Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203227 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Fayrina Ramadhani
"Produksi pelumas merupakan pekerjaan visual yang dilakukan terus menerus. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pencahayaan dan keluhan kelelahan mata pada pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero) tahun 2012. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pencahayaan, kemudahan melihat objek, kondisi sumber pencahayaan, jenis pekerjaan, durasi kerja visual, usia, lama kerja, riwayat gangguan kesehatan mata, penyakit genetik, dan perilaku berisiko. Sedangkan variabel dependen adalah keluhan kelelahan mata. Penelitian dilakukan kepada 122 orang dengan desain studi cross sectional.
Hasil pengukuran menggunakan lux meter diketahui bahwa tingkat pencahayaan di area produksi tersebut tidak sesuai dengan standar Kepmenkes 1405 Tahun 2002, di mana 84.4% pekerja mengeluhkan kondisi pencahayaan tidak baik dan 97.5% pekerja mengalami keluhan kelelahan mata. Sehingga keluhan kelelahan mata yang dialami pekerja lebih disebabkan oleh kondisi lingkungan (pencahayaan) di area produksi. Untuk meningkatkan kondisi pencahayaan di area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero), sebaiknya mempertimbangkan aspek kualitas cahaya dan pemeliharaan lampu.

Production of lubricantss is a continously visual work. The study was conducted to analyze the illumination level and eye fatigue complaints on workers in lubricantss production area Jakarta PT Pertamina (Persero) in 2012. Independent variables in this study is the level of illumination, ease of viewing the object, the condition of illumination sources, type of work, duration of visual work, age, length of employment, history of eye health problems, genetic diseases, and risk behaviors. While the dependent variable was the complaint of eye fatigue. The study was conducted to 122 people with a cross sectional study design.
The results of measurements using a lux meter is known that the illumination level in the production area is not in accordance with the standards (Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002) where 84.4% of workers complain of bad lighting conditions, and 97.5% of workers complain of eye fatigue. So that complaints of eye fatigue by workers are caused more by environmental conditions (lighting) in the production area. To improve the lighting conditions in the lubricantss production area PT Pertamina (Persero) Jakarta should consider the aspects of light quality and light maintenance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Helien Puspita
"Tekanan panas merupakan salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap produktivitas, performa kerja, juga berpotensi menimbulkan berbagai keluhan kesehatan (heat strain) bagi pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero). Penelitian dilakukan pada 122 pekerja menggunakan desain studi cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan semua responden mengalami keluhan akibat pajanan panas dengan mayoritas keluhan ringan (73.8%) dan pengukuran menggunakan Thermal Environment Monitor menunjukkan bahwa secara umum temperatur di area produksi pelumas melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengendalian kondisi temperatur lingkungan kerja sampai batas yang dapat diterima pekerja untuk meminimalisasi risiko keluhan yang dirasakan.

Heat stress is one of physical factors that affect productivity, working performance, also potentialy caused various health problems (heat strain) for workers in PT Pertamina (Persero) Production Unit Jakarta - Lubricants. This study performed on 122 workers using cross sectional study design.
Result showed all respondents had complaints due to heat exposure with the majority of minor complaints (73.8%) and measurement using Thermal Environment Monitor showed in general, temperature at lubricants production area exceeds the permitted threshold value. Therefore, efforts are needed to control the temperature conditions of the working environment to acceptable limits of workers to minimize the perceived risk of complaints.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Setyanti
"Aktivitas administrasi di dalam ruang kantor seperti menulis, membaca, mengetik dan menggunakan komputer merupakan pekerjaan yang dilakukan terus menerus dan membutuhkan tingkat pencahayaan yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pencahayaan dan keluhan subjektif kelelahan mata pada pekerja di ruang kantor PT. XYZ tahun 2017. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pencahayaan, usia, lama kerja, kelainan refraksi, perilaku berisiko terhadap kesehatan mata, durasi kerja, kekontrasan, dan tampilan layar monitor. Sedangkan variabel dependen adalah keluhan subjektif kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan kepada 45 orang pekerja dengan desain studi cross sectional.
Hasil pengukuran tingkat pencahayaan menggunakan lux meter diketahui bahwa 80 area kerja tidak memenuhi standar Permenkes No. 48 Tahun 2016, dimana terdapat 82,2 pekerja mengalami keluhan subjektif kelelahan mata. Hasil penelitian ini tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara karakteristik individu usia, lama kerja, kelainan refraksi, perilaku berisiko terhadap kesehatan mata, faktor pekerjaan durasi kerja, kekontrasan,tampilan layar monitor, dan tingkat pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata.

Administrative activities in office such as writing, reading, typing and using computers are work that are done repetitively and require adequate lighting levels. This study aims to analyze the lighting level and subjective complaints of eye fatigue in workers in the office of PT. XYZ in 2017. The independent variables in this study are the lighting level, age, duration of employment, refractive abnormalities, risky behavior, duration of work, contrast, and monitor screen display. While the dependent variable is subjective complaints of eye fatigue. This research was conducted to 45 workers with cross sectional study design.
From the measurement of ligthing level using lux meter, 80 work area is known to not meet the standard of Permenkes. 48 of 2016, where 82.2 of workers are experiencing eyestrain due to insufficient level of lighting. The results of this study did not show any significant relationship between individual characteristics age, duration of work, refractive abnormalities, risky behavior to eye health, occupational factors duration of work, contrast, monitor screen display and lighting level with subjective complaints of eyestrain on workers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1992
S27953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Cornelius Terty Jani
"Keadaan pencahayaan yang melampaui standar maupun keadaan pencahayaan dibawah standar akan memaksa mata bekerja lebih berat. Keadaan seperti ini bila berlangsung secara terus menerus maka akan menimbulkan kelelahan mata yang apabila dipaksakan dapat menurunkan produktifitas kerja.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pencahayaan di ruang kantor PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta Grup Instalasi Plumpang dan kesesuaiannya dengan tingkat pencahayaan yang ada dengan KepMenKes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002.
Dari hasil penelitian gambaran intensitas pencahayaan dan keluhan subjektif kelelahan mata pada pekerja di ruang kantor PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta Grup Instalasi Plumpang Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa tingkat pencahayaan di ruang kerja PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta Grup Instalasi Plumpang belum sesuai dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 tentang Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Handayani
"Kelelahan fisik maupun psikis menjadi masalah kesehatan yang sering dialami pekerja industri garmen. Kelelahan berkepanjangan dapat menimbulkan masalah kesehatan dan kecelakaan kerja yang pada akhirnya terjadi penurunan produktivitas kerja. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kelelahan dengan produktivitas pekerja bagian produksi PT.X Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional pada 207 pekerja di PT.X dengan teknik konsekutif sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan mengenai kelelahan dan produktivitas kerja. Hasil uji chi square menyatakan adanya hubungan bermakna antara tingkat kelelahan dengan produktivitas pekerja bagian produksi PT. X Kota Bogor. Semakin tinggi kelelahan maka produktivitas pekerja pun semakin rendah, sebaliknya semakin rendah maka produktivitas pekerja kelelahan semakin tinggi. Hasil ini merekomendasikan bahwa perusahaan dapat memberikan edukasi kesehatan terkait kelelahan, dampak kelelahan, serta pencegahannya misalnya melakukan peregangan otot disela kerja dan istirahat, supaya produktivitas kerja tetap optimal.

Physical and psychological fatigue is a common health problem in garment industry. Prolonged fatigue increases the risk for illnesses and injuries, also decreased productivity from worker fatigue. The purpose of this research was to find the correlation of fatigue level with labor’s productivity at production PT.X Kota Bogor. Cross sectional study desugn which involved 207 workers PT.X and used consecutive sampling technique. The structured questionnaire about fatigue and work productivity equipment used to collect this data. The result showed, there was relationship between fatigue level and labor’s productivity at production PT.X Kota Bogor (p value: 0.026, ?: 0.05 based on chi square test). While fatigue increased among workers, the productivity dropped. This result recommend that the company can provide health education related to fatigue, fatigue effect, as well as its prevention such as stretching muscle at work and rest, so that can optimize the productivity."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alwina Fitria Maulidiani
"Kombinasi dari temperatur lingkungan kerja, panas metabolik dari tubuh pekerja, pakaian kerja, dan faktor individu dapat menimbulkan tekanan panas (heat stress) bagi pekerja di area peleburan, proses sekunder, dan pengecoran SSP PT Krakatau Steel. Tekanan panas berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan (heat-related disorders) yang diawali dengan berbagai respon fisiologis tubuh (heat strain) berupa gejala-gejala atau keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh pekerja. Penelitian dilakukan pada 51 orang responden dengan desain studi cross sectional deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami tekanan panas adalah 36 orang dari 51 responden (70,6%) di area peleburan dan proses sekunder. Seluruh responden merasa bahwa suhu lingkungan kerja mereka panas dan 74,5% responden merasa tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi panas tersebut. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya pengendalian dari segi teknis, administratif, maupun penyediaan alat pelindung diri untuk meminimalisasi risiko timbulnya keluhan yang dirasakan pekerja akibat tekanan panas.

The combination of work environment temperature, metabolic heat, clothing, and individual factors could generate heat stress for workers in melting, secondary process, and casting area of SSP PT Krakatau Steel. Heat stress could potentially generate heat related disorders which started with physiological responses (heat strain), remarked as workers’ subjective complaints. This study performed on 51 workers using cross sectional descriptive study design. The results showed that there are 36 among 51 respondents (70,6%) in melting and secondary process area experienced heat stress. All respondents felt the work environment temperature was hot and 74,5% felt uncomfortable with it. Therefore, efforts are needed, such as technical and administrative controls and also distribution of personal protective equipments, to minimize the risk of heat stress signs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Syadzwina
"Penelitian ini membahas kajian pengukuran fatigue secara subjektif di Departemen Produksi bagian Die Casting PT TACI pada periode Mei sampai Juni 2016. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan observasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan fatigue pada pekerja shift. Hasil penelitian mendapatkan pekerja shift bagian die casting mengalami keluhan fatigue dengan kategori fatigue ringan dan kategori fatigue berat. Faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan dengan keluhan fatigue adalah desain kerja, kerja lembur, beban fisik, waktu perjalanan, dan tingkat kesehatan. Peneliti merekomendasikan upaya peningkatan berkelanjutan untuk perusahaan dan karyawan dalam mengatasi keluhan kesehatan kerja.

The focus of this research is the measurement of subjective fatigue at Production Department on Die Casting Unit PT TACI in may to june 2016. This research is a cross sectional study with observational approach. The purpose of this research is to determine the factors associated with complaints of fatigue in shift workers. The result of this research is the shift workers of die casting unit was complainting of fatigue on mild and severe level. The risk factors which have significant related of complaint fatigue are job design, overtime, physical workload, commuting time and health status. The researcher suggests that corporation and their employees are ought to implement the continous improvement for occupational heatlh issues.
"
Depok: Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianth Kartina
"Penelitian pada 2 lokasi di area PT Antam (Persero) Tbk UBPP Logam Mulia yang terdiri atas area Peleburan dan Pemurnian Perak menunjukkan indeks WBGT indoor antara 29.8℃ sampai dengan 32,25℃. Setelah dilakukan analisis indeks WBGT, beban kerja dan pola kerja berdasarkan Permenaker No. 13 Tahun 2011, didapatkan hasil bahwa dari 23 responden yang menjadi subyek penelitian, 22 responden (95,7%) termasuk kelompok berisiko mengalami pajanan tekanan panas. Seluruh responden (100%) merasakan temperatur lingkungan tempat mereka bekerja panas serta 70% responden merasa tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi tersebut. Seluruh responden yang menjadi subyek penelitian pernah mengalami keluhan akibat pajanan tekanan panas tetapi dengan frekuensi yang berbeda-beda.
Berdasarkan keluhan-keluhan yang dirasakan responden didapatkan bahwa 78,3 % responden mengalami gejala Heat Exhaustion, 17,4% responden mengalami gejala Heat Cramps, dan 4,3% Responden mengalami Heat Rash. Dan jenis keluhan yang sangat sering (setiap hari) dirasakan pekerja adalah banyak mengeluarkan keringat (78,3%) dan merasa cepat haus (69,6%), sedangkan jenis keluhan yang hampir tidak pernah dirasakan oleh pekerja adalah merasa ingin pingsan (78,3%).

Research on 2 location at PT Antam (Persero) Tbk UBPP Precious Metal consisting of Smelting Area and Silver Refining Area show WGBT index indoor 29.8℃ until 32,25℃. After WGBT index analysis, workloads and work pattern based on Permenaker No. 13 Tahun 2011, from 23 respondents who become subject of this research showed result 22 respondents (95,7%) belong to group which have a risk to get heat pressure exposure. All respondents (100%) feel temperatures on their work environment so hot and 70% respondents feel not uncomfortable (annoyed) with that condition. All respondent on this research had complaints due to heat pressure exposure with different frequency.
Based on respondents complains show that 78,3 % respondents get symptom Heat Exhaustion, 17,4% respondents get symptom Heat Cramps, and 4,3% respondents get symptom Heat Rash. The most complaint (everyday) felt by worker are worker always sweating (78,3%) and get thirsty easily (69,6%), other complaints which almost never felt by worker is faint (78,3%).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmi Zaky Aulia
"Serat optik ialah media transmisi telekomunikasi yang mempunyai bandwidth serta bit rate yang besar sehingga sanggup penuhi kebutuhan layanan data dikala ini dengan kehandalan serta efisiensi yang besar. Aplikasi serat optik terus menjadi luas serta sudah mencakup jaringan dasar laut, jaringan terestrial, jaringan lingkup metropolitan serta regional, maupun jaringan berskala kecil. Sistem komunikasi serat optik mempunyai 2 fakor yang mempengaruhi mutu unjuk kerja jaringannya ialah aspek internal serta aspek eksternal. Aspek internal dan eksternal tersebut bisa merendahkan mutu unjuk kerja dari serat optik yang digunakan dan bisa memunculkan redaman dan rugi-rugi transmisi yang lain. Selaku upaya buat mencegah penuruan mutu sesuatu jaringan secara tiba- tiba serta signifikan, butuh dicoba kegiatan maintenance secara berkala semacam pengukuran mutu layanan jaringan kabel serat optik yang terjadwal. Aktivitas maintenance tersebut bisa menolong memastikan keputusan kenaikan kapasitas jaringan. Salah satu parameter mutu layanan yang kerap dicoba pengukuran merupakan redaman transmisi serta energi sinyal yang diterima (power receive). Riset ini mengkaji tentang meningkatkan kapasitas bandwidth milik PT PLN Icon Plus regional Sumatera Bagian Tengah pada saat terjadi anomali jaringan, yaitu koneksi internet lambat pada link Panam – Rayon Panam, serta hasilnya akan digunakan untuk implementasi Advanced Metering Infratructure (AMI). Sampel yang diambil dari salah satu pelanggan menunjukkan hasil pengukuran kecepatan internetnya sebesar 4-5 Mbps saja, sedangkan layanan yang diambil adalah 10 Mbps. Hasil pengecekkan pada sisi up-link ke OLT Rayon panam ditemukan output data sudah mendekati kapasitasnya, yaitu sebesar 940.919.000 bits/sec atau 0.9 Gb/sec. Meningkatkan kapasitas bandwidth  dilakukan dengan pemindahan port OLT pada sisi up-link  dari port gigabit ethernet ke port tengigabit ethernet, lalu mengganti SFP tipe SR dengan SFP ER serta penambahan attenuator serat optic sehingga didapat hasil speed test di sisi pelanggan telah kembali sepertinya semula, 10 Mbps. Serta hasil implementasi  AMI menunjukkan OpEx yang timbul sekitar Rp. 1.250.000,-. Sedangkan CapEx sebesar Rp. 1.468.000,-.

Optical fiber is a telecommunications transmission medium that has a large bandwidth and bit rate so that it can meet the needs of today's data services with great reliability and efficiency. Optical fiber applications continue to be broad and have included seabed networks, terrestrial networks, metropolitan and regional scope networks, and small-scale networks. Optical fiber communication systems have 2 factors that affect the quality of network performance, namely internal aspects and external aspects. These internal and external aspects can degrade the performance quality of the optical fiber used and can cause attenuation and other transmission losses. As an effort to prevent sudden and significant deterioration in the quality of a network, it is necessary to try regular maintenance activities such as scheduled fiber optic cable network service quality measurements. These maintenance activities can help ensure network capacity increase decisions. One of the quality of service parameters that is often measured is transmission attenuation and received signal energy (received power). This research examines increasing the bandwidth capacity of PT PLN Icon Plus in the Central Sumatra region during network anomalies, namely slow internet connections on the Panam - Rayon Panam link, and the results will be used for the implementation of Advanced Metering Infratructure (AMI). The sample taken from one of the customers shows the measurement results of the internet speed of 4-5 Mbps only, while the service taken is 10 Mbps. The results of checking on the up-link side to OLT Rayon panam found that the data output was close to its capacity, which was 940,919,000 bits/sec or 0.9 Gb/sec. Increasing bandwidth capacity is done by moving the OLT port on the up-link side from the gigabit ethernet port to the tengigabit ethernet port, then replacing the SR type SFP with SFP ER and adding fiber optic attenuators so that the speed test results on the customer side have returned to its original appearance, 10 Mbps. And the results of AMI implementation show that the OpEx arising is around Rp. 1,250,000, -. While CapEx amounted to Rp. 1,468,000, -."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>