbeda dari industri pembiayaan konvensional, LPMUBTI membutuhkan kejelasan atas peraturan perlindungan konsumen bagi Pengguna LPMUBTI baik dari segi pengelolaan dana maupun pengelolaan data Pengguna LPMUBTI. Oleh sebab itu, skripsi ini hendak menganalisis mengenai pengaturan perlindungan konsumen yang terdapat pada POJK LPMUBTI dibandingkan dengan peraturan-peraturan perlindungan konsumen yang ada di Indonesia serta perlindungan penerima pinjaman atas penagihan utang pada PT Digital Synergy Technology (PT DST). Penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen yang terdapat pada POJK LPMUBTI masih belum seluruhnya setara dengan peraturan perlindungan konsumen yang ada yaitu pada UU PK, UU ITE, dan POJK Perlindungan Konsumen beserta turunannya. Hasil analisis mengenai pengelolaan data dan pengelolaan dana pada PT DST menunjukkan bahwa terdapat penyalahgunaan Data Pribadi Pengguna yang menyebabkan kerugian konsumen dan terdapat pelanggaran pada peraturan internal PT DST serta Pedoman Perilaku Aftech terkait penagihan yang dilakukan menggunakan ancaman dan intimidasi. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan pengaturan tambahan mengenai perlindungan konsumen pada POJK LPMUBTI agar konsumen dalam sektor LPMBUTI lebih terlindungi.

ABSTRACT
Financial Technology (Fintech) has various forms, one of which is Peer to Peer Lending. Peer to Peer Lending is a service that brings together Loan Providers and Loan Recipients online through an Electronic System-based platform. Peer to Peer Lending is known as the IT-Based Lending Services (LPMUBTI) which is regulated by POJK 77/POJK.01/2016 concerning LPMUBTI. As a technology-based financial service that is different from the conventional finance industry, LPMUBTI requires clarity on consumer protection regulations for LPMUBTI Users both in terms of debt collection and LPMUBTI`s User data management. Therefore, this thesis intends to analyze the regulation of consumer protection found in POJK LPMUBTI compared to consumer protection regulations in Indonesia and the protection of loan recipients for debt collection at PT Digital Synergy Technology (PT DST). This study shows that consumer protection in POJK LPMUBTI is still not entirely equivalent to existing consumer protection regulations, namely in the UU PK, UU ITE, and POJK Perlindungan Konsumen. The results of the analysis of data management and fund management at PT DST indicate that there is an abuse of User Personal Data that causes consumer losses and there is a breach on PT DST`s internal regulations and the Aftech Code of Conduct related to debt collection that used threats and intimidation on its User. Based on this, additional regulations are needed regarding consumer protection in POJK LPMUBTI so that consumers in the LPMBUTI sector are better protected."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nenny Febriyanti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai iklan menyesatkan pada iklan multivitamin.
Multivitamin merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk mengimbangi kegiatan
manusia yang semakin sibuk sehingga dibutuhkan multivitamin untuk menjaga daya
tahan tubuh maupun untuk berbagai manfaat lainnya. Pelaku usaha akan berlombalomba
untuk mengiklankan produk multivitaminnya. Iklan ini sangat berperan dalam
pengambilan keputusan apakah akan membeli suatu produk atau tidak. Oleh karena
itu, sudah seharusnya iklan memberikan informasi yang sebenar-benarnya agar tidak
menipu konsumen. Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban terhadap
iklan yang menyesatkan tersebut.

Abstract
This thesis investigates the misleading multivitamin advertisement. Multivitamin is
necessary to balance the daily activities of human who are more busy nowadays, thus
vitamin is needed to keep the immune system and as well as the other benefits.
Businessmen will compete to advertise their multivitamin products. These
advertisements have a significant role in whether to buy or not to buy a product.
Therefore, an advertisement should provide correct information in order not to
deceive the consumers. This thesis discusses the responsibility of those misleading
advertisements.;"
Universitas Indonesia, 2012
S43310
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Verawati
"Permasalahan gagal bayar sering dialami debitur, salah satunya menimpa perusahaan pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (“PT SNP”). Laporan keuangan yang menjadi acuan pemberian kredit serta penerbitan dan pemeringkatan Medium Term Notes (“MTN”) tidak menunjukkan kondisi keuangan sebenarnya, sehingga menjadi faktor utama terjadinya kasus gagal bayar PT SNP. Peran Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sebagai pengawas sangat diperlukan untuk dapat memberikan perlindungan juga keterbukaan informasi kepada setiap konsumen lembaga pembiayaan. Permasalahan tersebut yaitu terkait tugas dan wewenang OJK dalam penerbitan dan pemeringkatan MTN, serta peran OJK dalam perlindungan konsumen terhadap pemegang MTN PT SNP yang telah dinyatakan pailit. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data tersebut disusun kualitatif, melalui uraian teks dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan kritis. Kesimpulan pertama, tugas dan wewenang OJK dalam proses penerbitan dan pemeringkatan MTN dapat ditinjau dari sebelum dan sesudah diterbitkannya POJK No. 35 tahun 2018 dan POJK No. 30 Tahun 2019, OJK tidak memiliki wewenang secara langsung dalam setiap produk MTN yang diterbitkan PT SNP, namun OJK dapat mengungkapkan setiap informasi, kondisi ataupun sanksi yang sedang dijalankan oleh suatu lembaga pembiayaan. Namun hal inilah yang belum terlihat dalam pelaksanaannya. Sehingga, untuk mendorong peran aktif dari OJK dalam memberikan perlindungan kepada setiap konsumen jasa keuangan perlu adanya jaminan bahwa peraturan terkait penerbitan efek bersifat utang yang salah satu instrumennya adalah MTN terlaksanakan dengan baik agar dapat memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap setiap investor/kreditur. Selanjutnya, pemegang MTN diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan serta evaluasi melalui pelaporan keuangan berkala. Selain itu, terhadap pelaporan keuangan yang dilakukan secara rutin tiap bulannya, perlu adanya parameter untuk penjatuhan sanksi kepada perusahaan jasa keuangan non bank yang terbukti melakukan tindakan curang, sehingga tidak hanya sebatas sanksi administratif.

Debtors often experience default problems, one of which is the financing company PT Sunprima Nusantara Pemfundan (“PT SNP”). The financial statements that serve as the reference for granting credit as well as the issuance and rating of Medium Term Notes (“MTN”) do not show the actual financial condition, thus becoming the main factor in the PT SNP default case. The role of the Financial Services Authority (“OJK”) as a supervisor is very necessary to be able to provide protection as well as information disclosure to every consumer of a financial institution. These problems are related to the duties and authorities of OJK in issuing and rating MTN, as well as the role of OJK in consumer protection for PT SNP MTN holders who have been declared bankrupt. The research was conducted using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The data was compiled qualitatively, through text descriptions and analyzed using descriptive and critical analysis techniques. The first conclusion is that the OJK's duties and authorities in the process of issuing and rating MTN can be reviewed before and after the issuance of OJK Regulations related to the Implementation of Financing Companies and POJK No. 30 of 2019, OJK does not have direct authority in every MTN product issued by PT SNP, but OJK can disclose any information, conditions or sanctions that are being carried out by a financing institution. However, this has not been seen in its implementation. Thus, to encourage the active role of the OJK in providing protection to every consumer of financial services, it is necessary to guarantee that regulations regarding the issuance of debt securities, one of which is MTN, are implemented properly in order to provide a sense of security and protection to every investor/creditor. Furthermore, MTN holders are expected to play a more active role in conducting supervision, inspection and evaluation through periodic financial reporting. In addition, for financial reporting that is carried out routinely every month, the parameters are needed for imposing sanctions on non-bank financial services companies that are proven to have committed fraudulent actions, so that they are not only limited to administrative sanction"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>