Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98297 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shahnaz Safitri
"Di Indonesia, terdapat pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf. Ta’aruf adalah proses perkenalan berdasarkan nilai agama Islam berupa adanya batasan durasi perkenalan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan tidak diperkenankan adanya kontak fisik. Proses ta’aruf juga mensyaratkan adanya mediator bagi calon pasangan untuk berkenalan. Sementara itu diketahui bahwaand religiusitas individu dan durasi mengenal pasangan sebelum menikah berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada masyarakat Barat. Berdasarkan studi literatur, belum ada penelitian yang melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan dalam konteks pernikahan melalui ta’aruf.
Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada 62 individu yang menikah melalui ta’aruf. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan campuran (F = 3,569, p < 0.05, two-tailed.) Analisis data tambahan menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan independen (F = 3,807, p < 0.05, two-tailed.) pada pria yang ta’aruf, sementara tidak demikian pada subjek penelitian wanita (F = 2,943, p > 0.05, two-tailed.)

In Indonesia, there are couples who got married through the process of ta'aruf. Ta'aruf is acquaintanceship process based on the value of Islam which limit the duration of introductions and interactions between men women with no physical contact allowed. Ta'aruf also requires a mediator for the prospective couples to get acquainted. It is known that individual religiosity and acquaintance duration before marriage are associated with marital satisfaction. Previous research suggests that there are differences in marital satisfaction by couple types in Western society. However, there are no studies that look at the comparison of marital satisfaction by couple types in the context of marriage through ta'aruf.
This study aims to compare the marital satisfaction by couple types in 62 individuals who are married through ta'aruf. The results showed there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated, and mixed couples (F= 3.569, P<0.05, two-tailed.) Additional data analysis showed that there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent (F = 3.807, p <0.05, two-tailed.) among men who did ta'aruf. In contrast, there were no significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent among women ( F = 2.943, p> 0.05, two-tailed.)"
2014
S54541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Bilqisthi
"Di Indonesia, terdapat fenomena ta?aruf (perjodohan muslim Indonesia). Hal yang membedakan ta?aruf dengan perjodohan lainnya adalah landasan proses ini berdasarkan keyakinan agama, bukan budaya ataupun alasan ekonomi. Studi mengenai pasangan pernikahan yang melalui perjodohan, termasuk ta?aruf masih sedikit jika dibandingkan pernikahan romantic love. Berdasarkan studi literatur, komitmen dan kepuasan pernikahan merupakan prediktor kesuksesan pernikahan. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara kedua variabel tersebut dalam konteks pernikahan ta?aruf. Maka peneliti melakukan penelitian yang melihat hubungan kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan pada 131 individu yang menikah melalui ta?aruf. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan pernikahan dengan komitmen personal (r = 0,423, p < 0.01, one-tailed.) dan juga antara kepuasan pernikahan dengan komitmen moral (r =0.330, ,p < 0.01, one-tailed). Namun, ternyata tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen struktural dan kepuasan pernikahan (r = 0,074, p > 0.01)

In Indonesia , there are ta'aruf phenomenon ( Indonesian Muslim matchmaking ) . The differences between ta'aruf with other matchmaking is the cornerstone of this process is based on religious beliefs, not cultural or economic reasons. Studies with arranged marriage participant, including ta'aruf, are less when compared to romantic love marriage. Based on the literature study, commitment and marital satisfaction is a predictor of marriage success. However , no studies have looked at the relationship between the two variables in the context of ta'aruf. So the researcher conducted a study to see the relationship between marital satisfaction and commitment in 131 married individuals through ta'aruf. The results show that there is a positive and significant relationship between marital satisfaction with personal commitment ( r = 0.423 , p < 0.01 , one-tailed) And also between marital satisfaction with moral commitment ( r = 0.330 , p < 0.01 , one-tailed). However, it turns out there is no significant relationship between structural commitment and marital satisfaction ( r = 0.074 , p > 0.01)"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sania Gina Andrea
"Di Indonesia, terdapat fenomena ta?aruf di kalangan Muslim sebagai salah satu dari berbagai hasil adaptasi sistem perjodohan yang sedang berkembang saat ini. Ta?aruf adalah proses perkenalan menuju pernikahan berdasarkan nilai agama Islam. Pernikahan melalui ta?aruf tidak didahului dengan proses berpacaran dan ada peran pihak ketiga yang terlibat mengatur proses menuju pernikahan untuk membatasi interaksi antara pria dan wanita. Berdasarkan studi literatur, religiositas telah ditemukan berasosiasi dengan tingginya komitmen pernikahan pada individu. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara kedua variabel tersebut dalam konteks pernikahan melalui ta?aruf. Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara religiositas dan komitmen pernikahan pada 205 individu yang menikah melalui ta?aruf. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religiositas dan komitmen personal (r = 0.245, p < 0.01, one-tailed), antara religiositas dan komitmen moral (0.181, p < 0.01, one-tailed), dan juga antara religiositas dan komitmen struktural (r = 0.204, p < 0.01, one-tailed).

In Indonesia, there is ta?aruf phenomenon in Muslims as one of adaptation of various kinds of arranged marriage system that is currently developing. Ta?aruf is acquaintanceship process based on the values of Islam. Marriage through ta?aruf is not initiated with dating process and there is the third party who in charge to set the process leading towards marriage to limit the interactions between man and woman. Based on the literature study, religiosity was found to be associated with increased marital commitment in individuals. However, there were no studies that examined the relationship between the two variables in the context of ta?aruf. This study aims to examine the relationship between religiosity and marital commitment in 205 individuals who are married through ta?aruf. The results show that there is a positive and significant relationship between religiosity and personal commitment (r = 0.245, p < 0.01, one-tailed), between religiosity and moral commitment (0.181, p < 0.01, one-tailed), and also between religiosity and structural commitment (r = 0.204, p < 0.01, one-tailed)."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Awalia Absyarina
"ABSTRACT
Penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diperlukan pada awal kehidupan pernikahan. Beberapa contoh kebiasaan yang berbeda antara pasangan, masalah seksual, kehadiran anak-anak dan keterlibatan orang tua juga bisa menjadi konflik yang membutuhkan penyesuaian dengan pasangan. Ada perbedaan dalam proses memilih jodoh sebelum menikah, perbedaan dalam hal-hal yang dianggap penting dalam pernikahan, diduga dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan dengan individu yang menikah dengan cinta perkawinan dan individu yang menikah dengan ta'aruf (diatur menikah). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penyesuaian perkawinan antara individu yang menikah dengan pernikahan cinta dan individu yang menikah dengan ta'aruf (perjodohan). Peserta adalah 155 orang yang menikah dengan ta'aruf dan 153 orang yang menikah dengan cinta pernikahan. Uji t sampel independen menunjukkan ada perbedaan yang signifikan penyesuaian pernikahan antara individu yang menikah dengan ta'aruf (M = 128,57, SE = 1,450) dan individu yang menikah dengan pernikahan cinta (M = 122,98, SE = 1,616) dengan t (289) = -2.576, p <0,05, d = 0,45. Tetapi hasilnya juga menunjukkan bahwa kedua kelompok menunjukkan skor rata-rata yang cukup tinggi.

ABSTRACT
Research shows that adjustments are needed early in married life. Some examples of different habits between partners, sexual problems, the presence of children and parental involvement can also be conflicts that require adjustment to a partner. There are differences in the process of choosing a mate before marriage, differences in things that are considered important in marriage, allegedly can affect marital adjustment with individuals who are married to marital love and individuals who are married to ta'aruf (arranged marriage). The purpose of this study is to compare marital adjustments between individuals who are married with a love marriage and individuals who are married to ta'aruf (matchmaking). Participants were 155 people who were married to ta'aruf and 153 people who were married with a love marriage. Independent sample t test shows that there is a significant difference in marriage adjustment between individuals who married ta'aruf (M = 128.57, SE = 1.450) and individuals who married a love marriage (M = 122.98, SE = 1.616) with t (289) = -2,576, p <0.05, d = 0.45. But the results also showed that both groups showed a high average score."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azti Arlina
"Penelitian ini mendekskripsikan proses adaptasi antar budaya pada pasangan yang menikah melalui proses ta'aruf. Setiap individu yang menjalani proses ta'aruf tentu memiliki konsekuensi, seperti adanya ketidakpastian dan suliatnya beradaptasi, ditambah lagi dengan rumitnya pengelolaan konflik. Penelitian ini menggunakan paradigman konstruktivis, dengan pendekatan kualitatif, strategi fenomenologi, serta bersifat deskriptif. Proses pengumpulan data melalui wawancara mendalam, dengan menggunakan teori budaya, adaptasi budaya, konsep diri, pengurangan ketidakpastian, dan konflik. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa latar belakang budaya, seperti latar belakang pendidikan dan asal negara individu memiliki kontribusi dalam proses adaptasi dan pengelolaan konflik.

This Study describes the process og intercultural adaptation in married couples through the ta'aruf process. Every individual does the ta'aruf process certainly have consequences, such as uncertainty, difficulty of adapting and managing conflict. This study uses a constructivist paradigm, with a qualitative approach, the strategy phenomenology, as well as descriptive. The process of collecting data is in-dept interviews, using the theory of culture, cultural adaption, self concept, uncertainty, and conflict. The results of this study that background culture such as educational and country have contribute to the adaption process and conflict management."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Maghfirah Faisal
"Setiap tahun jumlah wanita yang bekerja terus meningkat sedangkan jumlah wanita yang mengurus rumah tangga semakin menurun. Hal ini membuat jumlah pasangan suami istri pencari nafkah ganda juga meningkat. Pada tahun 2014, jumlah pasangan pencari nafkah ganda di Indonesia ialah sebanyak 51,2%, sementara jumlah pasangan pencari nafkah tunggal ialah sebanyak 39,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kepuasan pernikahan antara suami/istri dari pasangan pencari nafkah ganda dan suami/istri dari pasangan pencari nafkah tunggal, serta perbandingan kepuasan pernikahan antara suami dan istri pada pasangan pencari nafkah ganda dan tunggal. Sebanyak 368 orang suami/istri berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara suami/istri dari pasangan pencari nafkah ganda dan pencari nafkah tunggal; dan tidak terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara suami dan istri baik pada pasangan pencari nafkah ganda maupun tunggal. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa status pekerjaan istri tidak berdampak pada kepuasan pernikahan. Selain itu, secara umum skor rata-rata kepuasan pernikahan partisipan berada di level yang tinggi. Hal ini terjadi karena budaya kolektivis di Indonesia serta berbagai faktor yang menguntungkan kedua kelompok partisipan, seperti kesamaan latar belakang dengan pasangan, usia pernikahan, dan jumlah anak.

Every year, the number of working woman increases, meanwhile the number of housewife decreases. This condition caused the increase in the number of dual-earner couple. In 2014, the number of dual-earner couple in Indonesia is 51,2%, while the number of single-earner couple is 39,9%. This research is aimed to investigate the comparison of marital satisfaction between husband/wife from dual-earner and single-earner couples; as well as comparison of marital satisfaction between husband and wife from dual- and single-earner couples. There are 368 husbands/wives who participated in this research. The results show that there is no significant difference in marital satisfaction between husband/wife from dual-earner and single-earner couples; and there is no significant difference in marital satisfaction between husband and wife in dual-earner and single-earner couples. Hence, we can conclude that wife’s working status does not affect marital satisfaction. In general, mean score of marital satisfaction among all participants is high. This condition occurred because of collectivism in Indonesia as well as various factors that is beneficial for both groups of participant, such as background similarity with couple, length of marriage, and number of children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnita Chairunnisa
"ABSTRAK
Studi sebelumnya menemukan bahwa karakteristik perkawinan pada individu yang menikah terbukti berkorelasi dengan kepuasan perkawinan. Terdapat karakteristik perkawinan yang lebih dianggap penting oleh individu terhadap kepuasan perkawinannya. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara karakteristik perkawinan dengan kepuasan perkawinan pada pernikahan berdasarkan agama (ta aruf). Partisipan pada penelitian merupakan 200 individu yang menikah melalui pernikahan berdasarkan agama (ta aruf) dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara daring melalui google forms. Karakteristik perkawinan diukur dengan CHARISMA dan kepuasan perkawinan diukur dengan CSI yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara karakteristik perkawinan dengan kepuasan perkawinan (r = 0,381, p<0.01, 2-tailed) pada individu yang menikah melalui ta aruf dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Hasil penelitian ini memberikan temuan baru mengenai karakteristik perkawinan apa yang berhubungan dengan kepuasan perkawinan pada individu yang menikah, khususnya perkawinan melalui perjodohan (taaruf) di Indonesia.

ABSTRACT
Previous study has found that the marita characteristics has correlation with marital satisfaction. There is a characteristics of marriage which is considered more important by married individual on their marriage life. This research is aiming to see the correlation between characteristics and satisfaction of a marriage that has occurred based on religion (ta aruf). Respondents are 200 persons who have been married through an arranged based marriage process (ta aruf) with age of marriage between 1 to 5 years. Data collection was done by distributing questionnaire online with google forms. The characteristics is measured by CHARISMA and marital satisfaction with CSI which have been translated into Indonesian. The result is showing there is a significant positive correlation between marital characteristics and marital satisfaction (r=0,381, p<0.01, 2-tailed) on a person who is married through an arranged-based marriage, aged from 1 to 5 years old. This also bringing new point related to marital satisfaction on an individual that is doing marriage, especially on a marriage through an arranged-based marriage in Indonesia (ta aruf)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fath Fatheya
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat pengaruh status pencari nafkah dalam keluarga tunggal atau ganda dan tipe pasangan traditional, independent, separated, dan mixed terhadap kepuasan pernikahan pasangan yang tinggal serumah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 224 individu. Pada penelitian ini, ditemukan adanya pengaruh utama yang signifikan antara tipe pasangan dan kepuasan pernikahan F 1,3 = 10,425; nilai p < 0,05; ? 2=0,117 . Sedangkan, untuk tipe pencari nafkah tidak ditemukan adanya pengaruh utama yang dignifikan terhadap kepuasan pernikahan F 3,1 = 0,231; nilai p > 0,05; ? 2=0,001 . Untuk efek interaksi atas tiga variabel yang digunakan, tidak ditemukan adanya efek interaksi yang siginifikan antara status pencari nafkah dan tipe pasangan terhadap kepuasan pernikahan F 1,3 =1,050; p > 0,05; ? 2=0,013 . Skor rata-rata pasangan pencari nafkah tunggal dan ganda tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa status pencari nafkah tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan pernikahan. Dari keempat tipe pasangan, ditemukan bahwa tipe pasangan traditional memiliki skor rata-rata kepuasan pernikahan yang paling tinggi dibandingkan tipe lainnya. Di sisi lain, tipe pasangan separated ditemukan memiliki skor rata-rata kepuasan pernikahan yang paling rendah diantara tipe pasangan lainnya. Interdependensi antara suami-istri dan komunikasi penyelesaian konflik menjadi aspek yang penting dalam menentukan tingkat kepuasan pernikahan.

This study aims to see the influence of the earner status in the family single or dual and the couple types traditional, independent, separated, and mixed to marital satisfaction of married couples who live together in Indonesia. In this study, there was found a significant main effect between couple type and marital satisfaction F 1,3 10,425 p value 0.05 2 0.001 . There was no significant interaction effect between earner status and couple types to marital satisfaction F 1,3 1,050 p 0,05 2 0,013 . The average score between single and dual earners did not have a significant difference. Among the four couple types, it was found that the traditional type had the highest average score of marital satisfaction compared to other types. On the contrary, separated couple found to have the lowest average marital satisfaction score among the others. These results are in accordance with previous studies about couple types. Interdependence and communication of conflict resolution between couples becomes an important aspect in determining the level of marital satisfaction of couples in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Yudi Putra Wibawa
"Penelitian ini membahas mengenai keabsahaan pengalihan harta bersama dengan isteri pertama melalui persetujuan isteri kedua dalam akta jual beli tanah serta implikasinya terhadap pembeli tanah yang bersangkutan sebagaimana hal tersebut terjadi dalam perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 2273K/PDT/2021. Secara garis besar harta bersama A berupa tanah telah dialihkan oleh almarhum suaminya semasa hidupnya tanpa persetujuan A tetapi dengan persetujuan isteri lain secara dibawah tangan yang melampirkan akta nikah dan akta-akta lainnya, namun A tidak pernah mengetahui perkawinan tersebut. A mengajukan gugatan terhadap C karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan Akta Jual Beli batal demi hukum, namun Majelis Hakim menolak gugatan. Dalam membahas permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan analisis kualitatif. Adapun pembahasan yang diperoleh yaitu keabsahan pengalihan tanah SHM Nomor 2588 terkesan menggantung, di satu sisi Majelis Hakim menyatakan A berhak atas tanah SHM Nomor 2588 sedangkan Majelis Hakim menyatakan harus ada putusan pengadilan yang menyatakan terjadi pemalsuan terhadap identitas penjual tanah SHM Nomor 2588 dan merekomendasikan menggugat kepada penjual yang tidak berhak, akan tetapi penjual yaitu suaminya telah meninggal, yang semestinya Majelis Hakim menangguhkan pemeriksaan perkara untuk diteruskan kepada pejabat yang berwenang menuntut dugaan pemalsuan tersebut berdasarkan Pasal 138 Ayat (7) HIR dan Pasal 138 Ayat (8) HIR untuk mengetahui pihak yang harusnya digugat oleh A. Kepada C diberikan perlindungan hukum karena telah beritikad baik dalam membeli obyek jual beli tanah yang sesuai dengan prosedur/tata cara yang berlaku sehingga jual beli dianggap sah.

This research discusses the legality of transferring joint asset with the first wife through the consent of the second wife in the deed of sale and purchase of the land and the implications for the purchaser of the land that happened in a case decided by the Supreme Court through Decision Number 2273K/PDT/2021. A's joint asset in the form of the land was transferred by her late husband during his lifetime without A's consent but with the consent of another wife who attached a marriage certificate and other certificates, but A never knew about the marriage. A filed a lawsuit against C because he had committed an unlawful act and declared the sale and purchase deed null and void, but the Judges rejected the lawsuit. In discussing these problems using doctrinal research method with qualitative analysis. The results of this research are the validity of the transfer of the land of SHM Number 2588, the Judges stated that A had the right of the land of SHM Number 2588, while the Judges stated that there must be a court decision stating that there was falsification of the identity of the seller of the land of SHM Number 2588 and recommending suing the seller who is not have the right, but the seller, namely her husband, had died, the Judges should have postponed the examination of the case to be forwarded to the official authorized to prosecute the alleged forgery based on Article 138 Paragraph (7) HIR and Article 138 Paragraph (8) HIR to find out which party should be sued by A. C is given legal protection because he has good faith in buying the land of SHM Number 2588 with the procedures, so that the sale and purchase are considered valid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kepuasan perkawinan merupakan kepuasan subyektif pasan-
gan suami isteri terhadap perkawinan mereka baik secara
keseluruhan maupun terhadap aspek-aspek yang spesifik dari
hubungan perkawinannya.
Ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan
perkawinan. Duvall dan Miller (1985) mengelompokan faktor-
faktor itu ke dalam 2 kelompok, yaitu premarital factors
(faktor-faktor sebelum menikah) dan post marital factors
(faktor-faktor setelah menikah). Namun diantara kedua kelom-
pok itu menurut mereka yang lebih penting adalah faktor-
faktor setelah menikah. Dari sejumlah faktor-faktor setelah
menikah tersebut, kepribadian merupakan salah satu faktor
yang berperanan penting dalam mempengaruhi tingkat kepuasan
perkawinan pasangan.
Sehubungan dengan hal itu, Fitts (1971) mengungkapkan
bahwa unsur dasar yang berpengaruh terhadap pola kepribadi-
an seseorang adalah konsep diri. Konsep diri merupakan
konstruk sentral untuk memahami manusia dan tingkah lakunya.
Sejalan dengan Fitts, Donald Felker (1974) menyatakan
bahwa konsep diri merupakan kerangka acuan bagi individu
dalam berinteraksi dengan dunianya, sehingga sangat mempen-
garuhi kualitas tingkah laku dan metode penyesuaian individu
dalam menghadapi situasi kehidupannya.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana hubungan antara konsep diri dan kepuasan perkawi-
nan. Karena subyek penelitian ini adalah isteri bekerja
dan isteri tidak bekerja, maka selanjutnya ingin diteliti
bagaimana konsep diri dan kepuasan perkawinan, masing-
masing, pada kelompok isteri bekerja dan kelompok isteri
tidak bekerja serta bagaimana pengaruh konsep diri dan
status kerja --bekerja dan tidak kerja-- terhadap kepuasan
perkawinan. Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertu-
juan untuk memaparkan gejala yang diteliti, dalam hal ini
tidak dilakukan uji hipotesa.
Subyek penelitian adalah 120 orang yang terdiri dari 80
orang isteri yang bekerja dan 40 isteri yang tidak bekerja.

Alat yang digunakan adalah kuesioner kepuasan perkawi-
nan, dan skala konsep diri.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan konsep
diri yang signifikan antara kelompok isteri bekerja dan
kelompok isteri yang tidak bekerja. Selain itu juga tidak
ada hubungan yang signifikan antara status kerja dengan
kepuasan perkawinan. Bila dilihat pengaruh status kerja dan
konsep diri secara bersamaan, ternyata tidak ada pengaruh
yang signifikan dari kedua variabel tersebut terhadap kepua-
san perkawinan.
Mengenai konsep diri dalam hubungannya dengan kepuasan
perkawinan, ternyata hanya beberapa aspek saja yang berko-
relasi positif yaitu: aspek 'identity self' dan 'physical
self'. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang signifi-
kan dengan kepuasan perkawinan , artinya semakin tinggi
'identity self' dan 'physical self' pada diri subyek maka
semakin tinggi pula kepuasan perkawinan seseorang, sebalik-
nya semakin rendah kedua aspek tersebut maka akan semakin
tidak puas ia terhadap perkawinannya.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>