Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176142 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zuliyanto
"Kyai dan Jawara ditengah ? tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran yang sangat strategis. Kedudukanya yang sangat dihormati menjadikanya sebagai tempat untuk dimintakan pendapat terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Pendapatnya bahkan kerap sangat menentukan berbagai perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Banten termasuk didalamnya dalam bidang politik. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji praktik dan pengaruh kepemimpinan Kyai dan Jawara pada pemilihan kepala daerah di Kota Serang, Propinsi Banten.
Penelitian ini menggunakan teori kepemimpinan yang dikeluarkan oleh Kouzes dan Posner bahwa seorang pemimpin memberikan contoh, menginspirasi visi bersama, memberikan semangat, menantang proses, memungkinkan orang lain bertindak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara secara mendalam kepada para informan untuk mendapatkan data. Selain itu digunakan juga studi pustaka untuk melengkapinya.Hasil penelitian menggambarkan bahwa Kyai dan Jawara mempraktikan kepemimpinanya dengan cara berbeda. Kyai dengan cara bebas dan demokratis, sementara Jawara dengan cara otoriter. Hasil lainya yaitu pengaruh kepemimpinan Jawara dalam Pilkada lebih kuat daripada Kyai
Kyai and Jawara had placed in a strategic part in the Banten communities for long time. Their position is so respectful that make them an advisor of the community especially in solving problems in the society. Their opinions usually are decisive in deciding all kind of changes that occur in many aspects of life in the society included the politic. This research is conducted to study the practices and influences of Kyai and Jawara in the Regent Election in Serang, Banten.
This research used the leadership theory by Kouzes and Posner (2004) who stated five leadership practises which are giving model the way, inspire a shared vision, encourage the heart, challenge the process, and enable others to act. It also used qualitative approach and made several depth interviews with the informants to gather the data. Besides, the researcher also applied the literature study to complete it.The result of the research shows that Kyai and Jawara practise their leadership differently. The Kyai use a more moderate and democratic way, while the Jawara use the authoritative. Another conclusion is the fact that the leadership influences of the Jawara are stronger that the Kyai.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliyanto
"Kyai dan Jawara ditengah - tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran yang sangat strategis. Kedudukanya yang sangat dihonnati menjadikanya sebagai tempat untuk dimintakan pendapat terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Pendapatnya bahkan kerap sangat menentukan berbagai penelitian yang tenjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Banten termasuk didalamnya dalam bidang politik. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji praktik dan pcngaruh kepemimpinan Kyai dan Jawara pada pernilihan kepala daerah di Kota Serang, Propinsi Banten.
Penelitian ini menggunakan teori kepemimpinan yang dikeluarkan oleh Kouzes dan Posner bahwa seorang pemimpin memberikan contoh, menginspirasi visi bersama, memberikan semangat, menantang proses, memungkinkan orang lain bertindak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara secara mendalam kepada para informan untuk mendapatkan dataw Selain itu digunakan juga studi pustaka untuk melengkapinya.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa Kyai dan Jawara mempraktikan kepemimpinanya dengan cara berbeda. Kyai dengan cara bebas dan dcmokratis, sementata Jawara dengan cara otoriter. Hasil iainya yaitu pengaruh kepemimpinan jawara dalam Pilkada lebih kuat daripada Kyai
Kyai and Jawara had placed in a strategic part in the Banten communities for long time. Their position is so respectful that make them an advisor of the community especially in solving problems in the society. Their opinions usually are decisive in deciding all kind of changes that occur in many aspects of life in the society included the politic. This research is conducted to study the practices and influences of Kyai and Jawara in the Regent Election in Serang, Banten.
This research used the leadership theory by Kouzes and Posner (2004) who stated five leadership practises which are giving model the way, inspire a shared vision, encourage the heart, challenge the process, and enable others to act. It also used qualitative approach and made several depth interviews with the informants to gather the data. Besides, the researcher also applied the literature study to complete it.
The result of the research shows that Kyai and Jawara practise their leadership differently. The Kyai use a more moderate and democratic way, while the jawara use the authoritative. Another conclusion is the fact that the leadership influences ofthe Jawara are stronger that the Kyai.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Prima Santosa
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kelanjutan perlawanan penduduk Banten terhadap pemerintah kolonial Belanda setelah pemberontakan komunis 1926. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pemberontakan Komunis 1926 telah membuat pemerintah kolonial Belanda melakukan pengetatan keamanan di Banten. Selama periode penelitian ini tidak terjadi pemberontakan atau kerusuhan seperti yang terjadi selama abad ke-18 dan 19. Perlawanan penduduk Banten terhadap pemerintah kolonial yang pada masa sebelumnya disimbolkan dengan kerusuhan dan pemberontakan, berganti dengan aksi-aksi jawara yang meresahkan keamanan dan ketertiban bagi pemerintah Belanda. Penyebaran sentimen negatif dari kyai kepada santri dan penduduk Banten menyebabkan hambatan interaksi antara pemerintah kolonial dan penduduk Banten. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa bentuk perlawanan penduduk Banten yang sebelumnya dilakukan dengan kerusuhan dan pemberontakan, selama masa ini tergantikan oleh penyebaran sentimen ideologis kyai dan aksi-aksi jawara yang didukung oleh penduduk Banten.

ABSTRACT
This thesis discusses about the continuation of the resistance of the Banten people to Dutch colonial government after the communist uprising 1926. The methodology used in this study is the historical method, consists of heuristic, criticism, interpretation, and historiography. Communist uprising in 1926 has made the Dutch colonial government to tighten security in Banten. During the period of this study there is no uprising or riot as happened during the 18th and 19th century. The resistance of the Banten people against colonial government which in the past symbolized by unrest and uprising, changed to the spread of negative sentiment by kyai to their santris and Banten people and cause barriers interaction between the colonial government and Banten people. And also by the actions of jawara by disturbing Dutch governments security and order. From this research, it can be concluded that the shape of Banten resistance previously done by riots and rebellion, during this time is replaced by the deployment of ideological sentiment by kyai and jawara actions supported by Banten people."
2017
S68144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M.A. Tihami
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya ketertarikan pada masih lekatnya sebutan kyai dan jawara sebagai pemimpin bagi orang Banten. Beberapa literatur yang ditulis oleh orang Belanda, seperti Meijer (1949) den Loze (1933), dan yang ditulis oleh orang Indonesia, seperti Sartono Kartodirdjo (1966) dan A. Hamid (1987), memperlihatkan bahwa kedua pemimpin tersebut telah berpengaruh sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan dalam cerita rakyat dikatakan, kedua pemimpin tersebut ada sejak zaman kesultanan Banten yang pertama (kira-kira pada abad ke-16).
Keberadaannya yang sudah lama, dan tetap sampai sekarang, menunjukkan betapa lestarinya kedua pemimpin tersebut. Kelestarian inilah yang menjadi pendorong untuk segera dicaritahu mengapa-nya. Kemudian dipilihlah desa Pasanggrahan sebagai lokasi penelitian, karena di desa ini pernah ada kyai (meninggal tahun 1985) pendiri Satuan Karya Ulama Indonesia dan ada jawara pendiri Persatuan Pendekar Persilatan Banten. Dalam struktur organisasi Satuan Karya (Satkar) Ulama itu terdapat Departemen Pemuda dan Pendekar, yang berarti sebagai isyarat adanya kesatuan antara kyai (ulama) dan jawara (pendekar).
Kelestarian kyai dan jawara dalam kepemimpinan masyarakat diduga mempunyai kaitan dengan keseluruhan pengetahuan masyarakat tentang agama dan magi yang diacunya. Kepemimpinan kyai tentu berkaitan dengan agama; dan kepemimpinan jawara tentu berkaitan dengan magi, sebab magi menjanjikan kekuatan yang dibutuhkan oleh jawara.
Untuk memperoleh jawaban dari mesalah tersebut dilakukanlah pendekatan struktural fungsional, yaitu pendekatan yang memandang sistem-sistem sosial budaya yang menekankan bahwa struktur-struktur yang diamati itu menunjukkan fungsi-fungsi dalam suatu struktur tertentu. Artinya, elemen-elemen dalam suatu struktur terjalin dalam suatu jaringan sistem. Dan setiap elemen terdiri dari elemen-elemen yang lebih kecil yang juga terjalin dalam suatu jaringan sistem. Dalam hal ini, agama dan magi dipandang sebagai elemen-elemen yang satu sama lain saling memberi dan menerima sumbangan, sehingga elemen-elemen tersebut terjaring dalam satu jaringan sistem (sistem budaya).
Kemudian, berdasarkan teori aksi (theory of action) menurut Talcott Parsons, hubungan sistem tersebut diturunken pada sistem sosial yang ternyata diperlihatkan oleh perilaku kepemimpinan kiyai dan jawara. Jadi sistem sosial (perilaku kepemimpinan) ini ternyata ditentukan oleh sistem budaya; namun juga sistem sosial mempengaruhi sistem budaya. Hubungan antara sistem budaya dan sistem sosial ini disebut dengan hubungan sibernetik. Jadi kelestarian kepemimpinan kiyai dan jawara itu disebabkan karena perilaku keduanya dalam kepemimpinan, masing-masing merupakan elemen dalam sistem sosial yang mempunyai hubungan sibernetik dengan agama dan magi dalam sistem budaya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adila Kasni Astiena
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Senior, Tata Kelola dan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Kinerja Kepala Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Karya Bhakti Kota Bogor Tahun 2008. Kerangka teori dari penelitian ini diambil dari Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence (MBCfPE) bagi institusi kesehatan dalam Hertz (2008). Kriteria MBCfPE yang diambil adalah kepemimpinan (leadership) yang dijabarkan menjadi variabel Kepemimpinan Senior, Tata Kelola Dan Tanggung Jawab Sosial.
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif. Data yang dikumpulkan adalah data primer dengan memakai alat bantu kuesioner. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur (Path Analysis). Responden penelitian ini adalah semua perawat ruang rawat inap Dahlia Anyelir Rumah Sakit Karya Bhakti Kota Bogor Tahun 2008.
Hasil penelitian ditemukan bahwa Kepemimpinan Senior, Tata Kelola dan Tanggung Jawab Sosial mempengaruhi Kinerja Kepala Ruang sebesar 57.59 % sedangkan sisanya 42.41 % dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti. Variabel yang paling besar mempengaruhi kinerja kepala ruang adalah kepemimpinan senior (30.44 %) disusul oleh variabel tata kelola (22.96 %) dan Tanggung Jawab Sosial (4.18 %). Tanggung Jawab Sosial mempunyai koefisen jalur yang tidak bermakna dan sangat kecil, namun tetap dipertahankan dalam model akhir karena secara substantif penting dalam menentukan kinerja kepala ruang.
Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kepemimpinan senior, tata kelola dan tanggung jawab sosial guna meningkatkan kinerja kepala ruang dengan cara (1) melakukan pembinaan terhadap kepala ruang dari dalam hal kepemimpinan mencakup kemampuan (ability), keterampilan (skill) dan perilaku (behaviour). (2) Menciptakan kebijakan guna terciptanya kondisi peningkatan kemampuan kepemimpinan senior, tata kelola dan tanggung jawab sosial kepala ruang, termasuk memberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan (3) Dalam pemilihan kepala ruang disarankan untuk memilih kepala ruang dengan memperhatikan kapasitas kepemimpinan (kemampuan, keterampilan dan tingkah laku), tata kelola dan tanggung jawab sosial dari calon kepala ruang.

This study has an objective to know the influence of senior leadership, governance, social responsibility to performance of roomcare head nurses in Karya Bhakti hospital Kota Bogor 2008. Theoretically, this concept is taken from Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence (MBCfPE), in Health Care (Hertz, 2008). The choosen criteria MBCfPE is Leadership. Leadership criteria consist of senior leadership, governance and social responsibility variables.
The study design is a survey design with quantitative approaches. The method being used in this study is path-analysis-method. The data are primer taken by the questionaires. Respondance are taken among nurses at Dahlia Anyelir roomcare Karya Bhakti Hospital Kota Bogor 2008.
The result shows that senior leadership, governance and social responsibility influenced work performance of roomcare head nurses is 57.59 % while the rest 42.41 % is influenced by other factors which is not included in this study. The biggest variable which influenced work performance of roomcare head nurses is senior leadership (30.44 %), followed by governance (22.96 %) and social responsibility (4.18 %). Social responsibility variable is not significant to work performance of roomcare head nurses, but it being defended because of substantive importance.
According to the result of this study, it is recommended to give more attention to improve senior leadership, governance and social responsibility to improve work performance of roomcare head nurses, such as: (1) To maintance ability, skill and behaviour of roomcare headnurses (2) To create regulation to support improvement senior leadership capacity, governance and social responsibility with opportunity to improve knowledge (3) To give suggestion for election roomcare head nurses must have leadership capacity (ability, skill and behaviour), governance and social responsibility from the candidate."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T41288
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atu Karomah
"Jawara merupakan salah satu dari entitas dari masyarakat Banten yang cukup terkenal. Ia dikenal bukan saja karena pengaruh kharismanya yang melewati batas-batas geografis, tetapi juga budaya kekerasan yang melekat padanya. Sehingga ia dikenal sebagai subculture of violence dalam masyarakat Banten.
Sebagai subkultur kekerasan, jawara memiliki motif-motif tertcntu dalam melakukan kekerasan. Mereka pun mengembangkan gaya bahasa atau tutur kata yang khas, yang terkesan sangat kasar (sompral) dan penampilan diri yang berbeda dari mayoritas masyarakat. seperti berpakaian hitam dan memakai senjata golok.
Kekerasan yang dilakukan jawara pada umumnya dimaknai oleh yang bersangkutan sebagai upaya pembelaan terhadap orang yang dipandang melakukan pelecehan harga diri yang menyebabkan yang bersangkutan merasa malu. Pelecehan terhadap harga diri diinterpretasikan oleh kalangan jawara sebagai pelecehan terhadap kapasitas dan kapabilitas diri dan ini sangat terkait dengan peran dan status sosial di masyarakat. Karena itu pelecehan terhadap harga diri dipahami sebagai pelecehan terhadap peran dan statusnya di masyarakat.
Batasan tentang pelecehkan harga diri itu memang tidak tegas karena itu sering dinterpretasikan secara subyektif oleh pelakunya. Sehingga yang menyebabkan kasus pelecehan harga diri itu berbagai macam seperti tuduhan pencurian, gangguan terhadap istri atau pacar, balas dendam atau kekalahan dalani politik desa atau persaingan bisnis. Dalam konteks ini kekerasan yang dilakukan jawara memang sangat terkait denngan "konstruksi maskulinitas" dalam budaya masyarakat.
Kekerasan yang dilakukan jawara selain sebagai sarana untuk mempcrtahankan harga diri, kekerasan juga dipandang sebagai alat untuk meraih posisi atau status sosial lebih tinggi sebagai seorang jawara yang disegani dalam lingkungan komunitas mereka. Sehingga mereka biasa menjadi pimpinan jawara (bapak buah) dengan memiliki sejumlah pengikut (anak buah). Bahkan dengan posisi dan status sosial ini mereka pula dapat meraih kedudukan formal dalam lingkungan institusi formal seperti menjadi jaro, kepala desa, bahkan untuk menjadi bupati atau wali kota.
Mendapat gelar sebagai seorang jawara yang disegani merupakan kebanggaan tersendiri bagi yang menyandangnya. Karena dengan gelar tersebut, ia bisa menaikan posisi tawarnya ketika berhubungan dengan pihak lain. Ia bisa mendesakan segala keinginan baik secara halus maupun dengan kekerasan. Oleh karena itu dalam konsep kebudayaan diantaranya mengenai sistem komunikasi, kekerasan yang dilakukan jawara dianggap sebagai sarana untuk mengkomunikasi simbol-simbol tentang sikap dan perilaku pada lingkungan kerabat dan lingkungan sosialnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JIPP 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JIPP 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S33614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>