Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melania Meitty Parman
"Moos (1982; Moos & Schaefer, 1986 dalam Sarafino, 1998) mengajukan Teori Krisis, yang mendeskripsikan sebuah variasi dan faktor yang mempengaruhi anak menyesuaikan diri selama krisis, seperti pada saat memiliki sebuah penyakit. Ketiga faktor tersebut adalah fakior penyakit, faktor latar belakang pribadi, dan faktor lingkungan isik
dan sosiai. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi proses coping anak terhadap leukaemia yang dideritanya. Proses coping itu sendiri diawali dengan penilaian kognitif.
Sarafino (1998) mendifinisikan penilaian kognitif sebagai proses mental dimana anak menilai dua faktor, yaitu: apakah tuntutan mengancam kesejahleraan mereka dan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi tuntutan situasi tersebut. Anak menilai apa
yang dipertaruhkan, apakah anak berada dalam bahaya atau tidak Hasil penilaian terhadap apa yang diperintahkan memampukan anak untuk melihat apakah transaksi tersebut berhubungan dengan kesejahteraan anak, tidak berbahaya atau memiliki implikasi yang positif dan slresful Sumber daya yang ada untuk memenuhi tuntutan lersebut. Evaluasi pilihan coping dan hambatannya dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya dalam situasi yang serupa, keyakinan umum tentang diri sendiri dan lingkungan, ketersediaan sumber daya yang
dimiliki oleh diri sendlri (kekuatan fisik atau kemampuan pemecahan masalah) dan sumber daya lingkungan (dukungan sosiai atau uang). (Wmbel, Benner & Lazams, 1981 dalam Goldberger & Breznitz, 1982) »
Leukemia adalah suatu keganasan sistem hematopoietic di dalam sumsum tulang yang berupa proliferasi tidak terkendali atau patologi sehingga sistem hematopoietic yang normal terdesak. (Moeslichan, 2002). Leukemia sering ditemukan pada anak berusia
kurang dan 15 tahun. (ACS, 1996; Lazio, 1987; Williams, 1990 dalam Saraiino, 1998)
Sama halnya dengan orang dewasa, leukemia menimbulkan stress pada anak-anak, tetapi anak-anak memiliki kemampuan dan tugas perkembangan yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan tingkat stressor yang sama, dan kemampuan kognitif dan bahasa untuk memahami leukemia yang berbeda dengan orang dewasa_ leukemia menjadi stressor yang sulit dipahami oleh anak, walaupun bukan berarti tidak mungkin.
Dengan keterbatasan kemampuannya, penilaian anak terhadap leukemia menjadi menarik untuk diteliti berbungan dengan proses penyesuaian diri mereka dengan leukemia itu sendiri.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang berusaha mendalami pandangan dan pengalaman subyektif anak dalam
menghadapi leukemia dan cara orang tua membantu anak menghadapi leukemia yang dideritanya. Wawancara dan observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, Subyek penelitian ini adalah empat orang anak penderita leukemia
yang menjalani perawatan jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan orang tuanya,khususnya ibu (Dua orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki). Anak sedang menjalani pengobatan kemoterapi fase maintenance.Usia anak subyek penelitian berkisar
antara 9 - 12 tahun. Subyek dalam penelitian ini didiagnosa menderita leukemia pada usia antara 8 sampai 10 tahun. Pemilihan usia 9 - 12 tahun didasarkan pada kemampuan kognilif dan berbahasa anak yang memungkinkan dilakukannya wawancara.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non-probability sampling atau tidak semua anak yang termasuk dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden. Sampel diambil dengan teknik pengambilan sampel incidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian kognitif subyek tidak ditujukan kepada leukemia itu sendiri tetapi pada sesuatu yang terkait dengan leukemia. Subyek melakukan penelitian kognitif terhadap leukemia dalam kaitannya dengan prosedur medis
yang mereka pikir harus mereka lalui, disability yang disebabkan oleh leukemia, sensasi rasa sakit yang leukemia akibatkan dan keterbatasan kegiatan serta makanan-minuman yang dapat mereka nikmati. Subyek lebih memusatkan penilaian kognitif mereka pada
rasa sakit dan disability yang langsung mereka alami akibat leukemia dan tidak pada leukemia itu sendiri. Bila dibandingkan dengan leukemia, tampaknya prosedur medis yang terlibat dalam pengobatan leukemia menjadi suatu hal yang lebih stresful, lemtama BMA.
Dalam membantu anak menghadapi leukemia yang dideritanya, dan hasil
penelitian diketahui bahwa orang tua cenderung untuk lidak memberitahukan kepada anak tentang leukemia yang dideritanya, walaupun akhirnya sikap ini menimbulkan kesulitan
bagi orang tua sendiri dalam membantu anak menghadapi leukemianya.
Dengan hasil penelitian tersebut muncul suatu bahan diskusi tentang bagaimana anak dengan ketidakadaan penilaian kognitif terhadap leukemianya dapat menyesuaikan diri dengan leukemia itu sendiri, Hal ini kembali merujuk pada Teori Krisis yang menyataken bahwa proses coping diawali dengan penilaian kognitif, dimana salah satu
penilaian tersebut adalah penilaian terhadap leukemia yang diderita oleh anak Salah satu kemungkinan penyebab yang memampukan anak menyesuaikan diri terhadap
leukemianya adalah kemampuan kognitif anak juga yang masih lerbatas pada saat ini dan di sini, didukung oleh dukungan sosial yang mereka terima.
Dari hasil penelitian dan diskusi muncul beberapa saran praktis yang ditujukan untuk orang tua, tim medis dan rumah saklt Saran-saran tersebut secara umum diharapkan dapat memberi ide dalam membantu anak menghadapi leukemia yang dideritanya.
Saran metodlogis untuk penelitian lanjulan adalah dengan menambah metode penelitian dengan menggunakan inventori keprbadian dan metode pengambilan data dengan menggunakan hasil karya anak sehubungan dengan leukemia yang dideriianya.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sprinthall, Norman A.
New Yorrk McGraw-Hill 1990,
370.15 Spr e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ros Mayasari
"Penelitian ini bertolak dari adanya kebutuhan akan pemahaman peran faktor-faktor psikologis dalam proses pembelajaran mata kuliah Bahasa Arab. Di IAIN (Institut Agama islam Negeri), mata kuliah Bahasa Arab menjadi mata kuliah yang penting dilihat dari tujuan lembaga ini yang bergerak pada pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmn keislaman- Pengemhangan dan pengkajian ilmu-ilmu keislaman sangat memerlukan penguasaan bahasa Arab karena sumber utama pengkajian bidang disiplin ilmu ini berasal dan literatur yang berbahasa Arab. Namun pada kenyataannya, hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Bahasa Arab belum optimal Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikaji beberapa faktor psikologis yang dianggap memberi sumbangan terhadap keberhasilan Mahasiswa pada mata kuliah Bahasa Arab. Dari beberapa faktor psikologis yang perlu mendapatkan perhatian adalah kemampuan awal bahasa Arab, self-efficacy, dan rask value. Faktor kemampuan awal bahasa Arab penting diteliti karena mahasiswa IAIN berasal dari sekolah umum, madrasah, dan pondok pesantren dimana ketiga lembaga pendidikan tersebut memberi porsi mata pelajaran Bahasa Arab yang berbeda-beda.
Faktor self-efficacy (penilaian kemampuan diri untuk melakukan tugas tertentu) juga dianggap penting untuk diteliti karena mata kuliah Bahasa Arab sering dianggap sebagai mata kuliah yang sulit Pandangan tentang kesulitan suatu tugas akan mempengaruhi penilaian seseorang tentang kemampuannya untuk berhasil pada tugas tersebut. Demikian juga dengan faktor task value (penilaianmu tentang kebermaknaan dan kepentingan suatu tugas). Adanya perbedaan tujuan jurusan-jurusan yang ada di setiap fakultas yang tidak semuanya berhubungan langsung dengan pengkajian ilmu keislaman, memungkinkan perbedaan penilaian (ask value mahasiswa terhadap mata kuliah Bahasa Arab. Oleh karena itulah penelitian ini bertujuan untuk meneliti sumbangan kemampuan awal bahasa Arab, faktor self-efficacy, dan task value terhadap hasil belajar mata kuliah Bahasa Arab.
Penelitian dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Tarbiyah semester satu yang sedang mengambil mata kuliah Bahasa Arab. Sampel berjumlah 214 orang yang diperoleh dengan teknik accidental .sampling. Data tentang kemampuan awal bahasa Arab menggunakan hasil ujian masuk IAIN pada mata ujian Bahasa Arab dan data hasil belajar diambil dari hasil ujian mid semester mata kuliah Bahasa Arab. Adapun data tentang self-efficacy dan task value diperoleh dari kuesioner self-efficacy dan task value. Analisis data dilakukan dengan metode analisis regresi dan pengolahan data dilakukan dengan memanfaatkan program SPSS (Statistical Package for Social Science).
Penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan awal dan self-efficacy memberi sumbangan yang signifikan terhadap hasil belajar mata kuliah Bahasa Arab, baik pada saat dihitung sendiri~sendiri maupun bersama-sama. Adapun faktor task value ternyata tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap hasil belajar mata kuliah Bahasa Arab. Tidak adanya sumbangan yang signifikan variabel task value terhadap hasil belajar diduga karena adanya interaksi antara variabel task value dengan variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini, adanya tingkat self-efficacy yang rendah dan dimungkinkan pula oleh adanya sikap faking good responden dalam menjawab kuesioner.
Untuk penelitian lebih lanjut disarankan melakukan pengontrolan variabel tertentu yang dianggap memberi pengaruh terhadap hasil belajar mata kuliah Bahasa Arab seperti bakal bahasa asing dan perlunya keseragaman pengukuran hasil belajar serta menggunakan teknik random sampling untuk pengambilan sampel penelitian agar hasil penelitian dapat digeneralisir secara lebih luas. Penelitian tentang variabel rask value perlu dilakukan dengan melibatkan variabel-variabel lain seperti strategi belajar karena dalam penelitian Pintrich dan Dc Groot (1990), sumbangan task value muncul terhadap strategi belajar. Strategi belajar inilah yang berpengaruh secara langsung terhadap hasil belajar. Di samping itu, penelitian bersama antara variabel kemampuan awal, motivational belief (seperti self-efficacy dan task value) serta strategi belajar penting dilakukan untuk melihat bagaimana pola hubungan dan interaksi antara variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi hasil belajar.
Faktor kemampuan awal bahasa Arab dan self-efficacy ternyata memberi sumbangan yang signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Bahasa Arab. Oleh karena itu, disarankan untuk mengembangkan program pengajaran yang dapat mengakomodasi perbedaan kemampuan awal bahasa Arab mahasiswa yang bervariasi, misalnya dengan memberi bimbingan remedial atau mengelompokkan mahasiswa pada satu kelas sesuai dengan tingkat kemampuan awal bahasa Arabnya di samping itu, disarankan pula untuk mengmbangkan proses pembelajaran di kelas yang dapat meningkatkan self-efficacy mahasiswa terhadap mata kuliah Bahasa Arab. Misalnya, memberi pengalaman sukses dalam mengerjakan tugas-tugas mata kuliah Bahasa Arab, memberi umpan balik yang konsisten terhadap kemajuan penguasaan mahasiswa terhadap hasil belajarnya serta tetap memberikan persuasi verbal bahwa mereka memiliki kemampuan untuk berhasil dalam mata kuliah Bahasa Arab."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Savitri
"Adversiry Quotient adalah kemampuan individu untuk berespon terhadap kesulitan yang didasari oleh keempat dimensinya yaitu kontrol, Ownership, Reach dan Endurance
(Stoltz, 1997). Advemily Quonenr rnemberikan pcmahaman baru mengenai apa yang diperlukan siswa untuk mencapai kesukscsan , terutama bagi peningkatan kemampuan
untuk mengatasi hambatan 31811 keaulitan yang dihadapi dalam proses pendidikan maupun tantangan kehidupan . `
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang timbul dengan menguji
tiga hipotesis. Metode penelitian yang digunakan yaitu korelasi. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi ( sumbangan yang bermakna ) dari Orientasi Masa Depan dalam bidang pcndidikan dan iklim kelas baik secara bersama-sama
maupun tersendiri atau parsial terhadap Adversify Qumienr siswa, besamya sumbangan yang bermakna tersebut.
Sampel penelitian adalah siswa kelas dua SMUK 2 BPK Penabur Bandung
sebanyak 169 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Adversiry Quorienr yang diadaptasi oleh Lesmawati , dari alat ukur yang dikembangkan oleh Stoltz, Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan hasil modifikasi Victoriana dari tcori Nurmi, dan iklim kelas yang dimoditikasi bcrdasarkan skala iklim kelas dari Trickett dan Mons. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi Multiple Regression dengan metode stepwise.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Orientasi Masa Depan dalam bidang
pendidikan memberikan sumbangan yang bermakna terhadap Adverxi/y Quolienr, bcrbeda dengan iklim kelas yang tidak memberikan sumbangan bermakna terhadap Advenviry Quolienl Namun secara bcrsama-sama , Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan
dan iklim kelas masih membcrikan sunibangan bcmnakna terhadap Adversity Quotient.
Berdasarkan pengolahan Iebih lanjut diperoleh hasil bahwa aspek perencanaan dan evaluasi dari Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan membcrikan sumbangan bermakna
terhadap dimensi conrrol, ownership dan endurance dari Adversily Quorienl , sedangkan dimensi Involvement dan Teacher Comm! memberikan sumbangan bemakna bagi dimensi control , owncrzv/tip dan reach dariadversity Quntient
Saran yang dibcrikan pada sekolah adalah berusaha untuk mengembangkan ketiga aspek Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan secara berkesinambungan dan membekali guru dengan pemahaman /hlvenwry Qfmfiem dan mcrancang aktivitas kelas yang memfasilitasi siswa untuk tcrlibal dan berpartisipasi aktiff Sclain ilu guru berupa unluk
lebih banyak menekankan pengalaman-pcngalaman keberhasilan siswa daripada pengalaman-pengalaman kegagalan mcreka agar keyakinan diri siswa dalam mencapai keberhasilan semakin meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan pula untuk melakukan penulitian mengenai Adversiry Quorien/ pada setting pendidikan yang lain dengan cakupan yang lebih luas. Selain ilu yang dapat ditclili variabcl-variabci Iain yang mungkin mempengaruhi
Adversity Quorienr seperti pengaruh-pcngaruh dari orang tua, guru, teman sebaya dan orang-orang yang memiliki peran penting selama masa kanak~kanak , sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang Adversity Quurient."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djarot Sudjatmoko
"Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar merupakan nyeri kepala primer. Seringkali nyeri kepala primer berkomorbiditas dengan gangguan mental, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran mengenai komorbiditas gangguan mental pada penderita nyeri kepala primer. Penelitian ini merupakan studi potong lintang, yang dilakukan di poliklinik departemen saraf RSCM, _Tull 2004 sampai Januari 2005 terhadap 95 penderita nyeri kepala primer secara consecutive sampling. Penderita nyeri kepala primer dilakukan wawancara terstruktur- dengan menggunakan instrumen MIN (Mini International Neuropsychiatric Interview) 1CD 10 untuk mengetahui apakah menderita gangguan mental atau tidak, serta untuk mengetahui jenis gangguan mentalnya. Dan penelitian ini didapatkan adanya komorbiditas antara penderita nyeri kepala primer dengan gangguan mental. Hasil penelitian menunjukkan 61 penderita nyeri kepala primer (64.2%) mengalami gangguan mental baik tunggal ataupun lebih dari satu gangguan mental, selain itu didapatkan 3 jenis gangguan mental yang terbanyak dialami penderita nyeri kepala primer yaitu episode depresi 29 orang (30.9%), gangguan panil. 20 orang (21.4%), dan gangguan anxietas menyeluruh 17 orang (17.9%)."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Vini Sagitha Putri
"Fenomena penyalahgunaan zat telah mempengaruhi anak dan remaja di seluruh dunia baik secara langsung dan tidak langsung, tanpa mempertimbangkan usia jenis kelamin, budaya latar belakang etnik. pendidikan, ras dan status sosial ekonomi. Masalah ini telah ada sejak tahun 60-an dan akan terus ada di masa yang akan datang Untuk itu diperlukan treatment khusus untuk penyalahgunaan zat sehingga berdiri rehabilitasi dengan berbagai pendekatan. Dalam penanganan seorang penyalahguna zat, praktisi membutuhkan pemahaman dan terutama diagnosa untuk treatment selanjutnya Penentuan diagnosis menjadi penting karena menentukan treatment atau terapi untuk individu dengan gangguan yang berhubungan dengan zat. Untuk itu diperlukan penentuan diagnosis yang akurat dan dalam waktu yang relatif cepat. Berdasarkan alasan tersebut, peneliti berusaha untuk menguji reliabilitas dan validitas Panduan Wawancara Terstruktur untuk individu dengan gangguan yang berhubungan dengan zat. Panduan wawancara Terstruktur untuk individu dengan gangguan yang berhubungan dengan zat disusun oleh Tommy Narotama (2003) dengan menggunakan pendekatan symptom-oriented dan menggunakan DSM IV-TR sebagai konstruk penyusunan Diagnosis Aksis I.
Panduan Wawancara Terstruktur untuk individu dengan gangguan yang berhubungan dengan zat berisi sejumlah pertanyaan yang dibagi menjadi 5 (lima) kelompok besar (Narotama. 2003), yaitu data demokratik (keluhan riwayat penggunaan dan treatment); penjabaran kriteria diagnosis aksis I; riwayat psikososial singkat; status mental; evaluasi multiaksial , prognosis dan rencana terapi. Penelitian ini melakukan uji reliabilitas dan validitas Penjabaran Diagnosis Aksis II pada Panduan Wawancara Terstruktur untuk individu dengan gangguan yang berhubungan dengan Zat secara kuantitatif. Untuk melakukan uji reliabilitas peneliti menggunakan teknik Scorer Reliability interrater. Sedangkan untuk uji validitas, peneliti menggunakan teknik criterion related dengan menggunakan kriteria diagnosis dari dokter atau psikolog.
Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling karena karakteristik sampel penelitian ini terbatas. Penelitian ini hanya dapat dilakukan pada individu yang memiliki keluhan yang berhubungan dengan gangguan zat atau individu pada populasi yang spesifik. Karakteristik subjek adalah individu yang berada dalam rehabilitasi atau rumah sakit dengan gangguan yang berhubungan dengan zat dan individu tersebut merupakan pasien baru di dalam rumah sakit atau rehabilitasi yang bersangkutan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Koefisien Kappa. karena datanya bersifat nominal dan ditujukan untuk menguji kesesuaian antara rer. Hasilnya diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0.32 dan koefisien validitas 0,902 pada 32 responden (18 responden RSKO dan I4 responden Yayasan Harapan Permata Hati Kita).
Selain itu, peneliti juga melakukan revisi pada Panduan Wawancara Terstruktur untuk individu dengan Gangguan yang Berhubungan dengan Zat dan didapatkan koefisien Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik,dengan menguji reliabilitas dan validitas Panduan Wawancara Terstruktur untuk individu dengan Gangguan yang Berhubungan dengan Zat secara kualitatif dan kuantitatif dengan menambah jumlah responden. Selain itu. perlu untuk mendapatkan responden dengan diagnosis yang berbeda-beda sehingga bagian Penjabaran Diagnosis Aksis I semakin teruji."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katharina A. Pandegirot
"Seorang dikatakan cerdas, jika selain memiliki kemampuan berpikir yang baik dia juga menampilkannya secara konsisten dalam perilakunya sehari-hari ketika menjalani kehidupan Masalahnya, tidak semua orang yang memiliki kemampuan berpikir, memiliki pula karakter intelektual yang gemar berolah pikir. Dengan ketiadaan karakter ini, maka mustahil seseorang dapat tumbuh menjadi IW-time learner, suatu kualitas yang diperlukan individu untuk meneruskan perkembangannya secara mandiri selepas dari masa sekolah kelak, dan untuk menjalani hidupnya secara cerdas. Diketahui bahwa perkembangan manusia tidak terlepas dari konteks lingkungan tempat individu itu tinggal Dalam konteks lingkungan ini, terdapat pengaruh budaya, belief system dan serangkaian nilai-nilai di dalamnya. Maka universitas, sebagai tempat mahasiswa berkuliah, juga merupakan lingkungan sosial dan budaya, yang memiliki potensi besar sebagai tempat dilakukannya interalisasi budaya berpikir, karena di dalam universitas terdapat berbagai bidang ilmu yang memiliki metode-metode ilmu yang berbeda yang diduga dapat memberikan pengaruh berbeda pula. Institusi Pendidikan sebagai salah satu agen enkulturasi dianggap sebagai pihak yang bertanggung-jawab untuk mengembangkan karakter intelektual ini kepada para siswanya selain memberikan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini melakukan eksplorasi atas penyebaran disposisi-disposisi Intelektual Character pada tiga metode ilmu yang berbeda yang terdapat dalam universitas, yang diwakili oleh enam (6) fakultas dan jurusan yang berbeda, pada kelompok subyek semester 2 dan semester 6. Dari eksplorasi ini diperoleh gambaran bahwa subjek semester 2 memiliki skor Intelektual Character yang lebih baik dibandingkan subjek semester 6. Dalam suasana belajar yang tidak memberikan orang bagi siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya atas materi kuliah yang diberikan melalui berbagai media yang diperlukan seperti diskusi, brainstroming, praktek laboratorium, praktek lapangan; sena tidak memberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi gagasan-gagasan sebagai pendalaman yang relevan atas suatu topik, universitas akan sulit menghasilkan individu berkarakter intelektual."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Suciarti
"Trastuzumab adalah produk bioteknologi terbaru dalam pengobatan kanker payudara. Antibodi monoklonal ini bekerja langsung pada targetnya yaitu reseptor HER2 (Human Epidermal growth factor Receptor-2). Harga obat ini sangat mahal. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pola pengobatan 61 data rekam medis pasien kanker payudara yang memiliki HER2+ di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta selama periode September 2003 hingga Maret 2006. Hasil dari uji chi-square menggunakan likelihood ratio menunjukkan bahwa ada hubungan antara penjamin biaya pengobatan terhadap jenis pengobatan (p< 0,05). Sedangkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan jenis pengobatan (p>0,05). Hasil survei deskriptif menunjukkan bahwa kelompok usia 40 - 49 tahun memiliki persentase kanker payudara yang memiliki HER2+ terbesar (36,1 %), stadium yang tertinggi persentasenya adalah stadium IV (19,7 %), serta pasien yang mempunyai riwayat kanker keluarga adalah sebanyak 10 dari 17 pasien (58,82 %), sedangkan 44 pasien tidak diketahui datanya."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S32455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Novida
"Dewasa ini terapi radiasi merupakan salah satu cara pengobatan yang dipilih dalam menangani penyakit kanker. Hal ini disebabkan karena sifat sel kanker yang sensitif terhadap radiasi. Akan tetapi, di antara sel-sel darah, ternyata limfosit juga bersifat radiosensitif, sehingga penggunaan terapi radiasi pada penderita kanker dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah dan fungsi limfosit yang selanjutnya berpengaruh pada reaksi imunitas selular. Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan reaksi imunitas selular secara in vitro dengan uji tranformasi limfosit terhadap stimulator PHA, serta penghitungan jumlah limfosit dan jumlah leukosit pada 30 orang penderita kanker payudara yang menjalani terapi radiasi. Pengamatan dilakukan sebelum penderita tersebut mandapat radiasi, dan selama terapi radiasi, yaitu setelah terapi radiasi berlangsung 2 minggu dengan dosis total 2000 rad, setelah terapi radiasi berlangsung 4 minggu dengan dosis total 4000 rad, dan setelah terapi radiasi berlangsung 5 minggu dengan dosis total 5000 rad. Dari hasil analisis varians pada a = 0,01 diperoleh kesimpulan bahwa dosis radiasi mempengaruhi indeks stimulasi, jumlah limfosit, serta jumlah leukosit penderita kenker payudara. Dari uji Newman-Keulspada a = 0,01 diketahui bahwa indeks stimulasi , jumlah limfosit, dan jumlah leukosit selama terapi radiasi berbeda nyata dibandingkan sebelum terapi radiasi. Dengan analisis korelasi didapatkan adanya korelasi negatif antara dosis radiasi dengan indeks stimulasi, jumlah limfosit, serta jumlahleukosit. Bentuk hubungan antara dosis radiasi dengan indeks stimulasi, jumlah limfosit, maupun jumlah leukosit adalah parabola, yang diperoleh dari analisis regresi. Setelah penyinaran berlangsung selama 5 minggu dengan dosis total 5000 rad, baik indeks stimulasi, jumlah limfosit, maupun jumlah leukosit cenderung meningkat kembali; walaupun demikian ternyata peningkatan tersebut tidak berbeda nyata dibandingkan setelah terapi radiasi berlangsung 4 minggu dengan dosis total 4000 rad, maupun setelah terapi radiasi berlangsung 2 minggu dengan dosis total 2000 rad."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pentagamavunon-0 or [2,5-bis-(4-hydroxy-3-methoxy- benzylidene), was determined on its on its cytotoxicity,antiproliferative and antiangiogenesis effects in comparation to the effect of its analogue,curcumin(1,7-bis-(hydroxy-3-methoxyphenyl)-1,6 heptadiena-3,5-dion) againts 17-b-estradiol(E) induced human breast cancer cells T47D"
610 SKJ 19:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>