Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204286 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Ana Wijayanti
"Penanganan perkara kartel merupakan bagian dari penegakan hukum persaingan usaha. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang dilakukan oleh KPPU memiliki banyak permasalahan terutama berkenaan dengan pembuktian kartel yang masih sulit dan kewenangan KPPU sebagai penegak hukum persaingan usaha. Sedangkan negara lain seperti Amerika Serikat telah melakukan penanganan perkara kartel dengan lebih baik. Untuk itu, penelitian ini akan membahas perbandingan penanganan perkara kartel di Indonesia dengan Amerika Serikat. Melalui perbandingan tersebut, penulis mengungkapkan berbagai hal dalam penanganan perkara kartel di Amerika Serikat yang dapat diaplikasikan di Indonesia antara lain penggunaan circumstantial evidence, penerapan program leniency, dan kewenangan upaya paksa oleh lembaga penegak hukum persaingan usaha.

The handling of cartel case is part of the enforcement of competition law. In Indonesia, the handling of cartel cases which is conducted by the KPPU has several problems, especially in connection with the difficulty of proving of cartel and the authority of the KPPU as a competition law enforcement agency. Whereas, other countries such as the United States has had the handling of cartel cases better. Therefore, this research will discuss the comparison of the handling of cartel case in Indonesia and the United States. Through this comparison, the authors explain several things from the handling of cartel case in United States that can be applied in Indonesia, among others, the use of circumstantial evidence, the application of leniency programs, and the authority of competition law enforcement agencies to do forceful measures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57129
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Haidi Pratama
"Penanganan perkara kartel merupakan bagian dari penegakan hukum persaingan usaha. Di Indonesia penanganan perkara kartel yang dilakukan oleh KPPU memiliki banyak permasalahan terutama berkenaan dengan pembuktian kartelyang masih sulit dan kewenangan KPPU sebagai penegak Hukum Persaingan Usaha. Sedangkan negara lain seperti Jepang dan Uni Eropa telah melakukan penanganan perkara kartel dengan lebih baik. Untuk itu, penelitian ini akan membahas perbandingan penanganan perkara kartel di Indonesia dengan Jepang dan Uni Eropa. Melalui perbandingan tersebut, penulis mengungkapkan berbagai hal dalam penanganan perkara kartel di Jepang dan Uni Eropa yang dapat diaplikasikan di Indonesia antara lain penggunaan indirect evidence,penerapan program leniency, dan kewenangan upaya paksa oleh lembaga penegak hukum persaingan usaha.

The handling of cartel cases is part of the business competition law enforcement. In Indonesia, the handling of cartel cases conducted by the Commission (KPPU) has a lot of problems, mainly related to the cartel verification which is still difficult and the authority of the Commission as the busniness competition law enforcer. While other countries such as Japan and the European Union have made the handling of cartel cases better. Therefore, this study discuss the comparison of handling cartel cases in Indonesia with Japan and the European Union. Through this comparison, the author reveals a variety of things in the handling of cartel cases in Japan and the European Union that can be applied in Indonesia such as the use of indirect evidence, the leniency program application, and forceful efforts authority by the institution of business competition law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaki Prakoso Wicaksono
"Pasar bersangkutan di dalam hukum persaingan usaha dapat meliputi berbagai macam bentuk menyusul adanya perkembangan pasar yang dinamis. Di Amerika Serikat, salah satu bentuk pendefinisian pasar bersangkutan dapat berupa single-brand aftermarket, yang mana pasar bersangkutan ini hanya mencakup produk lanjutan dari produk merek tertentu. Pasar bersangkutan jenis ini pada mulanya timbul di dalam perkara Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), yang mana hakim di dalam perkara tersebut mendefinisikan pasar bersangkutan hanya berupa servis dan suku cadang dari mesin fotokopi dan micrographic Kodak. Dalam perkembangannya, penentuan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan disempurnakan oleh hakim di dalam perkara Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008), yang mana perkara ini mengeluarkan suatu pertimbangan khusus untuk menentukan aftermarket sebagai pasar bersangkutan yang dikenal dengan Newcal factors. Adapun di Indonesia, pengaturan hukum persaingan usaha tidak meliputi secara spesifik terkait dengan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan, sebagaimana dicakup di dalam hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana single-brand aftermarket diterapkan sebagai pasar bersangkutan di dalam penegakan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat, sekaligus membahas bagaimana ia diterapkan di dalam kasus aktual dan bagaimana single-brand aftermarket diadaptasikan ke dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

Relevant market definition in the context of antitrust law may consist various forms, following the dynamic of the market development. In the United States, relevant market may also be defined to consist single-brand aftermarket products, in which it encapsulates only the aftermarket products of specific brands. This type of relevant market first invented in Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), where the judges defined and limited the relevant market in that case to contain services and spare parts of Kodak’s photocopiers and micrographics. Considerations on defining single-brand aftermarket as relevant market in the subsequent cases developed as judges in Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008) invented several factors in regards of determining aftermarket as relevant market known as Newcal factors. In Indonesia, the laws regarding antitrust enforcement do not specifically include single-brand aftermarket as relevant market, as provided in the antitrust law of the United States. Utilizing normative juridical research method, this writing will attempt to analyze on how single-brand aftermarket is applied as relevant market in the enforcement of antitrust law in the United States. This writing will also discuss on how single-brand aftermarket as relevant market is implemented in actual cases and how it is adapted to antitrust law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Calista Putri Kinanthi
"Dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, terdapat prosedur penyelesaian perkara yang dapat ditempuh tanpa melalui tahapan-tahapan persidangan di pengadilan, yakni prosedur Perubahan Perilaku. Apabila penyelesaian perkara persaingan usaha berhasil dilakukan dengan menggunakan prosedur Perubahan Perilaku, perkara tidak dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Pendahuluan sehingga akan membebaskan Terlapor dan penegak hukum dari proses persidangan yang berkepanjangan. Akan tetapi, dalam penerapannya prosedur Perubahan Perilaku di Indonesia belum berjalan secara efektif dan optimal. Penelitian ini membandingkan pengaturan prosedur Perubahan Perilaku di Indonesia dengan Consent Decree di Amerika Serikat, sebagai negara yang penegakan hukum persaingan usahanya sudah jauh lebih baik. Dari perbandingan tersebut didapat kesimpulan bahwa terdapat ketentuan-ketentuan mengenai Perubahan Perilaku dalam Perkom No. 1 Tahun 2019 yang masih rancu dan menimbulkan ketidakpastian hukum, serta ambiguitas dalam perangkat aturan tersebut yang menghambat penerapannya di Indonesia. Oleh sebab itu, berkaca pada Amerika Serikat, Indonesia dapat mengadopsi beberapa ketentuan dari pengaturan Consent Decree sehingga penerapan prosedur Perubahan Perilaku di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan optimal.

Indonesian competition law has a case handling procedure where the business competition case can be resolved without going through a trial in court, namely the Perubahan Perilaku procedure. If the settlement of the business competition case is successfully carried out using the Perubahan Perilaku procedure, the case will not proceed to the Preliminary Examination stage so that it will free both the Defendant and KPPU from a prolonged trial process. However, the implementation of the Perubahan Perilaku procedure in Indonesia has not implemented effectively and optimally. This study compares the regulation of the Perubahan Perilaku procedure in Indonesia with Consent Decree in the United States of America, a country that has long enforced antitrust law. From this comparison, it can be concluded that there are provisions regarding Perubahan Perilaku in Perkom No. 1 of 2019 which create legal uncertainty and loophole that hinder its implementation in Indonesia. Therefore, by taking the United States of America as a model, Indonesia could adopt several provisions of the Consent Decree procedure regulations so that the implementation of the Perubahan Perilaku procedure in Indonesia can be more effective and optimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Kobul Syahrin
"Karakteristik wilayah perairan Indonesia sangat mendukung proses penyelundupan manusia. Lokasi geografis Indonesia sangat strategis sebagai penghubung Asia dan Australia menjadikan Indonesia sebagai tempat transit strategis untuk penyelundupan manusia. Faktanya, sampai sekarang di Australia masih merupakan tempat yang dianggap menjanjikan bagi para pelaku penyelundupan manusia sebagai tujuan akhir atau perantara untuk pergi ke tempat lain melalui proses suaka. Indonesia cenderung menjadi bidang yang lembut kejahatan transnasional terorganisasi. Lokasi Indonesia sangat strategis dan kondisi geografis kepulauan Indonesia yang jarang digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai sarang kejahatan transnasional. Rendahnya kualitas sumber daya penegakan hukum dan berbagai masalah klasik yang diderita oleh setiap instrumen penegakan hukum di Indonesia sering dampak hukum Indonesia (dalam berbagai alasan) tidak berdaya ketika berhadapan dengan beberapa jeniskejahatan. Polisi air adalah garis depan dalam memerangi TNOC. Asumsi ini cukup logis mengingat modus kejahatan ini kebanyakan menggunakan air sebagai jalan. Penyelundupan manusia hampir 90 persen menggunakan transportasi air. Dalam kondisi seperti itu, peran dari Polisi perairan menjadi sangat vital. Kesiapan untuk memerangi kejahatan ini memerlukan banyak kemampuan dukungan dan internal. Dalam hal infrastruktur pada kenyataannya ada masih banyak kekurangan. Dengan tingkat yang sudah tinggi urgensi adalah masalah ketika ternyata dalam pelaksanaan lapangan belum ada optimasi dari semua sumber daya yang tersedia akan prasarana sumber daya dan sumber daya manusia. Polisi Perairan sebagai garis depan jelas merupakan fokus utama dalam hal ini. Kemampuan teknis dan kesiapan sumber daya manusia harus dievaluasi untuk Polisi Air dilakukan optimasi dalam rangka mendukung tujuan pemberantasan peneyelundupan manusia. Sebagai evaluasi sampel, Kepolisian Perairan perlu menetapkan contoh model mana contoh model yang akan dievaluasi dan dioptimalkan untuk melihat standar yang ada serta pelaksanaan kemungkinan seluruh sistem dengan standar yang sama.

Characteristic of the territorial waters of Indonesia, which is very supportive of the process of human smuggling. Indonesia's geographical location is very strategic as the connecting Asia and Australia make Indonesia as a strategic transit point for human smuggling. The fact is, until now in Australia is still a place that is considered promising for the perpetrators of human smuggling as a final destination or an intermediary to go to another place through the asylum process.Indonesia tends to be a soft field of trans national organized crime. Location of Indonesia is very strategic and geographical conditions of the Indonesian archipelago is rarely used by certain parties as a hotbed for transnational crime. Political, bureaucratic traditions and mentality of the Indonesian culture also feeds this practice. The low quality of law enforcement resources and a variety of classic problems suffered by every instrument of law enforcement in Indonesia often impacts Indonesian law (in a variety of reasons) are not helpless when faced with this type of crime. Plus technical assistance from Indonesia, which are sometimes contradictory laws between one rule and other rules, or legal discourse which then provides a loophole for offenders to be off the hook law is a common sight in Indonesia. Water police are the frontline in the fight against TNOC. This assumption is quite logical considering the mode of the crime is mostly using water as the road. Human smuggling nearly 90 percent use water transportation. In such conditions, the role of the Police waters become very vital. Readiness to combat this crime requires a lot of support and internal capabilities. In terms of infrastructure in reality there are still many shortcomings. With an already high level of urgency is a problem when it turns out in the implementation of the field there has been no optimization of all available resources be it infrastructure resources and human resources. Aquatic police as the frontline is clearly the main focus in this regard. Technical capability and readiness of human resources should be evaluated for the Water Police performed the optimization in order to support human peneyelundupan eradication goals. As a sample evaluation, the Police Aquatic need to set a model example where the model examples will be evaluated and optimized to look at existing standards as well as likelihood implementation of the entire system with the same standards."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30182
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andriana Ilham Warsono
"ABSTRACT
Program diskon pelanggan merupakan salah satu strategi pemasaran dengan cara memberikan pengurangan harga yang diberikan oleh suatu pelaku usaha kepada konsumen untuk menarik minat beli dari konsumen tersebut. Tujuan dari pemberlakuan program diskon pelanggan adalah menjaga loyalitas dari konsumen agar tetap melakukan pembelian kepada pelaku usaha tersebut. Contoh dari program ini adalah  frequent-flyer program yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan. Tulisan ini memiliki rumusan masalah bagaimana pengaturan program diskon pelanggan ditinjau dari hukum persaingan usaha Amerika Serikat, Inggris dan Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan analisis terhadap pemberlakukan program diskon pelanggan dikaitkan dengan potensi pelanggaran hukum persaingan usaha Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi dokumen. Bahan hukum yang digunakan Penulis antara lain bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Terdapat beberapa definisi operasional yang digunakan, beberapa diantaranya adalah posisi dominan, praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa Amerika Serikat dan Inggris telah sadar terhadap potensi anti persaingan dari pemberlakukan program diskon pelanggan dengan melihat beberapa contoh kasus yang pernah terjadi. Terdapat beberapa pasal hukum persaingan usaha Indonesia yang relevan dengan potensi pelanggaran terhadap pemberlakuan program tersebut.

ABSTRACT
Loyalty discount is one of the marketing strategies that involves price reduction given by undertaking to consumers in order to attract their interest in buying. The aim of loyalty discount is to maintain consumer loyalty in order that they continue to buy from the undertaking. One example of this program is the frequent-flyer program offered by airlines. The research question of this thesis is how the loyalty discount is regulated based on the American, United Kingdom, and Indonesian competition laws. The purpose of this research is to provide analysis of the implementation of loyalty discount in relation with potential violations of Indonesian business competition law. The researcher used literature research method. The type of data used in this writing is secondary data, namely data obtained from document studies. The legal materials used by the researcher include primary, secondary, and tertiary legal materials. There are several operational definitions used, some of which are dominant position, monopolistic practices, and unfair competition. Based on the analysis carried out, it was concluded that the United States and the United Kingdom were aware of the potential for anti-competition from the implementation of loyalty discount by looking at a number of examples of cases that had occurred.  There are several articles on Indonesian business competition law that are relevant to potential violations of the application of the program."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinta
"Penerapan asas cabotage pada tahun 2005 di Indonesia secara positif meningkatkan jumlah kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di perairan domestik Indonesia. Peningkatan jumlah yang signifikan ini menyebabkan terjadinya lonjakan lima kali lipat armada kapal berbendera Indonesia dari 6.041 unit kapal pada tahun 2005 menjadi 37.722 unit kapal pada tahun 2021. Diketahui dari jumlah tersebut, 60% di antaranya berusia di atas 20 tahun. Hal ini menunjukkan adanya potensi besar untuk memanfaatkan kapal-kapal tua yang sudah tidak lagi layak beroperasi dan dapat diproses daur ulang. Kondisi ini sejalan dengan adanya permintaan akan kebutuhan baja dalam negeri yang berpotensi dapat dipenuhi menggunakan baja dari kapal-kapal yang didaur ulang. Industri penutuhan kapal yang ramah lingkungan di Indonesia menjadi mendesak mengingat bahwa industri ini masih jauh dari kondisi idealnya, terutama menjelang diberlakukannya Konvensi Hong Kong pada tanggal 26 Juni 2025. Untuk diketahui, kondisi fasilitas penutuhan kapal di Indonesia masih belum memiliki peraturan yang cukup, terutama dalam hal identifikasi limbah dan bahan berbahaya, dampak penutuhan kapal terhadap keselamatan dan kesehatan, dampak penutuhan kapal terhadap lingkungan, mitigasi risiko, serta persyaratan fasilitas untuk penanganan limbah dan bahan berbahaya. Semua aspek penting ini harus dipenuhi untuk mematuhi peraturan internasional yang ramah terhadap lingkungan. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prosedur penanganan limbah dan bahan berbahaya yang sesuai dengan standar internasional untuk fasilitas penutuhan kapal yang ramah lingkungan di Indonesia. Diharapkan prosedur ini dapat digunakan sebagai panduan dan acuan dalam penanganan limbah dan bahan berbahaya dalam industri penutuhan kapal di Indonesia.

The implementation of the cabotage principle in 2005 in Indonesia positively increased the number of Indonesian-flagged vessels operating in Indonesian domestic waters. This significant increase in numbers has resulted in a five-fold increase in the fleet of Indonesian-flagged vessels from 6,041 vessels in 2005 to 37,722 vessels in 2021. Of this number, 60% of them are over 20 years old. This shows that there is great potential to utilize old ships that are no longer suitable for operation and can be recycled. This condition is in line with the demand for domestic steel needs which can potentially be met using steel from recycled ships. An environmentally friendly ship-covering industry in Indonesia is becoming urgent considering that this industry is still far from its ideal condition, especially ahead of the enactment of the Hong Kong Convention on 26 June 2025. For your information, the condition of ship-covering facilities in Indonesia still does not have sufficient regulations, especially in regarding the identification of waste and hazardous materials, the impact of ship closures on safety and health, the impact of ship closures on the environment, risk mitigation, as well as facility requirements for handling waste and hazardous materials. All these important aspects must be met to comply with environmentally friendly international regulations. In an effort to overcome this problem, this research aims to develop procedures for handling waste and hazardous materials that comply with international standards for environmentally friendly ship closing facilities in Indonesia. It is hoped that this procedure can be used as a guide and reference in handling waste and hazardous materials in the ship covering industry in Indonesia"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Aryani
"Kartel dipersepsikan sebagai bentuk paling berbahaya dari tindakan anti persaingan dan di beberapa yurisdiksi menerima penanganan dari perspektif hukum pidana. Sifat kerahasiaan kartel menjadi hambatan terbesar bagi otoritas persaingan usaha untuk membuktikan keberadaan kartel, hal mana juga dialami oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha di Indonesia. Untuk alasan ini, sejumlah besar yurisdiksi telah mengadopsi leniency program untuk mengungkapkan keberadaan kartel.Tesis ini membahas pengaturan dan implementasi leniency program dalam Antitrust Law di Amerika Serikat dan Antimonopoly Law di Jepang serta kemungkinan penerapannya dalam hukum persaingan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menyarankan untuk menerapkan leniency program melalui amandemen Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan sejalan dengan itu meningkatkan sanksi denda administratif yang diterapkan KPPU terhadap pelaku kartel.

Cartels are perceived as the most dangerous form of anti-competitive conduct and in some jurisdiction subjected to the criminal penalty regime. The confidential nature of cartel has been the biggest obstacle in proving their existence, which is also experienced by the Business Competition Supervisory Commission in Indonesia. Leniency programs uncover conspiracies that would otherwise go undetected and for this reasons numerous jurisdictions have adopted leniency program within their competition law regime. The study discussed the regulation of leniency program and its implementation both in the United States Antitrust Law and in Japan Antimonopoly Law. The study also addressed the possibility of leniency program? application in Indonesia. The study used juridical-normative research method which emphasis on the use of statute and comparative approach. The result suggest to implement leniency program in Indonesia through the amendment of Law No. 5 of 1999 and to increase the administrative fines imposed by the Commission against perpetrators of cartels."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30950
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry Azwar
"Tesis ini membahas tentang faktor terjadinya risiko manual handling pada pekerjaan feeding katern di bagian penjilidan PT.PGC. Risiko manual handling merupakan salah satu unsur risiko ergonomi yang ada di tempat kerja yang berpengaruh terhadap kenyamanan, keselamatan, gangguan kesehatan dan produktivitas kerja.
Penelitian ini adalah penelitian semi kuantitatif dengan menggunakan metode risk asssessment MAC (Manual Handling Assessment Chart) tools yang dimodifikasi menjadi risk assessment Gramedia of Printing. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat risiko manual handling pada pekerjaan feeding katern masuk dalam kategori perlu dilakukan investigasi dan tindakan perbaikan segera. Hal ini disebabkan oleh postur janggal (posisi badan membungkuk dan gerakan badan memutar), kendala rute, faktor lingkungan dan faktor psikososial.
Dari hasil penelitian disarankan untuk melakukan rekayasa teknik di area produksi dan penyediaan peralatan pendukung serta rekayasa manajemen menyangkut kompetensi, penyediaan dokumen standar dan evaluasi pekerjaan.

This thesis discussed the manual handling risk factors at feeding katern activities in section binding PT.PGC. The risk of manual handling is one element that is ergonomic risk in the workplace that affect comfort, safety, health problems and work productivity.
This research was semi-quantitatively using asssessment risk MAC (Manual Handling Assessment Chart) tools are modified to be a risk assessment Gramedia of Printing. The results showed that the level of risk of manual handling at feeding katern activities into the category needs to be investigated and corrective action immediately. This is caused by awkward posture (bended posture and twisting body), obstacles en route, environmental factors and psychosocial factors.
Advised of the research to conduct engineering in the area of production and provide support equipment, then in engineering management regarding competency, provision of standard documents and job evaluation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>