Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156973 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Theodore Manggala Amarendra
"The recent study on environmental change shows alarming concerns that in the upcoming 50 to 100 years, some States, particularly Small Island States, such as Maldives, Kiribati, and Tuvalu are in dangers of losing all of its territories due to the rise of sea levels. The loss of territories as a result of rising sea level poses concerns to the very existence of the affected States under International Law. This is because territory has been one of the elements of Statehood as codified in the 1931 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States, aside from the element of a permanent population, government, and capacity to enter into relation with other States. However precedence have shown that there is a presumption of State continuity; that after a State has been established, the loss of an element of Statehood would not necessarily dissolve such State. Hence, the more important issue that should be addressed, in these turn of event is the plight of the citizens of the affected State. This thesis made particular analysis towards the issues relating to the citizen?s right to nationality. The thesis argues that nationality would be preserved in the event of territorial submersion, as the State would continue to exist, and there would not necessarily be any infringement of the citizens right to nationality. But having a nationality does not necessarily mean that the citizens then acquire effective protection from the State. The thesis further proposes arrangement that could be made by the affected States in order to protect their citizens; the affected State could arrange for a cession agreement to acquire a new territory or to create a free-association regime (similar to those made by Marshal Island, Niue or Cook Island) which basically seeks other State to give assistance in the exercise of several State functions.

Studi terkini mengenai perubahan kondisi lingkungan menunjukkan kekhawatiran bahwa dalam jangka waktu 50 sampai 100 tahun kedepan, ada kemungkinan bahwa beberapa negara, terutama negara kepulauan, seperti Maladewa, Kiribati dan Tuvalu akan kehilangan seluruh wilayahnya karena kenaikan tinggi laut. Hilangnya wilayah akibat kenaikan tinggi laut menimbulkan isu mengenai eksistensi negara tersebut dalam hukum internasional. Ini dikarenakan, wilayah merupakan salah satu unsur kenegaraan yang dikodifikasikan di dalam Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara 1931, selain unsur lainnya yang mencakup populasi permanen, pemerintah, dan kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain. Namun, preseden telah menunjukkan bahwa dalam hukum internasional dikenal asumsi keberlanjutan negara; bahwa sebuah negara yang telah terbentuk tidak akan langsung hilang hanya karena gagal memenuhi unsur kenegaraan. Maka, isu lebih penting yang harus diperhatikan pada insiden hilangnya wilayah negara akibat naiknya tinggi laut adalah mengenai nasib para penduduk negara yang terkena dampak. Skripsi ini berfokus pada analisis mengenai isu yang berhubungan dengan hak atas nationalitas dari para penduduk. Skripsi ini melihat bahwa dalam insiden tenggelamnya wilayah negara, nationalitas dari penduduk akan tetap terjaga, and pada dasarnya tidak akan terjadi pelanggaran terhadap hak atas nationalitas dari para penduduk. Namun memiliki nationalitas tidak berarti para penduduk mendapat perlindugan yang efektif dari Negaranya. Skripsi ini lebih lanjut memberikan gagasan mengenai pengaturan yang dapat dilakukan oleh negara yang terkena dampak agar dapat memberikan perlindungan kepada penduduknya; negara yang terkena dampak dapat membuat perjanjian penyerahan wilayah dengan negara lain atau dapat membuat perjanjian free-association (seperti yang dilakukan oleh Marshal Island, Niue atau Cook Island), dimana negara lain akan memberikan bantuan dalam menjalankan fungsifungsi kenegaraan."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Yuda Nur F.
"Skripsi ini membahas pengaturan mengenai penumpang indisipliner di dalam tiga instrumen hukum internasional, yaitu Konvensi Tokyo 1963, Annex 17 Konvensi Chicago 1944, dan peraturan yang dikeluarkan oleh ICAO, ICAO Guidance Material on the Legal Aspects of Unruly/Disruptive Passengers, serta penerapannya di dalam praktik legislasi nasional negara Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia dengan mengambil beberapa studi kasus. Melalui perbandingan penerapan hukum terhadap beberapa studi kasus penumpang indisipliner di ketiga negara tersebut, diharapkan dapat ditemukan praktik terbaik (best practices) dalam hal penanganan penumpang indisipliner dalam penerbangan sipil internasional. Penelitian dalam skripsi ini dilaksanakan dalam bentuk penelitian hukum yuridis-normatif. Hasil penelitian menyarankan agar otoritas penyelenggara penerbangan sipil, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kementerian Perhubungan Republik Indonesia dapat menyusun suatu prosedur khusus untuk menangani penumpang indisipliner dalam dunia penerbangan sipil di Indonesia.

This thesis discusses the regulation on unruly/disruptive passengers in three instruments of international law, namely the Tokyo Convention 1963, Annex 17 of the Chicago Convention of 1944, and the regulations issued by ICAO, ICAO Guidance Material on the Legal Aspects of Unruly/Disruptive Passengers, as well as its application in national legislation practices in three countries, United States, United Kingdom, and Indonesia, by comparing several case studies. Through the comparison of the application of the law to the unruly/disruptive passengers based on the case studies in those three countries, it’s expected to find best practices in terms of handling the unruly/disruptive passengers in the international civil aviation. This thesis research method is conducted in the form of juridicalnormative legal research. The result of this thesis suggests the Indonesia national civil aviation authority, in this case the Directorate General of Civil Aviation of the Ministry of Transport of the Republic of Indonesia, establish a special procedure in terms of handling the unruly/disruptive passengers in Indonesia."
Universitas Indonesia, 2014
S53668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yedija Bungaria Septiphanie
"Tesis ini membahas kedudukan hukum tindakan pemblokiran terhadap proses pemberesan harta pailit. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan kajian hukum normatif dan tipologi pendekatan kasus. Hasil penelitian adalah tindakan pemblokiran yang dilakukan negara dalam rangka pengurusan piutang negara harus tunduk dengan ketentuan perundang-undangan kepailitan yang berdasarkan pada asas sita umum kepailitan. Namun pada kenyataannya negara tidak tunduk terhadap ketentuan perundang-undangan kepailitan, sehingga tindakan pemblokiran oleh negara tidak dicabut meskipun terhadap PT KIA Timor Motors telah dinyatakan pailit. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukan revisi atas pengertian piutang negara yang dapat dilakukan pengurusan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.06/2007, yaitu bahwa piutang negara yang berasal dari perjanjian tidaklah termasuk dalam piutang negara yang dapat dilakukan pengurusan sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.06/2007.

This thesis discusses the legal status of the act of blocking by state against the bankruptcy assets settlement process. The study is a descriptive analytical study using normative legal studies and typologies case approach. The results of the study are the actions undertaken in the framework of the state administration of the state claims should be subject to the provisions of the bankruptcy law is based on the principle of the general confiscation bankruptcy. But in fact the state does not comply the provisions of the law of bankruptcy in Indonesia, so that the act of blocking by the state claims to do the maintenance of the Regulation of Minister of Finance No. 128/PMK.06/2007, namely that the state claims based on the agreement is not included in the state's claim which is settled by Minister of Finance Regulation No. 128/PMK.06/2007."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinurat, Maria Ekklesia
"Kompensasi merupakan hak yang wajib diterima oleh pekerja saat terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, hal tersebut sering kali diabaikan oleh pemberi kerja dengan berbagai alasan, salah satunya PHK dengan alasan efisiensi yang diakibatkan menurunnya stabilitas keuangan perusahaan. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa PHK dengan alasan efisiensi hanya dapat dilakukan apabila perusahaan akan tutup secara permanen,namun melalui Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 pengaturan tentang efisiensi telah berubah, dimana bertujuan untuk memberikan fleksibilitas lebih kepada pengusaha dalam mengelola PHK dengan alasan efisiensi. Pasca perubahan, tekananan ekonomi dan perubahan strategis sering menjadi justifikasi untuk melakukan PHK dan mengakibatkan ketidaksetaraan kedudukan pengusaha dan pekerja. Akan tetapi, penting untuk diperhatikan tindakan PHK dengan alasan efisiensi harus melalui pembuktian yang transparan dan objektif. Hal tersebut berimplikasi pada dilanggarnya hak pekerja yang salah satunya dalam hal kompensasi. Atas dasar tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan menganalisis menggunakan data hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis dan menelaah regulasi ketenagakerjaan terkait PHK secara khusus dengan alasan efisiensi.Simpulan dari penelitian ini, PHK dengan alasan efisiensi karena kerugian menjadi alasan yang tidak dilarang. Penelitian bertujuan untuk memahami perubahan regulasi dan dampaknya terhadap hak-hak pekerja, serta menganalisis bagaimana pengaturan kompensasi terhadap kepentingan pekerja yang terkena PHK. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan regulasi dan pelaksanaan yang lebih adil bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi pekerja di Indonesia yang di PHK dengan alasan efisiensi.

Compensation is a right that workers must receive when a Termination of Employment (PHK) occurs. However, this is often ignored by employers for various reasons, one of which is efficiency due to the decline in the company's financial stability. Previously, the Employment Law stated that layoffs for efficiency reasons could only be carried out if the company was about to close permanently. However, through Government Regulation Number 35 of 2021, regulations regarding efficiency have changed, which aims to provide more flexibility to employers in managing layoffs. After change, economic pressure, market competition, or strategic changes often become justifications for layoffs and result in unequal positions of employers and workers. This has implications for violating workers' rights, one of which is in terms of compensation. On this basis, this research uses a doctrinal approach by analyzing primary, secondary and tertiary legal sources. This research focuses on analyzing and reviewing labor regulations related to layoffs specifically for efficiency reasons due to company losses. The research aims to understand regulatory changes and their impact on workers' rights, as well as analyze how compensation arrangements affect the interests of workers affected by layoffs. It is hoped that this research can provide recommendations for improving regulations and fairer implementation for both parties. Thus, this research makes an important contribution in efforts to improve welfare and justice for workers in Indonesia who are laid off for efficiency reasons."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hisar Johannes
"Kontrak Bagi Hasil minyak dan gas bumi / Production Sharing Contract (PSC) sangat penting di dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Melalui kontrak tersebut tercermin berbagai kepentingan dari para pihak, termasuk juga kepentingan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam minyak dan gas bumi yang sah berdasarkan amanah konstitusi (UUD 1945). Negara di dalam perkembangannya merupakan sebuah organisasi / badan hukum yang sah menurut hukum perdata untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, termasuk juga untuk mengadakan perjanjian / kontrak privat. Namun di dalam perkembangannya hubungan hukum yang terbentuk dari kontrak tersebut menjadi sumber permasalahan yang digunakan sebagai alasan untuk mengajukan permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Atas permohonan tersebut, kemudian MK memutuskan bahwa hubungan hukum yang diwujudkan dalam bentuk kontrak tersebut telah merendahkan martabat negara serta mengancam kedudukan negara sehingga bertentangan dengan amanah Pasal 33 UUD 1945.

Production Sharing Contract (PSC) is very important in the petroleum and natural gas upstream industry in Indonesia. Through these contracts reflected the various interests of the parties, including the interests of the Republic of Indonesia as the legitimate owner on the natural resources of petroleum and natural gas under the constitutional mandate (1945 Constitution). Country in its development is an organization / legal entity authorized by law to perform legal acts under the civil law, as well as to make an agreement / private contract. However in the development, the legal relationship derived by that contract has turned out to be the source of problems which were used as a reason to apply for judicial review in the Constitutional Court (MK) of Law No. 22 Year 2001 on Oil and Gas. To the application, then the Court has decided that the legal relationship embodied in the contract has been degrading the country dignity and has threatened the position of the state that is contrary to the mandate of Article 33 of the 1945 Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden rara Tarizza Andra Brameswari
"Tulisan ini menganalisis bagaimana perselisihan pemutusan hubungan kerja yang diakibatkan oleh penolakan mutasi dan tindakan mangkir beserta pengaturan kompensasinya terhadap pekerja/buruh dalam analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 713K/Pdt.Sus-PHI/2021. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal. Pemutusan hubungan kerja merupakan bentuk pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Terdapat banyak penyebab dari pemutusan hubungan kerja salah satunya yang disebabkan oleh pekerja/buruh yang menolak mutasi lalu mangkir terhadap pekerjaannya. Tindakan mangkir merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak datang ke tempat kerja atau dapat dikatakan absen dari kehadirannya. Dalam praktiknya, pekerja/buruh yang menolak mutasi dan mangkir dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri dari perusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Akibat pemutusan hubungan kerja tersebut, terdapat hak yang diperoleh bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena mangkir dimana pekerja/buruh hanya memperoleh uang penggantian hak dan uang pisah namun tidak dengan uang pesangon.

This paper analyzes how a dispute over termination of employment caused by refusal to transfer and absenteeism and its compensation arrangements for workers in the analysis of Supreme Court Decision Number 713K/Pdt.Sus-PHI/2021. This paper is prepared using doctrinal research method. Termination of employment is a form of termination of employment relations for a certain reason which results in the end of rights and obligations between workers/laborers and employers. There are many causes of termination of employment, one of which is caused by workers who refuse mutations and then default on their jobs. Absenteeism is a condition where a person does not come to the workplace or can be said to be absent from his presence. In practice, workers who refuse mutations and are absent can have their employment terminated because they are qualified to resign from the company in accordance with the provisions of the legislation. As a result of the termination of employment, there are rights obtained for workers who experience termination of employment due to absenteeism where workers only get compensation pay and separation pay but not severance pay."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Kurniawan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai pengharmonisasian rancangan peraturan menteri, analisis Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Atau Rancangan Peraturan Dari Lembaga Nonstruktural Oleh Perancang Peraturan Perundang-Undangan. Berlakunya Permenkumham No. 23 Tahun 2018 ini kemudian memunculkan permasalahan terkait dengan kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melakukan pengharmonisasian rancangan peraturan menteri dan akibat hukum yang ditimbulkan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, sejarah, dan konseptual. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak memiliki kewenangan mengeluarkan peraturan menteri dalam melakukan pengharmonisasian rancangan peraturan menteri karena tidak ada pendelegasian wewenang dari peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,kemudian dalam hal mekanisme proses pengharmonisasian peraturan menteri bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundangan. Permasalahan baru yang timbul yaitu masih kurangnya kualitas dan kuantitas perancang peraturan perundang-undangan yang bertugas di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pengharmonisasian seluruh rancangan peraturan menteri.

ABSTRACT
This research discusses harmonizing the draft ministerial regulation, analysis of Law and Human Right MinistryRegulation No. 23/2018 about Harmonizing The Draft Ministerial Regulation, Draft Regulation of Non-Ministerial Governmen Institutions, or Draft Regulations From Non- Structural Institutions by Legislative Drafter. The validity of Justice and Human Rights Ministry Regulation No. 23/2018 brings some problems up which related to authority of Ministry of Justice and Human Right on harmonizing the draft ministerial regulation. This study is normative which used statute, historical, and conceptual approach. The result showed Ministry of Law and Human Rights did not has any authority harmonizing the draft ministerial regulation because there is no delegation of authority from a higher regulation, that is The Law No.12/2011 Concerning The Establishment Of Legislation, then in the case of the mechanism of the harmonization of ministerial regulations contrary to the principles of the establishment of legislation. A new problem that arises is that there is still a lack of quality and quantity of the legislative drafter in charge of The Ministry Of Law and Human Right to harmonize the entire draft ministerial regulation."
2019
T54426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Andika Immanuel
"Peristiwa Uberlingen Mid-Air Collision tahun 2002 di wilayah Jerman antara Bashkirian Airlines dengan DHL menarik perhatian khalayak luas kepada dunia penerbangan internasional. Bashkirian kemudian membawa kasus ini ke Pengadilan Konstanz di Jerman dalam perkara perdata untuk meminta ganti kerugian kepada Jerman atas segala tuntutan dari pihak ketiga. Pengadilan kemudian memutuskan Jerman harus bertanggung jawab atas peristiwa tersebut dan harus menanggung biaya ganti kerugian akibat peristiwa tersebut. Diketahui bahwa kejadian tersebut berada di wilayah udara Jerman yang lalu-lintas penerbangannya dilakukan oleh Skyguide. Skripsi ini dimaksudkan untuk menjelaskan bentuk tanggung jawab negara atas keselamatan dan keamanan navigasi di wilayah udaranya yang apabila tidak dilakukan dapat menimbulkan tanggung jawab negara. Skripsi ini kemudian akan menganalisis terkait pengaturan dan kewajiban negara dalam memberikan fasilitas navigasi penerbangan yang aman menurut hukum internasional.

The Uberlingen Mid-Air Collision which happened in Germany in 2002 between Bashkirian Airlines and DHL had attracted the international community to international civil aviation activities. Bashkirian then brought this case before the Dictrict Court in Konstanz which sued Republic of Germany to indemnify the company for damage claims against the airine by third parties. The Court then decided Germany should responsible to Bashkirian and indemnify all the cost claimed against the airline. The collision occured at German?s territory which controlled by Skyguide. This thesis is aimed to elaborate the state liability on safety and security of air navigation in its territory which failure to do so will result a state responsibility. This thesis will analyze the provisions and the state?s liabilities in providing the safe air navigation facilities according to international law."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S57724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerin Baskara
"Sektor jasa keuangan merupakan sektor yang penting terhadap perekonomian suatu negara. Indonesia sebagai negara berkembang merasakan sektor jasa keuangannya banyak terpengaruh oleh perkembangan sistem, kebiasaan, dan cara kerja yang diterapkan di negara maju, salah satu contohnya adalah praktik dari model usaha yang dinamakan private equity. Private equity adalah model usaha yang mengumpulkan modal dari investor untuk di investasikan dengan cara melakukan akuisisi. Berawal dari Amerika dan merambah kenegara-negara maju lainnya seperti Singapura, private equity menjadi lembaga jasa keuangan yang berdampak signifikan bagi perekonomian suatu negara. Indonesia dewasa ini sudah memahami pentingnya pengaturan mengenai private equity dan menerbitkan peraturan yang mengaturnya, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Reksa Dana Penyertaan Terbatas. Penulis mencoba membahas peraturan tersebut dan membandingkan dengan peraturan dari negara Singapura, yang mana peraturannya dapat dikatakan merepresentasikan pengaturan private equity tradisional yang diterapkan dinegara-negara maju lainnya. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metode normatif-yuridis.

The financial services sector holds a great importance for the economy of a country. Indonesia as a developing country felt their financial services sector much affected by the system, customs, and ways of working that are practiced in developed countries, one example is the practice of a business model called private equity. Private equity is a business model which raises capital from investors to be invested through acquisition. Private equity first developed in the U.S and spread to other developed countries such as Singapore, its role as a financial services institutions have a significant impact on the economy of a country. Indonesia today has understands the importance of regulating the practice of private equity arrangements. Financial Services Authority or Otoritas Jasa Keuangan, has issued the regulation to accomodate private equity practice in Indonesia, which named Limited Mutual Funds, or Reksa Dana Penyertaan Terbatas. The author tries to examine the rules and regulations in Indonesia and compared it with Singapore, which is where the rules represent a traditional private equity arrangements applied between a numbers of other developed countries. Research will be conducted using the method of normative-juridical."
2016
S62180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspasari Nurmaladewi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang analisa putusan hakim yang menyatakan tergugat
telah wanprestasi berdasarkan Putusan No. 267 PK/PDT/2011. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian
menyarankan agar hakim dalam putusannya menerapkan asas memuat dasar
alasan yang jelas dan rinci; putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan
pertimbangan yang jelas dan cukup sebagaimana yang ditegaskan pada Pasal 25
Ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 178 Ayat
(1) HIR.

ABSTRACT
The focus of this study is the analysis of court decision that the defendant has
been declared in default by decision No. 267 PK/PDT/2011. The purpose of this
study is to understand if judges considerations of court decision No.
397/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST, court decision No. 24/PDT/2008/PT.DKI, court
decision No. 56 K/Pdt/2009, and court decision No. 267 PK/PDT/2011 is right.
This research is qualitative descriptive interpretive. The data were collected by
literature research. The researcher suggest that suggested that the judge in his
decision to apply the principles contain a clear rationale and detailed; decision
handed down should be based on clear and sufficient consideration as defined in
Article 25 Paragraph (1) of Act 4 of 2004 on Judicial Power and Article 178
Paragraph (1 ) HIR."
2014
S53851
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>