Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jumiati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai prosedur pembuatan akta otentik dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilakukan secara telekonferensi dan
bagaimana legalitas risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
telekonferensi beserta tanda tangan elektronik di dalamnya berdasarkan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan
yuridis normatif, sedangkan metode analisis datanya adalah metode kualitatif.
Tulisan ini bertujuan untuk memahami prosedur pembuatan akta otentik dalam
Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilakukan secara
telekonferensi serta bagaimana legalitas dan kekuatan pembuktian Risalah Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) telekonferensi beserta tandatangan
elektroniknya di persidangan Pengadilan. Kesimpulan dari penelitian adalah
mekanisme pembuatan akta otentik hasil RUPS telekonferensi meliputi
pembuatan akta, pembacaan isi akta secara telekonferensi, penandatanganan akta
melalui 1) digital signature, atau 2) tanda tangan konvensional, kemudian
dinyatakan di hadapan Notaris dan data digital yang dihasilkan dari RUPS
telekonferensi mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan akta RUPS
konvensional serta dapat menjadi alat bukti dalam proses persidangan di
pengadilan. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dibuat ketentuan hukum
yang mengatur secara rinci mengenai keabsahan hasil RUPS telekonferensi, serta
perlu adanya perubahan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris agar memberikan
pengertian yang lebih luas mengenai ”bertatap muka” dan ”dibacakan di hadapan”
sehingga yang dimaksud dengan”bertatap muka” dan ”dibacakan di hadapan”
dapat dilakukan secara telekonferensi agar tidak ada keraguan lagi mengenai
autentikasi suatu akta hasil RUPS telekonferensi.

ABSTRACT
The following thesis is examining procedure of making an autentic deed in
General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in
teleconference and the legality of the authentic act with elektronic signature in
minutes of General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held
in teleconference in accordance with Laws of Limited company, Laws of
Information and Electronic Transactions, Laws of Notary, and Laws of Corporate
Document. The thesis uses judicial norms approach os research implementation
method and also assessment of several qualitative data. The following thesis aims
to understand the procedure of making an authentic deed in the Minutes of the
General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company conducted
teleconferences and understand how the legal and evidentiary strength of the
minutes of the General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company
conducted a teleconference along with electronic signatures in the trial court. The
conclusion of this thesis is the mechanism of making authentic act of the General
Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference
includes making of the deed, reading the contents of the deed by teleconference,
signing the deed by 1) digital signatures, or 2) conventional signature, and then
declared the deed in presence the notary, the digital data from the General
Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference
have the same legal force to the deed of General Meeting of Shareholders of
Limited Liability Company is done conventionally and can become evidence in
court proceedings. The results of this thesis suggest that legal provisions be made
clearly and really detailed about the validity of the General Meeting of
Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference, as well as the
need for a change in the Laws of Notary in order to give a broader sense of "face
to face" and "read in presence" that is a "face to face" and "read in presence" by
teleconferencing so that there is no doubt about the authentication of a deed of the
General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in
teleconference."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Abidin
"UU Jabatan Notaris telah mengatur mengenai ketentuan cyber notary. Penelitian ini membahas tentang penggunaan tanda tangan elektronik dalam akta notaris sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Jabatan Notaris dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ada dua permasalahan hukum dalam penelitian ini. Pertama, kepastian hukum penggunaan tanda tangan elektronik untuk penandatangan akta autentik. Kedua, perlindungan hukum bagi notaris dalam penggunaan tanda tangan elektronik untuk penandatangan akta autentik. Penulis menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pengumpulan data sekunder, dan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akta yang ditandatangani secara elektronik memenuhi asas kepastian hukum, namun peraturan lebih lanjut mengenai cyber notary masih diperlukan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya peraturan detail mengenai penandatanganan akta Notaris secara elektronik pada peraturan UU ITE dan UUJN. Penandatanganan secara elektronik di Indonesia belum memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada notaris. Saran yang dapat diberikan adalah perlu pengaturan lebih lanjut mengenai penandatanganan akta notaris secara elektronik. INI dapat pula mengikuti jejak perkembangan notaris negara-negara yang telah lebih dulu menerapkan cyber notary, seperti di Jepang dengan adanya e-notarization centre

The Notary Law has regulated the provisions regarding cyber notary. This research discusses the use of electronic signatures in notarial deeds in accordance with the provisions stipulated in the Notary Position Law and the Electronic Information and Transactions Law (ITE). There are two legal issues in this research. First, the legal certainty of using electronic signatures for authenticating deeds. Second, legal protection for notaries in the use of electronic signatures for authenticating deeds. The author employs a doctrinal research method with the collection of secondary data and qualitative analysis. The results of this research indicate that electronically signed deeds meet the principle of legal certainty, but further regulations regarding cyber notary are still needed. This is because there is no detailed regulation on electronic notarial deed signing in the ITE Law and the Notary Position Law. Electronic signing in Indonesia has not yet provided adequate legal protection for notaries. The recommendation that can be given is the need for further regulation regarding electronic notarial deed signing. This can also follow the footsteps of the development of notaries in countries that have already implemented cyber notary, such as Japan with the existence of an e-notarization center"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Ade Nuria D.P.
"Digital Signature merupakan suatu sistem pengamanan yang menggunakan kriptografi kunci public. Kriptografi sebagai landasan untuk keamanan dalam transaksi dengan menggunakan digital signature merupakan teknik pengamanan yang mempelajari bagaimana suatu pesan yang dikirim pengirim dapat disampaikan kepada penerima dengan aman.6 Isu-isu dalam kriptografi meliputi: kerahasiaan (confidential) dari pesan yang telah disandikan itu terjamin dan tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak berhak, keutuhan (integrity) Ban pesan sehingga saat pesan dikirim tidak ada yang mengutak-atik di tengah jalan, jaminan atas identitas dan keabsahan (authenticity) jati diri dari pihak yang melakukan transaksi, dan transaksi dapat dijadikan barang bukti yang tidak dapat disangkal (non repudiation) jika terjadi sengketa atau perselisihan pada transaksi elektronik yang telah terjadi.
Digital signature sebagai suatu teknik pengamanan dengan system kriptografi diantaranya digunakan pada pengiriman electronic mail (email), penandatanganan kontrak, pengiriman file, dan pembayaran kartu kredit.
Sehubungan dengan penggunaan digital signature, terdapat manfaat sekaligus masalah yang perlu diselesaikan. Manfaatnya secara teknis diantaranya transaksi berlangsung secara efisien, praktis dan cepat. Manfaat Iainnya yaitu adanya jaminan terhadap keabsahan, kerahasiaan, keutuhan data selama dalam proses pengiriman, dan tidak dapat disangkalnya telah terjadi pengiriman pesan oleh pengirim.
Selanjutnya adalah masalah mengenai perlindungan terhadap konsumen pengguna digital signature. Dengan mengetahui hal-hal yang menjadi hak dan kewajiban konsumen serta hak dan kewajiban penyelenggara jasa diharapkan akan terlindunginya hak atas konsumen pengguna digital signature.
Pada akhirnya sebagai permasalahan berikutnya adalah masalah urgensi pengaturan digital signature di Indonesia yang terutama dapat memberikan perlindungan bagi pars konsumennya. Saat ini di Indonesia belum ada peraturan khusus yang mengatur penggunaan digital signature tersebut. Peraturan yang ada yang dikondisikan dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen lahir dengan salah satu dasar pertimbangan bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era giobalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang danlatau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang danljasa yang diperoleh perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Sedangkan perlindungan konsumen yang dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Pengguna digital signature sebagai konsumen pengguna jasa berhak mendapat perlindungan konsumen dalam menggunakan digital signature.
Perlindungan konsumen yang dijamin dalam Undang-Undang No. 8 Tabun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian itu meliputi segala hal berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela haknya bila dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.9 Kemudian dengan melihat praktek penggunaan digital signature di beberapa negara, diharapkan kita dapat mengetahui sejauh mana urgensi pengaturan perlindungan konsumen terhadap penggunaan digital signature di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Haryanto
"

Tanda tangan elektronik diharapkan dapat mempercepat transaksi elektronik di lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah, tetapi penerapannya lambat. Sejak tanda tangan elektronik yang disetujui pemerintah pada 2008 hingga sekarang, jumlah organisasi yang memanfaatkan tanda tangan elektronik masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah organisasi yang memiliki layanan online. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan pegawai di organisasi untuk tetap melanjutkan atau tertarik untuk memanfatkan tanda tangan elektronik. Tanda tangan elektronik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanda tangan elektronik bersertifikasi atau tanda tangan digital. Survei dilakukan kepada pengguna dan calon pengguna di lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja yang terintegrasi Technology Acceptance Model (TAM) dan Technology-Organization-Environment (TOE) dalam disiplin ilmu sistem informasi. Berdasarkan 192 tanggapan, kerangka penelitian divalidasi. Ada tujuh faktor pendorong yang berhasil diidentifikasi. Tujuh faktor pendorong tersebut adalah perlindungan keamanan, kebutuhan internal, pelatihan dan edukasi, kebijakan pemerintah, penyedia layanan/vendor, kemudahan penggunaan yang dirasakan, dan manfaat yang dirasakan. Hasil penelitian ini memperluas penelitian tentang model penerimaan teknologi, khususnya model integrasi TAM-TOE, dan memperluas penelitian tentang adopsi tanda tangan elektronik. Temuan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah, vendor tanda tangan elektronik, dan organisasi untuk meningkatkan pemanfaatan tanda tangan elektronik.


Electronic signatures are expected to speed up the electronic transactions in government agencies and non-governmental organizations, but its adoption is slow. Since the government-approved electronic signature in 2008 until now, the number of organizations that utilize electronic signatures is still very small compared to the number of organizations that have online services. The purpose of this study is to identify the factors that determine employees in the organization to continue or are interested in utilizing electronic signatures. The electronic signature referred to in this study is certified electronic signature or digital signature. The survey was conducted on users and prospective users in government agencies and non-government organizations. The research uses an integrated framework  Technology Acceptance Model (TAM) and Technology-Organization-Environment (TOE) in information systems discipline. Based on 192 responses, the research framework is validated. There are seven driving factors that successfully identified. The seven driving factors are security protection, internal need, training and education, government policy, vendor support, perceived ease of use, and perceived usefulness. The results of this study broaden research on technology acceptance models, specifically the TAM-TOE integration model, and expand research on the adoption of electronic signatures. The findings of this study can be input for the government, electronic signature vendors, and organizations to increase the utilization of electronic signatures.

"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Dewi
"Meningkatnya pengguna internet dan juga penetrasi telepon seluler mengakibatkan masyarakat telah melakukan transaksi elektronik. Walau elektronik menghemat banyak waktu dan biaya ketimbang transaksi konvensional, namun transaksi via sistem telekomunikasi konvensional (circuit switching) ini relatif lebih aman ketimbang transaksi melalui internet (packet switching). Mengingat begitu pentingnya nilai dari sebuah transaksi, maka dalam menjamin keamanan bertransaksi yang dilakukan secara elektronik dapat sama seperti transaksi secara konvensional mengakibatkan munculnya tanda tangan elektronik.
Dengan adanya ketentuan hukum yang mengatur mengenai Tanda Tangan Elektronik (TTE) membawa perubahan besar dalam menjamin autentikasi dan verifikasi serta dengan menghadirkan alat bukti baru pada hukum pembuktian. Nilai kekuatan pembuktian TTE semakin kuat dengan adanya penyelenggara sertifikasi elektronik (Certificate Authority/CA) sehingga CA memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dari data dan informasi para pihak terkait. Baru-baru ini penyelenggara tanda tangan digital di Belanda, yaitu DigiNotar, mengalami masalah dan menuai tanggung jawabnya sebagai CA. Disisi lain, Indonesia yang telah menggunakan CA asing pada bank-bank Indonesia dan telah tumbuhnya CA asing hendaknya dapat belajar dari kasus DigiNotar tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan hukum TTE dan transaksi elektronik dalam konteks ilmu hukum serta mengkaji dan menganalisis tanggung jawab penyelenggara tanda tangan elektronik di Belanda dan Indonesia dengan menerapkan beberapa faktor dalam ketentuan hukumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris, yaitu dengan melakukan inventarisasi hukum positif yang mengatur dan berkaitan dengan TTE dan tanggung jawab CA sedangkan data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari berbagai literatur, dan peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis dengan undang-undang, teori dan pendapat pakar yang relevan, sehingga didapat kesimpulan tentang tanggung jawab hukum penyelenggara tanda tangan elektronik.

The increase of Internet users and mobile phone penetration has resulted in the electronic transactions. Although electronic saves a lot of time and cost than conventional transactions, but transactions via conventional telecommunications systems (circuit switching) is relatively more secure than transactions over the Internet (packet switching). To realize the importance of the value of a transaction, Thus to ensuring security of transactions conducted electronically can be the same as in the conventional transaction resulted in the emergence of Digital signatures.
With the legal provisions governing of the Electronic Signatures (e-sign) brought major changes to ensure the authentication and verification as well as by presenting new evidence on the law of evidence. The power value of the e-sign more strength by the organizers of the electronic certification (Certificate Authority / CA) so that CA has an important role in maintaining the security of data and information related parties. Recently, new digital signature providers in the Netherlands, ie: DigiNotar, having problems and reap the responsibility as a CA. On the other hand, Indonesia has used foreign CA on banks in Indonesia and has been the growth of private CA must be able to learn from the case DigiNotar.
The purpose of this study was to determine the legal provisions of e-sign and electronic transactions in the context of legal science as well as review and analyze the responsibility of the electronic signature in the Netherlands and Indonesia by implementing some of the factors in the law. This study uses an empirical approach, juridical, to conduct an inventory of the positive law governing and relating to the e-sign and responsibilities CA while the data in this study were analyzed by qualitatively ie: the secondary data such as theory, the definition and substance of the literature, and legislation and regulations, and then analyzed with the laws, theories and opinions of relevant experts, in order to get conclusions about the legal responsibilities of providers of electronic signatures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31138
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Dewi Novita
"Reformasi birokrasi yang mewarnai pendayagunaan aparatur negara diarahkan untuk melaksanakan administrasi negara yang mampu mendukung laju integrasi atau keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi pengelolaan, pengaturan pemerintahan negara dan pembangunan untuk menghadapi tantangan globalisasi. Oleh karena itu dalam era gobalisasi ini untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) salah satu upayanya adalah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi atau yang populer disebut e-Government. Pelayanan pemerintah yang bercirikan pelayanan melalui birokrasi yang lamban, prosedur yang berbelit, dan tidak ada kepastian berusaha diatasi melalui penerapan e-Government. Semangat e-Government adalah penggunaan Teknologi Informasi sebagai alat bantu dan pemanfaatannya menjadikan pelayanan pemerintahan berjalan lebih efisien. Adapun salah satu kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang diinginkan di Indonesia adalah tercapainya tujuan administrasi pemerintahan yang efektif dan efisien seperti yang dijabarkan sebelumnya. Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan merupakan sumber hukum materil atas penyelenggaraan pemerintahan. Tanggung jawab negara dan pemerintah untuk menjamin penyediaan Administrasi Pemerintahan yang cepat, nyaman dan murah. Undang- Undang Administrasi Pemerintahan dengan ini berisi kaidah-kaidah hubungan antara instansi pemerintah sebagai penyelenggara adrninistrasi publik dan individu atau masyarakat penerima layanan publik. Salah satu catatan penting, yakni Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah adanya suatu terobosan untuk memperkenankan administrasi Negara membuat keputusan yang berbentuk elektronik. Hal ini tercermin dalam pasal 1 angka 11 yang berbunyi: Keputusan Berbentuk Elektronis adalah Keputusan yang dibuat atau disampaikan dengan menggunakan atau memanfaatkan media elektronik.  Dalam Penjelasan Pasal 38 ayat 1 Undang undang No.30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan menyatakan bahwa Prosedur penggunaan Keputusan Berbentuk Elektronis berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik. Hal ini berkaitan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mempunyai peraturan turunan Undang-undang yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019  Pasal 60 ayat (2) huruf a dan ayat (3) Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik, bahwa ada 2 jenis tanda tangan elektronik meliputi; Tanda tangan elektronik tersertifikasi, yang harus memenuhi keabsahan kekuatan hukum dan akibat hukum tanda tangan elektronik,  menggunakan  sertifikat elektronik yang dibuat oleh jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia, dan dibuat dengan menggunakan perangkat pembuat tanda tangan elektronik tersertifikasi. Sedangkan Tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi, yang dibuat tanpa menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia. Jenis Tanda tangan Elektronik yang tidak tersertifikasi akan sulit otentikasinya dikarenakan tidak adanya sertifikat elektronik pada tanda tangan tersebut yang meniadakan metode untuk mendeteksi perubahan yang terjadi pada dokumen elektronik setelah dokumen tersebut ditandatangani sehingga dapat menjadi celah terjadinya penyalahgunaan dalam kaitannya dengan dokumen administrasi pemerintahan.

Bureaucratic reform that characterizes the empowerment of the state apparatus is directed at implementing state administration that is capable of supporting the pace of integration or the integration of the implementation of management tasks and functions, state governance arrangements and development to face the challenges of globalization. Therefore, in this globalization era, to achieve good governance, one of the efforts is to use information and communication technology or what is popularly called e-Government. Government services that are characterized by services through slow bureaucracy, complicated procedures, and no certainty are trying to be overcome through the application of e-government. The spirit of e-Government is the use of Information Technology as a tool and its utilization to make government services run more efficiently. One of the qualities of good governance that is desired in Indonesia is the achievement of the objectives of effective and efficient government administration as previously described. Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration is a source of material law on government administration. It is the responsibility of the state and government to ensure the provision of a Government Administration that is fast, convenient and inexpensive. The Government Administration Law hereby contains rules for the relationship between government agencies as administrators of public administration and individuals or communities receiving public services. One important note, namely Law No.30 of 2014 concerning Government Administration, is that there is a breakthrough to allow the State administration to make decisions in electronic form. This is reflected in article 1 point 11 which reads: Decisions in Electronic Form are decisions made or delivered using or utilizing electronic media. In the elucidation of Article 38 paragraph 1 of Law No.30 of 2014 concerning government administration, it states that the procedure for using decisions in electronic form is guided by the provisions of laws and regulations governing electronic information and transactions. This is related to Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions which have derivative regulations, namely Government Regulation Number 71 of 2019 Article 60 paragraph (2) letter a and paragraph (3) Electronic Transaction System Operator, that there are 2 types of electronic signatures, including; A certified electronic signature, which must meet the legality of legal force and legal consequences of an electronic signature, uses an electronic certificate made by an Indonesian electronic certification provider, and is made using a certified electronic signature maker. Meanwhile, the electronic signature is not certified, which is made without using the services of an Indonesian electronic certification operator. Types of Electronic Signatures that are not certified will be difficult to authenticate due to the absence of an electronic certificate in the signature which negates the method for detecting changes that occur in electronic documents after the document is signed so that it can become an opportunity for misuse in relation to government administrative documents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Muhamad Subhi
"Perkembangan teknologi finansial melahirkan suatu bentuk inovasi layanan pinjam meminjam secara online atau peer to peer lending (P2P lending), dimana salah satu bentuk upaya untuk menjaminkan perjanjian dan transaksi layanan pinjam meminjam online ini dilakukan secara aman adalah dengan penggunaan teknologi tanda tangan elektronik. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan teknologi tanda tangan elektronik di anggota asosiasi perusahaan P2P lending (AFPI). Metode Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk menganalisis data kuesioner dari para pimpinan perusahaan P2P lending, dimana hasil SEM ini dimanfaatkan untuk menguji hipotesis yang telah dibuat sebelumnya. Dengan penelitian ini diharapkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan teknologi tanda tangan elektronik di layanan P2P lending dapat diketahui sehingga membantu para perusahaan penyedia tanda tangan elektronik mengembangkan strategi pemasaran yang tepat untuk teknologi tanda tangan elektronik.

The development of financial technology has resulted in a form of innovation to online peer-to-peer lending services (p2p lending), where one form of efforts to guarantee agreements and transactions of online p2p lending is done securely by using digital signature technology. This study discusses the faktors that influence the acceptance of digital signature technology in members of Indonesian P2P Lending Company Associations (AFPI). The SEM (Structural Equation Modeling) method was used to analyze data from the management board of p2p lending companies as the sample and the SEM results were used to test hypotheses that had been made previously. With this research, it is expected that the faktors that influence the acceptance of digital signature technology in peer to peer lending services can be identified thus helping digital signature provider to develop marketing strategies based on the identified faktors"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Karimah
"Tanda tangan elektronik merupakan salah satu alat bukti elektronik yang merupakan perluasan dari alat bukti sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 164 HIR/284 RBg. Dasar hukum dari suatu tanda tangan elektronik ini yakni dengan keluarnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 khususnya dalam Pasal 11 dan 12. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, tanda tangan elektronik merupakan suatu alat bukti yang sah dan dapat digunakan di Persidangan dalam menyelesaikan sengketa. Namun, dalam penerapannya bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan karena masih banyaknya berbagai pihak yang merasa bahwa penggunaan tanda tangan elektronik ini dirasa kurang aman untuk menjamin keutuhan dan keautentikan suatu dokumen elektronik. Selain itu, dalam penggunaanya para pihak juga dikenakan biaya yang mana hal ini juga menjadi salah satu faktor lain dari hambatan-hambatan tersebut. Dalam Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik tersebut dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa elektronik langkah pertama yakni diselesaikan dengan metode non-litigasi atau diluar peradilan. Salah satu contoh kasus yang menggunakan bukti tanda tangan elektronik berupa kode one time password yang merupakan suatu kode rahasia dan hanya akan dikirimkan kepada pihak yang bersangkutan saja dan dapat digunakan sebagai alat autentikasi dan verifikasi atas suatu informasi elektronik. Kode one time password merupakan salah satu jenis tanda tangan elektronik yang dibuat tanpa adanya sertifikat elektronik, namun meskipun demikian tetap memiliki nilai pembuktian yang kuat apalagi jika diakui oleh para pihak ataupun menghadirkan ahli dibidangnya.

Electronic signature is one of the electronic evidence that is an extension of the evidence as mentioned in article 164 HIR / 284 RBg. The legal basis of an electronic signature is that with the issuance of the Electronic Information and Transaction Law Number 11 of 2008, especially in Articles 11 and 12. Based on these Laws, the electronic signature is a valid evidence and can be used in the Conference in resolve disputes. However, in its implementation it is not an easy thing to do because there are still many parties who feel that the use of electronic signatures is felt to be insecure to guarantee the integrity and authenticity of an electronic document. In addition, in the use of the parties are also charged fees which is also one of the other factors of these barriers. In the Electronic Information and Transaction Law it is explained that the settlement of electronic disputes is the first step that is resolved by non-litigation method or out of court. One example of a case that uses electronic signature proof is acode one time password which is a secret code and will only be sent to the relevant parties and can be used as an authentication and verification tool for an electronic information.code One time password is one type of electronic signature made in the absence of an electronic certificate, but even so still have evidentiary value if moreover recognized by the parties or bring skilled in the art."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghnia Nabila Risto
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris terhadap Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas yang didasarkan pada kuasa penghadap yang tidak sah dan menimbulkan sengketa ke pengadilan dalam Putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor 27/Pdt.G/2018/PN.Son. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas (PT) yang dibuat Notaris dinyatakan tidak sah oleh Majelis Hakim karena isinya dinilai menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini ialah keabsahan Akta Berita Acara RUPS PT yang didasarkan pada kuasa penghadap yang tidak sah, peran dan tanggung jawab Notaris terhadap Akta Berita Acara RUPS PT yang didasarkan kuasa penghadap yang tidak sah. Tipologi penelitian ini bersifat eksplanatoris, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan (library research) berupa studi dokumen. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah keabsahan Akta Berita Acara RUPS PT yang didasarkan pada kuasa penghadap yang tidak sah adalah Akta Berita Acara RUPS PT menjadi tidak sah. Peranan Notaris terhadap Akta Berita Acara RUPS PT yang didasarkan pada kuasa penghadap yang tidak sah adalah Notaris tidak memeriksa kewenangan bertindak penghadap, tidak menghitung kuorum RUPS dan tidak melakukan penyuluhan hukum kepada penghadap terkait pembuatan Akta BA RUPS PT, Tanggung jawab Notaris terhadap Akta Berita Acara RUPS PT yang didasarkan pada kuasa penghadap yang tidak sah meliputi tanggung jawab perdata, pidana, administrasi dan kode etik.

This thesis discusses the Notary's responsibility for the Deed of Minutes of the General Meeting of Shareholders (GMS) which based on an invalid power of attorney and raises a dispute to the court in the Sorong District Court Decision Number 27/Pdt.G/2018/PN.Son. The Deed of Minutes of the GMS made by a Notary is declared invalid by the Panel of Judges because its contents are considered to violate the provisions of the legislation. The issues raised in this thesis are validity of Deed of Minutes of the GMS which is based on invalid power of attorney, the role and responsibilities of Notary to the Deed of Minutes of GMS which based on an invalid power of attorney. The typology of this research is explanatory, the type of research used is normative legal research (normative juridical). Technical data collection is obtained by means of library research in the form of document studies. Data analysis uses qualitative analysis The result of this research are the invalidity of the Deed of Minutes of GMS which based on an invalid power of attorney. The role of the Notary in the Deed of Minutes of the GMS which based on an invalid power of attorney is the Notary does not examine the authority to act of appearers before GMS, does not examine the quorum of the GMS and does not provide legal counseling to the appearers regarding the holding of the GMS. The Notary's responsibilities for the Deed of Minutes of the PT GMS which is based on invalid power of attorney include civil, criminal, administrative and code of ethics responsibilities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Daifinah
"Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dengan agenda perubahan Direksi Perseroan seharusnya dilaksanakan berdasarkan tata cara yang terdapat dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dan Anggaran Dasar Perseroan (AD Perseroan). Tidak jarang dalam pelaksanaannya, ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan AD Perseroan tidak dilaksanakan atau dilanggar sehingga memicu timbulnya gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena merugikan pihak yang terkait. Penelitian ini membahas mengenai pertimbangan hakim atas keabsahan Akta Berita Acara RUPS yang dibuat oleh Notaris dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1302 K/PDT/2021 ditinjau dari peraturan perundangundangan dan AD Perseroan serta tindakan perseroan untuk memperbaiki data perseroan di administrasi hukum umum (AHU) online terhadap akta yang dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 1302 K/PDT/2021. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dengan tipologi penelitian eksplanatoris analitis. Hasilnya adalah pertimbangan hakim dalam menilai keabsahan akta RUPSLB mencari dan menemukan kesesuaian akta dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta AD Perseroan sebagai ketentuan yang lebih khusus. Sedangkan, tindakan perseroan dalam memperbaiki data Perseroan di AHU online berupa: (i) permohonan surat pembatalan SP3DP di Kemenkumham RI atau (ii) pelaksanaan RUPS oleh Perseroan dengan agenda pengangkatan Direksi dan Komisaris yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan AD Perseroan.

The Extraordinary General Meeting of Shareholders (EGMS) with the agenda of changing the Company's Board of Directors should be held based on the procedures contained in Law no. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies (LLC Law) and the Company's Articles of Association. Not infrequently in its implementation, the provisions contained in the regulations and Articles of Association are not implemented or violated, thus triggering a civil lawsuit of Unlawful Acts because it harms the parties involved. This study discusses the judges' considerations on the validity of the Deed of Minutes of the GMS made by a Notary in the Supreme Court Decision Number 1302 K/PDT/2021 in terms of the regulations and the Articles of Association and the company's actions to correct the company's data in the online general law administration (AHU Online) against the deed that was canceled by the Supreme Court's Decision Number 1302 K/PDT/2021. This research is a normative juridical research using secondary data with an analytical explanatory research typology. The result is that the judge's consideration in assessing the validity of the EGMS deed seeking and finding the deed's conformity with the applicable regulations and taking into account the Articles of Association as a more specific regulation. Meanwhile, the company's actions in correcting the Company's data in online AHU are in the form of: (i) requesting a letter of cancellation of SP3DP at the RI Kemenkumham or (ii) the Company holding a GMS with the agenda of appointing Directors and Commissioners who meet the provisions of the regulations and the Company's Articles of Association."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>