Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dadan Sudarto
"Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Jumlah penderita TB pam BTA positif di Kabupaten Subang Tahun 2006 sebanyak 1.095 kasus (Insidens rate 107/100.000 penduduk). Di Kabupaten Subang selama lima tahun terakhir sampai tahun 2006 angka penemuan penderita baru TB paru BTA positif dan angka penemuan penderita seluruh tipe meningkat, keadaan itu menunjukkan bahwa penyakit TB masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat.
Program Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Subang untuk pengumpulan data menggunakan sistem jemput bola pada saat petugas kabupaten melakukan supervisi. Sistem ini mengakibatkan data yang terkumpal pada akhir triwulan tidak sama dengan angka yang sebenarnya ada di puskesmas apabila supervisi dilakukan pada awal atau pertengahan triwulan.
Pengembangan sistem yang dilakukan berdasarkan metode System Development Lye Cycle, yaitu planning analysis system, design, implementation, maintenance dan evaluation system dengan memadukan konsep Data Base Management System dan terintegrasi dengan data spasial sehingga menambah keunggulan dalam Sistem Informasi P2TB berbasis wilayah (SIG) di Kabupaten Subang. Hasil analisis sistem dapat mengidentifikasi permasalahan manajemen sistem informasi penanggulangan penyakit TB serta alternatif solusi pada tahap input, proses dan output.
SIP2TB berbasis wilayah dirancang untuk kemudahan input data dan otomasi proses pengolahannya menjadi informasi. Output yang dihasilkan berupa laporan reguler, tabulasi indikator program, grafik indikator program dan informasi pemetaan endemisitas wilayah dengan unit pengamatan terkecil desa. Interpretasi epidemiologis kasus TB pada visual peta ini dapat mengetahui jangkauan pelayanan kesehatan (Puskesmas) dalam penanggulangan TB dan kepadatan penduduk dengan sebaran kasus TB.
Aplikasi SIP2TB ini dapat menjadi alat manejemen dalam program penanggulangan TB, menguatkan kemampuan pada kegiatan monitoring dan evaluasi. Output yang dihasilkan dapat dijadikan informasi untuk masukan pada pengambil keputusan dalam program Penanggulangan TB. SIP2TB ini diharapkan dapat dijadikan alat bagi pengelola program dan bila memungkinkan dapat dikembangkan di puskesmas serta menjadi model bagi kabupaten lain.

Tuberculosis (TB) is a communicable disease caused by Mycobacterium tuberculosis that it is still beeing a public health problem in the community. Number of detected new smear positive pulmonary TB were 1,095 cases in Subang district by the year 2006 referred to the national incidence rate, 107/100,000. Over the last five year there were an increased number of detected all type TB cases in Subang district. This showed that TB still becomes a public health problem in the community.
TB Control Program in Subang has been carrying out ball pick up for TB data colection in district level. It means that district TB supervisor (wasor) goes to health services unit to pick up data or registry when quarterly supervisory visit. This system might cause the data differences between the real existing data at health service unit (UPK) and collected data by wasor at the same period of time the wasor visit UPK at the begining or in the middle ofthe quarter.
System Development was done on the basis of System Development Life Cycle method, including planning analysis system, design, implementation, maintenance and evaluation system. Through combining the concept of Dafa Base Management System and integrated with spatial data able to increased an advances of TB Control Program Geographical Information System in Subang district. Result system analysis was able to identify the management information system of TB control program as well as alternative solution on input phase, process phase and output phase.
The GISTB was designed to make input data and data processing to be information becoming easier. The output is a regular report, tables, graphs of the program indicators as well as information mapping of TB case distribution in village level as an investigation unit. Epidemilogy Interpretation of TB case on the visual map shows the level of health center coverage in relation to TB services. It also shows the population density and case distribution.
The GISTB application will be able become as a management tool of TB control program for strengthening monitoring and evaluation system. Therefore a decision making for TB control program in Subang based on valid, acurate and reliable data as an output ofthe system. This system also is expected to be able to be adopted as a wasor tools and expanded to health service unit level as well as being a model in other districts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Sudarto
"Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat. jumlah penderita TB paru BTA positif di Kabupaten Subang Tahun 2006 sebanyak 1.095 kasus (Insidene rate 107/100.000 penduduk). Di Kabupaten Subang selama lima tahun terakhir sampai tahun 2006 angka penemuan penderita baru. TB paru BTA positif dan angka penemuan penderita seluruh tipe meningkat, keadaan itu menunjukkan bahwa penyakit TB masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat.
Program Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Subang untuk pengumpulan data menggunakan sistem jemput bola pada saat petugas kabupaten melakukan supervisi. Sistem ini mengakibatkan data yang terkumpul pada akhir triwulan tidak sama dengan angka yang sebenarnya ada di puskesmas apabila supervisi dilakukan pada awal atau pertengahan triwulan.
Pengembangan sistem yang dilakukan berdasarkan metode System Development Life Cycle, yaitu planning analysis system, design, implementation, maintenance dan evaluation system dengan memadukan konsep Data Base Management System dan terintegrasi dengan data spasial sehingga menambah keunggulan dalarn Sistem Informasi P2TB berbasis wilayah (SIG) di 1Cabupaten Subang. Hasil. analisis system dapat mengidentifikasi permasalahan manajemen sistem informasi penanggulangan penyakit TB serta altematif solusi pada tahap input, proses dan output.
SIP2TB berbasis wilayah dirancang nntuk kemudahan input data dan otomasi proses pengolahannya menjadi informasi. Output yang dihasilkan berupa laporan reguler, tabulasi indikator program, grafik indikator program dan informasi pemetaan endemisitas wilayah dengan unit pengamatan terkecil desa. Interpretasi epidemiologis kasus TB pada visual peta ini dapat mengetahui jangkauan pelayanan kesehatan (Puskesmas) dalam penanggulangan TB dari kepadatan penduduk dengan sebaran kasus TB.
Aplikasi SIP2TB ini dapat menjadi alat manajemen dalam program penanggulangan TB, menguatkan kemarnpuan pada kegiatan monitoring dan evaluasi. Output yang dihasilkan dapat dijadikan informasi untuk masukan pada pengambil keputusan dalam program Penanggulangan TB. SIP2TB ini diharapkan dapat dijadikan alat bagi pengelola program dan bila memungkinkan dapat dikembangkan di puskesmas sarta menjadi model bagi kabupaten lain.

Tuberculosis (TB) is a communicable disease caused by Mycobacterium tuberculosis that it is still beeing a public health problem in the community. Number of detected new smear positive pulmonary TB were 1,095 cases in Subang district by the year 2006 referred to the national incidencerate, 107/100,000. Over the last five year there were an increased number of detected all type TB cases in Subang district. This showed that TB still becomes a public health problem in the community.
TB Control Program in Subang has been carrying out "ball pick up" for TB data colection in district level. It means that district TB supervisor (wasor) goes to health services unit to pick up data or registry when quarterly supervisory visit. This system might cause the data differences between the real existing data at health service unit (UPK) and collected data by wasor at the same period of time if the wasor visit UPK at the begining or in the middle of the quarter.
System Development was done on the basis of System Development Life Cycle method, including planning analysis system, design, implementation, maintenance and evaluation system. Through combining the concept of Data Base Management System and integrated with spatial data able to increased an advances of TB Control Program Geographical Information System in Subang district. Result system analysis was able to identify the management information system of TB control program as well as alternative solution on input phase, process phase and output phase.
The GISTB was designed to make input data and data processing to be information becoming easier. The output is a regular report, tables, graphs of the program indicators as well as information mapping of TB case distribution in village level as an investigation unit. Epidemilogy Interpretation of TB case on the visual map shows the level of health center coverage in relation to TB services. It also shows the population density and case distribution.
The GISTB application will be able become as a management tool of TB control program for strengthening monitoring and evaluation system. Therefore a decision making for TB control program in Subang based on valid, acurate and reliable data as an output of the system. This system also is expected to be able to be adopted as a wasor tools and expanded to health service unit level as well as being a model in other districts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutarji
"Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Tingginya prevalensi TB dan belum berhasilnya pelaksanaan program pemberantasan TB, menempatkan penyakit ini sebagai penyebab kematian nomor satu dari kelompok penyakit infeksi.
Salah satu komponen penting dalam program pemberantasan TB adalah adanya monitoring dan evaluasi program. Kegiatan tersebut dapat berjalan secara efektif jika pengelola program TB memiliki data dan informasi yang dapat diakses secara mudah, cepat, valid dan tepat waktu. Dalam rangka memenuhi kebutuhan data dan informasi maka dibutuhkan sebuah sistem informasi yang tertata dan dapat dioperasionalkan dengan baik serta dapat menjawab kebutuhan program pemberantasan TB.
Kajian penelitian ini berjudul "Pengembangan Sistem Informasi Program Pemberantasan TB Paru Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung". Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah Terciptanya pengembangan aplikasi sistem informasi program pemberantasan TB di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalain dan telaah dokumen.
Pengembangan sistem informasi ini dilakukan di Seksi P2TB Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dengan data input berasal dari Puskesmas, Balai Labkes dan BPS, sementara pengguna output sistem adalah Kepala Subdin P2P, Kepala Dinkcs Kota dan Propinsi. Sedangkan Feedback akan diberikan kepada Puskesmas.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan yang berjalan saat ini masih dilakukan secara manual, sehingga dalam proses akses data, pembuatan laporan dan analisis indikator masih banyak ditemui kendala, baik dari segi waktu, tenaga maupun tingkat kesalahan yang terjadi.
Kelebihan dari hasil pengembangan sistem informasi TB berupa report/laporan dan indikator program dapat diperoleh secara otomatis berdasarkan entri data yang dilakukan. Report yang dihasilkan antara lain TB 03, TB 06, TB 07, TB 08, TB 11, TB 12, Laporan efektivitas status pelaksana PM() terhadap hasil akhir pengobatan, Laporan Kedaluwarsa Reagensia ZN dan OAT. Sedangkan indikator yang dihasilkan berupa: proporsi suspek, angka konversi, angka kesembuhan, error rate, CDR dan CNR.
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung secara organisasi, SDM, sarana dan prasarana serta dana dinilai memiliki kesiapan dalam penerapan sistem informasi ini. Berdasarkan kemudahan dalam operasional dan output yang dihasilkan, sistem ini cukup aplikatif. Report dan indikator yang dihasilkan sistem dapat menjadi acuan dan sumber data bagi pengelola program TB dalam melakukan perencanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pernberantasan TB di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

TB Paru is disease of infection which still became the problem of health in Indonesia. Still height of prevalence disease of TB and not yet succeeded him various program eradication of TB, placing-this disease as cause of death of first one of faction disease of infection.
One of cause still lower him efficacy of program eradication of TB is record-keeping system and reporting which uniform net yet each every unit service of health Affect from not yet good of record-keeping system him and reporting for example, organizer of program do not have instrument to conduct planning, program evaluation and monitoring. Without supported by good data source, hence big of problem which in fact difficult also in order to be known. Thereby the existence of information system able to be accessed easily, valid, on schedule and can give the image of program indicator is a requirement for organizer of TB program in the Health District of Bandar Lampung City.
Target of this research is creation development of application of system information in Health District of Bandar Lampung City. Information System Program Eradication of TB Paru is a designed application program by automatic.
This application program aim to give amenity for organizer of TB Program in Health District of Bandar Lampung City in making of report and calculation of indicators, is which during the time conducted by manual.
Research conducted qualitative, while data collecting through interview and document study. Circumstantial interview isn't it to Kasubdin P3P, Kasie P2ML and Staff/Vice Supervisor of program of TB Paru in the Health District of Bandar Lampung City.
Development of scheme of information system of TB Paru in the Health District Bandar Lampung City through some phases, for example pre study analyses with activity form identify problem and opportunity of system development. In this phase in after is systems analysis in the form of system model, instrument model and conversion -between old with new system. The stage of system design is to yield device of logic, system organization and procedure.
The Health District of Bandar Lampung City pursuant to study which have been conducted to readiness of SDM, material, organizational, expense and-also-technology, owning opportunity for the applying of this TB Paru information system.
Pursuant to data of entry at form which have been designing, -application program of TB Paru can give indicator and report automatically. Report yielded by system other : summarize TB 03, TB06, TB 08, TB-i-I; TB--I-2; the effectiveness of PMD and also important indicator which needed by organizer of Program TB Paru in the Health District of Bandar Lampung; City.
Limitation of this information system, for example do not be yielded by report form him of TB Health Centre, analyses OAT which still globally and also there is no medium him watch medium condition and availability related to Program Eradication of TB Paru.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Roni
"Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.WHO mengestimasi rata-rata kasus untuk pemeriksaan dahak didapatkan BTA positif 115 per 100.000 tahun 2003. Jumlah kasus baru TB Paru BTA positif sebesar 194.780 orang tahun 2011, untuk kabupaten Bogor tahun 2010 sebanyak 3.869 orang dan Kecamatan Cisarua 18 orang.
Manajemen penyakit Tuberkulosis berbasis wilayah dilaksanakan dengan manajemen kasus dan manajemen faktor risiko secara simultan, paripurna, terencana dan terintegrasi. Penelitian ini mengenai analisis manajemen penyakit TB berbasis Wilayah di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor tahun 2012.
Kerangka konsep penelitian ini menggunakan pendekatan manajemen penyakit berbasis wilayah dengan memadukan manajemen kasus dengan manajemen faktor risiko. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa UPT Puskesmas Cisarua telah melaksanakan manajemen kasus pada penanggulangan penyakit Tuberkulosis melalui program DOTS, namun upaya penanggulangan faktor risiko belum optimal. Tidak ada Klinik Sanitasi sebagai suatu wahana masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan.

Tuberculosis is a chronic infectious disease remains a public health problem in the world including Indonesia.WHO estimating the average case for smear-positive sputum specimens obtained 115 per 100,000 in 2003. Number of new cases of smear-positive pulmonary TB 194 780 people in 2011, to the district of Bogor in 2010 and as many as 3,869 people Cisarua District 18.
Tuberculosis disease management implemented region-based case management and management of risk factors simultaneously, complete, well-planned and integrated. This study analyzes the management of TB disease in the sub region based Cisarua Bogor regency in 2012.
The conceptual framework of this study using area-based disease management approach to integrating case management with risk factor management. This research was conducted with qualitative methods. The results showed that the UPT Puskesmas Cisarua been implementing case management on tuberculosis control through DOTS programs, but the reduction of risk factors is not optimal. No Sanitation Clinic as a vehicle for communities to address environmental health issues.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Mardani
"Kematian TBC di Indonesia merupakan cerminan dinamika kompleks upaya penanggulangan TBC di tingkat regional, termasuk di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Pada tahun 2022 kematian penderita TBC di Kabupaten Indragiri Hulu sebesar 7,1% dari total penderita TBC yang dilaporkan dan diobati, menjadikan Indragiri Hulu menempati peringkat kedua kematian TBC terbanyak di Provinsi Riau. Selain itu, kematian penderita TBC di Indragiri Hulu juga menunjukkan tren meningkat dari 0,8% (2020), menjadi 6,3% (2021), dan meningkat lagi menjadi 7,1% (2022). Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko semua kematian penderita TBC di Kabupaten Indragiri Hulu. Desain penelitian ini adalah kohort restrospektif. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari aplikasi SITB Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2020-2023. Sebagai populasi penelitian adalah seluruh penderita TBC di Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2020-2023 berjumlah 2.073 orang. Sampel berjumlah 1.908 subjek yang dipilih menggunakan teknik total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekskluasi. Analisis data meliputi analisis univariat menggunakan tabel distribusi frekuensi dan deskriptif probababilitas survival kumulatif, analisis bivariat menggunakan metode Kaplan-Meier dan uji logrank, dan analisis multivariat menggunakan uji cox regression. Hasil penelitian menunjukkan kematian penderita TBC sebesar 6,6% dari total kasus TBC dengan insidens kematian 40 per 100.000 orang-hari dan probabilitas survival kumulatif diakhir pengamatan (hari ke-640) sebesar 31,12%. Model akhir analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko semua kematian penderita TBC di Kabupaten Indragiri Hulu adalah umur ≥50 tahun (HR=4,241, 95%CI: 2,902-6,197), status HIV (HR=8,104, 95%CI: 2,553-25,722), riwayat pengobatan sebelumnya (HR=1,848, 95%CI:1,076-3,174), dan resistensi obat (baseline HR=5,739, 95%CI: 1,482-22,225). Status HIV menjadi faktor risiko kematian penderita TBC yang paling dominan.

TBC deaths in Indonesia are a reflection of the complex dynamics of TB control efforts at the regional level, including in Indragiri Hulu Regency, Riau Province. In 2022, TBC deaths in Indragiri Hulu Regency will be 7,1% of the total TBC cases reported and treated, making Indragiri Hulu the second highest TBC death rate in Riau Province. Apart from that, TBC deaths in Indragiri Hulu also show an increasing trend from 0.8% (2020), to 6.3% (2021), and increasing again to 7.1% (2022). The main objective of this research is to determine the risk factors for all deaths of TB patients in Indragiri Hulu Regency. The design of this study was a retrospective cohort. This research uses secondary data from the Indragiri Hulu Regency SITB application for 2020-2023. The research population is all TBC patients in Indragiri Hulu Regency in 2020-2023 totaling 2,073 people. The sample consisted of 1,908 subjects selected using total sampling techniques based on inclusion and exclusion criteria. Data analysis included univariate analysis using frequency distribution tables and descriptive cumulative survival probabilities, bivariate analysis using the Kaplan-Meier method and logrank test, and multivariate analysis using the cox regression test. The results of the study showed that TBC death was 6.6% of the total TB cases with an incidence of death of 40 per 100,000 person-days and a cumulative survival probability at the end of observation (day 640) of 31.12%. The final model of the multivariate analysis showed that the risk factors for all TBC deaths in Indragiri Hulu Regency were age ≥50 years (HR=4,241, 95%CI: 2,902-6,197), HIV status (HR=8,104, 95%CI: 2,553-25,722), treatment history (HR=1,848, 95%CI:1,076-3,174), and drug resistance (HR=5,739, 95%CI: 1,482-22,225). HIV status is the most dominant risk factor for TBC death.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Budi Waluyo
"Salah satu aspek penting dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam menunjang keherhasilan program pemberantasan penyakit TB Paru adalah melalui penyebarluasan informasi penyakit TB Paru pada masyarakat luas. Maka dengan demikian komunikasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam penyampaian pesan yaitu komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Dari kenyataan yang ada ternyata sebagian besar (56%) masyarakat di Kabupaten lndramayu belum pernah terpapar dengan informasi penyakit TB Paru.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketakterpaparan informasi penyakit TB Paru pada masyarakat di Kabupaten lndramayu tahun 2001, berdasarkan hasil analisis data sekunder Survei Evaluasi Manfaat (SEM) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) bekerjasama dengan Biro Pusat Statistik (BPS) di Kabupaten Indramayu tahun 2001. Dalam penelitian ini, sebagai variabel dependen adalah ketakterpaparan informasi penyakit TB Paru dan variabel independen adalah umur, jenis kelamin, pendidikkan, pekerjaan, pendapatan dan jarak ke fasilitas kesehatan.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study dengan populasi aktual seluruh responden dalam Survei Evaluasi Manfaat (SEM). Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 3.359, jumlah ini melewati jumlah sampel minimum yang diperoleh dengan perhitungan. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar atau prevalensi ketakterpaparan informasi penyakit TB Paru cukup besar yaitu 56%. Dari 6 variabel independen yang secara statistik bermakna adalah faktor umur (p=0,000, OR-1,52, 95% CI: 1,249 - 1,845), jenis kelamin (p=0,000, OR=1,32, 95% CI: 1,140 - 1,540), pendidikkan (p=0,000, CR=4,28, 95% CI : 3,518 - 5,216), pekerjaan (p=0,000, OR=I,47, 95% CI : 1,284 - 1,718) dan pendapatan (p 0,000, OR=1,37, 95% CI : 1,170 - 1,602). Berdasarkan perhitungan dampak potensial, variabel yang paling dominan adalah pendidikkan yang memberikan kontribusi terbesar dengan ketakterpaparan informasi penyakit TB Paru yaitu 68,4%.
Berdasarkan temuan peneliti, disarankan pertama perlu adanya kebijakan dari Dinas Kesehatan dalam upaya penyebarluasan informasi penyakit TB Pam. Kedua perlunya perhatian dari Dinas Kesehatan Indramayu pentingnya penyebarluasan informasi penyakit TB Pam yang dapat menjangkau seluruh masyarakat terutama kelompok masyarakat lanjut usia, pendidikan rendah, pengangguran dan pendapatan rendah, karena kelompok inilah yang mempunyai resiko besar terhadap penularan penyakit TB Paru. Ketiga bagi puskesmas perlu memanfaatkan jaringan komunikasi yang ada di masyarakat untuk menyebarluaskan informasi penyakit TB Paru. Keempat peningkatan pendidikkan non formal bagi masyarakat melalui kegiatan penyuluhan agar masyarakat meningkat pengetahuannya terhadap penyakit TB Paru.
Daftar bacaan : 41 ( 1971- 2002)

Factors Related to Non-Exposure Status Of Information About Pulmonary Tuberculosis in A Community in Kabupaten Indramayu, Year 2001One important aspect in enhancing knowledge, attitude, and practice in a community, as a part of supporting pulmonary tuberculosis (TB) control program, is information dissemination throughout the community. Therefore, communication is an important component in message transmission. There is a fact that most of people in the community (56%) in Kabupaten Indramayu are not sufficiently exposed with information regarding pulmonary TB disease.
The objective of this study was to know what factors are related to non-exposure of information about pulmonary tuberculosis in the community in Kabupaten Indramayu, by the year of 2001. The study was based on secondary data analysis of Survei Evaluasi Manfaat (SEM), a survey conducted by an institution named Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), in collaboration with Central Bureau of Statistics (Biro Pusat Statistik).
In this research we defined the non-exposure status of information about pulmonary tuberculosis in the community as a dependent variable, while age, gender, education, occupation, income and distance to health facilities were defined as independent variables. The actual population in this cross-sectional study was all respondents surveyed in Survei Evaluasi Manfaat. As many as 3,359 samples were recruited in this study. Our sample size exceeded the minimum required sample size. In this study all steps of analysis, i.e. univariate, bivariate and multivariate analyses were done.
Our findings demonstrated that a prevalence of non-exposure of information about pulmonary TB was quite high (56%). There were 6 significant independent variables influencing the non-exposure status of information, i.e. age (p=0.000, OR=1.52, 95% CI: 1.25 - 1.85), gender (p=0.000, OR=1.32, 95% CI: 1.14 - 1.54), education (p=0.000, OR=4.28, 95% CI: 3.52 - 5.22), occupation (p=4.040, OR=1.47;, 95% CI: 1.28 - 1.72) and income (p=0.000, OR=1.37, 95% CI: 1.17 -- 1.60). Considering the potential impact fraction, the most dominant variable was the education, which provided the highest contribution to the non-exposure status of information regarding pulmonary TB disease (68.4%).
Based on our findings, it is firstly suggested that District Health Office should have a policy to disseminate information regarding pulmonary TB. Secondly, to support information dissemination, means and equipment are essentially needed. Thirdly, to disseminate information about TB, the Puskesmas needs to make use of the existed communication networking in the community. Finally, it is also recommended to improve non-formal education in the community in order to increase their knowledge about pulmonary TB disease.
Reference list: 38 (1971-2002)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T9901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gaffar
"Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan umur dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan 450.000' kasus baru tuberkulosis setiap tahun, dimana 1/3 penduduk terdapat disekitar Puskesmas, 1/3 lagi ditemukan pada pelayanan Rumah Sakit/Klinik Pemerintah dan Swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan dengan kematian diperkirakan 175.000 setiap tahun.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilakukan pada semua desa (20 desa) dalam wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan dari bulan Maret 2000 sampai dengan April 2000.
Penelitian ini menggunakan metode disain Cross Sectional . Sampel adalah seluruh tersangka penderita TB Paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 435 penderita. Pada tersangka penderita TB Paru dilakukan wawancara melalui kuesioner untuk mengetahui kemungkinan beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru.
Hasil yang diperoleh yaitu tindakan pertama perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru 73,33 % ke fasilitas pelayanan pengobatan moderen (swasta dan pemerintah), 26,67 % ke fasilitas pelayanan tidak moderen (tidak berobat, mengobati sendiri dan pengobatan tradisional). Faktor persepsi akibat, persepsi kegawatan dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan. Selanjutnya yang dapat disarankan adalah penyuluhan tentang TB Paru (gejala-gejala, cara penularan, akibat yang dapat ditimbulkan dan pengobatan) di masyarakat perlu ditingkatkan, juga dalam pelaksanaan program P2 TB Paru selain fasilitas pelayanan pemerintah juga perlu melibatkan fasilitas pelayanan swasta (dokter praktek swasta dan Paramedis/Bidan praktek swasta)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T2090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Pito Supeni
"Tujuan Penelitian: Penelitian ini mengukur rata-rata kinerja petugas dengan melakukan pengamatan terhadap penampilan kerja petugas pengelola program TB Paru di Puskesmas, dan kemudian melihat hubungannya dengan faktor individu, faktor psikologis dan faktor organisasi. Pengumpulan data selain dengan pengamatan juga dilakukan wawancara untuk mengetahui faktor individu, faktor psikologis dan faktor organisasi.
Metode Penelitian: Desain studi crossectional. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan menggunakan checklist dan wawancara menggunakan kuesioner.
Hasil Penelitian: Hasil dari penelitian ini adalah rata-rata kinerja petugas pengelola TB Paru mencapai skor 45,54. Dalam faktor individu penghasilan berhubungan bermakna dengan kinerja petugas demikian juga kemampuan berhubungan bermakna dengan kinerja petugas. Sedangkan dalam faktor psikologis motivasi dan persepsi peran keduanya berhubungan bermakna dengan kinerja petugas. Adapun faktor organisasi, sumberdaya dan struktur organisasi berhubungan dengan kinerja petugas. Analisa multivariat menghasilkan model dimana kemampuan, sumberdaya, motivasi, struktur, penghasilan dan interaksi sumberdaya dan motivasi berhubungan dengan kinerja petugas secara bersama-sama. Model yang dihasilkan bermakna dengan nilai p pada uji F kurang dari 0,05 dan R square sebesar 0,782.
Rekomendasi : Melihat rata-rata kinerja yang baru mencapai 45,54 maka masih perlu ditingkatkan lagi. Peningkatan kinerja dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan, sumberdaya, motivasi dan penghasilan. Perlu dilakukan peningkatan kemampuan teknis petugas Kabupaten, pedoman supervisi dan advokasi kepada pengambilan keputusan di daerah.

Objectives: This research has objectives to measured provider?s performance by making observation to such on lung tuberculoses program at health center and then examines correlations between the individual, the psychology and the organization factors.
Method: Study design in this research is crossectional study. Collecting the data has been done by observation which the checklist used and interview which questionnaire used.
Result: This research show that the averages score of performance as much as 45.541. On the individual factor, level of income variables correlations significantly performance, so do with the level of competency show significant correlations. Furthermore motivation and perception (Psychology factors) correlation significantly to the provider's performance. Within the organization factor, variable of resources and organizational structure are significantly correlated. The multivariate analysis showed variables of competency, resources, motivation and income together explain the performance significantly with p value on the F test less of 0,05 and adjusted R Square of 0.773.
Recommendation: Considering low provider's performance it is suggested that specific intervention should bee done on improving provider's competency, providing adequate resources, improving motivation level, and providing attractive incentive for the providers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmadi
"Pada saat ini penyakit tbc masih meupakan masalah kesehatan masyarakat oleh karena angka kesakitan meningkat terus setiap tahun dan salah satu penyebab penyakit ini adalah ketidakteraturan berobat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa secara kualitatif perilaku kepatuhan menelan obat penderita tuberkulosis paru di 4 puskesmas wilayah Kabupaten Ketapang tahun 2000. Lokasi penelitian dilakukan di 4 puskesmas yaitu Puskesmas Sei Awan, Puskesmas Suka Bangun (yang penderitanya aktif berobat), Puskesmas Kedondong dan Puskesmas Mulia Baru (yang penderitanya tidak aktif berobat), Kabupaten Ketapang.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan sebagai informan adalah penderita Tb paru yang sedang mengikuti program Tb paru di bawah 5 bulan pengobatan, petugas pemegang program Tb paru, pimpinan puskesmas, petugas laboratorium dan PMO. Pengumpulan data dengan metode diskusi kelompok terarah terhadap penderita Tb paru serta PMO, sedangkan petugas program Tb paru, petugas laboratorium, kepala puskesmas dilakukan wawancara mendalam. Karakteristik informan untuk penderita Tb paru yang dilihat adalah pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi, niat. Persepsi disini adalah terhadap petugas pemegang program Tb paru, Petugas laboratorium dan PMO. Untuk PMO yang_ dilihat adalah pengawasannya terhadap penderita Tb paru. Untuk petugas pemegang program dan petugas laboratorium yang dilihat adalah pelayanannya, dan untuk pimpinan puskesmas yang dilihat adalah pengawasannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penderita Tb paru yang aktif dan tidak aktif berobat sebagian besar penderita mempunyai pengetahuan yang baik, dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan rendah. Persepsi penderita terhadap petugas program Tb paru, petugas laboratorium, PMO pada yang aktif berobat umumnya baik sedangkan yang tidak aktif berobat mempunyai persepsi yang buruk. Sikap penderita yang aktif berobat terhadap lamanya dan keteraturan menelan berobat menunjukkan sikap yang baik sedangkan pada yang tidak aktif berobat menunjukkkan sikap yang buruk. Semua penderita yang aktif berobat mempunyai motivasi yang positif, sedangkan pada yang tidak aktif berobat mempunyai motivasi yang buruk. Hampir seluruh penderita yang aktif berobat maupun yang tidak aktif berobat menunjukkan adanya niat untuk kesembuhan bagi dirinya dan hanya sebagian kecil saja yang tidak ada niat atau pasrah dengan keadaan sakitya.
Sebagian besar PMO yang penderitanya yang aktif berobat mempunyai pengawasan yang baik dan pada yang tidak aktif berobat pengawasannya buruk. Sebagian besar kepala puskesmas yang penderitanya aktif berobat pengawasannya baik sedangkan sebagian besar pada penderitanya yang tidak aktif berobat pengawasannya buruk. Sebagian besar petugas pemegang program Tb paru yang penderitanya aktif berobat mempunyai pelayanan yang baik sedangkan sebagian besar pada yang tidak aktif berobat pelayanannya buruk. Sebagian besar petugas laboratorium yang penderitanya aktif berobat pelayanannya baik sedangkan sebagian besar pada penderitanya yang tidak aktif berobat pelayanannya buruk. Ada beberapa saran yang dapat kami sampaikan. Kepada para Kepala Puskesmas supaya mengadakan pelatihan kepada petugas, agar kinerja petugas dapat ditingkatkan. Kepada pemerintah agar mendukung dan menyediakan dana untuk meningkatkan program Tb paru.

Now the tuberculosis disease in public health problem the cases improve every year an one of the couses of this disease to swallow the pillsirregulary. This research purposed is to qualitative analyze obedience behavior to swallow pills among the lung tuberculoses patients at four health centres in Ketapang District in the year 2000. the 4 public health centre, named Puskesmas Sei Awan, Puskesmas Suka Bangun (which patients are active in medication), Puskesmas Kedondong and Puskesmas Mulia Baru (which patients are not active in medication), in Ketapang District.
This research is a qualitative research and the informants are the lung tuberculoses patients who participated in lung tuberculoses program within 5 months medication, the officials for the lung tuberculoses program, public health centre head, laboratory staffs and the PMO. The data is collected by applying focus group discussion method of the lung tuberculoses patients together with the PMO, and by applying deep interview with the lung tuberculoses program officials, the laboratory staffs, and the head official of public health centre. The observed inforrnen characteristics of the lung tuberculoses patients are the knowledge, perception, attitude, motivation, and eagerness. Perception is due to the services which are given by the lung tuberculoses program officials and the laboratory staffs, and the monitoring by the PMO to the lung tuberculoses patients, and the process monitoring by the head official public health centre.
The research result showed that the active and non-active patient's have good knowledge and some a few of non-actve patient's have minor knowledge. There are generally good perceptions among the active medication patients about the program officials, laboratory staffs, and the PMO, as well as the non-active patients have bad perceptions about these officials. Active medication patient's attitude towards the period and the regularity in swallowing the pills are good, as well as the non-active medication patients didn't show bad attitude. All the active medication patients have positive motivation, while the non-active medication patients have poor motivation. Almost all of the patients, either the active or the non-active medication patients show good intention for their own disease remedy. Only few of them didn't show the motivation to get cured from the disease or relinquish for their own condition.
Most of the PMO, program officials, laboratory staffs, and the head official of public health centre with active medication patients have showed good attitude in their own tasks, while the PMO, program officials, laboraty staffs and head official of public health centre with non-active patients have showed poor attitude in doing their own tasks. I would like to suggest few things regarding the above conditions. The head official of public health centre should provide good training for his officials, as well as motivate his officials to provide better attitude in doing their own tasks. The government should provide enough support and fund for the implementation of the lung tuberculoses medication program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis (MTb). Penyakit infeksi M.Tb ini menyerang semua
negara di dunia. Selain menyebabkan kematian, penderita TB ini juga mengalami
kerugian secara ekonomis dan menghadapi stigma negatif di masyarakat.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita TB terbanyak ke-5 di
dunia, dan meskipun program DOTS digalakkan, penurunan insidensinya masih
belum berarti.
Penelitian ini merupakan studi ekologi dengan desain cross sectional
bertujuan mengelompokkan prevalensi TB dan faktor risikonya. Dilaksanakan
pada bulan Maret sampai Juni 2013. Data yang dipergunakan merupakan hasil
dari Riskesdas dan Survei kependudukan dari BPS tahun 2007. Penggugusan
dilakukan dengan cluster analysis, sementara untuk melihat faktor penentu yang
paling berperan terhadap prevalensi TB dilakukan dengan multiple regression
analysis.
Hasil akhir pembentukan klaster yang optimal sebanyak 5, dan didapatkan
sebagian besar kabupaten/kota di wilayah Indonesia Bagian Barat dan Tengah
berada dalam satu klaster. Empat kabupaten/kota di Provinsi Papua berada dalam
satu klaster dan merupakan wilayah dengan prevalensi TB terbesar, dengan ratarata
empat faktor risiko lebih tinggi dibandingkan klaster lainnya. Faktor penentu
yang paling berpengaruh terhadap prevalensi TB adalah jumlah prevalensi
Diabetes Mellitus (DM).
Masing-masing klaster menunjukkan permasalahannya sendiri, sehingga
dalam upaya untuk menurunkan prevalensi TB di masyarakat dan dengan
keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, perlu ditentukan prioritas
program yang dilakukan untuk mengatasi faktor risiko TB sesuai dengan
permasalahan di tiap-tiap daerah.

ABSTRACT
Tuberculosis, a communicable disease transmitted by Mycobacterium
tuberculosis, has become a global issue. With its high mortality and morbidity,
this disease become a negative stigma in population Indonesia accounts for
nearly one twentieth of the global burden of TB. Although it has a growing DOTS
programme there has not been a discernible reduction in the incidence of TB in
this country.
A cross-sectional ecological study was conducted to determine TB prevalence and
its risk factors between March and June 2013. Data was taken from Basic Health
Research and Demographic Survey from Center of Statistical Bureau 2007, then
clustered with cluster analysis, while to find the most affecting risk factor on TB
data was analyzed with multiple regression analysis.
Result showed the number of optimal cluster was 5, and most city/town in west
and central Indonesian region were within one cluster. Four city/town in Papua
Province were in one cluster with highestTB prevalence, with four average risk
factor higher than other cluster. The determining factor which was the most
affecting onTB prevalence was DM prevalence.
Since each cluster has its specific problems, Indonesian government has to set
priority on program dealing with TB risk factors based on regional problems,
inspite of minimal sources."
Universitas Indonesia, 2013
T35078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>