Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7368 dokumen yang sesuai dengan query
cover
London: Global Law and Business, 2012
622 MIN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yunika Permatasari
"ABSTRAK
Perkembangan industri tambang saat ini, mendorong perusahaan untuk
melakukan peningkatan kinerja yang kompetitif dan manajemen strategi yang
baik. Strategi diturunkan dari visi dan misi akan menghasilkan indikator kinerja
yang bersifat kuantitatif sebagai alat ukur perusahaan untuk menilai kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Diperlukan adanya penilaian bobot terhadap KPI
yang selaras dengan strategi perusahaan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Process. Didapatkan indikator kinerja prioritas yang memiliki nilai bobot tertinggi
adalah ?Sustainability Growth Rate? sebesar 18,5% (0,185). KPI ?Sustainability
Growth Rate? ini menjadi penting bagi perusahaan dalam mewujudkan strategi
perusahaan. Hasil bobot ini diharapkan dapat menggambarkan arah dan tujuan
perusahaan sesuai dengan tema strategi tahunan perusahaan.

Abstract
Development of the mining industry today, encourages companies to increase
competitive performance and a good management strategy. Strategy derived from
vision and mission will generate quantitative performance indicators as a
measurement tool to assess the overall corporate performance. Required the
assessment of the weight of the KPI is aligned with corporate strategy using the
method of Analytic Hierarchy Process. Obtained priority performance indicators
that have the highest weight value is "Sustainability Growth Rate" of 18.5%
(0.185). KPI "Sustainability Growth Rate" is important for the company in
realizing the company's strategy. The results of this weight is expected to describe
the direction of the company in accordance with the theme of the company's
annual strategy."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"The objective of this econometric study is to investigate the structural changes of mineral sectors. It is the condition when the domination of metallic minerals have been replaced by non metallic minerals. The Zivot and Andrews structural break has applied to test the time and intercept break in annual production data of total mineral, industrial minerals, and some selected minerals. Whereas the causal relationship between industrial minerals and metallic minerals are measured by Engle-Granger's Error correction model. In conclusion, there is a trend break in most cases between 1984-1985. This is caused by the emergence demand for industrial minerals in major project in Thailand, while for the production of some minerals are appeared to increase with a significant amount due to high overseas demand. However, there is no relationship between metallic minerals and industrial expansion."
IMJ 3:1 (1997)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyono
"Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku, penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase nasional maupun internasional atas dasar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Namun saat ini dengan berubahnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan ketentuan penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berubahnya rezim ini telah merubah posisi negara yang sebelumnya sejajar dalam sebuah kontrak karena bertindak sebagai subyek hukum perdata menjadi lebih tinggi sebagai regulator berada diatas perusahaan pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba yang diatur pada pasal 154 menimbulkan multi tafsir dan ada kalanya justru tidak dapat dilaksanakan, karena dapat diartikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yang berakibat kepada ketidak-pastian hukum. Sehingga untuk membangun kepastian hukum sesuai dengan kehendak dan kesepakatan subyek hukum (yang bersengketa), maka ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba perlu diperjelas dan dilakukan sinkronisasi dengan ketentuan perundang-undangan penanaman modal dan arbitrase Indonesia, baik mengenai substansi maupun rumusannya.

Abstract
Prior to the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, the settlement of disputes between the Government and investors resolved in the agreement of Contract of Work (CoW) and Coal Mining Exploitation Working Arrangements (CMEWA), where the parties can determine the dispute of settlement forum either through national or international arbitration. However, the current Mining dispute settlement provisions for investment pursuant to the provisions of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, determines that any disputes that arise in the implementation of IUP, IPR, or IUPK resolved through domestic courts and arbitration in accordance with the provisions of the Law. Changes in contract regime into permitting regimes has impact on changing the position of state that were previously equal in a contract to be higher in the licensing system. Thus the government's position as regulators are above the mining company. The results showed that the provision regarding dispute resolution on Mining Law, provoke to multi-interpretations that lead to legal uncertainty. Thus to build a law certainty in accordance with the will and the subject of legal agreement (the dispute), the dispute settlement provisions of the Mining Law needs to be clarified and synchronized with Indonesian Investment Law (Law Number 25 of 2007) and Arbitration Law (Law Number 30 of 1999), either on substance or formulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kukun Kurniawan Hermanto
"Tesis ini membahas mengenai untuk dapat dilakukannya ekspor mineral, wajib dilakukan peningkatan nilai tambah terlebih dahulu melalui pengolahan dan pemurnian sebagaimana yang diatur dan ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral Dan Batubara. Sampai dengan saat ini, beberapa kali Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai ekspor mineral yang tidak konsisten dan tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Terakhir dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri yang memperbolehkan dilakukannya penjualan mineral Nikel dengan kadar <1,7% dan Bauksit dengan kadar A12O3. Maksud dan tujuan dari diberlakukannya ketentuan tersebut, antara lain untuk mempercepat industri hilirisasi mineral. Ketentuan tersebut tentu menimbulkan resiko terhadap investasi dibidang pertambangan, penyerapan tenaga kerja, penggunaan sumber daya dan bahan baku cadangan mineral, serta harga jual mineral itu sendiri. Ketentuan yang mengatur dapat dilakukannya ekspor mineral mentah tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha pertambangan di Indonesia. Sementara itu ketentuan yang memperbolehkan dilakukannya ekspor mineral mentah, tentu saja bertentangan dengan kewajiban untuk dilakukannya peningkatan nilai tambah terlebih dahulu melalui pengolahan dan pemurnian sebelum dilakukanya ekspor, sebagaimana yang diatur dan ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Oleh sebab itu, Pemerintah sebaiknya mencabut ketentuan yang memperbolehkan dilakukanya ekspor mineral mentah agar dapat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, dan memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha pertambangan di Indonesia.

The Thesis exploring about to be able to export mineral, hence have to perform added value through processing and refinement as regulated and stipulated by Law Number 4 of Year 2009 Regarding Minerals and Coals. Up to today, Indonesian Government has been several times issuing regulation concerning mineral export which is inconsistent and conflicting with Law Number 4 of Year 2009. Recently, by the enforcement of Ministerial Regulation of Energy and Mineral Resources Number 05 of Year 2017 regarding Enhancement of Mineral Added Value Through Mineral Processing and Refinement Activity Domestically to which allowed Nickel mineral selling with content <1,7% and bauxite with content A12O3. Object and purpose of such provision, among others is to accelerate downstream industry of mineral. Such provision surely creating risk to investment in mining fields, employment absorption, the use of mineral resources and raw materials, and the price of the mineral itself. The provision which stipulating permissibility of the export of raw minerals could create legal uncertainty for mining business entrepreneurs in Indonesia. Meanwhile, the provision allowing the export of raw minerals, of course, is contrary to the obligation to increase the added value foremost by processing and refining before exporting, as regulated and stipulated by Law Number 4 of Year 2009. Therefore, the Government should revoke the provisions that allow the export of raw minerals to be in accordance with Law No. 4 of year 2009, and provide legal certainty for mining business entrepreneurs in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Yusranil Fathi
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari krisis global dan bagaimana respon firm level terhadap kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor bahan mentah hasil tambang. Analisis menggunakan metode kuantitatif deskriptif terhadap data panel firm level. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krisis ekonomi berdampak pada penurunan produktivitas perusahaan sebesar 0,69 kali dari produktivitas rata-rata tahunan tanpa terjadinya krisis. Dan produktivitas perusahaan industri pengolahan hasil tambang dalam negeri meningkat sebesar 1,79 kali ketika kebijakan larangan ekspor bahan mentah hasil tambang diberlakukan dibanding produktivitas sebelumnya ketika kebijakan tersebut belum diberlakukan.

ABSTRACT

This thesis aims to analyze the impact of global crisis and how firm level response to the Indonesian government policy concerning export ban of mining`s raw material. The analysis uses descriptive quantitative methods against the panel data of firm level. The results showed that the economic crisis had an impact that resulted to the decreasing of company productivity by 0.69 times the average annual productivity without the occurrence of crisis. And the productivity of the domestic milling industry increased by 1.79 times when the export miner`s export ban policy was enacted compared to previous productivity when the policy had not been enacted."
2018
T54365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Maysa
"Pembahasan dalam skripsi ini mengangkat kasus pembentukan kerja sama rantai pasokan bahan baku mineral untuk kendaraan listrik antara AS dan Jepang dalam U.S.-Japan Critical Minerals Agreement (U.S.-Japan CMA). Pembahasan berfokus untuk menjawab pertimbangan masing-masing negara, khususnya AS, untuk tetap membentuk kerja sama walaupun menuai pertanyaan dalam berbagai aspek. Keputusan AS untuk bekerja sama dengan Jepang dinilai tidak ideal karena tidak sesuai dengan pola kebijakan industri dan pemilihan Jepang sebagai mitra di tengah situasi aliansi AS dan Jepang yang sedang melemah. Skripsi ini menggunakan kerangka analisis teori kerja sama milik Axelrod dan Keohane dengan metode penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif dan berpusat pada studi pustaka. Hasil penelitian dari skripsi ini menunjukkan bahwa faktor persepsi, resiprositas, prospek masa depan, dan rezim internasional menjadi penggerak utama yang mendorong payoff structure AS dan Jepang ke arah kerja sama rantai pasokan bahan baku mineral. Berdasarkan teori kooperasi, temuan dalam skripsi ini menunjukkan bahwa insentif terhadap kedua negara untuk mematuhi kerja sama jauh lebih besar dibandingkan tidak mematuhi kerja sama. Teori ini membantu untuk meneliti sejauh mana variabel kontekstual dalam hubungan antarnegara mampu memengaruhi keputusan strategis kerja sama dagang internasional walaupun tidak dalam kondisi ideal.

This study examines the cooperation between the United States and Japan on critical minerals supply chains for electric vehicles through the U.S.-Japan CMA in 2023. The discussion aims to explain why both countries agreed to the pact, particularly the United States, despite domestic controversy. The decision to cooperate with Japan was not ideal, as it diverges from the United States’ energy security policy. Additionally, the deteriorating alliance between the two nations raises questions about Japan’s viability as a trade partner. To understand the U.S. and Japan’s actions in establishing the U.S.-Japan CMA, this thesis employs the theory of cooperation by Axelrod and Keohane as an analytical framework. The research, which focuses on desk research and exploratory qualitative methods, reveals that perception, reciprocity, and international regimes are the primary factors influencing the payoff structure between the two nations. According to the theory of cooperation, these findings suggest that the incentives for both countries to comply with cooperation are significantly greater than those for non-compliance. This theory helps to analyze the ways in which contextual variables influence strategic decisions about international trade agreement, even in non-ideal conditions. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azad Aziz
"Dalam rangka Restrukturisasi Pertamina dan diberlakukannya Undang-undang Migas tahun 2001 serta mengantisipasi persaingan kedepan yang sangat ketat. Untuk mencapai tujuannya maka Pusat Rekaya Dit. Pengolahan memerlukan strategi yang tepat.
Pusat Rekayasa Pertamina Dit. Hilir kedepan, diharapkan dapat bertahan dan berkembang agar mampu bersaing dengan perusahaan - perusahaan sejenis disamping dapat menjaga Image Pertamina sebagai suatu Perusahaan Oil and Gas kelas Dunia.
Penelitian dari tesis ini dilakukan guna melihat Potret diri dari Pusat Rekayasa saat ini, untuk dapat menentukan strategy yang tepat sebagai acuan dalam menuju suatu Business Unit dimasa depan.
Untuk ini dipilih Analisa RWA (Ready, willing, Abillity) dari BCG (Boston Consultan Group) sebagai acuan yang dilengkapi dengan Analisa SWOT di dalamnya guna menentukan Strategy Pusat Rekayasa ke depan.
Questionares yang dipakai dalam Analisa RWA adalah spesifik dipilih untuk Pusat Rekayasa baik sebagai Perusahaan Enjiniring atau merupakan bagian dari Pertamina dalam sektor Industri Migas.
Hasil analisa telah mulai segera ditindaklanjuti mengingat bahwa tugas yang dihadapi oleh pusat Rekayasa saat ini dalam menangani pekerjaan Enjiniring khususnya terhadap Proyek Intern Pertamina Hilir dibidang Pengolahan, Pemasaran Niaga serta Perkapalan harus segera ditindak lanjuti.
Diharapkan Pusat Rekayasa akan terus berkembang dan bertahan serta akhirnya dapat menjadi suatu Unit Bisnis yang mandiri."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Muhammad Yosalvina Yovani
"Di Kalimantan Selatan diperkirakan deposit batu bara yang tersimpan di dalam tanah daerah ini berkisar 4,7 milyar ton. Semakin tingginya permintaan batu bara ternyata tidak dapat dicukupi oleh penawaran atau supply dari pengusahaan pertambangan yang ada (legal). Disisi lain untuk mendapatkan izin pengusahaan pertambangan ini sangat sulit. Selain birokrasinya yang berbelit-belit yang memakan waktu berbulan-bulan, pengusaha juga harus mengeluarkan "uang pelicin" yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini membuat pengusaha daerah "enggan" untuk mengurus izin tersebut. Akhirnya mereka mengambil jalan pintas dengan berusaha tanpa memiliki izin, sehingga saat ini dikenallah istilah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batu bara.
Akibatnya walaupun sektor pertambangan dan penggalian ini meningkat pesat, namun tidak memberikan kontribusi atau pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disisi lain sistem penambangan yang mereka jalankan cenderung tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Kemudian salah satu hal yang membuat masalah PETI ini semakin pelik adalah, ada diantara pengusaha yang membuka usaha tambangnya di daerah konsesi perusahaan lain (PT. Arutmin). Hal ini jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dari hasil penelitian dalam kerangka penanggulangan masalah PETI batu bara ini. Penulis menggunakan 2 (dua) metode penelitian, yang pertama yaitu analisis Analitical Hierarcy Process (AHP). Dari kuesioner yang dibagikan kepada Pemda dan PT. Arutmin, hasil analisis dengan menggunakan alat ini ditemukan aktor atau pelaku yang dianggap paling berkompeten dalam menanggulangi masalah PETI ini adalah Pemerintah Daerah (yang lebih difokuskan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru). Dengan kepentingan yang diutamakan adalah masalah kelestarian lingkungan. Sedangkan kebijakan yang diambil adalah Kebijakan Kemudahan Perizinan dan Relokasi PETI batu bara. Kemudian untuk mendapatkan suatu strategi yang lebih terfokus dan mengena pada sasaran, peneliti menggunakan alat analisis Managemen Strategis (SWOT). Sehingga diharapkan dengan menganalisa faktor Internal dan Eksternal dari stake holder utamanya yaitu Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, akan dihasilkan suatu rumusan strategi yang efektif, komprehensif dan tepat sasaran.
Dari hasil analisis ini dirumuskan strategi yang dibagi dalam dua kurun waktu, yaitu untuk jangka pendek dan jangka panjang. Pada strategi jangka pendek, ditemukan strategi S - O, dengan skor 265, 484. Sedangkan untuk jangka panjang ditemukan strategi W-0 dengan skor nilai 240, 631. Diperlukan suatu kesamaan visi kedua belah pihak (Pemda dan Pengusaha PETI) agar tercipta suatu tujuan yang sama-sama berusaha untuk memajukan daerah.
Hantaman krisis yang berkepanjangan seharusnya makin membuat kita bersatu dan bahu-membahu untuk bekerja sama menggerakkan roda perekonomian bangsa. Apabila kita lihat dan kaji lebih mendalam, pada dasarnya PETI adalah merupakan bangsa Indonesia, saudara kita sendiri, juga perlu dipertimbangkan peralatan yang mereka gunakan sudah cukup bagus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Karena itu pada dasarnya keberadaan pengusaha PETI ini merupakan "aset daerah" yang perlu diarahkan sehingga dapat membantu memberi pemasukan keuangan kepada daerah dalam kerangka melaksanakan pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya dan Kabupaten Kotabaru pada khususnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Wibisono
"Arah kebijakan Indonesia sejak tahun 1967 adalah untuk memperoleh modal sebagai penggerak pembangunan ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Berbagai kebijakan khususnya tentang tentang Pertambangan dan pengelolaan kawasan hutan dimaksudkan untuk mendorong masuknya investasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peneiitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa kesenjangan perencanaan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah dalam pemanfaatan Iahan secara otimal di wilayah hutan lindung Gunung Salak dengan keinginan penduduk yang bermukim di dalamnya, serta memilih alternatif kebijakan melalui analisis kemungkinan strategi dan langkah-Iangkah yang dllakukan oleh pemerintah.
Dengan menggunakan metode analisis yang diolah dengan AHP, hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam pengelolaan Iahan di kawasan hutan lindung menjadi prioritas utama daiam strategi pemerintah, sebagai upaya dalam mencapai sasaran yaitu menjamin terjaganya kawasan hutan lindung Gunung Salak.
Sementara bagi masyarakat, strategi penting untuk menjamin kehidupan yang layak adalah dengan memprioritaskan kepastian hak kepemilikan atas lahan yang yang berada di kawasan hutan lindung. Hal tersebut terkait dengan kesejahteraan hidup yang diharapkan secara berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>