Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107457 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riza Kurniadi Asyari
"Sesuai peraturan Bank Indonesia dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, bank dapat melakukan hapus buku dan mengeluarkan piutang kategori macet dari neraca serta mencatatnya dalam rekening administratif. Namun, dalam perpajakan tidak dikenal istilah hapus buku dan hapus tagih. Perlakuan Pajak Penghasilan ketika bank menghapus buku piutang tak tertagih menimbulkan perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak dan juga antara Majelis Hakim.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saat piutang tak tertagih dihapus buku, upaya penagihan masih terus dilakukan sehingga belum merupakan penagihan maksimal atau terakhir. Dengan belum memenuhi ketentuan fiskal, piutang tak tertagih tersebut masih berada dalam saldo akhir cadangan pada golongan kualitas macet karena belum terjadi pembebanan pada perkiraan cadangan dan juga tidak terjadi dua kali pembentukan cadangan. Pembentukan cadangan pada tahun dilakukannya hapus buku akan sama jumlahnya secara komersial dan fiskal.
Mengingat persoalan penghapusan piutang hanya merupakan beda waktu, peraturan pajak perlu memperjelas kedudukan piutang yang nyatanyata tidak dapat ditagih, yaitu sama dengan hapus tagih. Selanjutnya, perlu dilakukan penyesuaian peraturan perpajakan mengenai saat pembebanan kerugian dari piutang tak tertagih dan pengertian penagihan maksimal atau terakhir. Dengan demikian, harmonisasi antara peraturan perpajakan dengan peraturan Bank Indonesia perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan Wajib Pajak.

In accordance with Bank Indonesia regulation and Indonesian Banking Accounting Guidelines (PAPI), the bank can write off and remove loss category accounts of the issued also recorded it off balance sheet. However, in terms of taxation not recognized written off and charged off bad debts. Income tax treatment when a bank write off bad debts caused disagreement between the taxpayer by the Directorate General of Taxes and also among the judges.
The analysis results showed that when bad debts written off, collection efforts still continue to do so has not already made a maximum or last effort. Not fulfilled tax requirement, the accounts are still in ending balances of allowance of the loss collectibility because allowance accounts has not debited and also bad debts expense do not made twice. Bad debt expense in the year of write off will be the same amount of commercial and fiscal.
The issue of deductible write off is a time different only, tax laws need to clarify the position of debts which are actually uncollectible, which is equal to charged off bad debts. Furthermore, adjustments need to be done as well as the imposition of tax laws regarding loss of bad debts and the maximum or last effort interpretation. Thus, harmonization of tax laws with Bank Indonesia regulations need to be done in order to provide legal certainty for tax officer and taxpayer.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Prima
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan dasar argumentasi Direktorat Jenderal Pajak bahwa piutang tak tertagih pada PT BNI, Tbk tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto serta mengetahui upayaupaya yang dilakukan PT BNI, Tbk dalam menghadapi perbedaan pendapat dengan pihak DJP mengenai perlakuan perpajakan atas piutang tak tertagih.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analisis deskriptif. Data diperoleh dengan wawancara secara mendalam. Berdasarkan peraturanperaturan perpajakan yang berlaku saat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih atau yang telah dihapus bukukan oleh PT BNI, Tbk dapat dibiayakan sepanjang piutang tersebut berasal dari transaksi bisnis wajar sesuai dengan usaha perbankan dan Bank telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.

This thesis aims to identify and analyze difference arguments of Directorate General of Taxesthat the non-performing loans at PT BNI,Tbkcan not be expensed from gross incomeand to determine the efforts that will be undertaken by PT BNI,Tbk in the face of disagreements with the Directorate General of Taxes regarding the tax treatment of non-performing loans.
This research method is descriptive interpretive. The data are collected by means of deep interview. In conclusion, according to the applicable regulations of taxation, uncollectible loans or non-performing loans write off by PT BNI,Tbk can be recognized as long as the receivable are from fair transactions in accordance with banking business and Bank has made maximum and final efforts to collect the receivable.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanza Sekar Andini
"Perlakuan akuntansi atas penyisihan pencadangan piutang tak tertagih mengalami perubahan cukup signifikan, sejak diterapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 71 yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020, terutama pada metode perhitungan atas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Metode perhitungan atas CKPN pada PSAK 71, menggunakan expected loss dengan sifat forward-looking. Atas perubahan ketentuan akuntansi tersebut, belum diiringi dengan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 tahun 2009 dan PMK No. 219 tahun 2012. Hal ini menimbulkan permasalahan untuk ditinjau secara lebih lanjut. Salah satu perusahaan yang terdampak dengan perubahan ini adalah PT XYZ. Penelitian ini bertujuan menganalisis implikasi yang ditimbulkan atas perbedaan perlakuan secara akuntansi dan pajak atas penyisihan piutang tak tertagih pada PT XYZ tahun 2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik analisis dalam pengumpulan data yang digunakan adalah metode deskriptif. Pada penelitian ini, data diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PSAK 71 cenderung menaikkan CKPN yang dimiliki perusahaan. Selanjutnya, dikarenakan PT XYZ merupakan industri yang diperbolehkan untuk melakukan pembebanan atas pencadangan piutang secara pajak, maka perbedaan yang terjadi terdapat pada selisih besar CKPN menurut akuntansi dan pajak. Dengan demikian, atas penerapan PSAK 71, akan berpengaruh terhadap koreksi fiskal pada CKPN yang menjadi lebih besar, dibandingkan saat penerapan PSAK 55.

The accounting treatment for the provision for allowance for doubtful accounts has changed significantly, since the implementation of Statement of Financial Accounting Standards 71 ​​which became effective on January 1, 2020, especially in calculating Allowance for Impairment Losses (CKPN). The calculation method for CKPN in PSAK 71 uses expected loss with forward-looking characteristics. The change in accounting provisions has not been followed by a change in Minister of Finance Regulation (PMK) No. 81 of 2009 and PMK No. 219 of 2012. This raises issues for further review. One of the companies affected by this change is PT XYZ. This study aims to analyze the implications arising from differences in accounting and tax treatment of allowance for doubtful accounts at PT XYZ in 2022. This research uses a qualitative approach. The analysis technique used in data collection is the descriptive method. This study obtained data from literature studies and in-depth interviews with several relevant sources. This study's results indicate that applying PSAK 71 tends to increase the company's CKPN. Furthermore, because PT XYZ is an industry that is allowed to charge for provisioning receivables taxably, the difference that occurs is in the large difference in CKPN according to accounting and tax. Thus, the implementation of PSAK 71 will affect the fiscal correction in the CKPN which becomes larger, compared to the implementation of PSAK 55."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Khaeranie Malik
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perlakuan Pajak Penghasilan atas pembebanan biaya piutang tak tertagih yang terjadi pada sengketa pajak PT ABC dan untuk menganalisis implikasi cost of taxation yang timbul pasca terjadinya sengketa pajak atas biaya piutang tak tertagih tersebut. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode penelitian kuantitatif. Data yang digunakan pada skripsi ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam kepada beberapa narasumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diangkat. Berdasarkan hasil analisis, atas biaya piutang tak tertagih yang dihapuskan oleh PT ABC, tidak dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto karena tidak dipenuhinya ketentuan untuk melampirkan beberapa dokumen pada saat pelaporan SPT Tahunan. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut disebabkan oleh tingkat kepatuhan pajak PT ABC yang masih rendah dan adanya bunyi ketentuan yang belum mencerminkan asas kepastian (certainty), yang kemudian menimbulkan perbedaan pendapat antara PT ABC dengan pemeriksa. Kemudian, cost of taxation yang harus ditanggung PT ABC pasca terjadinya sengketa pajak tersebut, yang disebabkan oleh ketidakpatuhannya adalah besarnya pokok pajak yang kurang dibayar beserta sanksi administrasinya, perasaan tidak nyaman, serta waktu yang terbuang untuk mengurus sengketa perpajakan yang terjadi. Sedangkan cost of taxation yang harus ditanggung oleh pemerintah sebagai akibat dari regulasi yang tidak jelas adalah hilangnya potensi penerimaan negara dari pajak untuk pembangunan, waktu yang dikorbankan untuk menyelesaikan sengketa dengan PT ABC, serta perasaan tidak tenang dan was was terhadap keputusan dan putusan yang akan terbit. Biaya piutang tak tertagih, Pajak Penghasilan, dan sengketa pajak.

This thesis aims to analyze income tax treatment toward the imposition of cost of uncollected receivables incurred in PT ABC and to analyze the implications of cost of taxation arising in accordance with tax dispute of costs of uncollectible recivables. The research method used in this thesis is quantitative research method. The data used in this thesis is obtained by conducting in-depth interviews with several informants who are relevant to case of this thesis. Based on the results of the analysis, the cost of uncollected receivables incurred in PT ABC cannot be charged as a deductible expense because the provisions to attach several documents at the time of reporting of the Annual Tax Return cannot be fulfilled by PT ABC. The not fulfilment of the provisions is triggered by the level of tax compliance of PT ABC which is still low, and wording of the provisions that have not reflected certainty aspect. Those two major causes then trigger argument between PT ABC and tax auditor. Then, the cost of taxation that must be borne by PT ABC after the tax dispute occurs, which is caused by its non-compliance is the amount of the underpayment income tax principal along with administrative sanctions, feelings of discomfort, and time wasted in managing tax disputes that occur. While the cost of taxation that must be borne by the government as a result of unclear regulations is the loss of potential state revenue from taxes for development, time sacrificed to resolve disputes with PT ABC, and feelings of unease and anxiety about decisions and decisions that will be issued."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Amalia Indriyati
"Surplus Bank Indonesia menjadi objek Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 4 Ayat 1 Huruf s Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam implementasinya, perbedaan karakteristik BI dengan bank konvensional dapat menimbulkan kendala, mengingat tujuan tunggal BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang muncul dalam implementasi perlakuan PPh atas surplus BI dan memberikan rekomendasi kebijakan bedasarkan pajak penghasilan atas bank sentral di negara lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, teknik analisis data kualitatif, dimensi waktu cross sectional dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan kendala-kendala dalam perlakuan PPh atas surplus BI ini antara lain adalah ketidaksesuaian penggunaan prinsip matching cost against revenue untuk menghitung pengurang PPh BI dan cara perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang memberatkan karena penerimaan Bank Indonesia yang fluktuatif. Rekomendasi kebijakan bedasarkan Bank of England yang mengecualikan pajak penghasilan atas penerimaan yang didapat dari tugasnya dalam menerbitkan banknotes dan terpisahnya pembukuan atas tugas-tugas yang terkait penerbitan uang dan tugas-tugas lainnya.

Bank Indonesia’s income becomes the object of Income Tax based on Article 4 Paragraph 1 Letter s Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 2008. In its implementation, the different characteristics of BI with conventional banks can cause constraints, given the sole purpose of BI is to achieve and maintain the stability of the rupiah. The purpose of this study is to describe the constraints that arise in the implementation of the treatment of income tax on BI surplus and provide recommendation policy based on income tax on central banks in other countries. This research uses a qualitative approach, qualitative data analysis technique, cross-sectional time dimension with data collection technique in the form of a literature study and in-depth interview. The result of the research shows that the obstacles in the treatment of Income Tax on BI surplus include the mismatch of the use of matching cost against revenue principle to calculate the deduction of PPh BI and the calculation of the Income Tax Article 25 installment which is burdensome due to the fluctuating acceptance of Bank Indonesia. Bank of England-based policy recommendations that exclude income tax on receipts earned from its duties in issuing banknotes and separate bookkeeping of tasks related to the issuance of money and other tasks."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Racha Arif Luthfi
"Virtual office merupakan layanan yang menyediakan sewa menyewa alamat bisnis, jasa resepsionis, jasa mengangkat dan meneruskan telepon call forwarding , jasa surat menyurat, dan beberapa penyedia memberikan layanan penggunaan ruang meeting. Virtual office sendiri dalam peraturan Pajak Penghasilan belum diatur secara jelas dan tegas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlakuan virtual office sebagai jasa atau sewa, dan menganalisis perlakuan Pajak Penghasilan atas virtual office. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa virtual office memenuhi unsur sewa dan jasa. Virtual office memenuhi unsur sewa apabila terdapat penggunaan ruangan sehingga dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah dan/atau bangunan. Sedangkan virtual office yang dalam layanannya tidak terdapat penggunaan ruangan termasuk bentuk jasa dan dikategorikan sebagai jasa manajemen. Pengenaan Pajak Penghasilan atas virtual office yang dianggap sebagai jasa tersebut dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas jasa manajemen. Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan diskusi dan standarisasi oleh seluruh pihak yang terkait untuk mendefinisikan virtual office secara umum maupun perlakuan dalam Pajak Penghasilan.

Virtual office is a service that provides rent of business address, receptionist services, call forwarding services, mailing services, and also provides rent of meeting room for company usage. In term of Income Tax Law, Virtual office has not been set clearly and firmly. This study aims to analyze virtual office treatment for taxing purposes, that is, to be treated as a service or a rent. It also analyzes the imposition of Indonesian Income Tax on virtual office. This study uses qualitative approach with data collection through in depth interviews and literature studies.
The results of this study indicate that the virtual office fulfills the requirement of rents and services. Virtual office can be treated as a rent if there is a room usage and subject to Income Tax Article 4 paragraph 2 on the rent of land and or building. Meanwhile, if the virtual office does not provide room usage, it can be treated as management service. The imposition of income tax on a virtual office which considered as a service, is subjected to Article 23 Income Tax on management service. The suggestion to be given is the need of discussing and standardizing by all parties concerned to define the virtual office in general and also the treatment in income tax.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Nur Abdul Rahman
"Penelitian yang membahas mengenai perlakuan Pajak Penghasilan atas transaksi perangkat lunak di PT Integral Data Prima bertujuan untuk menganalisis transaksi penjualan TaxBase dan MyTax terkait ada atau tidaknya penyerahan lisensi kepada pelanggannya serta menganalisis perlakuan Pajak Penghasilan terhadap transaksi penjualan perangkat lunak yang dilakukan oleh PT Integral Data Prima. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data dengan studi lapangan dan studi kepustakaan, dan teknik analisis data kualitatif, terdapat dua hasil dari penelitian ini. Pertama, tidak ada pemberian lisensi terkait dengan transaksi perangkat lunak yang dilakukan oleh PT Integral Data Prima. Kedua, tidak ada kewajiban melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh pelanggannya serta pembayaran yang diterima dari penjualan perangkat lunak merupakan penghasilan dari usaha.

The research about the Income Tax treatment for software transaction in PT Integral Data Prima has purposes which are to analyze the TaxBase?s and MyTax?s sale transaction related to the existence of license transfer to the customers or not, and also to analyze the Income Tax treatment for software sale transaction which PT Integral Data Prima is doing. By using qualitative approach method, data collection technique by field research and library research, and qualitative data analysis technique, there are two results from this research. First, there is no license transfer related to the software transaction that PT Integral Data Prima does. Second, the customers don?t have the obligation to withhold the Income Tax Article 23 and the payment from the software sales is included to business profits."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Prayoga
"Konsekuensi logis dari penugasan public service obligation (PSO) adalah negara
bertanggung jawab untuk memberikan sejumlah kompensasi berupa dana bantuan PSO
kepada PT XYZ. Namun, sengketa timbul ketika pemeriksa dan wajib pajak bersilang
pendapat pada perlakuan pajak penghasilan atas dana bantuan PSO tersebut, apakah dana
bantuan PSO dikategorikan sebagai objek pajak penghasilan atau non-objek pajak
penghasilan. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis perlakuan pajak penghasilan
yang ideal atas dana bantuan PSO ditinjau dari aspek teoritis dan yuridis. Penelitian ini
menelaah lebih lanjut perlakuan tersebut berdasarkan konsep penghasilan, pajak atas
penghasilan, asas certainty (kepastian) serta menganalisis implikasi berupa compliance
cost yang dihadapkan pada PT XTZ. Metode penelitian yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dengan paradigma post positivist dengan jenis penelitian
deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan teknik
pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara
mendalam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dana bantuan PSO memenuhi
kriteria untuk dikategorikan sebagai penghasilan menurut SHS income concept,
sedangkan untuk perlakuan pajak atas dana bantuan PSO sebagai objek pajak penghasilan
atau bukan sangat bergantung pada adanya hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
penguasaan diantara wajib pajak pemberi dan wajib pajak penerima. Sehingga perbedaan
interpretasi apakah Pemerintah selaku pihak pemberi merupakan wajib pajak atau bukan
menjadi poin krusial. Ketika baik pihak pemberi dan pihak penerima bantuan keduanya
merupakan wajib pajak maka perlakuannya dikategorikan sebagai objek pajak
penghasilan, sedangkan jika satu atau keduanya tidak dikategorikan sebagai wajib pajak
maka merupakan non-objek pajak penghasilan. Pada sengketa ini turut menjadi akar
permasalahannya adalah perbedaan interpretasi antara wajib pajak dan pemeriksa dalam
menentukan perlakuan pajak penghasilan atas dana bantuan PSO. Karena ketidakpastian
akibat perbedaan interpretasi tersebut berimplikasi pada naiknya compliance cost yang
harus ditanggung oleh PT XYZ akibat dari persengketaan yang terjadi.

The logical consequence of being assigned a public service obligation (PSO) is that the
state has responsibility for providing a number of compensation in the form of PSO grants
to PT XYZ. However, a dispute arises when the tax authority and the taxpayer has a
different opinion on the tax treatment of the PSO grants, whether categorized as an
income tax object or a non-object. This research seeks to analyze the ideal tax treatment
for PSO funding based on theoretical and juridical aspects. This research examines the
tax treatment based on the income concept (SHS income), the income tax concept, the
principle of tax certainty concept, also analyzes the implications of compliance costs
faced by PT XYZ. The research method used is a quantitative approach with a postpositivist
paradigm with descriptive research type. The types of data used are primary and
secondary data with data analysis techniques are library research and in-depth interview
field studies. This research concluded that the PSO grants met the criteria to be
categorized as an income according to the SHS income concept. Meanwhile, for the tax
treatment of PSO grants as income tax objects or not, it is highly dependent on the
existence of a business relationship, occupation, ownership, and control between the
taxpayer and the crucial point is the interpretation of whether the Government as a
taxpayer or not. When both the giver and the recipient are both taxpayers, they are
categorized as income tax objects, but if they are not categorized as taxpayers, they are
categorized as non-income tax objects. The main problem in this tax dispute is the
different interpretation between taxpayers and tax authorities in the tax treatment of PSO
grants. The uncertainty caused by this misinterpretation has implications for an increase
in compliance costs that must be borne by PT XYZ as a result of the dispute.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidillasari
"[Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (ISAK 16) merupakan
ketentuan perlakuan akuntansi bagi pihak operator yang terlibat dalam suatu
perjanjian konsesi jasa atau kerjasama pemerintah dan swasta. Ketentuan ISAK
16 ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2012. Peneltian ini bertujuan
membahas tentang perlakuan perpajakan atas penerapan ISAK 16 pada PT XYZ
selaku perusahaan pembangkit listrik yang memiliki kontrak kerja sama dengan
PLN pada masa konstruksi. Selain itu, penelitian ini membahas pula mengenai
permasalahan yang timbul akibat penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif.
Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian
ini adalah pada masa konstruksi PT XYZ tidak dikenakan pajak serta masalah
utama yang timbul adalah kesuiltan manajemen untuk menjelaskan penerapan
SAK baru ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan tidak didapatnya
kepastian hukum dalam pengenaan pajak;ABSTRAK
Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (ISAK 16) merupakan
ketentuan perlakuan akuntansi bagi pihak operator yang terlibat dalam suatu
perjanjian konsesi jasa atau kerjasama pemerintah dan swasta. Ketentuan ISAK
16 ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2012. Peneltian ini bertujuan
membahas tentang perlakuan perpajakan atas penerapan ISAK 16 pada PT XYZ
selaku perusahaan pembangkit listrik yang memiliki kontrak kerja sama dengan
PLN pada masa konstruksi. Selain itu, penelitian ini membahas pula mengenai
permasalahan yang timbul akibat penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif.
Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian
ini adalah pada masa konstruksi PT XYZ tidak dikenakan pajak serta masalah
utama yang timbul adalah kesuiltan manajemen untuk menjelaskan penerapan
SAK baru ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan tidak didapatnya
kepastian hukum dalam pengenaan pajak

ABSTRACT
Interpretation of Financial Accounting Standards Number 16 (ISAK 16) is
accounting rule for Private as operator who has Concession Agreement with the
Government. ISAK 16 applicable since 1st January 2012. This research addresses
implementation of ISAK 16 in PT XYZ as an Independent Power Producer who
has an Agreement with PLN on construction term. Beside, this research explains
about the problems as the effect of this implementation. This research used
qualitative descriptive approach. The data were collected by interviews and study
of literature. The result of this research is PT XYZ cannot be taxed for
construction term. Then, the main problem is difficulty to explain implementation
of this new accounting rule to all parties and there is not certainty for taxation.;ABSTRAK
Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (ISAK 16) merupakan
ketentuan perlakuan akuntansi bagi pihak operator yang terlibat dalam suatu
perjanjian konsesi jasa atau kerjasama pemerintah dan swasta. Ketentuan ISAK
16 ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2012. Peneltian ini bertujuan
membahas tentang perlakuan perpajakan atas penerapan ISAK 16 pada PT XYZ
selaku perusahaan pembangkit listrik yang memiliki kontrak kerja sama dengan
PLN pada masa konstruksi. Selain itu, penelitian ini membahas pula mengenai
permasalahan yang timbul akibat penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif.
Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian
ini adalah pada masa konstruksi PT XYZ tidak dikenakan pajak serta masalah
utama yang timbul adalah kesuiltan manajemen untuk menjelaskan penerapan
SAK baru ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan tidak didapatnya
kepastian hukum dalam pengenaan pajak

ABSTRACT
Interpretation of Financial Accounting Standards Number 16 (ISAK 16) is
accounting rule for Private as operator who has Concession Agreement with the
Government. ISAK 16 applicable since 1st January 2012. This research addresses
implementation of ISAK 16 in PT XYZ as an Independent Power Producer who
has an Agreement with PLN on construction term. Beside, this research explains
about the problems as the effect of this implementation. This research used
qualitative descriptive approach. The data were collected by interviews and study
of literature. The result of this research is PT XYZ cannot be taxed for
construction term. Then, the main problem is difficulty to explain implementation
of this new accounting rule to all parties and there is not certainty for taxation., ABSTRAK
Intepretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (ISAK 16) merupakan
ketentuan perlakuan akuntansi bagi pihak operator yang terlibat dalam suatu
perjanjian konsesi jasa atau kerjasama pemerintah dan swasta. Ketentuan ISAK
16 ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2012. Peneltian ini bertujuan
membahas tentang perlakuan perpajakan atas penerapan ISAK 16 pada PT XYZ
selaku perusahaan pembangkit listrik yang memiliki kontrak kerja sama dengan
PLN pada masa konstruksi. Selain itu, penelitian ini membahas pula mengenai
permasalahan yang timbul akibat penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif.
Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian
ini adalah pada masa konstruksi PT XYZ tidak dikenakan pajak serta masalah
utama yang timbul adalah kesuiltan manajemen untuk menjelaskan penerapan
SAK baru ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan tidak didapatnya
kepastian hukum dalam pengenaan pajak

ABSTRACT
Interpretation of Financial Accounting Standards Number 16 (ISAK 16) is
accounting rule for Private as operator who has Concession Agreement with the
Government. ISAK 16 applicable since 1st January 2012. This research addresses
implementation of ISAK 16 in PT XYZ as an Independent Power Producer who
has an Agreement with PLN on construction term. Beside, this research explains
about the problems as the effect of this implementation. This research used
qualitative descriptive approach. The data were collected by interviews and study
of literature. The result of this research is PT XYZ cannot be taxed for
construction term. Then, the main problem is difficulty to explain implementation
of this new accounting rule to all parties and there is not certainty for taxation.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Dianirizki
"Melihat pesatnya industri MICE di Indonesia, aspek dan kewajiban pajak pada industri tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu penyumbang bagi penerimaan negara. PT. X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak pada industri MICE yang dijadikan studi kasus pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan jasa event organizer yang dilakukan oleh customer PT. X. Metode pendekatan penelitian yang dilakukan pada Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, lampiran dokumen penagihan PT. X yang kurang jelas yang mengakibatkan perbedaan pemotongan PPh oleh customer.

Seeing the rapid growth of MICE industry in Indonesia, it is expected that the taxaction aspect on the industry could be one of the sources of state revenue in Indonesia. The aim of this research is to analyze the difference in income tax withholding PT. X rsquo s customers on the event organizer services. PT. X is one of the companies that engages in MICE industry that operates in Indonesia. The research method is qualitative method. The result of this research shown that this distinction happened because of the attachments of the invoices that resulted different perception on each customer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>