Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181073 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desrina Putri Marlip
"Kehilangan gigi permanen merupakan salah satu indeks kesehatan gigi-mulut. Kehilangan gigi permanen disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dicegah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi alasan ekstraksi gigi permanen berdasarkan jenis kelamin, umur, dan elemen gigi pasien RSGM-P FKG UI periode 1 September 2011-31 Agustus 2012. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian adalah penyebab ekstraksi karies (51,3%), orthodontik (28,9%), impaksi (11,4%), penyakit periodontal (4,1%), trauma (2,3%), dan preprostetik (2,0%). Wanita lebih banyak melakukan ekstraksi (69,7%). Ekstraksi gigi permanen banyak pada usia 21-30 tahun (33,9%). Elemen gigi paling banyak diekstraksi adalah gigi premolar satu (29,5%) karena perawatan orthodontik.

Permanent tooth loss can be caused by many factors that can be prevented. This research aims to identify distribution and frequency the reason of permanent tooth according to gender, age, and tooth element in RSGM-P FKG UI period 1st September 2011-31st August 2012. This research is retrospective descriptive study. The reasons of extraction consist of caries (51,3%), orthodontic (28,9%), impaction (11,4%), periodontal disease (4,1%), trauma (2,3%), and pre-prosthetic reason (2,0%). Extraction of permanent tooth is mostly done in females (69,7%). First premolar is the most common permanent tooth extracted (29,5%) because of orthodontic treatment. Tooth permanent extraction most widely performed in 21-30 years group (33,9%)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wempi Gigih Fristiyantama
"Dry socket merupakan komplikasi post operatif yang paling sering terjadi setelah dilakukan ekstraksi gigi. Dry socket dapat mengakibatkan nyeri yang hebat dan membuat pasien tidak nyaman. Walaupun etiologi yang tepat dari dry socket belum dapat ditentukan secara pasti, beberapa faktor risiko telah diketahui berperan dalam terjadinya dry socket. Oleh karena itu, penting bagi dokter gigi untuk memahami dry socket beserta faktor-faktor risikonya untuk meminimalisasi terjadinya dry socket. Penelitian mengenai dry socket ini masih sangat sedikit di Indonesia sehingga peneliti melakukan peneltian yang berjenis deskriptif retrospektif ini untuk mengetahui insidensi dry socket pada pasien di RSKGM FKG UI periode Januari 2012 ndash;September 2017 serta untuk mengetahui distribusi dan frekuensi dry socket berdasarkan jenis kelamin ,usia, dan lokasi gigi. Analisis dilakukan pada 2955 rekam medik. Total 5073 gigi permanen telah dilakukan tindakan ekstraksi dan odontektomi dari 2955 pasien selama periode penelitian ini dan ditemukan dry socket sebanyak 30 kasus 0,6 dari 26 pasien penderita dry socket. Insidensi keseluruhan dry socket sebesar 0,6 . Insidensi dry socket pada ekstraksi rutin sebesar 0,6 dan pada odontektomi molar tiga mandibula sebesar 0,5 . Dry socket secara signifikan lebih sering terjadi pada pasien perempuan 77 dibandingkan laki-laki. Insidensi puncak dry socket berada pada usia 31-40 tahun 23,3 . Semua kasus dry socket terjadi pada gigi posterior 100 dan lebih banyak terjadi pada gigi mandibula 53 dibandingkan gigi maksila.

Dry socket is the most common postoperative complication after tooth extraction. Dry socket can cause a severe pain and discomfort for the patient. Although the exact etiology of dry socket has not been clearly determined, a number of risk factors are known to contributing to dry socket. Therefore, it is important for the dentist to understand dry socket and its risk factors to minimize the incidence of dry socket. The study about dry socket in Indonesia are currently limited so this retrospective descriptive study aims to investigate the incidence of dry socket in Dental Hospital, Faculty of Dentistry University of Indonesia from January 2012 September 2017 and to see the distribution and frequency of dry socket according to gender, age, and tooth location. 2955 medical records were analyzed. A total of 5073 permanent teeth were removed by extraction and odontectomy in 2955 patients during this study period and found 30 dry socket cases in 26 patients.The overall incidence of dry socket was 0.6 . The incidence of dry socket was 0.6 following routine dental extraction and 0,5 following mandibular third molar odontectomy. Dry socket was significantly more common in female 77 as compared to male. The peak incidence of dry socket was at the ages of 31 40 years 23,3 . All cases of dry socket occured in posterior teeth 100 and it was greater in mandible 53 than maxilla."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Sabrina
"ABSTRAK
Latar Belakang : Lesi periapikal adalah lesi yang melibatkan area apikal gigi. Lesi periapikal merupakan proses tingkat lanjut dari karies yang bervariasi pada kelompok rahang, elemen gigi, dan ukuran lesi. Selain itu, faktor sosiodemografi seperti jenis kelamin juga dapat mempengaruhi proses terjadinya lesi periapikal Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan distribusi lesi periapikal di RSGM Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014 Metode : Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif menggunakan data sekunder berupa gambaran radiografis yang terkomputerisasi dengan baik pada RSGMP Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014. Hasil : Didapatkan 425 kasus lesi periapikal. Frekuensi dan distribusi dipaparkan melalui tabel dan diagram. Kesimpulan : Frekuensi dan Distribusi lesi periapikal paling sering melibatkan gigi 4.6, lokasi terjadinya lesi periapikal paling sering terjadi pada rahang bawah posterior, kelompok ukuran lesi yang paling sering terjadi adalah lesi periapikal dengan ukuran 6-10 mm (49.18%), dan berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih sering terlibat dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1:1:32.

ABSTRACT
Background : Periapical lesion is a lesion which involving the apical area of the tooth. Periapical lesion is an advanced process of caries which various in the group of the jaw, tooth element, and the size of the lesion. In addition, sex may also affect the occurrence of periapical lesion. Objective : This research aimed to determine the frequency and distribution of lesion in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Methods : The type of this study is descriptive observation, and a retrospective study by using secondary data from the computerized radiographic picture in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Result : There are 425 cases of periapical lesion. Frequency and distribution presented through tables and diagrams. Conclusion : Frequency and distribution of periapical lesion is most commonly involve tooth 4.6, the location of periapical lesion is most commonly happen on the posterior mandible region, the group of the lesion size which commonly happen is 6-10 mm, and based on sex, women are more frequently that involved with the comparison between men and women 1: 1.32.
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Amalina Ghaisani
"Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, nilai komponen Missing-Teeth (M-T) pada DMFT Indonesia sebesar 2,9. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran distribusi dan frekuensi indikasi ekstraksi gigi permanen. Penelitian dilakukan secara deskriptif retrospektif di Rumah Sakit Kesehatan Gigi dan Mulut (RSKGM) FKG UI Salemba pada bulan Juni-Agustus 2015. Subjek berupa data sekunder dari rekam medik status kesehatan pasien RSKGMFKG UI periode 1 Januari 2012-31 Desember 2014. Indikasi ekstraksi gigi permanen yang paling banyak ditemukan adalah karies lanjut (65,9%).

Based on data from the 2013 Basic Health Research in Indonesia, Missing Teeth (MT) component value of DMFT Indonesia was 2,9. This study aims to describe an overview of distribution and frequency of permanent teeth extraction. A retrospective descriptive study was conducted at the RSKGM FKG UI in June to August 2015. The secondary data of patients were obtained from the medical records of the RSKGM FKG UI during the research period. The highest rank in indications of permanent teeth extracted was advanced caries (65,9%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Chandra
"Gigi molar tiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Distribusi dan frekuensi impaksi gigi molar tiga yang mengakibatkan karies pada gigi molar dua dapat diteliti lebih lanjut.
Tujuan : Melihat dan menganalisis distribusi frekuensi karies pada gigi molar dua terkait impaksi gigi molar tiga rahang bawah berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Bahan dan metode : Analisis dilakukan pada 442 kasus impaksi gigi pasien RSKGM FKG UI periode Januari 2014-Desember 2016 dengan melihat data sekunder pasien.
Hasil : Jumlah kasus karies pada gigi molar dua terkait impaksi gigi molar tiga rahang bawah pada jenis kelamin perempuan lebih besar dibanding jenis kelamin laki-laki dengan perbandingan persentase 54.9 : 45.1 atau 1,2 : 1. Sedangkan untuk kelompok usia yang mengalami kasus karies terkait impaksi gigi molar tiga rahang bawah berturut-turut adalah sebagai berikut : kelompok usia 16-25 tahun 42.4, 26-35 tahun 42.4, 36-45 tahun 12.5, 46-55 tahun 2.2, 55-65 tahun 0 dan 66-75 0.5.
Kesimpulan : Kelompok usia 21-25 tahun berjenis kelamin perempuan lebih rentan mengalami karies pada gigi molar dua terkait impaksi gigi molar tiga.

Impacted third molars often occur. Frequency and distribution of impacted third molars accociated with caries on second molars needs to be investigated.
Aim: To know and analyze the frequency distribution of caries on second molars associated with impacted mandibular third molars based on age group and gender.
Method: 442 Medical records of patients with impacted teeth in RSKGM FKG UI period of Januari 2014 December 2016 were analyzed.
Results: Female were more involved than male with percentage of 54.9 45,1 or 1,2 1. Based on age group, caries on second molars associated with impacted mandibular third molars are age group 16 25 years old 42.4, 26 35 years old 42.4, 36 45 years old 12.5, 46 55 years old 2.2, 55 65 years old 0 and 66 75 0.5.
Conclusion: Female within the age group of 21 25 years old have the highest risk in caries on second molars associated with thirs molars impaction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Farah Pratiwi
"Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesulitan tindakan. Penelitian deskriptif analitik menggunakan rekam medik bedah mulut RSGMP FKG UI periode Januari 2011?Agustus 2012. Terdapat 1573 tindakan, wanita (63,9%, p<0.05), 21-30 tahun (40.4%, p<0.05), gigi akar ganda (78,3%, p<0.05), diagnosis eruptio deficilis (29,4%, p<0.05), keluhan rasa sakit (52,5%), pasien kompromis medis (23,3%, p>0.05), hipertensi (22,3%, p>0.05), dan pengukuran tekanan darah dilakukan pada 32,9% kasus. Jenis kelamin, usia, jumlah akar, dan diagnosis eruptio deficilis, fraktur, gangraena menunjukkan hubungan yang bermakna, sedangkan riwayat medis, penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes mellitus tidak menunjukkan hubungan bermakna secara statistik terhadap tingkat kesulitan.

Examination results show related factors to difficulty level of tooth extraction. A descriptive analytical study used oral surgery medical record RSGMP FKG UI period January 2011?August 2012. There were 1573 tooth extractions, females (63,9%, p<0.05), 21-30 years (40,4%, p<0.05), multiple roots teeth (78,3%, p<0.05), diagnosed eruptio deficilis (29,4%, p<0.05), pain (52,5%), medically compromised patients (23,3%, p>0.05), hypertension (22,3%, p>0.05), and measuring blood pressure done in 32,9% cases. Sex, age, the roots typed, and diagnosed as eruptio deficilis, fracture, gangraena show significant relation, while medical history, cardiovascular disease, hypertension, and diabetes mellitus show no statistically significant relation to difficulty level."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Suryanti Wulandari
"Perawatan ortodonti dengan menggunakan alat cekat merupakan faktor predisposisi penumpukan plak karena dapat menyebabkan pembersihan gigi menjadi lebih sulit, selain itu motivasi dan kerjasama pasien yang kurang juga merupakan faktor lain dalam menumpuknya plak sehingga Oral Hygiene menjadi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode motivasi yang paling berpengaruh terhadap skor Oral Hygiene Index yang dilihat dari skor plak dan skor gingival pada pasien ortodonti cekat. Dari ketiga metode motivasi yaitu demonstrasi, katalog dan video diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok demonstrasi dan video diikuti oleh kelompok katalog dan video. Kelompok video memiliki penurunan skor yang paling signifikan diantara ketiganya.

Orthodontic treatment using fixed appliance is a predisposing factor for plaque build up because it can make tooth cleaning more difficult. The lack of patient motivation and compliance is also a predisposing factor in plaque build up, these may lead to bad oral hygiene during treatment. This study aims to compare which motivation methods had the most influence in oral hygiene index score, based on plaque index and gingival index. From these three motivation methods: demonstration, printed catalogue and video, there is a significant differences between the demonstration and video group followed by the printed catalogue and video group. The video group has the most significant effect on decreasing oral hygiene index score."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T30850
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Ghassani Putri
"Latar Belakang: Molar tiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Impaksi gigi molar tiga seringkali dikaitkan dengan berbagai macam kondisi patologis, salah satunya adalah karies pada molar tiga itu sendiri. Penelitian mengenai distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga yang impaksi telah dilakukan di berbagai negara, namun di Indonesia masih sedikit penelitian yang membahas hal ini.
Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga yang impaksi di RSKGM FKG UI Periode Januari 2014-Desember 2016.
Metode: Studi deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari rekam medik pasien RSKGM FKG UI periode Januari 2014-Desember 2016.
Hasil: Analisis dilakukan pada 442 kasus impaksi molar tiga yang diindikasikan untuk dilakukan tindakan odontektomi. Dari 442 molar tiga yang impaksi, sebanyak 136 gigi 30,8 mengalami karies. Karies paling banyak terjadi pada pasien usia 26-30 tahun 32,4. Karies lebih banyak ditemukan pada pasien laki-laki 55,1 dan pada elemen gigi 38 58,1. Karies paling sering terjadi pada molar tiga dengan impaksi mesioangular 72, kelas II 63,2, dan posisi A 80,1. Permukaan yang paling sering mengalami karies adalah permukaan oklusal 47,8. Sebagian besar karies yang terjadi pada molar tiga impaksi telah mencapai kateogori advanced 61,8.
Kesimpulan: Distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga paling banyak ditemukan pada pasien laki-laki dengan usia 26-30 tahun dan karies paling banyak ditemukan pada molar tiga dengan impaksi mesioangular IIA.

Background: The third molar is the most common tooth to become impacted. Impacted third molar is often associated with various pathological conditions, one of which is dental caries in the third molar itself. Research about caries in impacted third molar had been done in some countries. However, in Indonesia, the research about this matter is currently limited.
Aim: This research is conducted to see the frequency and distribution of caries in impacted third molar in RSKGM FKG UI from January 2014 ndash December 2016.
Methods: The analysis was conducted on 442 cases of impacted third molar indicated for odontectomy.
Results: From 442 cases of impacted third molar, 136 teeth 30.8 had dental caries. Dental caries mostly found in patients that were 26 30 in age 32.4. Dental caries mostly happen in man 55.1 and mostly found in mandibular left third molar 58.1. Mesioangular angulation 72, class II 63.2, and position A 80.1 impaction are the most common. Caries mostly found in the occlusal surface of the impacted third molar 47,8 . Most of the caries found in the third molar are classified into the advanced category 61.8.
Conclusion Caries in impacted third molar mostly found in male patient that were 26 30 in age and mostly found in third molar with mesioangular IIA classification.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>