Sebagai salah satu sektor usaha yang tidak memiliki aset yang dapat dijaminkan, maka dibutuhkan suatu alternatif metode pembiayaan bagi sektor usaha hulu minyak dan gas bumi. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah regulasi dan mekanisme mengenai trustee borrowing scheme sebagai alternatif pembiayaan bagi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan perbedaaannya dengan metode pembiayaan berbentuk project finance pada umumnya. Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif, dan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penerapan dan mekanisme trustee borrowing scheme di Indonesia mengacu pada trust dalam sistem hukum common law. Hal ini didasarkan pada adanya klausula pilihan hukum dalam perjanjian trustee borrowing scheme, namun skema ini harus tetap mematuhi hukum Indonesia yaitu dalam hal pengaturan devisa utang luar negeri. Mekanisme trustee borrowing scheme ini pada prinsipnya merupakan bentuk derivatif dari project finance¸ namun terdapat perbedaan di antara keduanya yaitu dalam hal bentuk hukum pihak yang melakukan pinjaman, sistem jaminan/agunan, recourse dalam pembiayaan, dan prioritas negara terhadap pendapatan. Ketiadaan kerangka hukum trust yang kuat membuat perjanjian trustee borrowing scheme harus memilih hukum negara-negara common law yang telah memiliki kerangka hukum trust yang kuat. Sehingga regulator perlu membuat suatu kerangka hukum trust yang memadai, termasuk mengenai kedudukan utang luar negeri dalam trustee borrowing scheme demi keamanan dari pihak pemberi pinjaman.
Kata kunci: Trust, Jaminan, Project Finance.As one of the business sectors that does not have assets that can be pledged as collateral, an alternative method of financing is needed for the upstream oil and gas business sector. The problems discussed in this thesis are regulations and mechanisms regarding trustee borrowing schemes as an alternative financing for upstream oil and gas business activities and the difference with financing methods in the form of project finance. The research method used is normative juridical, and the data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. The application and mechanism of trustee borrowing schemes in Indonesia refers to the regulation of trust in the common law. This is based on the existence of a choice of law clause in the trustee borrowing scheme agreement, but this scheme must still comply with Indonesian law, namely in terms of foreign exchange regulation. The trustee borrowing scheme mechanism is a derivatives form of finance¸ but there are differences between the two in terms of the legal form of the party making the loan, the collateral system, recourse in financing, and the country's priorities for income. In the absence of a strong trust legal framework, a trustee borrowing scheme must choose the law of common law countries that have a strong legal framework of trust. Hence, the regulator needs to create an adequate legal framework for trust, including regarding the position of foreign debt in a trustee borrowing scheme for the security of the lender.
"Berbicara mengenai sektor minyak dan gas bumi yang merupakan sektor strategis tidak terlepas dari kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga yang terlibat didalamnya. Berbagai perkembangan peraturan dan kebijakan pun ikut mempengaruhi tata kelola migas khususnya pada sektor hulu. Mulai dari tata kelola migas dikendalikan oleh Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan negara, kemudian terbit UU No. 22 Tahun 2001 yang mengalihkan pengelolaan migas kepada Badan Pelaksana (BP Migas), sampai akhirnya keberadaan BP Migas dibubarkan karena dinilai inkonstitusional berdasarkan Putusan MK No. 36/PUU-X/2012. Akan tetapi, saat ini kewenangan yang ada pada BP Migas dahulu masih dijalankan oleh SKK Migas sebagai suatu entitas baru yang menyelenggarakan pengelolaan sektor hulu migas yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2013. Tidak terlepas dengan perwujudan negara di dalam Kementerian ESDM yang juga berwenang melaksanakan pengawasan dan pembinaan dalam tata kelola migas di Indonesia. Kemudian adanya wacana pembentuk Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) pada sektor hulu migas di dalam Rancangan UU Cipta Kerja menimbulkan pertanyaan bagaimana status kelembagaan dari SKK Migas dan seberapa urgensinya pembentukan BUMN-K ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan kepustakaan serta wawancara. Untuk menghadapi berbagai tantangan dalam tata kelola migas saat ini menjadi sangat penting untuk menentukan peran dan tanggung jawab secara efektif dan efisien antara Kementerian ESDM, PT Pertamina (Persero), dan SKK Migas, serta perlu ditinjau kembali mengenai badan usaha yang ideal dan sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 untuk melaksanakan pengelolaan migas di Indonesia.
Talking about the oil and gas sector which is a strategic sector is inseparable from the authority possessed by each institution involved in it. Various developments in regulations and policies have also affect oil and gas governance, especially in the upstream sector. In the begining oil and gas governance is controlled by Pertamina as the only state company, then Law Number 22 of 2001 which is transferred management of the upstream oil and gas sector to the Implementing Agency (BP Migas), until finally the existence of BP Migas was dissolved because it was considered unconstitutional based on the Constitutional Court Decision Number 36/PUU-X/2012. However, the existing authority at BP Migas was previously still exercised by SKK Migas as a new entity that carries out management of the upstream oil and gas sector established under Presidential Regulation Number 9 of 2013. It is inseparable from the realization of the state within the Ministry of Energy and Mineral Resources which is also authorized to carry out supervision and guidance in oil and gas governance in Indonesia. Then the discourse of forming a Special State-Owned Enterprise (BUMN-K) in the upstream oil and gas sector in the Draft Employment Law raises the question of the institutional status of SKK Migas and how urgent is the establishment of BUMN-K. The method in this research is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interviews. To face various challenges in oil and gas governance, it is now very important to determine the role and responsibilities effectively and efficiently between the Ministry of Energy and Mineral Resources, PT Pertamina (Persero), and SKK Migas, and needs to be reviewed on the ideal business entity in accordance with mandate of Article 33 paragraph (3) of the UUD 1945 Constitution to carry out oil and gas management in Indonesia.
"