Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grace Kilis, Author
"ABSTRAK
Masa awal perkawinan adalah masa dua tahun pertama perkawinan yang dipenuhi oleh proses penyesuaian antara suami dan istri yang baru menikah. Bila dua individu yang unik dan berbeda yang membawa latar belakangnya masing-masing berusaha saling menyesuaikan diri satu sama lain dalam berbagai area kehidupan, konflik merupakan suatu hal yang wajar terjadi dalam proses usaha menyesuaikan diri tersebut. Banyak pandangan berpendapat bahwa konflik selalu memberikan dampak yang negatif padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Konflik dapat memberikan hasil positif dan negatif tergantung dari bagaimana cara menyelesaikan konflik itu sendiri.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika konflik suami-istri pada masa awal perkawinan? Faktor-faktor penyebab apa yang mendasari terjadiya konflik suami istri pada masa awal perkawinan? Bagaimana dinamika konflik suami-istri paka berbagai area pada masa awal perkawinan? Bagaimana pola konflik suami-istri dalam proses penyelesaian konflik? Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat proses penyelesaian konflik? Bagaimana dampak konflik terhadap hubungan suami-istri? Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara. Penelitian ini melibatkan empat partisipan (dua pasangan suami-istri) yang sudah menikah dengan maksimal usia perkawinan dua tahun.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada sumber penyebab yang bersifat tersembunyi dan mendalam, yang mendasari terjadinya konflik suami-istri pada berbagai area konflik. Pada kedua pasangan sumber penyebab konflik ini adalah adanya diskrepansi antara ekspektasi dan kenyataan dan adanya perbedaan antar individu, yang meliputi kepribadian, prinsip hidup, cara hidup, dan pola pikir. Dalam setting perkawinan, dimana tujuan utama perkawinana adalah relasi itu sendiri, gaya kolaborasi adalah gaya yang paling cocok dan sesuai untuk digunakan dalam semua masalah perkawinan. Pasangan A yang menggunakan gaya kolaborasi merasakan dampak positif dari konflik suami-istri, berupa peningkatan kualitas hubungan suami-istri. Pasangan B yang menggunakan gaya kompetisi merasakan dampak negatif dari konflik suami-istri, berupa tidak adanya peningkatan kualitas hubungan suami-istri. Pemilihan gaya konflik dalam konflik suami-istri ternyata lebih dipengaruhi oleh faktor yang bersifat menetap daripada faktor yang bersifat situasional, sehingga akhirnya diperoleh pola konflik yang terus-menerus muncul dalam berbagai area konflik. Pada kedua pasangan, faktor internal yang bersifat menetap itu adalah karakteristik kepribadian, dan konsep tentang tujuan perkawinan dan konflik suami-istri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T38584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitauli
"ABSTRAK
Semakin meningkatnya jumlah pasangan perkawinan antar agama di Indonesia
menunjukkan bahwa pernikahan antar agama sulit ditampik di tengah masyarakat yang
plural. Tidak ada seorang pun yang dapat melarang adanya interaksi dan hubungan kasih
sayang diantara mereka yang berbeda agama. Tambahan lagi banyak kaum muda yang
tidak terlalu memperhatikan lagi faktor-faktor seperti sosial ekonomi, suku dan agama
sebagai dasar pencarian pasangan hidup dan cenderung menekankan faktor cinta dan
kecocokan sebagai dasar perkawinan seperti yang dikemukakan oleh seorang ahli.
Namun perbedaan agama dalam perkawinan tidak dapat dipungkiri memicu
terjadinya konflik interpersonal antara pasangan. Menurut literatur banyak perkawinan
beda agama yang akhirnya kandas karena pasangan tidak mampu mengatasi konflik yang
terjadi dalam perkawinan mereka. Meski demikian tidak berarti perkawinan antar agama
selalu berakhir dengan kegagalan. Untuk mengatasi perbedaan dan mencegah terjadinya
kegagalan dalan perkawinan ini, diperlukan suatu manajemen konflik yang dilakukan
oleh masing-masing pasangan sebagai upaya menyesuaikan diri terhadap perbedaan
agama yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk itu penelitian ini menganggap
penting untuk mengetahui konflik dan manajemen konflik pada pasangan perkawinan
antar agama.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik dan manajemen
konflik pada pasangan suami istri beda agama. Metode penelitian yang dipakai adalah
metode pendekatan kualitatif dengan instrument penelitian berupa wawancara. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar subyek penelitian menggunakan
cara kompromi untuk mengatasi persoalan-persoalan yang memicu terjadinya konflik,
seprti masalah pelaksanaan ibadah pasangan, masalah agama anak dan masalah dengan
keluarga pasangan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi ide bagi bagi penelitianpenelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan perkawinan antar agama yang terjadi di
Indonesia."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Dumi Rachmawati
"Dalam perkawinan tentu akan timbul apa yang dinamakan harta dalam perkawinan. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan, harta bawaan dari masing-masing suami atau istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Selain harta benda, perkawinan juga menimbulkan utang, bisa berupa utang bersama, utang suami atau utang istri. Utang yang dibuat semasa hidup bisa menjadi warisan yang ditinggalkan oleh salah satu pihak dalam perkawinan. Apabila harta yang ditinggalkan cukup untuk melunasinya maka persoalan selesai. Namun bila yang terjadi adalah keba1ikannya, tentu akan menimbulkan masalah. Demikian juga yang terjadi dalam kasus yang telah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Putusannya Nornor 2574 K/Pdt/2000. Dalam Putusannya MA menyatakan bahwa pelunasan utang pewaris hanyalah sebesar harta yang ditinggalkannya. Sedangkan harta bawaan dari pasangan yang ditinggalkan bukanlah merupakan harta peninggalan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis analitis dan metode yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Arras Shafara
"[Di era modern ini, terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya semakin terbuk. Saat ini banyak perempuan yang memperhatikan tingkat pendidikannya demi memiliki karier yang baik di dalam dunia pekerjaan. Peningkatan karier perempuan diiringi juga dengan peningkatan penghasilan membuat perempuan memiliki peran lebih dalam memenuhi kebutuhan ekonomi di dalam keluarga. Fenomena tersebut kemudian memunculkan istilah alpha wife. Skripsi ini memberikan gambaran mengenai dinamika relasi suami istri dan pengambilan keputusan pada keluarga alpha wife. Di Indonesia, alpha wife tidak hanya memiliki penghasilan lebih besar dari suami, hal tersebut juga mempengaruhi relasi kekuasaan di dalam keluarga. Namun, hubungan di antara keduanya masih tetap dipengaruhi oleh nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

In this modern era, opening up opportunities for women to develop themselves increasingly exposed. Today women are paying attention to level of education in order to have a good career in the world of work. Career advancement of women followed by an increase in income makes women have a larger role to fulfill the economic needs of the family. The phenomenon then led to the term alpha wife. This thesis provides an overview of the dynamics of husband and wife’s relationship and decision making in alpha wife family. In Indonesia, alpha wife not only who earns more than her husband but it also affects the power relations within family. However, the relationship between husband and wife still influenced by the values and norms in society.
, In this modern era, opening up opportunities for women to develop themselves increasingly exposed. Today women are paying attention to level of education in order to have a good career in the world of work. Career advancement of women followed by an increase in income makes women have a larger role to fulfill the economic needs of the family. The phenomenon then led to the term alpha wife. This thesis provides an overview of the dynamics of husband and wife’s relationship and decision making in alpha wife family. In Indonesia, alpha wife not only who earns more than her husband but it also affects the power relations within family. However, the relationship between husband and wife still influenced by the values and norms in society.
]
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2014
S61293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida G. Soepoetro
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983
S2211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan A. Trisna
"Lima pasang suami-istri bertemu selama duabelas kali dalam kelompok kecil untuk meningkatkan penyesuaian antar suami-istri. Hasil evaluasi mereka setelah enam kali pertemuan dan wawancara sebulan setelah pertemuan berakhir menunjukkan adanya peningkatan dalam penyesuaian antara suami-istri. Tes kertas dan pinsil tidak menunjukkan hal ini.
Telah didapatkan bahwa salah satu penyebab timbulnya banyak masalah psikologis yang dialami seseorang ialah persepsinya yang salah atau beliefnya yang salah terhadap persepsinya (Ellis, 1973). Belief yang menimbulkan penyesuaian buruk orang itu dengan lingkungannya disebut belief negatif.
Belief negatif ini dapat dibentuk orang tersebut oleh atribusi yang dilakukan orang-orang penting terhadapnya pada masa dininya (Laing, 1971), injunction (larangan bertingkah laku bebas) yang diberikan orang tuanya dan nasihat-nasihat yang membentuk naskah hidupnya (Steiner, 1974). Di samping pembentukan masa lampau, belief negatif juga bisa dibentuk pada masa kini, misalkan karena diajarkan padanya oleh orang panutannya, oleh bacaan dan tontonannya.
Suatu belief dapat menjadi negatif karena isinya (contentnya), karena intensitasnya, karena dimiliki yang tertentu (yang mungkin bukan merupakan belief negatif bila dimiliki orang lain), dan karena diterapkan pada suatu situasi atau konteks tertentu. Belief seperti ini akan menimbulkan konflik dalam hubungan interpersonal orang tersebut dengan orang lain di sekitarnya, terutama dengan pasangan hidupnya.
Program dalam penelitian ini mempunyai tujuan agar suami-istri dalam pernikahan mempunyai penyesuaian yang baik. Tujuan ini hendak dicapai melalui suatu perlakuan dalam kelompok kecil. Perlakuan itu mengarah pada empat langkah, yaitu: (1) Kesadaran, para peserta dalam program ini menjadi sadar akan adanya belief negatif yang mereka miliki dan yang menyebabkan buruknya penyesuaian dengan pasangannya; (2) Keputusan, setelah timbul kesadaran, mereka dibimbing untuk mengambil keputusan mengubah belief negatif yang mereka miliki; (3) Tekad, peserta menjabarkan secara konkrit keputusan untuk berubah itu dalam sebuah kalimat singkat dan jelas tentang tingkah laku yang akan mereka lakukan; (4) Tingkah laku, peserta melaksanakan tekad yang telah mereka buat sendiri. Diharapkan setelah melaksanakan langkah-langkah ini timbul kebiasaan baru yang meningkatkan penyesuaian mereka dengan pasangan mereka.
Adapun hipotesa yang akan diteliti adalah:
Terdapat peningkatan penyesuaian antar suami-istri peserta kelompok kecil yang mencoba menghilangkan belief negatif yang lazim ada pada suami-istri dalam pernikahan.
Untuk penelitian ini digunakan QUASI-EXPERIMENTAL DESIGN. Bentuk disainnya ialah Single Group Pretest-Postest Design. Variabel independennya ialah perlakuan dalam kelompok, variabel perantara ialah perubahan belief negatif, dan variabel dependennya ialah penyesuaian suami-istri.
Instrumen yang dipakai ada dua, yaitu (1) wawancara yang diberikan pada para peserta sebulan setelah program selesai dan (2) tiga buah tes kertas dan pinsil, yaitu modifikasi dari Dyadic Adjustment Scale dan Kansas Marital Satisfaction Scale, serta Semantic Differential.
Adapun prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kepada para anggota Gereja Bethel Indonesia Jl. Cimahi 23, cabang Cengkareng, ditawarkan program ini yang dilaksanakan dalam 12 kali pertemuan, seminggu sekali selama dua jam tiap kali pertemuan. Ada lima pasang suami-istri yang berminat mengikuti program ini.
b. Kesepuluh peserta menerima tes awal (tes kertas dan pinsil).
c. Tiap pertemuan mempunyai topik tersendiri sebagai berikut:
1. Belief negatif I
2. Belief negatif II
3. Mengerti dan Mengekspresikan Kasih
4. Komitmen Keberhasilan Pernikahan
5. Pembentukan Kepribadian Anak
6. Penyesuaian Dalam Pernikahan
7. Komunikasi dalam Pernikahan
8. Menyelesaikan Konflik
9. Mengambil Keputusan dalam Masalah
10. Hirarki Dalam Keluarga
11. Seks Dalam Pernikahan
12. Keluarga yang Kokoh
d. Pada tiap pertemuan ada latihan pengendapan seperti diskusi dan studi kasus, tanya jawab, sharing (berbagi pengalaman), role play, dan refleksi diri.e. Ada pula pekerjaan rumah mingguan yang perlu dilakukan tiap peserta yang disebut janji mingguan. Pekerjaan rumah ini dipilih sendiri oleh peserta.f. Setelah enam kali pertemuan, para peserta mengisi lembaran Evaluasi Pernikahan Tengah Program.
g. Sebulan setelah perlakuan berakhir, tiap pasang suami-istri diwawancarai. Mereka juga mendapatkan tes akhir (tes kertas dan pinsil).
h. Dari instrumen yang dipakai dilihat apakah perlakuan dalam kelompok kecil ini mendukung hipotesa penelitian ini.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesa walaupun dengan beberapa catatan. Dukungan terhadap hipotesa nyata dari wawancara dan data Evaluasi Pernikahan Tengah Program. Hasil tes kertas dan pinsil ternyata tidak mendukung hipotesa penelitian. Ada beberapa dugaan hasil tes ini: (1)faktor social approval, (2)pengisian tes awal yang kurang realistis, dan (3)peningkatan tolok ukur untuk menilai kwalitas pernikahan setelah mengikuti program."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baby Ingrid
"Seiring dengan perkembangan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan, kini wanita maupun pria memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri. Wanita yang bekerja di luar rumah menjadi sorotan masyarakat ketika ia memutuskan untuk tetap bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Pandangan tradisional masyarakat menuntut wanita untuk bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Ada berbagai alasan mengapa seorang istri memutuskan untuk bekerja. Selain untuk memperoleh penghasilan (ekonomis) juga adanya kebutuhan untuk memperluas wawasan intelektual dan interaksi sosial (non-ekonomis).
Keputusan istri untuk bekerja mendatangkan konsekuensi pada tiga aspek dalam lingkungannya, yaitu pada hubungan perkawinan, pada anak serta pada dirinya sendiri. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini cenderung berfokus pada konsekuensi negatif tanpa lebih dalam melihat pandangan obyektif, dari pihak istri dan suami. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran yang lebih mendalam mengenai persepsi kedua pihak terhadap tujuan dan konsekuensi istri yang bekerja penuh waktu. Adapun yang dimaksud persepsi adalah interpretasi secara selektif oleh individu untuk memberi arti pada Iingkungannya Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini ialah : Bagaimanakah persepsi suami dan istri terhadap istri yang bekerja sebagai karyawati penuh waktu ?
Penelitian ini menggunakan pengumpul data berupa kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap. Subyek penelitian ialah pasangan suami-istri yang bekerja penuh waktu sudah mempunyai anak, berpendidikan minimal SLTA. Istri berusia 22-45 tahun dan bekerja di instansi swasta.
Hasil yang diperoleh dari 57 pasang suami-istri menunjukkan bahwa istri dan suami mempersepsi adanya tujuan ekonomis dan non-ekonomis dari bekerja. Adapun terhadap konsekuensi, suami mernpersepsi konsekuensi yang positif dari istri yang bekerja sedangkan istri mempersepsi adanya konsekuensi yang positif dan sekaligus negatif pada hubungan perkawinan, anak dan diri istri yang bersangkutan. Hasil tambahan menyatakan bahwa semakin positif persepsi suami terhadap konsekuensi istri bekerja semakin negatif persepsi istri, sebaliknya semakin positif persepsi istri semakin negatif persepsi suami. Hasil wawancara mendukung hasil di atas dan memberi data tambahan bahwa pasangan suami istri cenderung rnenjalankan peran tradisional.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa istri bekerja untuk tujuan ekonomis dan non-ekonomis, dimana hal ini dipersepsi sama pentingnya oleh suami maupun istri. Berkaitan dengan konsekuensi istri bekerja, ternyata persepsi suami Iebih positif dibandingkan dengan persepsi istri bekerja yang bersangkutan. Sebagai tambahan, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pasangan suami-istri mempersepsikan peran masing-masing dalam rumah tangga yang masih cenderung tradisional."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shepriyani Miftajanna
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang dialektika pada pasangan suami-istri yang menjalani keputusan childfree serta memperoleh pemahaman akan pola komunikasi pasangan suami-istri dalam menjalani keputusan childfree dan upaya mengelola dialektika yang dilakukan pasangan dalam hubungan pernikahan itu sendiri. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi dengan informan penelitian yang terdiri dari dua pasangan suami-istri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasangan childfree mengalami variasi dialektika dalam analisis internal dan eksternal. Pasangan pertama (P dan R) menghadapi dialektika keterpisahan dan kebersamaan (autonomy-connection), dengan P ingin hidup tanpa anak sementara R ingin memiliki anak. Pasangan kedua (W dan I) menghadapi dialektika kepastian dan ketidakpastian (certainty-uncertainty), dengan W meragukan komitmen childfree mereka karena I menyukai anak kecil. Dalam dialektika eksternal, pasangan childfree menghadapi ketegangan pengungkapan dan penyembunyian (revelation-concealment). Secara umum, pasangan cenderung tidak ingin secara terbuka mengungkapkan pilihan mereka karena adanya stigma negatif masyarakat terhadap childfree. Pada intinya teori dialektika relasional menawarkan diskusi rasional di antara pasangan ketika menghadapi ketegangan terkait menjalani keputusan childfree dari pengaruh secara internal dan eksternal. Diskusi rasional yang dilakukan pasangan adalah dengan mengelola kontradiksi-kontradiksi yang ada secara seimbang. Pengelolaan dialektika internal cenderung menggunakan strategi seleksi dan integrasi berupa reframing, sementara dialektika keterbukaan dan ketertutupan (openness-closedness) menggunakan strategi segmentasi dan diskualifikasi dalam masalah finansial. Dalam dialektika eksternal, pasangan menggunakan strategi netralisasi dan alterasi siklik yang sesuai dengan kategori dialektika yang dihadapi. Upaya kompromi dan pergantian menjadi ciri khas pasangan dalam mengungkapkan dan menyembunyikan (revelation-concealment) keputusan childfree kepada lingkungan sosial.

This study aims to gain knowledge about dialectics in married couples who undergo childfree decisions and understand the communication patterns of married couples in undergoing childfree decisions and efforts to manage dialectics carried out by couples in the marriage relationship itself. The research method for this study is qualitative with a case study approach. Research data were obtained through in-depth interviews and observations with research informants consisting of two married couples. The results of this study indicate that childfree couples experience dialectical variations in internal and external analysis. The first couple (P and R) face a dialectic of autonomy-connection, with P wanting to live without children while R wanting to have children. The second couple (W and I) face a dialectic of certainty and uncertainty, with W doubting their childfree commitment because I likes small children. In the external dialectic, childfree couples face the tension of revelation-concealment. In general, couples tend not to want to openly express their choices because of the negative social stigma against childfree. In essence, the theory of relational dialectics offers a rational discussion between partners when facing tensions related to making decisions child-free from internal and external influences. The rational discussion conducted by the pair is to manage the contradictions that exist in a balanced way. Management of internal dialectics tends to use selection and integration strategies as reframing, while openness-closedness uses segmentation and disqualification strategies in financial matters. In the external dialectic, the couple uses neutralization and cyclic alteration strategies that are appropriate to the dialectical category they are facing. Attempts to compromise and change are characteristic of couples in revelation-concealment childfree decisions to the social environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanita Adeline
"Perjanjian perkawinan atau prenuptial agreement adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan mengikat kedua belah pihak calon mempelai yang akan menikah. Banyaknya angka perceraian yang berujung masalah, khususnya sesuatu yang menjadi akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu perkawinan, contohnya adalah timbulnya harta gono-gini dirasakan perlu dibuatnya perjanjian perkawinan. Dengan dibuatnya perjanjian tersebut, maka aturan mengenai harta para pihak diatur dengan jelas di sana, baik mengenai harta bawaan maupun harta yang dihasilkan oleh para pihak selama masa perkawinan. Tentunya prosedur pembuatan perjanjian perkawinan haruslah dengan prosedur yang berlaku seperti perjanjian tersebut harus dibuat pada saat atau sebelum berlangsungnya perkawinan, dibuat dengan akta notaris, dan harus didaftarkan di Lembaga Pencatat Perkawinan. Begitu juga dengan masalah perubahan perjanjian perkawinan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perubahan tersebut harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada sehingga berkekuatan hukum tetap dan mengikat para pihaknya. Perjanjian perkawinan hendaknya dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait di dalamnya. Penulis dalam penulisan skripsi ini mencoba menganalisa perlindungan hukum terhadap harta benda perkawinnan yang menggunakan perjanjian perkawinan, serta perlindungan hukum terhadap perjanjian perkawinan yang mengalami perubahan.

Prenuptial agreement is a written contract between two people who are about to marry that concerns about various financial issues. It covers the control and possession of property and other assets taken into the marriage and later obtained during the marriage either individually or jointly, as well as the couple's future earnings, and how such property or assets will be distributed in the event of divorce or death. These agreements are fairly common if either or both parties have substantial assets, children from a prior marriage, potential inheritances or earn high incomes. The writer of this thesis analyze the impact of law protection on prenuptial agreement against the financial issues in a marriage with prenuptial agreement and how the protection takes place on the prenuptial agreement which has been changed after the marriage. As a result of the recent high number of divorces which ended with problems, pre-nuptial agreement is expected to minimized those problems in advance. However, the procedure on creating the prenuptial agreement has to be made by law which would bound the two parties legally. Furthermore, any changes on the prenuptial agreement after the marriage has also be done by law to make it remain valid legally.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Rasjid
"Tesis ini membahas mengenai tinjauan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di Indonesia oleh notaris di Indonesia untuk perkawinan campuran beda kewarganegaraan antar Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Australia yang mana perkawinannya itu dilangsungkan di negara bagian New South Wales - Australia berdasarkan hukum perkawinan Australia. Maka timbul permasalahan mengenai kedudukan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di Indonesia dalam hukum perkawinan di Australia. Apakah akta perjanjian perkawinan tersebut berlaku dan diakui kedudukannya sebagai perjanjian perkawinan di Australia atau tidak. Permasalahan ini diteliti dengan menggunakan pendekatan metode yuridis normatif dan deskripsi analitis, yaitu berupa kajian terhadap asas-asas dan norma hukum yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan Indonesia yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan campuran beda kewarganegaraan dan dilihat dari teori-teori Hukum Perdata Internasional yang terkait dengan masalah perjanjian perkawinan yang bersifat internasional ini. Serta peraturan dan perundang-undangan Australia yang mengatur mengenai perkawinan, perjanjian perkawinan dan pengakuan perjanjian perkawinan yang dibuat di luar Australia. Sebagai hasil dari penelitian ini, bahwa Australia hanya mengakui perjanjian perkawinan asing bilamana segala persyaratan tentang tata cara pembuatan perjanjian perkawinan Bindin Financial Agreement di Australia. Jadi dalam kasus tesis ini akta perjanjian perkawinan yang dibuat oleh notaris di Indonesia tidak diakui dan secara hukum tidak mengikat. Perjanjian perkawinan tersebut hanya dipakai oleh hakim di Pengadilan Keluarga Australia sebagai bahan pertimbangan saja.

This thesis is the review of a prenuptial agreement deed that made in Indonesia by Indonesian Public Notary for a mixed marriage with different nationalities between an Indonesian nationality and an Australian nationality, where the wedding was held in New South Wales - Australia. Is the prenuptial deed above valid and recognise as prenuptial agreement in Australia. The above conflicts, has been reviewed and obsereved by the writer using a yuridis normative method and deskriptive analitic, law principles rules by Indonesian regulation related with mixed marriage prenuptial agreement subject, also using the principles by International Private Law, Australian Acts and regulation that rules international mixed marriage on how foreign prenuptual agreement is recognise in Australia. The result has come up that Australian only recognise foreign prenuptial agreement as long as it meet with all the requirements on how Australian make a binding financial agreement. So in this case, the prenuptial agreement deed made by Indonesian public notary in Indonesia does not recognise and does not binding in Australian. Its use for the judge in Family Court for a concideration only. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>