Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187241 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Maura Saputra
"Telah diketahui bahwa stres merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Temporomandilbular Disorders (TMD). Namun selama ini belum ada studi pada individu dengan stres kerja tinggi (misalnya akuntan).
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara intensitas dan frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode potong lintang yang dilakukan pada 116 akuntan berusia 21-50 tahun di Jakarta. Subjek diminta mengisi dua jenis kuesioneir, yang pertama adalah Kuesioner Job Stress Survey (JSS) untuk mendiagnosis tingkat intensitas dan frekuensi stres kerja, yang kedua adalah Indeks Diagnostik TMD untuk mendiagnosis TMD. Kemudian dilakukan tabulasi silang antara tingkat intensitas dan tingkat frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD.
Hasil penelitian: Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif (p = 0,003). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif (p = 0,032).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara intensitas stres kerja dan frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif.

It is known that stress is one of the risk factor for Temporomandibular Disorders (TMD). But study on person with high level of job stress (for example accountants) has not been done.
Objectives: The aim of this study was to know the relationship between intensity and frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age.
Methods: A cross sectional study was performed towards 116 accountants aged 21-50 in Jakarta. The subjects were asked to fill two kinds of questionnaire, the first was Job Stress Survey questionnaire (JSS) to examine the intensity and frequency level of job stress, the other was TMD Diagnostic Index to assess the TMD. A cross tabulation was done between the intensity level and also the frequency level of job stress and the TMD occurrence.
Results: Fisher’s Exact test result showed that there was relationship between intensity of job stress and the occurrence of TMD in productive age (p = 0,003). Chi square test result showed that there was relationship between frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age (p = 0,032).
Conclusion: There is relationship between intensity and frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastasia
"Stres sudah menjadi masalah kesehatan secara global karena dampaknya terhadap kesehatan. Penelitian tentang stres yang dialami pengasuh di panti jompo di Indonesia belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran stres pengasuh di beberapa panti jompo di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan karakteristik pengasuh, status psikologis pengasuh, karakteristik lansia dan panti jompo serta faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dari bulan Desember 2012 - Januari 2013. Penelitian menggunakan total sampling berjumlah 57 orang.
Penelitian menunjukkan prevalensi stres sebesar 77,2%. Kebanyakan pengasuh berumur ≥ 34 tahun (50,9%), berjenis kelamin laki-laki (59,6%), tinggal di wilayah Jakarta (68,4%), menempati rumah sendiri (36,8%), tamat SMA (64,9%), sudah menikah (75,4%), memiliki anak ≥ 2 (54,4%), berpendapatan tinggi (50,9%) dan berpengeluaran tinggi (50,9%), melakukan strategi koping adaptive (94,7%) dan merasa puas (78,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1%, yang mengasuh selama ≥ 4 jam per hari sebanyak 52,6%. Kebanyakan pengasuh tidak memiliki jadwal kerja malam yang rutin (68,4%) dan tidak pernah mengikuti pelatihan khusus mengasuh lansia (50,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1% dan rata-rata jumlah lansia demensia yang diasuh adalah 11 lansia, lansia demensia yang paling banyak diasuh adalah lansia demensia berumur > 70 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Sementara faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh adalah kepuasan bekerja (nilai p = 0,05).
Kesimpulannya, stres pengasuh di panti jompo cukup tinggi dan berhubungan dengan kepuasan bekerja.

Stress has become a global health problem because of its impact on health. Research on the stress experienced by caregivers in nursing homes has not been done. The purpose of this research is to describe stress of caregivers in nursing homes in Province of DKI Jakarta based on the characteristics of caregiver, psychological status of caregiver, characteristics of the elderly and nursing home and factors related to stress of caregiver. The research design used was cross sectional from December 2012 - January 2013. Research using total sampling amounted to 57 people.
Research shows the prevalence of stress amounted to 77,2%. Most caregiver ≥ 34 years (50.9%), male (59.6%), living in Jakarta (68,4%), living in their own home (23%), finished high school (64,9%), married (75.4%), having child ≥ 2 (54.4%), high-income and high expenses (50.9%), do adaptive coping strategy (94,7%) and feel satisfied (78,9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1%, caring ≥ 4 hours per day was 52.6%. Most caregiver also does not have regular night work schedule (68,4%) and never follow a special training in caring for the elderly (50.9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1% and the average number of elderly dementia that is taken care of is 11 elderly, elderly dementia who the most widely taken care of are elderly dementia with age > 70 years and women are the most. While factors related to stress of caregivers is the satisfaction of working (p = 0.05).
In conclusion, the stress of caregivers in nursing homes is quite high and is associated with the satisfaction of working.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisma Adiwibawa
"ABSTRAK
Pilot merupakan pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi. Sebagai orang yang
memiliki tanggung jawab besar terhadap keselamatan penerbangan usaha untuk
mengurangi stres pada pilot perlu dilakukan karena dapat mengganggu kinerja
pilot. Psychological capital (PsyCap), yang terdiri dari self-efficacy, hope,
resiliency, dan optimism ditemukan berhubungan negatif dengan stres kerja
(Avey, Luthans, & Jensen, 2009). Di sisi lain, Cavanaugh, Boswell, Roehling, dan
Boudreau (2000) menemukan ada dua jenis stres kerja, yaitu stres kerja akibat
sumber stres yang menantang (challenge stressor) dan stres kerja akibat sumber
stres yang menghambat (hindrance stressor) yang disebut stres kerja dua dimensi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan arah hubungan antara
PsyCap dan kedua dimensi dari stres kerja tersebut. Hasil penelitian ini
mendapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara PsyCap dan kedua
dimensi stres kerja. Meskipun demikian, komponen resiliency dari PsyCap
ditemukan memiliki hubungan negatif yang signifikan pada dimensi challenge
dan dimensi hindrance hindrance dari stres kerja

ABSTRACT
Pilot is a job with high stress level. As a personnel who has great responsibility
towards aviation safety, effort to reduce pilots’ stress needs to be done because
it can interfere with the pilots’ performance. Psychological capital (PsyCap),
which consists of self-efficacy, hope, esiliency, and optimism was found
negatively related to job stress (Avey, Luthans, & Jensen, 2009). On the other
hand, Cavanaugh, Boswell, Roehling, and Boudreau (2000) found there are two
types of job stress, stress caused by challenging stressors and stress caused
hindrance stressors, which is called two-dimensional job stress. This study
aimed to investigate the relationship and the direction of the relationship
between PsyCap and two dimensions of the job stress. The results of this study
showed that the relationship between PsyCap and both dimensions of job stress
was non-significant. However, resiliency as one component of PsyCap was
found to have a significant negative relationship with both dimension of job
stress."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Aulia Kamal
"ABSTRAK
Latar belakang: Gangguan diluar pendengaran yang disebabkan oleh bising adalah stres kerja. Dimana intensitas bising yang masih dibawah NAB dapat menimbulkan persepsi stres kerja pada sebagian orang, hal inilah yang disebut sebagai bising subyektif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan bising subyektif dengan persepsi stres pekerja menggunakan skor skala persepsi stres atau Perceived Stress Scale (PSS) serta faktor-faktor lain pada pekerja PT K di Jakarta.
Metode penelitian: Penelitian menggunakan metode potong lintang dengan sampel purposif pada pekerja PT K di Jakarta. Data dikumpulkan melalui hasil medical check up dan pengisian kuesioner PSS. Subyek penelitian mempunyai kriteria inklusi bersedia menjadi responden dan bekerja di main office yang terpajan bising dibawah 85 dB. Kriteria eksklusinya adalah pekerja yang telah didiagnosa menderita gangguan jiwa stres dan penyebab stres telah diketahui.
Hasil: Diantara 107 pekerja main office, terdapat 96 orang pekerja yang bersedia menjadi responden. Analisa dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney pada pekerja yang memiliki kebiasaan exercise dengan yang tidak exercise dengan nilai p = 0,090, untuk kesan bising subyektif didapatkan p=0,005 dan untuk persepsi bising subyektif didapatkan nilai p=0,051.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor PSS dengan kesan bising subyektif. Sedangkan untuk umur, jenis kelamin, status pendidikan dan pernikahan, masa kerja, jabatan, DM, Hipertensi, kebiasaan merokok, exercise, dan persepsi bising subyektif didapatkan perbedaan skor PSS namun tidak bermakna.

ABSTRACT
Background: Non hearing disorder because of noise is stress at work. Noise intensity under threshold can cause stress perception at work to some people, referred to as subjective noise exposure. This study aims to examine the relationship between subjective noise exposure and stress perception at work using score of Perceived Stress Scale Questionnaire and other factors on workers of PT K in Jakarta.
Methods: Cross sectional descriptive, conducted on 96 workers from main office. Data were collected from medical check up and Perceived Stress Scale Questionnaire. Subject have inclusive criteria were willing to become respondent and work at main office who are exposed to noise under 85 dB. Exclusive criteria were workers who have been diagnosed with stress mental disorder and cause has been known.
Results: Statistical analysis using Mann Whitney test on workers who have exercise habit with who havent give results p= 0.090, to find out if workers feel their work environment noisy or not using Mann Whitney test give result p=0.005. Meanwhile to find out if workers feel annoyed with the noise or not give results p= 0,051.
Conclusion: It can be concluded that there is a significant difference between score of Perceived Stress Scale with subjective noise impression. As for age, sex, education, marital status, years of service, position, diabetes, hypertension, smoking habits, exercise and noise subjective perception gave difference to score of Perceived Stress Scale but not meaningful.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinzi Mulamawitri
"ABSTRAK
Masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia adalah suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi apalagi dengan semakin maraknya globalisasi. Namun bertugas di luar negeri apalagi jika negara tersebut memiliki latar belakang budaya berbeda adalah hal yang tidak mudah. Selama tinggal di luar negeri, TKA akan mengalami akulturasi psikologis yaitu perubahan yang terjadi pada diri individu akibat kontak dengan budaya lain yang berlangsung secara terus menerus (Graves dalam Berry & Kim, 1988). Selama proses akulturasi inilah acap kali muncul berbagai sumber stres yang diakibatkan adanya perubahan tersebut (Berry, 1994). Adanya nilai-nilai budaya yang bertentangan antara negara asal dan negara yang didatanginya juga meningkatkan stres akulturatif yang dihadapinya (Adler, 1991). Penelitian ini akan melihat gambaran sumber stres akulturatif serta strategi coping yang dilakukan TKA Amerika ketika bekerja di Indonesia. Negara asal Amerika dipilih sebab jumlah ekspatriat terbanyak dari negara Barat berasal dari negara ini (Depnaker, 2002).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui wawancara dan observasi. Subyek yang diperoleh adalah 3 orang manajer Amerika yang telah tinggal di Indonesia selama 1,5 tahun hingga 2,8 tahun. Berbagai masalah dalam pekerjaan yang diakibatkan perbedaan budaya yang dikemukakan oleh Shuetzendorf (1989 dalam Ruky, 2000) serta permasalahan lainnya ternyata dialami oleh semua subyek. Sumber stres utama yang ditemukan pada ketiga subyek adalah adanya penekanan pada hubungan baik dan harmonitas kelompok saat bekerja daripada kinerja individu. Sumber stres lain adalah masalah kurangnya keterbukaan karyawan dalam berkomunikasi, kurangnya inisiatif karyawan dan kurangnya rasa tanggung jawab personal karyawan.
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teori Hofstede (1995), Ruky (2000) dan Koentjaraningrat (1997 dalam Ruky, 2000) maka memang terbukti bahwa masalah-masalah tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dimensi nilai dalam budaya kerja Amerika dan Indonesia yang mengganggu TK A saat melaksanakan pekerjaannya. Perbedaan utama terlihat dari dimensi individualisme dan kolektivisme antara dua negara yang saling bertentangan. Kemudian adanya kesenjangan power distance juga kerap menimbulkan berbagai masalah. Dalam penelitian ini berdasarkan strategi coping yang dikemukakan oleh Carver, Scheier & Weintraub (1989) ditemukan bahwa strategi coping yang sering digunakan semua subyek untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah strategi active coping.- Strategi emotion focused coping berbentuk acceptance juga sering digunakan secara bersamasama dengan active coping.
Adanya kesamaan latar belakang budaya Amerika dan budaya perusahaan asing tempat mereka bekerja kemungkinan mempengaruhi stressor akulturatif yang dihadapi. Untuk mendapatkan gambaran stressor akulturatif yang lebih kaya maka penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan subyek yang berasal dari berbagai negara dan bekerja untuk perusahaan dalam negeri. Saran terutama diberikan pada perusahaan agar memberikan informasi lebih lanjut tentang budaya kerja Indonesia pada TKA untuk mendorong keterbukaan terhadap budaya lain. Kegiatan konseling bagi TKA untuk mengatasi stres akulturatif juga akan sangat bermanfaat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Gede Laksmi Rahayu H.
"Stres merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pekerja. Salah satu dampak dari stres ini adalah peningkatan kadar kolesterol. Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara stres dengan kadar kolesterol pada karyawan di Fakultas Kedokteran Universitas X. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara stres dengan kadar kolesterol. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan teknik konsekutif sampling dan jumlah sampel 101 responden. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji Fischer (karena tidak memenuhi syarat Chi Square). Pengukuran nilai stres menggunakan kueisioner SRQ 20 dan kadar total kolesterol melalui pengambilan darah dan diperiksa dengan alat self test cholesterol check.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi karyawan tidak memiliki gangguan stres 92,1% dan kadar kolesterol karyawan tinggi dengan nilai ≥ 200 mg/dL sebesar 66,3%. Berdasarkan hasil uji statistika menunjukkan tidak terdapat hubungan antara stres dan peningkatan kolesterol pada karyawan (p : 1.000). Hasil ini dapat disebabkan karena tidak menggunakan pengukuran kadar LDL dan HDL. Penelitian ini menyarankan pada karyawan untuk menerapkan gaya hidup sehat dan melakukan medical check up secara rutin agar dapat menjadi sarana evaluasi kesehatan.

Stress is one of main problem faced by workers. Stress increase cholesterol level in human body. This research described about correlations between stress and cholesterol level of medical faculty employees X University. The purpose is to identify the correlations between stress and cholesterol level. Cross-sectional research was conducted in 101 sample with consecutive technic sampling. Fischer procedure were used to asses the data in this research (not eligible the Chi Square). Stress level was measured by SRQ-20 questionnaire and cholesterol level was measured by checking blood sample with self-test cholesterol check.
Result of this research showed proportion of employees don?t have any stress disorder 92,1% and proportion of cholesterol level?s employees in high level with score ≥ 200 mg/dL are 66,3%. Based on statistic analysed showed that there?s no correlations between stress and cholesterol level (p : 1.000). This was because this research didn?t measure the LDL and HDL level. It suggest to employees to have a healthy life style and do routine medical check up as an evaluation of health status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lu Lu Nurrahiimah Assyahidah
"[Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara optimisme dan stres pada mahasiwa penerima beasiswa Bidikmisi di Universitas Indonesia. Optimisme dalam penelitian ini didefinisikan sebagai sebagai keyakinan umum bahwa akan terjadi sesuatu yang baik (Schieier & Carver, 1985). Stres dalam penelitian ini merupakan keadaan yang muncul ketika individu merasa bahwa ia tidak dapat secara memadai mengatasi tuntutan yang ditunjukkan pada dirinya atau merasakan adanya ancaman terhadap dirinya (Lazarus, 1966). Life Orientation Test-Revised (Carver & Scheier, 1988) dan Perceived Stress Scale (Scheier, Carver, & Bridges, 1994) digunakan untuk mengukur optimisme dan stres mahasiswa. Dalam penelitian ini mengambil sebanyak 258 mahasiswa Bidikmisi UI dari angkatan 2014 sampai 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan dan negatif antara optimisme dan stres pada mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi.
;This correlational research was conducted to find the correlation between optimism and stress in college students with Bidikmisi scholarship at University of Indonesia. Optimisme is defined as general belief that something good will happen (Schieier & Carver, 1985) and Stress in this study is defined as a condition that arises when an individual feels that they can not adequately cope with the demands indicated on them or feel any threat against themselves (Lazarus, 1966) . Life Orientation Test-Revised (Scheier, Carver, & Bridges, 1994) and the Perceived Stress Scale (Cohen and williamson, 1988) was used to measure optimism and stress students. In this study as many as 258 students that received the Bidikmisi scholarsip in University of Indonesia was asked to partisipate. The results showed that there is a significant and negative correlation between optimism and stress on Bidikmisi scholarship recipients in UI.
;This correlational research was conducted to find the correlation between optimism and stress in college students with Bidikmisi scholarship at University of Indonesia. Optimisme is defined as general belief that something good will happen (Schieier & Carver, 1985) and Stress in this study is defined as a condition that arises when an individual feels that they can not adequately cope with the demands indicated on them or feel any threat against themselves (Lazarus, 1966) . Life Orientation Test-Revised (Scheier, Carver, & Bridges, 1994) and the Perceived Stress Scale (Cohen and williamson, 1988) was used to measure optimism and stress students. In this study as many as 258 students that received the Bidikmisi scholarsip in University of Indonesia was asked to partisipate. The results showed that there is a significant and negative correlation between optimism and stress on Bidikmisi scholarship recipients in UI.
, This correlational research was conducted to find the correlation between optimism and stress in college students with Bidikmisi scholarship at University of Indonesia. Optimisme is defined as general belief that something good will happen (Schieier & Carver, 1985) and Stress in this study is defined as a condition that arises when an individual feels that they can not adequately cope with the demands indicated on them or feel any threat against themselves (Lazarus, 1966) . Life Orientation Test-Revised (Scheier, Carver, & Bridges, 1994) and the Perceived Stress Scale (Cohen and williamson, 1988) was used to measure optimism and stress students. In this study as many as 258 students that received the Bidikmisi scholarsip in University of Indonesia was asked to partisipate. The results showed that there is a significant and negative correlation between optimism and stress on Bidikmisi scholarship recipients in UI.
]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Yuga Utami
"Penelitian ini membahas tentang intervensi psikoedukasi kepada calon TKI (Tenaga Kerja Indonesia) penata laksana rumah tangga (PLRT) (selanjutnya disebut dengan calon TKI PLRT). Calon TKI PLRT yang baru pertama kali berangkat memiliki pengetahuan yang kurang memadai baik dari segi bahasa, budaya, situasi kerja termasuk stres yang terkait situasi dan kondisi calon TKI PLRT di negara tujuan, dampaknya serta cara mengatasi stres yang baik. Di sisi lain, penyiapan calon TKI PLRT dari sisi psikologis masih kurang memadai. Oleh karena itu penelitian ini mencoba memberikan intervensi psikoedukasi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman pada calon TKI PLRT mengenai karakteristik dan situasi kerja, stres dan teknik mengatasi stres yang baik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil asesmen awal menunjukkan bahwa motivasi bekerja para calon TKI PLRT adalah faktor ekonomi, majikan menjadi sumber stres utama serta calon TKI PLRT tidak memiliki gambaran bekerja di luar negeri selain tentang perlakuan majikan terhadap mereka. Materi Psikoedukasi yang diberikan yaitu karakteristik pekerjaan PLRT, sumber stres terkait kondisi kerja, definisi, gejala, dampak stres serta coping terhadap stres. Setelah psikoedukasi, ada peningkatan pemahaman calon TKI PLRT mengenai materi karakteristik pekerjaan sebagai penata laksana rumah tangga dan teknik coping stres.

This research is about psycho-education intervention to Indonesian immigrant worker candidate as domestic worker (hereinafter called as Indonesian domestic worker candidate). Indonesian domestic worker candidate who will work abroad for the first time, do not have enough knowledge include language, culture, work situation and also stress related to situation and condition in destination country, stress effect and a good way to cope with stress. In the other hand, there are inadequate psychological preparations for Indonesian domestic worker candidate. Because of that, this research try to give psycho-education intervention which aimed to give awareness and understanding about characteristics and work situation, stress and coping stress to Indonesian domestic worker candidate.
This study is used qualitative approach. The need assessment's results show that working motivation of Indonesian domestic worker candidate is economic motive, employee as stressor and they don't have other description about working abroad beside employee's behaviors to them. The psycho-education contents are work characteristics as domestic workers, stressor related to work, definition, symptom, effect and coping stress. After psycho-education, there are increasing understandings on Indonesian domestic worker candidate related to content job characteristic as domestic worker and coping stress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T38618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Stiawati
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh role stress terhadap kinerja pegawai menggunakan metode regresi linier dan multivariate GLM dengan melibatkan 192 responden yang bertugas sebagai Account Representative dan Fungsional Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar dan Jakarta Khusus. Role stress diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Rizzo, House, dan Lirtzman pada tahun 1970, Beehr, Walsh, dan Taber pada tahun 1976, serta Price pada tahun 2001, sedangkan kinerja pegawai diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Williams dan Anderson pada tahun 1991 serta Motowidlo dan Scotter pada tahun 1994.
Penelitian ini membuktikan bahwa role stress tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai, begitu pula dengan role conflict dan role overload. Namun demikian, salah satu dimensi dari role stress, yaitu role ambiguity, memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kinerja pegawai. Pengaruh negatif dari role ambiguity ini disebabkan oleh adanya ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam peraturan, petunjuk, prosedur kerja, dan alokasi waktu dalam bekerja. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif ini, peran organisasi sangat penting dalam penyempurnaan kebijakan dan peraturan yang ada untuk mendukung kinerja pegawai dan organisasi secara keseluruhan.

This study aims to analyze the effect of role stress on employee performance using linear regression and multivariate GLM with 192 respondents who served as Account Representatives and Functional Tax Auditors at the Large Tax Office and Specific Jakarta Tax Office. Role stress was measured with an instrument developed by Rizzo, House, and Lirtzman (1970), Beehr, Walsh, and Taber (1976), and Price (2001), while employee performance was measured using instruments developed by Williams and Anderson (1991) and Motowidlo and Scotter (1994).
This study found that role stress does not affect employee performance, nor does role conflict or role overload. However, role ambiguity has a significant negative impact on employee performance. This negative effect is due to the remaining confusion and uncertainty in regulations, instructions, procedures, and time allocation in the workplace. Therefore, to mitigate this negative impact, it is crucial for the organization to improve existing policies and regulations to support both employee performance and the organization as a whole.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Rina Jericho
"Jumlah tenaga kerja perempuan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Hal ini mulai menggeser peran gender tradisional menjadi egaliter sehingga memunculkan struktur keluarga baru, yaitu dual earner. Pasangan dual earner merupakan suami dan istri yang bekerja keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara stres eksternal dan stres internal. Selain itu, penelitian ini ingin mengetahui apakah common dyadic coping dapat memoderasi hubungan stres internal dan stres eksternal. Partisipan penelitian merupakan 164 individu dari pasangan dual earner yang berusia di atas 20 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Stress Questionnaire For Couples (MSF-P) dan Dyadic Coping Inventory (DCI). Analisis data menggunakan analisis korelasi dan regresi untuk melihat efek moderasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara stres eksternal dan stres internal (r=0.742, p<0.01, one tailed). Selain itu, hubungan keduanya dimoderasi oleh common dyadic coping secara signifikan (b = 0.11, 95% CI [0.02, 0.19], t = 2.55, p<0.05). Hasil ini dapat dijadikan acuan intervensi mengenai common dyadic coping untuk meminimalisasi tingkat stres eksternal dan internal pada pasangan dual earner.

The number of female workers in Indonesia continues to increase every year. This has begun the shift of traditional gender role to egalitarian gender role which gives a rise to a new family structure, namely the dual earner. Dual earner couples are husband and wife who both work. The aim of this study is to assess whether there is a significant positive relationship between external stress and internal stress. Aside from that, this study aims to the role of common dyadic coping in moderating the relationship between external stress and internal stress. Participants of this study are 164 individuals of dual earner couple aged above 20 years. Measuring instruments in this study are Multidimensional Stress Questionnaire For Couples (MSF-P) dan Dyadic Coping Inventory (DCI). The datas were analyzed using correlation analysis and regression analysis to assess the moderation effect. Results indicated that there is a significant positive relationship between external stress and internal stress (r=0.742, p<0.01, one tailed). Furthermore, that relationship is moderated by common dyadic coping significantly (b = 0.11, 95% CI [0.02, 0.19], t = 2.55, p<0.05). These results can be used as a reference for interventions regarding common dyadic coping to minimize external stress and internal stress levels in dual earner couple."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>