Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137826 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakhry Amin
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji tentang mekanisme pemberhentian Kepala Daerah sebagai pejabat publik oleh DPRD di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia dan permasalahan dalam proses pemberhentian Kepala Daerah yang dilakukan oleh DPRD sejak berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah serta memperbandingkan dengan proses impeachment untuk mendapatkan titik temu dalam persepsi yang selama ini berkembang bahwa pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD merupakan mekanisme impeachment, sebuah mekanisme pendakwaan untuk memberhentikan pejabat publik dari jabatannya yang berkembang di negara federal. Penelitian ini dikaji dengan melalui pendekatan yuridis-normatif. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis-historis dan yuridis-komparatif. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris sekaligus tetapi, dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada penelitian hukum normatif, sedangkan penelitian hukum empiris berfungsi sebagai informasi pendukung. Pendekatan yang bersifat yuridis-normatif tersebut akan dilakukan dengan mempergunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang dianalisis menggunakan silogisme dan interpretasi. Sementara itu, penelitian empiris dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui berbagai diskusi dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang mendalam di bidang hukum tata negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan mekanisme pemberhentian Kepala Daerah mengalami perubahan dari masa ke masa. Dalam perkembangannya, saat ini mekanisme yang hadir dalam ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bukanlah mekanisme “impeachment” karena desentralisasi yang tercipta di Indonesia bersifat “desentralisasi eksekutif”, sehingga dalam proses pemberhentian tersebut tidak melibatkan lembaga legislatif, tetapi lembaga pembuat kebijakan yang dikenal dengan istilah “council” di Inggris yang mirip dengan peran DPRD di Indonesia saat ini. Selain itu, mekanisme “Pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD” belum secara rinci diatur di dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah dewasa ini, termasuk dalam hal beracara di Mahkamah Agung. Oleh karena itu, untuk menjamin asas keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, sekiranya apabila dilakukan revisi terhadap Undang-undang Pemerintahan Daerah mekanisme “Pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD” harus diatur lebih rinci lagi di dalam Undang-Undang.

ABSTRACT
This thesis examines the mechanisms "Dismissal of Head of region as public officials by (DPRD/council) in Indonesian" in legislation ever prevailing in Indonesia and the problems in the dismissal process conducted by the Regional Council since enactment the "Act Number 32 of 2004 on Regional Government" as well as to compare with the "impeachment" process to get a common ground in which during the growing perception that the dismissal of the Head of the Regional Council is the mechanism by "impeachment", a mechanism to suspend the prosecution of public officials from office that developed in the federal state. This study examined the juridical-normative approach. In addition, this study also uses juridical-historical and juridical-comparative. The method used in the study are normative legal research methods and empirical legal research methods as well but, in this study is more focused on normative legal research, while empirical legal research serves as supporting information. Approach juridical-normative will be done by means of primary legal materials, legal materials secondary, tertiary and legal materials were analyzed using "syllogisms" and "interpretation". Meanwhile, empirical research in this study was done by collecting data through various discussions with the parties who have the competence and in-depth knowledge in the field of constitutional law.
The results showed that the developmental mechanism dismissal Regional Head amended from time to time. During its development, the current mechanism is present in the provisions of "Act Number 32 of 2004 on Regional Government" is not a mechanism of "impeachment" because decentralization created in Indonesia is "decentralized executive", resulting in the dismissal process does not involve the legislature, but the policy-making body, known by the term "council" in the English country which is similar to the role "DPRD" in Indonesia today. In addition, the mechanism of "Dismissal Regional Head by (DPRD/Council)" has not been regulated in detail in the Local Government Act today, including in the case of proceedings in the Supreme Court. Therefore, to ensure fairness, expediency and legal certainty, in case if the revision of the Local Government Act mechanism "Dismissal Regional Head by (DPRD/Council)" shall be regulated in more detail in the Act."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sultan Falah Basyah
"Kewajiban negara untuk mengatur ketentuan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik merupakan salah satu isi dari United Nations Convention against Corruption (UNCAC) 2003. Namun demikian, sebagai salah satu negara yang meratifikasi UNCAC, Indonesia belum mengatur mengenai ketentuan tersebut. Sementara Singapura melalui peraturan perundang-undanganya telah mengatur ketentuan tersebut sejak setengah abad yang lalu. Kebijakan hukum pidana Indonesia saat ini sedang berada dalam proses pembaharuan hukum pidana melalui pembentukan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Salah satu pembahasan dalam proses pembentukan RUU KUHP adalah ketentuan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ketentuan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik di Indonesia dan Singapura. Hasil perbandingan tersebut penting untuk memformulasikan pengaturan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan menitikberatkan pada pendekatan perbandingan dan pendekatan sosio-legal. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat dua opsi dalam memformulasikan pengaturan mengenai hal tersebut di Indonesia. Opsi pertama adalah dengan mengikuti pembahasan tentang isu ini yang pernah dilakukan dalam RUU KUHP. Opsi kedua adalah dengan mengikuti struktur dan model Prevention of Corruption Act (PCA) 1960 di Singapura. Namun, sebaiknya kedua opsi ini sama-sama dikaji terutama opsi kedua, karena Singapura sudah terbukti unggul dan menjadikannya salah satu negara dengan tingkat korupsi paling rendah di dunia.

The state's obligation to regulate bribery of foreign public officials and officials of public international organizations is one of the elements of the 2003 United Nations Convention against Corruption (UNCAC). Although Indonesia is a State Party to the UNCAC, it has not regulated it. Meanwhile, Singapore, through its laws and regulations, has regulated it since half a century ago. Indonesia's penal policy is currently in the process of reforming criminal law through the formation of the new Criminal Code Bill (RUU KUHP). One of the discussions in the process of drafting the new Criminal Code Bill is the provision regarding bribery of foreign public officials and officials of public international organizations. Hence, this study aims to compare the provisions regarding bribery of foreign public officials and officials of public international organizations in Indonesia and Singapore. The findings of the comparison will be crucial in order to formulate regulations regarding bribery of foreign public officials and officials of public international organizations in accordance with the conditions in Indonesia. This research applies juridical-normative approach highlighting several approaches namely comparative and socio-legal approaches. The findings of the study conclude that there are two options in formulating regulations regarding this matter in Indonesia. The first option is to follow the discussions on this subject that have been carried out in the Criminal Code Bill. The second option is to adopt the structure and the model of the 1960 Prevention of Corruption Act (PCA) in Singapore. Both options will be scrutinised especially the second option, because Singapore  has proven successfully to eradicate corruption and has made it one of the countries with the lowest levels of corruption in the world."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Bakti Setiawan
Jakarta: Rajawali, 2011
352.1 DIA p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arasy Pradana A Azis
"Abstrak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23/2014) mengatur bahwa Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dapat diberhentikan di tengah masa jabatannya oleh sebab-sebab tertentu. Undangundang tersebut juga mengatur prosesnya secara baku, termasuk melibatkan Mahkamah Agung (MA) di dalamnya. MA befungsi untuk memberikan menguji secara yuridis pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai insiator proses pemberhentian. Pelibatan MA merupakan konsekuensi dari menguatnya legitimasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang kini dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dirancang sulit. Namun terdapat masalah access to justice dalam proses peradilan di MA ini, terutama disebabkan oleh hukum acara yang kabur. Konsep access to justice selama ini dimaknai secara terbatas sematamata sebagai akses pendampingan hukum bagi masyarakat miskin dan termarjinalkan."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2019
340 JHP 49:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andie Hevriansyah
"Permasalahan penelitian pemberhentian Sekretaris Desa dengan menggunakan wewenang diskresi Kepala Desa studi putusan PTUN Bandung adalah Bagaimana kewenangan Kepala Desa mengelola Administrasi Kepegawaian perangkat desa? Bagaimana penggunaan wewenang diskresi Kepala Desa memberhentikan sekretaris desa? Bagaimana sikap PTUN Bandung memutus perkara pemberhentian sekretaris desa dengan diskresi Kepala Desa? Metode penelitiannya adalah penelitian yuridis normatif, tipologi preskriptif, jenis data sekunder, jenis bahan hukum primernya perundang-undangan administrasi pemerintahan, dan desa berserta peraturan turunannya, jenis bahan hukum sekunder yang digunakan buku dan jurnal ilmiah hukum administrasi negara, hukum administrasi kepegawaian, jenis bahan hukum tersier yang digunakan adalah black law dictionary, dan Kamus Besar lainnya. Data berupa deep interview dan perpustakaan online. Hasil penelitian dengan analisis argumentatif dapat disimpulkan, Kepala Desa memiliki wewenang atribusi untuk mengelola perangkat desa, Kepala Desa menggunakan wewenang diskresi memberhentikan Sekretaris Desa adalah hak prerogatif, sebagai problem solver, dengan prinsip rule of law, dan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Sikap PTUN Bandung membatalkan diskresi kepala desa karena melanggar asas tidak menyalahgunakan wewenang. Penulis menyarankan Kepala Desa dalam menggunakan diskresi untuk memperhatikan peraturan perundang-undangan, menggunakan AUPB, rule of law, dan asas penyelenggaraan pemerintah desa, untuk meminimalisir resiko gugatan ke PTUN, maka diskresi yang akan dikeluarkan dilakukan reviu oleh pejabat yang berwenang.

The problem research regarding the dismissal of the Village Secretary by using the the discretionary authority of the Head Village, the study of Bandung Administrative Court decision, is how the authority of the Village Head to manage the Village Apparatus Administration? How is use of the Village Head’s discretion to dismiss the Village Secretary? What is the attitude of the Bandung Administrative Court in deciding the case of dismissing the Village Secretary at the discretion of the Village Head? The research method normative judicial research, prescriptive typology, types of secondary data, types of primary legal materials, government administration, and village laws and regulations, types of secondary legal materials books and scientific journals of State administrative law, civil service administration law, types of tertiary legal materilas is black law dictionary, and other major dictionaries. The data are in the form of deep interviews and an online libraries. The result of the research with argumentative analysis can be concluded, the Village Head has attribution authority to manage the village apparatus, the Village Head uses the discretionary power to dismiss the Village Secretary as a prerogative, as a problem solver, with the principle of rule of law, and General Principles of Good Governance (AUPB) The attitude of the Bandung Administrative Court in this research case nullifies the Village Head’s discretion for violating the principle of not abusing authority. The Author advises the Village Head in using discretion to pay attention to statutory regulations, using General Principles of Good Governance, the rule of law, and the principles of village government administration, to minimize the risk of lawsuit against the State Administrative Court, so the discretion that has been issued must be reviewed fisrt by the authorized official."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Alfath Satriya
"Sebagai kamar kedua, DPD seharusnya memiliki peran yang fundamental dalam proses demokrasi yang ada di Indonesia. Lahir dari semangat reformasi, DPD seharusnya mampu menyuarakan aspirasi daerah di tingakt pusat. Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan desain kelembagaan DPD di dalam UUD 1945 yang tidak mencerminkan hal tersebut. Hal ini terlihat dari kewenangan yang dimiliki DPD hanya bersifat subordinatif terhadap DPR. Permasalahan ketimpangan kewenangan tersebut tidak hanya terjadi dalam legislasi dan pengawasan, namun juga terhadap keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden. Di dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan bagaimana keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden di dalam UUD 1945

As a second chamber, DPD should have a fundamental role in the democratic process in Indonesia. Born from the spirit of reform, the DPD should be able to voice the aspirations, as a regional representation, at the center level. However, it is contrary due to the institutional design of DPD in the 1945 Constitution that does not reflect it. Based on the authority of DPD in 1945 Constitution, DPD is merely subordinate to DPR as a first chamber. The problem is not only in legislation and supervision authority, but also in the involvement of DPD in the process of presidential impeachment. In this study, the author will explain how the involvement of DPD in the process of presidential impeachment in 1945 Constitution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Akbar Idris
"Desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah sehingga daerah memiliki kewenangannya sendiri untuk melaksanakan pemerintahan. Salah satu tolak ukur dalam penilaian sistem desentralisasi adalah dari segi keuangan daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menentukan bahwa bagi daerah kekuasaan pengelolaan keuangan negara diserahkan kepada kepala daerah untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri. Penyerahan kekuasaan pengelolaan keuangan kepada kepala daerah dapat dimaknai sebagai bentuk kemandirian keuangan daerah karena terpisah pengelolaannya dari keuangan pemerintah pusat. Hal tersebut menunjukkan daerah layaknya suatu badan hukum yang didirikan oleh negara, sehingga memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban negara. Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dimilikinya, daerah memiliki sumber-sumber pendanaan yang terdiri dari pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, dan pendapatan daerah lain yang sah. Meskipun terdapat berbagai sumber pendanaan tersebut, masih terdapat celah fiskal sehingga daerah masih membutuhkan dana dari sumber lain seperti pinjaman yang mengakibatkan daerah memiliki kewajiban utang. Dalam melaksanakan pemerintahan, terdapat berbagai macam risiko yang dapat menyulitkan kondisi keuangan daerah. Kesulitan keuangan yang berlarut-larut akan mengakibatkan daerah gagal untuk memenuhi kewajibannya atau yang disebut dengan gagal bayar. Dalam menangani gagal bayar guna menjamin kelangsungan aktivitas pemerintahan daerah, diperlukan suatu mekanisme penanganan gagal bayar. Penelitian ini fokus kepada analisis mengenai pengelolaan keuangan daerah sebagai badan hukum publik serta mengenai penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan undang-undang serta disusun secara deskriptif. Hasil penelitian ini menemukan status badan hukum daerah dapat ditemukan dalam pengelolaan keuangannya, terutama dalam aspek kekuasaan pengelolaan keuangan, sumber pendapatan, serta penganggaran. Kemudian, penelitian ini menemukan bahwa penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia masih memiliki kekurangan karena tidak memberikan perlindungan hukum secara menyeluruh kepada para pihak yang terlibat.

Decentralization is the transfer of power from the central government to regions so regions have their own authority to govern. The financial aspect is one of the indicators of decentralization. Law Number 17 of 2003 on State Finance stipulates that for regions, the authority to manage state finances is delegated to regional heads to manage their own respective region’s finances. The delegation of authority to manage their own finances is interpreted as the regional finance’s independence due to its distinction from the central government’s financial management. This shows that a region resembles a state-established legal person, thus separates its rights and obligations from the state’s. To conduct their obligations, regions have revenue sources that consists of original regional revenue, transfer revenue, and other legitimate regional revenue. Although those sources of funding exist, there are still fiscal gaps which requires regions to find funding from other sources, namely loans which results in debt obligation for regions. Regions face risks in governing which could cause distress to the region’s finances. Protracted financial distress could results in regions defaulting on their obligations. In dealing with default to ensure the continuity of regional government, a mechanism to manage default is requisite. This study primarily concerns on analyzing the financial management of regions as a public legal person and the default management for regions in Indonesian regional finance regulations. The methodology utilized in this study is juridical-normative with a statutory approach along with a descriptive structure. This study finds that region’s financial management, particularly in the areas of financial management authority, revenue resources, and budgeting, reflects their status as a public legal person. This study also discovered that the default management in Indonesian regional finance regulation still have shortcomings since it fails to provide adequate legal protection to the parties involved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Rachmania
"Sertipikat merupakan tanda bukti hak atas pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah, diantaranya yaitu melengkapi bukti-bukti baik tertulis maupun tidak tertulis. Surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan tanah tidak sengketa merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah. Peran dari Pejabat Kepala Desa dalam mengeluarkan surat keterangan tanah tersebut, seringkali membutuhkan waktu yang lama dan tidak jarang menimbulkan sengketa di kemudian hari. Permasalahan yang seringkali ditemui yaitu sengketa kepemilikan tanah, dimana pihak yang satu selaku pemegang sertipikat terbukti, bahwa surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan tanah tidak sengketa adalah palsu. Permasalahan ini terjadi karena Pejabat Sementara Kepala Desa berperan dalam pemalsuan tersebut. Pihak lainnya yang telah melakukan jual beli dimana jual beli tersebut, tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap objek tanah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, mengkaji antara ketentuan hukum yang ada dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, sedangkan tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggambarkan dan menjelaskan lebih dalam mengenai keabsahan sertipikat yang dokumen-dokumen pendukungnya yang mempengaruhi pembatalan akta jual beli pihak lain. Hasil dari penelitian ini bahwa para pihak dalam melakukan pendaftaran tanah harus lebih teliti, sehingga pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum dengan diterbitkannya tanda bukti hak.

The certificate is a proof of the rights over the land registry conducted by holders of land rights In the land register there are several requirements that must be met, namely the complete evidence both written and unwritten. Certificate of land history and a non-dispute land certificate are not a requirement that must be fulfilled in land registration. The role of Official Village Chief in issuing the land certificate, often takes a long time and not seldom causes a dispute in the future. Among these problems are often encountered, namely land ownership disputes, where one party as the holder of the certificate is proven that the certificate of land history and a non-dispute land certificate are fake. This problems happen is because of the Acting Village Chief involved in the forgery. And other parties have done selling and buying where it did not a sale and purchase where it did not check the land object in advance. This study uses the juridical normative research, examines existing laws with problems that occur in the community, whereas the research typology used is descriptive analytical research, which is providing data as thoroughly as possible to reinforce the old theories by describing and explaining more about the validity of the certificate in supporting documents which affecting the cancellation of the deed of sale and purchase of another party. The results of this study that the parties in conducting of land registration should be more careful, so the land registration can provide legal certainty with the issuance of entitlement proof."
Universitas Indonesia, 2019
T52450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Scholastica Gerintya Saraswati
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kritik sosial terhadap pejabat publik direpresentasikan dalam meme. Analisis teks menggunakan semiotika Roland Barthes. Meme yang diteliti adalah meme yang membahas tentang pejabat publik, mengandung kritik, dan populer pada kurun waktu tertentu. Analisis pembahasan diperkuat dengan menggunakan konsep meme dan mitos dalam Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa dianggap tidak lagi mampu menyuarakan kritik sosial, sehingga masyarakat memanfaatkan meme sebagai media alternatif penyampaian kritik. Temuan lainnya adalah bahwa mitos di dalam meme memperkuat gambaran pejabat di benak masyarakat. Pemilihan dan penempatan teks di dalam meme adalah hasil dari framing yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam upayanya untuk menyampaikan kritik. Tanpa mitos, fungsi meme sebagai media penyampaian pesan tidak akan kuat.

The purpose of this research is to find out how social critics on public officials is represented through a meme. Text analysis is done using Ronald Barthes' semiotics. The memes being researched are the ones mentioning public officials, which contains critics, and also popular within a certain period of time. The analysis discussion is then strengthened by Barthes' concepts of meme and myth. The findings shows that mass media is no longer considered capable of expressing social criticism, therefore the society then uses memes as an alternative media to express their critics. Other findings suggest that myths within memes strengthens the image of public officials in the minds of society. The text selection and placement inside memes are a result of framings that are done by certain parties in their effort to express critics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>