Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rayi Rizqa Aldila
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara kecerdasan emosi dan kepuasan hubungan pada mahasiswa yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Pengukuran kecerdasan emosi dilakukan dengan menggunakan alat ukur Brief Emotional Intelligence Scale (Davies et al., 2010) dan pengukuran kepuasan hubungan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Partisipan penelitian berjumlah 185 mahasiswa dengan karakteristik sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dan kepuasan hubungan pada mahasiswa yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh (r =0.251; p = 0.001, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi kepuasan hubungan yang dicapai.

This research is conducted to gain insight about the correlation between emotional intelligence and relationship satisfaction on undergraduate students who are experiencing long distance relationship. The measurement tool that is used to gauge the emotional intelligence factor is the Brief Emotional Intelligence Scale (Davies et al., 2010) and the measurement tool used for relationship satisfaction factor is Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The number of samples for this particular research are 185 undergraduate students with the characteristic of having engaging in long distance relationship.
The result obtained in this research shows that there’s a significant positive correlation between emotional intelligence and relationship satisfaction among the undergraduate students who experience long distance relationship (r =0.251; p = 0.001, that shows significance at L.o.S 0.01). Which means, the higher the level of emotional intelligence within a person, therefore resulting in achieving a higher level of relationship satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthianissa Amanda
"Pembentukan hubungan romantis pada usia dewasa muda sangat penting karena pada usia ini individu cenderung mencari pasangan untuk seumur hidup. Keberfungsian keluarga asal individu merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi kepuasan hubungan berpacaran dengan melalui faktor individual, seperti tipe attachment yang dimiliki individu dengan pasangannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran tipe attachment dalam memediasi hubungan antara keberfungsian keluarga dan kepuasan hubungan pada dewasa muda yang berpacaran. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Data diperoleh dari kuesioner yang disebarkan secara daring. Pengukuran variabel pada penelitian ini menggunakan alat ukur Family Assessment Device (FAD) untuk mengukur keberfungsian keluarga, Relationship Assessment Scale (RAS) untuk mengukur kepuasan hubungan dan Experiences in Close Relationships Scale-Revised (ECR-R) untuk mengukur attachment. Responden pada penelitian ini berjumlah 824 responden berusia 18-36 tahun dan sedang berpacaran minimal selama 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga dapat memprediksi kepuasan hubungan pada dewasa muda yang berpacaran. Selain itu, tipe attachment, baik anxious attachment maupun avoidant attachment dapat memediasi hubungan antara keberfungsian keluarga dan kepuasan hubungan pada dewasa muda yang berpacaran.

The formation of romantic relationships in young adulthood is very important because they tend to find a partner to live with. The functioning of the individual's family of origin is an important factor in influencing the relationship satisfaction, which through individual factors, such as the attachment that individual has with their partner. This study aims to look at the role of attachment in mediating the relationship between family functioning and relationship satisfaction in young adults. This study is a correlational study. Data were obtained from online questionnaires. This study used three measurement tools, Family Assessment Device (FAD) to measure family functioning, Relationship Assessment Scale (RAS) to measure relationship satisfaction and Experiences in Close Relationships Scale-Revised (ECR-R) to measure attachment. There were 824 respondents aged 18-36 years and have been in a romantic relationship for at least 6 months. The results showed that family functioning can predict relationship satisfaction in young adults. Moreover, attachment types, both anxious attachment and avoidant attachment, can mediate the relationship between family functioning and relationship satisfaction in young adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawestri Bayu Utari
"Dalam hubungan romantis berpacaran, individu menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam menjalani hubungannya tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan individu dalam hubungan romantis, diantaranya tekanan dari luar yang menimbulkan stres sehingga berdampak negatif terhadap kepuasan hubungan. Sikap yang ditunjukan antar pasangan dalam menghadapi stres menjadi salah satu faktor yang mendorong kelanggengan hubungan romantis, dimana kedua pasangan terlibat dalam proses self-disclosure dan adanya respon yang sesuai diberikan oleh lawan bicara, disebut juga perceived partner responsiveness (PPR). Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk menguji efek PPR sebagai moderator antara self-disclosure dan kepuasan hubungan romantis. Sebanyak 441 dewasa muda (18-30 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini. Self-disclosure diukur menggunakan Self-disclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR diukur dengan Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) dan kepuasan hubungan diukur dengan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) aspek amount factor dan honesty-accuracy factor pada proses self-disclosure dapat memprediksi kepuasan hubungan secara signifikan; (2) aspek understanding dan validating pada PPR tidak signifikan memoderatori hubungan antara honesty-accuracy factor dalam proses selfdisclosure; dan (3) aspek understanding dalam PPR signifikan memoderatori hubungan antara amount factor pada proses self-disclosure dan kepuasan hubungan. Dapat disimpulakan dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa yang memandang pasangannya secara akurat menangkap kebutuhan (understanding) dari informasi yang diungkapkan cukup banyak dan mendalam (amount factor), maka akan memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih tinggi.

In a romantic relationship, individuals want happiness and satisfaction in their relationship. There are several factors that affect the level of individual satisfaction in relationships, such as external pressure that cause stress which negatively impacts relationship satisfaction. The attitude that is shown between partners in dealing with stress is one of the factors that encourages the romantic relationships satisfaction, where both couples are involved in self-disclosure process and they receive responses given by their partner are in accordance with their expectations, also called perceived partner responsiveness (PPR). This quantitative study aims to examine the effect of PPR as a moderator between self-disclosure and romantic relationship satisfaction. A total of 441 young people (18-30 years) in this study. Self-disclosure is measured using the Selfdisclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR is measured by the Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) and relationship satisfaction is measured by the Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The results showed that (1) amount factor and honesty-accuracy factor of self-disclosure significantly predicted relationship satisfaction; (2) the understanding and validation aspects of PPR do not significantly moderate the relationship between honesty-accuracy factor of self-disclosure; and (3) the understanding aspect in PPR significantly moderates the relationship between amount factor of self-disclosure process and relationship satisfaction. This study shows that individuals who perceive their partners as accurately capture their needs (understanding) of the deep and private information about themselves (the number factor), will have a higher level of relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawestri Bayu Utari
"Dalam hubungan romantis berpacaran, individu menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam menjalani hubungannya tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan individu dalam hubungan romantis, diantaranya tekanan dari luar yang menimbulkan stres sehingga berdampak negatif terhadap kepuasan hubungan. Sikap yang ditunjukan antar pasangan dalam menghadapi stres menjadi salah satu faktor yang mendorong kelanggengan hubungan romantis, dimana kedua pasangan terlibat dalam proses self-disclosure dan adanya respon yang sesuai diberikan oleh lawan bicara, disebut juga perceived partner responsiveness (PPR). Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk menguji efek PPR sebagai moderator antara self-disclosure dan kepuasan hubungan romantis. Sebanyak 441 dewasa muda (18-30 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini. Self-disclosure diukur menggunakan Self-disclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR diukur dengan Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) dan kepuasan hubungan diukur dengan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) aspek amount factor dan honesty-accuracy factor pada proses self-disclosure dapat memprediksi kepuasan hubungan secara signifikan; (2) aspek understanding dan validating pada PPR tidak signifikan memoderatori hubungan antara honesty-accuracy factor dalam proses selfdisclosure; dan (3) aspek understanding dalam PPR signifikan memoderatori hubungan antara amount factor pada proses self-disclosure dan kepuasan hubungan. Dapat disimpulakan dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa yang memandang pasangannya secara akurat menangkap kebutuhan (understanding) dari informasi yang diungkapkan cukup banyak dan mendalam (amount factor), maka akan memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih tinggi.

In a romantic relationship, individuals want happiness and satisfaction in their relationship. There are several factors that affect the level of individual satisfaction in relationships, such as external pressure that cause stress which negatively impacts relationship satisfaction. The attitude that is shown between partners in dealing with stress is one of the factors that encourages the romantic relationships satisfaction, where both couples are involved in self-disclosure process and they receive responses given by their partner are in accordance with their expectations, also called perceived partner responsiveness (PPR). This quantitative study aims to examine the effect of PPR as a moderator between self-disclosure and romantic relationship satisfaction. A total of 441 young people (18-30 years) in this study. Self-disclosure is measured using the Selfdisclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR is measured by the Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) and relationship satisfaction is measured by the Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The results showed that (1) amount factor and honesty-accuracy factor of self-disclosure significantly predicted relationship satisfaction; (2) the understanding and validation aspects of PPR do not significantly moderate the relationship between honesty-accuracy factor of self-disclosure; and (3) the understanding aspect in PPR significantly moderates the relationship between amount factor of self-disclosure process and relationship satisfaction. This study shows that individuals who perceive their partners as accurately capture their needs (understanding) of the deep and private information about themselves (the number factor), will have a higher level of relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrahma Sukmaya Kalamsari
"Menjalani hubungan romantis merupakan salah satu tugas perkembangan pada dewasa muda. Hubungan romantis yang memuaskan dapat dilihat dari pola attachment pada pasangan dan bagaimana resolusi konflik yang digunakan saat menghadapi masalah dalam hubungan. Pola attachment merupakan salah satu faktor individual yang secara konsisten ditemukan dapat mempengaruhi kepuasan hubungan. Resolusi konflik yang positif juga terbukti dapat meningkatkan kepuasan hubungan. Penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis) yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh pola attachment dan resolusi konflik terhadap kepuasan hubungan berpacaran pada dewasa muda dan bagaimana pengaruh tidak langsung antara attachment terhadap kepuasan hubungan melalui resolusi konflik. Terdapat sebanyak 824 partisipan dewasa muda (18-36 tahun) dalam penelitian ini. Pola attachment diukur menggunakan Experience in Close Relationship Questionnaire-Revised (Freley & Shaver, 2000); resolusi konflik diukur menggunakan Conflict resolution Styles Inventory (Bonache et al., 2016); dan kepuasan hubungan diukur menggunakan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Anxious dan avoidant attachment dan resolusi konflik berupa keterlibatan konflik dan sikap positif secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan hubungan dan (2) Pola attachment dapat mempengaruhi kepuasan hubungan melalui resolusi konflik.

Having a romantic relationship is one of the developmental tasks of young adults. A satisfying romantic relationship can be seen from the patterns of attachment to partners and how conflict resolution is used when dealing with problems in relationships. Attachment pattern is one of the individual factors that can consistently influence relationship satisfaction. Positive conflict resolution has also been shown to increase relationship satisfaction. This study uses path analysis, which aims to see how patterns and conflict resolution influence the satisfaction of dating relationships in young adults and the indirect effect of attachment on relationship satisfaction through conflict resolution. There were 824 young adult participants (18-36 years) in this study. Attachment patterns were measured using the Experience in Close Relationship Questionnaire-Revised (Freley & Shaver, 2000); conflict resolution measured using the Conflict Resolution Styles Inventory (Bonache et al., 2016); and relationship assessment measured using the Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The results showed that: (1) anxious attachment, avoidance attachment, conflict engagement and positive attitudes significantly affect relationship satisfaction and (2) attachment patterns can influence relationship satisfaction through conflict resolution."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Safira
"Landasan seseorang dalam melakukan pengorbanan menjadi salah satu faktor yang menarik untuk diteliti pada emerging adulthood yang berpacaran, karena ketika berpacaran, seseorang  cenderung melakukan pengorbanan untuk pasangan dan hubungan tersebut, agar hubungan dengan pasangannya menjadi puas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara motif berkorban dan kepuasan hubungan pada emerging adulthood. Data yang didapat dari  2.839 individu emerging adulthood berusia 18-29 (M=23.19 tahun, SD=2.68) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motif berkorban mendekat (r = .297, p < .001, one tail) maupun motif menjauh (r = -.095, p <.001, one tail) dengan kepuasan hubungan. Hasil ini berarti emerging adulthood yang melakukan pengorbanan dengan motif berkorban mendekat cenderung lebih puas dengan hubungannya dan emerging adulthood yang melakukan pengorbanan dengan motif berkorban menjauh cenderung kurang puas dengan hubungannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu individu pada tahap emerging adulthood yang sedang berada dalam hubungan romantis untuk memiliki kepuasan hubungan yang tinggi. 

The underlying basis for a person to make sacrifices is one of the interesting factors to study in dating emerging adulthood. When dating, a person tends to make sacrifices for their partner and relationship in hope that it will increase the relationship satisfaction. This study aimed to determine whether there is a relationship between the motive for sacrifice and relationship satisfaction in emerging adulthood. Data obtained from 2,839 emerging adulthood individuals aged 18-29 (M = 23.19 years, SD = 2.68) showed that there was a significant relationship between the approach motives (r = .297, p < .001, one tail) and avoidance motives ( r = -.095, p < .001, one tail) with relationship satisfaction. This result means that emerging adults who make sacrifices with the approach motives are likely to be more satisfied with their relationship, and emerging adults who make sacrifices with the avoidance motives are less likely to be satisfied with their relationship. The results of this study are expected to help individuals at the stage of emerging adulthood who are in romantic relationships to have high relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Budyatna
"Studi mengenai reduksi ketidakpastian dengan subyek pasangan suami-isteri kawin campur mencoba menganalisis mengenai bagaimana suatu interaksi awal terjadi dalam konteks reduksi ketidakpastian. Ternyata interaksi awal terjadi antar individu berbeda latarbelakang kultural tanpa hambatan bahkan secara mulus meningkat kepada hubungan yang romantis. Hambatan itu baru terjadi manakala individu yang bersangkutan berhadapan dengan kelompok yang diwarnai dengan berbagai stereotip sosial oleh kelompok yang satu terhadap yang lain secara timbal balik.
Prilaku pencarian informasi dengan berbagai strategi seperti pasif, aktif dan interaktif sebagai konsep Barat kurang adanya relevansi terhadap studi pasangan suami-isteri kawin. campur. Strategi pasif ternyata tidak digunakan sama sekali karena meriang tidak diperlukan. Begitu pula strategi aktif hampir tidak digunakan karena hambatan psikologis bentuk kawin campur semacam itu pada proses perkenalannya tidak mendapat dukungan dari jaringan sosial keluarga maupun lingkungannya. Sedangkan strategi interaktif dalam bentuk pengungkapan diri kurang dimanfaatkan oleh pihak pria pasangan tersebut. Hal ini antara lain disebabkan karena strategi tersebut tidak dirancang untuk masyarakat penganut budaya high-context di mana individu lebih banyak mengandalkan bahasa isyarat dalam suatu interaksi.
Pada eskalasi hubungan pada tingkat yang paling akrab yang ditandai oleh suatu perkawinan antar individu pasangan tersebut tidak selalu menunjukkan tahap pertukaran yang stabil dengan ciri-ciri saling keterbukaan dan mengenal pribadi masing-masing. Hal ini disebabkan karena pasangan yang bersangkutan pada proses perkenalannya tidak atau kurang memanfaatkan tahapan hubungan berdasarkan teori Altman dan Taylor. Hal ini Brat kaitannya dengan pola budaya yang berbeda di mana teori tersebut tidak dimaksudkan atau dirancang untuk masyarakat high-context culture. Begitu pula model hubungan dari Thibaut dan Kelley (1959) dalam menganalisis evaluasi hubungan yang dilakukan oleh masing-masing individu pasangan suami-isteri baru ada relevansinya kalau secara konsisten mengikuti tahapan hubungan dari Altman dan Taylor (1973).
Konflik yang terjadi antara anggota pasangan suami-isteri kawin campur pribumi dan non-pribumi Cina bukanlah merupakan konflik yang bersifat antar budaya. Tni disebabkan karena konflik tersebut bukan karena adanya perbedaan dalam mengekspresikan dan menginterpretasikan tindakan simbolis yang sama. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
D52
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Onny Anastasia
"Setiap individu yang berada pada tahap perkembangan tertentu memiliki ketrampilan dan kemampuan yang harus dimiliki, yang disebut dengan tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan yang harus dimiliki pada tahap perkembangan dewasa awal adalah memilih pasangan hidup.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi mahasiswa kesehatan Universitas Indonesia terhadap tugas perkembangan memilih pasangan hidup pada tahap perkembangan dewasa awal. Desain penelitian ini adalah deskriptif sederhana. Populasi yang diambil adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 77. Pengumpulan data dilakukan dengan rnenggunakan kuesioner dengan 20 pernyataan. Data diolah dengan mengunakan rumus mean, median, modus, dan persentase.
Hasil yang didapat adalah 61,04% responden memiliki persepsi positif terhadap tugas perkembangan memilih pasangan hidup. Hal ini kemungkinan berarti mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal akan sukses mencapai tugas perkembangan saat ini dan pada tahap tumbuh kembang selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5488
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Salsabila
"Beberapa tugas perkembangan yang harus dijalani individu pada usia dewasa muda yaitu melanjutkan pendidikan, bekerja, dan mencari pasangan, namun ada kalanya tuntutan pendidikan dan pekerjaan membuat individu harus berpisah jarak dengan pasangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh. Trust diukur menggunakan Trust dan kualitas hubungan romantis diukur menggunakan Partner Behaviors as Social dan Self Behaviors as Social Context. Sebanyak 127 orang yang terdiri dari 23 laki-laki dan 104 perempuan menjadi responden dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh, serta terdapat pula hubungan pada setiap dimensi trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh. Secara umum dapat disimpulkan bahwa trust dapat memprediksi kualitas hubungan romantis seseorang terhadap pasangannya. Hal ini dikarenakan trust merupakan komponen yang penting dalam sebuah hubungan, terutama pada hubungan pacaran jarak jauh.

Certain developmental tasks that should be passed by a person at young adult age are continuing education, work, and looking for a partner, but occasionally education and job demand that person to undergo a long distance relationship. This research is aimed to find whether or not a correlation between trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship. Trust was measured by Trust Scale, and romantic relationship quality was measured by Partner Behaviors as Social Context and Self Behaviors as Social Context. There are 127 people consist of 23 males and 104 females participated in this research.
The results showed that there was a positive significant correlation between trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship, and there was also a positive significant correlation between the dimension of trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship. In general, we can conclude that trust can predict someone?s romantic relationship quality to their partner. This was because trust is an important component in a relationship, especially in long distance dating relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66490
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Farahmia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan intimasi pada emerging adult yang sedang menjalani hubungan romantis. Sejumlah 441 emerging adult yang sedang terlibat dalam hubungan romantis seperti berpacaran menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan desain korelasional. Keterlibatan ayah diukur menggunakan Reported Father Involvement Scale untuk mengukur keterlibatan ayah domain perilaku dan Nurturant Fathering Scale untuk mengukur keterlibatan ayah domain afektif Finley dan Schwartz. 2004. Sementara itu, intimasi diukur mengggunakan Miller Social Intimacy Scale MSIS yang dikembangkan oleh Miller dan Lefcourt 1982.
Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara keterlibatan ayah, baik pada domain perilaku r=0,35, n=441, p>.01, two-tail maupun afektif r=0,13,n=441, p>.01, two-tail, dengan intimasi pada emerging adult yang menjalani hubungan romantis.

The aim of this study is to examine the relationship between father involvement and intimacy among emerging adult involves in romantic relationship. Total of 441 emerging adults involve in romantic relationship such as dating relationship became participant in this study.
This study is a quantitative non experimental research with corellational design. Reported Father Involvement Scale used to measure behavioral domain of father involvement and Nurturant Fathering Scale used to measure affective domain of father involvement Finley dan Schwartz. 2004 . Meanwhile, Miller Social Intimacy Scale MSIS developed by Miller and Lefcourt 1982 used to measure intimacy.
Result showed that there is no significant relationship between father involvement, both in behavioral domain r 0,35, n 441, p .01, two tail and affective domain r 0,13,n 441, p .01, two tail, with intimacy among emerging adult involves in romantic relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>