Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121678 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Irawati
"Balai Pemasyarakatan disingkat Bapas, berada dalam ruang lingkup Dirjen Pemasyarakatan dan merupakan unit pelaksana. teknis dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM. Melaksanakan bimbingan yang di dalamnya dilaksanakan juga konseling bagi klien warga binaan pemasyarakatan adalah salah satu tugas pokok PK. Klien Bapas adalah individu yang mempunyai kewajiban menjalani pembimbingan, sebagai konsekuensi dari vonis yang diterima dari Pengadilan Negeri bagi pidana bersyarat atau konsekuensi dari pembinaan luar yang diterima oleh seorang narapidana setelah menjalani dua pertiga atau lebih masa pidananya di dalam lapas.
Tujuan bimbingan klien adalah untuk membantu klien agar menjadi manusia seutuhnya, menguasai pengetahuan, sikap, nilai, dan kecakapan dasar yang diperlukan bagi kehidupannya di masyarakat. (Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). Dengan demikian, tujuan bimbingan dititikberatkan pada kepribadian dan kemandirian klien untuk dapat menyesuaikan diri dan integrasi secara sehat di masyarakat. Dalam rangka membimbing kepribadian dan kemandirian klien yang menjadi tugas Dirjen Pemasyarakatan secara keseluruhan, seyogyanya proses bimbingan klien berlangsung sebagai suatu proses pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan YME, intelektual, sikap, perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 31 dan 32 Tahun 1999.
Namun, dalam pelaksanaannya menggambarkan kurangnya pemahaman, keterampilan, dan sikap positif PK dalam bimbingan dan konseling yang didasarkan pada penerapan orientasi psikologi, sehingga proses bimbingan (dan konseling) kurang mendukung bagi tercapainya tujuan pembimbingan klien sesuai UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Ada dua faktor yang menyebabkan kurangnya pemahaman, keterampilan, dan sikap positif PK dalam melaksanakan bimbingan (dan konseling), yaitu : 1) Faktor internal, bersumber dari diri PK sendiri yang dalam hal ini berupa intelegensi. 2) Faktor eksternal, bersumber dari lingkungan yang didalamnya terdapat juga orang lain atau model Atas dasar ini, masalah yang ada pada PK dalam melaksanakan bimbingan dan konseling dijelaskan melalui Teori Belajar sosial (Social Learning T henry) dari Albert Bandura (1986). Menurut Teori Belajar Sosial, faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kognitif) Serta model yang dapat ditiru atau imitasi, adalah merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku. Untuk meningkatkan pemahaman seseorang diperlukan adanya proses belajar. Oleh karena itu, program Pelatihan Bimbingan dan Konseling Bagi PK diusulkan untuk dapat dilaksanakan selain berorientasi pada kaidah hukum, untuk kesempurnaannya perlu mengacu pada proses-proses psikologis sesuai teori di atas. Dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan sikap positif PK dalam melaksanakan bimbingan dan konseling."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasirudin
"Pembinaan yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan ialah pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di dalam lingkungan tembok lembaga pemasyarakatan. Sedangkan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan yang dilakukan di luar lembaga pemasyarakatan merupakan salah satu tugas pokok Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang pengelolaannya ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
Pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan secara operasional dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan dengan Para petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai Ujung tombaknya dalam pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan (litmas), pembimbingan klien pemasyarakatan
Proses pengembangan sumber daya manusia merupakan starting point dimana organisasi ingin meningkatkan dan mengembangkan kemampuan individu (pegawai) sesuai dengan kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
Penelitian ini mencoba mengkaji sejauh mana kemampuan dan motivasi kerja dari pembimbing kemasyarakatan apakah efektivitas pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan Jakarta Selatan sudah efektif atau belum
Penelitian yang digunakan di dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian terapan, dengan pendekatan survai berdasarkan penelitian asosiatif dengan menggunakan data kuantitatif, alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner (angket) sebagai instrument.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi ( p hitung ) antara variabel kemampuan dengan variabel efektivitas kerja adalah 0,484, antara variabel motivasi kerja dengan variabel efektivitas kerja 0,210 dan antara variabel kemampuan dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan variabel efektivitas kerja 0,325. Nilai ini dengan berpedoman pada buku Metode Penelitian Administrasi karangan Sugiyono (Sugiyono: 149) mencerminkan bahwa hubungan antara ketiga variabel tersebut adalah sangat rendah.
Dengan demikian perlu adanya pembinaan untuk meningkatkan kemampuan, motivasi kerja guna tercapainya efektivitas kerja, dan seyogyanya dalam penerimaan pegawai harus memperhatikan spesifikasi kebutuhan kejuruan dan jurusan pendidikan yang diperlukan. Selain itu juga sudah saatnya diperlukan iklim kerja yang kompetitif untuk dapat memacu kinerja dari para pembimbing kemasyarakatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Rosarina Sagita
"Proses pemasyarakatan mengedepankan proses integrasi sosial bagi para narapidana agar mereka dapat kembali bersatu dengan masyarakat dan lingkungannya. Untuk itu diperlukan pembinaan yang mengarah kepada hal tersebut. Selain pembinaan yang dilakukan didalam lapas, juga dilakukan diluar lapas. Untuk itu permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimanakah kapasitas pembimbing dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat di Bapas Klas I Bandung.
Teori yang diguinakan dalam tulisan ini adalah tentang comunity based treatment dan konsep pembimbingan. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif; Dengan pengambilan data menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam.
Pelaksanaan pembimbingan di Bapas Bandung dilakukan dengan cara wajib lapor secara berkala dari klien kepada petugas Pk yang membimbing. Selain itu juga pernah dilakukan pemberian keterampilan dalam bentuk pelatihan, namun itu tidak dilakukan secara berkala, melainkan secara insidentil.
Pelaksanaan pembimbingan dengan Cara pelaporan atau pembimbingan perorangan merupakan salah satu metode pembimbingan. Hal ini tidak bisa dilihat tingkat keberhasilannya untuk itu diperlukan metode home visit dengan mengunjungi keluarga dan lingkungan sehingga dapat dinilai tingkat pembimbingan yang dilakukan.
Kapasitas pembimbing dalam melakukan pembimbingan terhadap klien tidak tergantung dari tingkat pendidikan petugas PK. Sumber daya manusia hanya sebagain faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembimbingan ada faktor lain yang juga mempengaruhi antara lain adalah anggaran dari pemerintah untuk pelaksanaan pembimbingan.

The rehabilitation process put forward prisoner's social integration process in order they can join again with their respective community and environment. Therefore, it is required for a building process directed to this intent. Besides building process conducted within corrective institution, it is demanded building out of it. Therefore, issue to be made into surface in this presentation is how is the counselor capacity in implementation of conditional liberation at Class I Corrective Institution, Bandung.
Theories used in this writing is talking about the community-based treatment and counseling concept. Meanwhile, research methodology used in this writing is a qualitative descriptive method. And its data collection uses observatory method and in depth interview.
The implementation of counseling at Bandung's Corrective Institution is carried out by periodical obligatory report from client to related counseling officer. In addition, it had also ever been given various know-how training; however they are not given in periodic, but incidentally.
The implementation of counseling by reporting ways or individual counseling is one of counseling methods. This instance cannot be seen its successful level, thus it is also required a home visit method by visiting client's family and environment in order to appraise counseling successful level.
The counselor capacity in execution of counseling process toward clients is not dependent on corrective institution's officer education level. A human resource factor is one of factors affecting such counseling successful level because there are some other factors affect it, among other, budget from government for this counseling implementation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahrul Yaman
"Arti penting peranan kantor Balai Pemasyarakatan saat ini belum dapat diimbangi dengan pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat pengguna yaitu polisi, jaksa dan hakim. Hal itu terlihat dengan masih banyaknya Pembimbing Kemasyarakatan yang belum memiliki kompetensi sebagaimana yang diharapkan. Akibatnya Pembimbing Kemasyarakatan belum mampu menyusun Laporan Penelitian Kemasyarakatan sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan pengguna di dalam menetapkan keputusan yang memenuhi rasa keadilan dan memperhatikan masa depan anak. Dengan demikian dapat diketahui bahwa Pembimbing Kemasyarakatan merupakan salah satu kompenen terpenting dalam menentukan kualitas pelayanan kantor Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat. Oleh karenanya proses pengembangan Sumber Daya Manusia merupakan starting point dimana organisasi ingin meningkatkan dan mengembangkan kemampuan individu [pegawai] sesuai dengan kebutuhan baik untuk masa kini maupun masa mendatang.
Agar proses pengembangan Sumber Daya Manusia di kantor Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat memperoleh basil yang optimal, maka perlu dilakukan penelitian yang mengukur kompetensi yang dimiliki Pembibing Kemasyarakatan didalam melaksanakan tugasnya. Selain itu jugs ingin diketahui apakah ada hubungan kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan terhadap kualitas pelayanan pada kantor Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat.
Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey yakni proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran berbagai temuan empirik yang menyangkut masalah kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan dalam memberikan kontribusi terhadap pencapaian kualitas pelayanan kantor Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat.
Salah satu temuan adalah adanya perbedaan penilaian tentang persepsi kualitas pelayan antara Pembimbing Kemasyarakatan dengan Kelompok Pengguna. Menurut persepsi Pembimbing Kemasyarakatan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan kepada kelompok penggunan sudah sesuai dengan kebutuhan kelompok pengguna [polisi, jaksa dan hakim] Namun, menurut persepsi kelompok pengguna polisi bahwa kulaitas pelayanan yang diberikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan kurang sesuai dengan kebutuhan polisi. Begitu pula menurut persepsi kelompok penggunan jaksa dan hakim menilai bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan tidak sesuai dengan kebutuhan jaksa dan hakim. Kuatnya perbedaan penilaian kualitas pelayanan ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan Pembimbing Kemasyarakatan sangat ditentukan oleh kelompok pengguna. Sebagai kelompok pengguna akhir, maka Jaksa dan Hakim menilai kualitas pelayanan Pembibing Kemasyarakatan lebih rendah dibandingkan dengan penilian kualitas pelayanan yang diberikan Polisi.
Berdasarkan perbedaan kecendrungan penilaian kualitas pelayanan tersebut, maka kualitas pelayanan ditentukan menurut 2 (dua) ketegori yaitu rendah dan tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengatasi adanya keterbatasan metodologi dalam mengajukan uji statistik permasalahan pokok studi. Dari basil perhitungan demikian didapat indikasi ada hubungan kompetensi PK dengan kualitas Pelayanan Pembimbing Kemasyarakatan. Hal ini dapat diketahui dari basil pengolahan data dengan menggunakan approximation significant dapat disimpulkan bahwa tedapat hubungan antara kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan dengan kualitas pelayanan Pembimbing Kemasyarakatan di Kantor Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat. Adapun kuat hubungan berdasarkan Spearman Correlation dapat disimpulkan hubungan antara kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan dengan kualitas pelayanan Pembimbing Kemasyarakatan memiliki hubungan yang rendah. Hal ini berarti rendahnya kompetensi yang dimiliki Pembimbing Kemasyarakatan menjadi faktor penyebab rendahnya kualitas pelayanan kantor Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat. Untuk itu perlu adanya upaya peningkatan kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan agar pelayanan kantor Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat menjadi lebih berkualitas.

Human resource's potential which have a good quality and plucky in a nation in order to keep on the aspiration of nation's struggle is the young generation (children), which is expected can continue the national's aspiration. But in the effort of children potential development more often found a behavioral attitude deviation existence among some children. Furthermore, there are children who broke the rules, even from high social status, middle, and lower also. To children who breaking the law, they really need the special construction so that children's future can be saved.
In this relevancies, BAPAS office with the Probation Officer have a strategic roles in giving the services to the citizen especially to the various party with the process of children jurisdiction. This is relied on UU no. 3 on 1997 about Children Jurisdiction. In the section 59 sub-sections (2) stated that "In every Children Jurisdiction, the Judge before deciding children's verdict must considering correctional research report from the probation officer."
The important roles of BAPAS office couldn't balance with the service quality to all the users; those are the police, district attorney, and the judge. It can be shown with the number of Probation Officer who doesn't have knowledge, skill, and the optimum work motivation. Consequently, Probation Officer unable to arrange correctional research report based on the optimality citizen expectation. Thereby we can know that Probation Officer is one of the important elements in deciding service quality in BAPAS office West Jakarta. Therefore, human resources developmental process is the starting points where the organization willing to increase and develop individual (officer) cornpetences based on individual needs whether for this time or the future.
In order to get optimum research in developmental process in BAPAS office, so we have to do some research. This research tries to learn competency having by the Probation Officer in doing his duty. Besides, we want to know about the relation of Probation Officer competence to the service quality to BAPAS office, West Jakarta.
This research use the explorative survey method which try to depicting also knowing various data regarding Probation Officer competence in giving contribution to the attainment of service quality in BAPAS office West Jakarta. This research based on the associative by using the questioner and deep interview in collecting the data.
Based on that research, shown that the correlation between service quality with the group of respondent shown a great relationship (Eta= 0.733 and R=0.685). This means that the bad competence owned by the Probation Officer resulting service quality in BAPAS Office West Jakarta still not good. Therefore, we have to increasing Probation Officer Competence so that the services in West Jakarta have a better quality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjaman
"Pemberdayaan Pembimbing Kemasyarakatan menjadi topik kajian yang penting karena sebagai Salah satu unsur penegak hukum dalam sistem peradilan terpadu sampai saat ini Pembimbing Kemasyarakatan keberadaannya belum dikenal secara luas, baik oleh unsur penegak hukum itu sendiui maupun masyarakat umum lainnya. Padahal peranan Pembimbing Kemasyarakatan tidak kalah penting dibandingkan dengan unsur penegak hukum lainnya seperti Polisi, Jaksa Maupun Hakim. Bahkan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Peranan Pembimbing Kemasyarakatan sudah bergerak sejak awal proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan. Topik ini menjadi lebih penting di tengah semakin gencarnya untuk mengimplementasikan pola pembinaan sistem pemasyarakatan terpadu.
Dengan kondisi permasalahan yang dialami Pembimbing Kemasyarakatan saat ini diperlukan adanya kebijakan pemberdayaan Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan, dengan harapan dapat meningkatkan eksistensi Pembimbing Kemasyarakatan sebagai pejabat fungsional penegak hukum, sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan dapat mensejajarkan diri dengan unsur penegak hukum lainnya.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, yaitu untuk menggambarkan situasi permasalahan dan keadaan Pembimbing Kemasyarakatan secara objektif faktual dan apa adanya (Alston dan Bowles, 1998:92). Karena penelitian ini dilakukan pada pegawai dengan jabatan tertentu yang memiliki tugas dan fungsi yang sudah jelas, maka penelitian bersifat evaluatif, yaitu untuk melihat proses dan hasil yang dapat dicapai dari tugas dan fungsi yang diembannya Pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif berupa studi kasus, yaitu dilakukan terbatas pada kelompok pegawai tertentu dan pihak-pihak terkait dengan pemlasalahan yang dianggap representatif dari populasi yang ada. (Grinnel dan Richard, 1993:35) Teknik pengumpulan data dilakllkan melalui wawancara mendalam dan pengamatan terlibat (participatory observation). Wawancara derngan responden dilakukan dengan pertanyaan semi terstruktur dan informasi/data ditulis dalam benluk catatan harian.
Responden yang akan diwawancarai adalah para pegawai yang memiliki keterkaitan dalam kajian penelitian dengan sara non-probability sampling dan teknik sampel bertujuan (puposive sampling). Hasil dari wawancara tersebut dianalisa secara induktif, yailu mencari, menjelaskan dan memahami permasalahan yang terjadi dalam kegiatan administrasi dikaitkan dengan konsep-konsep yang relevan. Peranan konsep-konsep tersebut hanya untuk memperkaya pemaharnan terhadap gejala dan kenyataan yang diamati, bukan sebagai alat utama untuk memahami atau pengujian hipotesa.
Hasil deskripsi lapangan dapat dianalisis bahwa proses pemberdayaan pembimbing kemasyarakatan di balai pemasyarakatan Bandung belum dilaksanakan secara sistematis artinya pemberdayaan pegawai tidak dilakukan sesuai dengan konsep pemberdayaan yang benar. Perlunya pemberdayaan terhadap pembimbing kemasyaralcatan adalah kaitannya dengan banyaknya program-program pembangunan yang tidak dapat dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan tersebut justru merupakan tugas-tugas pokok pada Balai Pemasyarakatan seperti, Pelatihan kerja, penyaluran kerja, program magang pada perusahaan dan penyuluhan hukum pada masyarakat. Sedangkan tugas yang dapat dilaksanakan adalah kegiatan penelitian kemasyarakatan (litmas), padahal sebenarnya kegiatan tersebut adalah kegiatan awal guna menyusun program-program selanjutnya.
Kondisi tersebut tentu ada kaitannya dengan kinerja Pembimbing kemasyarakatan sebagai pelaksana tugas dan fungsi pada balai pemasyarakatan. Dari gambaran yang diperoleh menunjukkan kurangnya motivasi Pembimbing Kemasyarakatan dalam rnelaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan kondisi tersebut peran pinlpinan untuk melakukan proses pemberdayaan menjadi begitu penting. Untuk lebih memudahkan dalam upaya pemberdayaan, sebenarnya sudah diupayakan melalui jabatan fungsional Pembimbing Kemasyarakatan. Namun sampai saat ini rancangan tersebut belum dapat dilaksanakan.
Mengingat sebenarnya Pembimbing Kemasyarakatan adalah menyandang Jabatan Fungsional penegak hukum, sudah saatnya pembinaan karir, penghargaan baik dalam bentuk prestasi manifestasi penghitungan angka kredit dan tunjangan merupakan program ke depan yang perlu mendapat perhatian layaknya eksistensi pegawai yang menyandang Jabatan Fungsional pada institusi pemerintah lainnya.
Dengan adanya pennasalahan tersebut diharapkan unsur pimpinan di lingkungan Departemen Hukum dan HAM, kiranya dapat Inengangkat permasalahan ini dengan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak khususnya pada Iembaga yang sudah ajeg dalam pembinaan pejabat fungsional, diantaranya dengan Deparlemen Sosial RI. Guna eksistensi dari Pejabat Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan.

Empowerment of probation officer is an important topic because they are one of law enforcer in the integral court system nowadays. The existence of probation officer has not been known by the law enforcer itself or public. The role of them is also important equal with others such as judge, attorney, or police. Even after the law number 12 year 1995 on Socialization ofthe Role of Probation Officer has been legalized, the role of probation officer must be the first element who initiates the probation process in the social rehabilitation system. This topic is more important in the process of integral social rehabilitation system.
Facing the problems of probation process nowadays, it is a need to initiate a policy to empower probation officer in the social rehabilitation center. It is expected that such policy can endorse the existence of probation officer as a functional law enforcer, hence they can implement their duty well and equalize their position with other law enforcer.
This research is a descriptive research which describes the problem and condition of probation officer objectively and base on fact. Because this research is examined the officer with specific position and clear duty and function, the research is evaluative which examine the process and result that can be achieved.
The approach of the research is qualitative as a case study which is applied to limited group of officer and related element to the problem who represent the population. The technique of data collection is depth interview and participatory observation. Interview with respondent is guided by semi-structured questions and the data is recorded in the daily observation note.
Respondents are officers related to the research who are selected by non-probability sampling. It means that the technique is categorized as purposive sampling technique. The data of the observation and interview is analyzed inductively which finds, explains and understand the existing problems in administrative activities and then connect it with relevant concepts. The function of those concepts is to enrich the awareness of hints and facts, not as the main tool to analyze and examine a hypothesis.
The result of field description can be analyzed that the process of empowerment of probation officer in Social Rehabilitation Center Bandung is not prepared and implemented according to the concept of empowerment. The need of empowerment relates to the fact that there are many programmes which are not implemented. Those unimplemented programmes are the main duties of the center such as job training, job distribution, part time job in company and socialization of law in the society.
The only implemented programme is initial activity to arrange further programmes. This condition relates to the performance of probation officer who implements the duties and functions of the center. From the description, it is found that there is a lack of motivation among the officers in the implementation of the duties and functions. In that condition the role of their supervisor is very important. In order to empower them, functional position for them is applied. However, the effort has not been implemented.
Based on the fact that probation officer is a functional position as law enforcer, it is a must that career arrangement, appreciation of credit of work and financial assistance have to be considered as ofticer who has functional position in the government institution.
Based on the problem, it is expected that the functionaries in the Department of Law and Human Rights review it and make a significant coordination with other institution such as Department of Social Affair. It is important to the existence of functional position of probation officer in the social rehabilitation center.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatiha Amalia Firdausya
"Penelitian ini membahas peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam melaksanakan Reintegrasi Sosial bagi Klien Pemasyarakatan Dewasa (Studi deskriptif pada Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan). Adapun penelitian ini berlokasi di Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan. Penelitian ini berfokus untuk menggambarkan mengenai peran Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan dalam melaksanakan reintegrasi sosial bagi Klien Permasyarakatan dewasa, serta melihat hambatan dalam proses reintegrasi sosial yang diberikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan bagi Klien Permasyarakatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Metode yang digunakan yaitu wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan berperan sebagai enabler, empowerer, case management, educator, researcher, counseler, koordinator, broker, inisiator. Namun reintegrasi sosial yang diselenggarakan tidak lepas dari beberapa hal yang menghambat yang berasal dari faktor internal seperti ketidaksiapan klien ketika kembali ke masyarakat serta pemikiran dari klien maupun keluarga yang kurang sesuai dengan tujuan reintegrasi sosial dan juga berasal dari faktor eksternal seperti adanya aturan yang kurang mendukung dalam proses reintegrasi sosial serta adanya stigma negatif yang diberikan masyarakat kepada klien. Dalam temuan juga ditemukan beberapa upaya yang dilakukan dalam menangani hambatan reintegrasi sosial yakni mengadakan koordinasi lintas sektoral antara Pembimbing Kemasyarakatan dengan berbagai lembaga terkait, adanya diklat yang disediakan oleh Balai Pemasyarakatan sebagai penunjang bentuk pemenuhan kebutuhan dari Pembimbing Kemasyarakatan dalam pemberian pelayanan bagi Klien Pemasyarakatan.

This study discusses the role of Correctional Advisor in Implementing Social Reintegration for Correctional Adult Clients (Descriptive Study at Correctional Centers Class I South Jakarta). The research is located in Correctional Centers Class I South Jakarta. This study focuses on providing an overview the role of Correctional Advisor in Implementing Social Reintegration for Correctional Clients, as well as to see the obstacles in the process of social reintegration provided by the Correctional Advisor of Correctional Centers Class I South Jakarta for Correctional Adults Clients. This research is descriptive research with qualitative method. The method used is in-depth interview, observation, and literature study. The results of this study indicate that Correctional Advisor act as Enabler, empowerer, case management, educator, researcher, counseler, koordinator, broker, inisiator. However, the social reintegration held cannot be separated from several things that hinder that come from internal factors such as the unpreparedness of the client when returning to the community as well as the thoughts of the client and family that are not in accordance with the objectives of social reintegration and also comes from external factors such as the existence of rules that are less supportive in the process of social reintegration and the existence of negative stigma given by the community to clients. In the findings also found several efforts made in addressing the obstacles of social reintegration, namely cross-sectoral coordination between Correctional Advisor and various related institutions, the training provided by the Correctional Center as a form of fulfilling the needs of Correctional Advisor in providing services for Correctional Clients."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Chintya Dewi
"Pengalihan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dari proses formal peradilan anak telah menjadi bagian dari kebijakan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Pengalihan dilakukan melalui mediasi yang mengacu pada pendekatan keadilan restoratif sebagai bentuk jaminan atas kepentingan terbaik anak. Penelitian ini berfokus pada praktik diversi di tingkat kepolisian dengan landasan bahwa polisi merupakan aparat penegak hukum pertama yang bersentuhan dengan anak.
Semakin awal diversi dilakukan maka semakin besar komitmen Sistem Peradilan Pidana Anak dalam menghambat efek negatif akibat proses administrasi peradilan, misalnya stigma sebagai "anak nakal" yang dihasilkan oleh sidang pengadilan. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus melalui observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik diversi di kepolisian terhadap sembilan anak yang didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Bogor masih jauh dari praktik ideal. Diversi hanya menekankan pada penjauhan anak dari proses formal tanpa memperhatikan unsur kepentingan terbaik anak. Praktik tetap berjalan secara formal dan menghasilkan dampak negatif bagi anak, seperti stigma, keputusan yang tidak mempertimbangkan kemampuan anak, dan tidak adanya treatment berkelanjutan sebagai pemenuhan kebutuhan anak.

Child diversion scheme has become a part of Juvenile Justice System's policies in Indonesia. Diversion scheme is conducted through the mediation which refers to restorative justice approach as a guarantee for the best interests of the child. This research focuses on police diversion program with a solid base that police force is the first law enforcement officer who deals with the child.
The earlier diversion program is conducted, the bigger commitment that Juvenile Justice System has to hold off the negative impact which is caused by the system of justice administration, such as "delinquent" stigma as a result of the court. Researcher uses qualitative method with observations of case study through themes of participant observation, depth interview, and documentary study.
The result of this research shows that the police diversion program in accordance to nine children guidance by Probationer in Bogor Correctional Center is still far from the ideal practices. Diversion program only emphasis on distancing children from formal systems without considering the elements of child?s best interests. Diversion program is still formal and result negative impact, such as stigma, the decision without considering the child?s capability, and the lack of continuous treatment as fulfilling the needs of children.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rooslane Indira Sari
"Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan program peningkatan kemampuan pengumpulan data bagi Pembimbing Kemasyarakatan, sehubungan dengan permasalahan pada Bapas Jakarta Barat yaitu hasil Litmas tersebut tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi hakim dalam sidang anak dan proses pembinaan di Lapas.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa dalam kenyataan sehari-hari para petugas PK melaksanakan Litmasnya hanya sebatas melakukan perintah tanpa memperhatikan pentingnya kualitas hasil litmas, pengumpulan data dilakukan dengan cara intrograsi, kurang memahami informasi penting yang harus dikumpulkan, hanya sekedar memenuhi kerangka format isian yang ada dalam kenyataannya sudah tidak sesuai lagi untuk memperoleh data yang dibutuhkan.
Teori yang dirujuk sebagai dasar pembuatan rancangan program ini adalah teori Balai Pemasyarakatan (Bapas), wawancara, observasi, remaja, dewasa muda dan teori mengenai workshop.
Rancangan Program tersebut bertujuan agar Pembimbing Kemasyarakatan mampu menyusun Litmas sesuai dengan kebutuhannya, mendapatkan data yang akurat dari hasil wawancara dan observasi, mengerti mengenai kegunaan data. Cara bagaimana mengumpulkan data dan menganalisa data.
Serta diharapkan Pembimbing Kemasyarakatanan tidak hanya meningkatkan kemampuan Pembimbing Kemasyarakatan dalam pengumpulan data tetapi juga perubahan sikap dan perilaku sehingga Pembimbing Kemasyarakatan dapat menerapkan dalam penyusunan Litmas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ketut Sukardi
Jakarta: Bina Aksara, 1988
371.4 DEW b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 17(4-6)2011
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>