Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118252 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Belinda Alvia Edison
"Tesis ini membahas mengenai tinjauan yuridis terhadap pembuatan kuasa menjual oleh Notaris atas agunan yang dijaminkan dalam perjanjian kredit. Dalam praktek dunia perbankan khususnya dalam kegiatan perkreditan, pembuatan Kuasa Menjual selalu dimintakan kreditor kepada debitor karena dianggap sangat efektif, lebih mudah, serta biayanya murah dan tidak berbelit-belit apabila objek jaminan akan dijual pada saat debitor wanprestasi/cidera janji. Kuasa menjual semuanya dibuat di hadapan Notaris. Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1). Bentuk kekuatan hukum dari pembuatan Kuasa Menjual serta pengaruhnya bagi perlindungan hukum terhadap debitur, Kreditur, dan Notaris ditinjau berdasarkan perundang-undangan terkait, 2).bentuk penerapan hukum oleh hakim terhadap tindakan PT. Bank NISP dalam penyelesaian kredit macet dengan menggunakan Kuasa menjual (PT. Bank NISP dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1361K/Pdt/2010 tanggal 29 Oktober 2010). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis normatif dengan sifat eksplanatoris deskriptif.
Hasil dari penelitian adalah kuasa menjual memiliki kekuatan hukum yang mengikat namun tidak bersifat eksekutorial. Hal ini dikarenakan kuasa menjual tidak dapat didaftarkan atau bukan merupakan objek pendaftaran tanah. Kuasa menjual semata-mata hanya didasarkan kepada kesepakatan antara debitor dan kreditor. Kuasa menjual menjadi alternatif solusi favorit yang digunakan para pihak sebagai opsi penyelesaian masalah kredit macet. Disamping itu melihat kepada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1361K/Pdt/2010 tanggal 29 Oktober 2010, hakim Pengadilan Negeri, hakim Pengadilan Tinggi, dan hakim Mahkamah Agung berdasarkan kasus yang ada mengambil pertimbangan bahwa : (1) penggunaan kuasa mutlak adalah hal yang dilarang, (2) Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2660K/Pdt/1987 tanggal 27 Februari 1987 yang melarang bank (termasuk Bank NISP) untuk melakukan penjualan langsung berdasarkan Akta Kuasa yang diberikan oleh Debitur atau Avalis hutang tersebut, dan diwajibkan bagi Bank untuk melakukan penjualan dengan prosedur lelang melalui Pengadilan Negeri yang berwenang untuk objek jaminan yang telah dibebankan dengan Hak Tanggungan.

This thesis discussed about judicial review against the making of Authority to sell by notary for collateral pledged in credit agreement.In world banking practice, especially in lending activities, the authority to sell always requested by the creditor to debtor because it seemed very effective, easier, cheaper, and not difficult in case the collateral is being sold because the debtor?s defaults. All of the authority to sell are made by notary. Now the main issues discussed in this research are 1). The legal power of making the authority to sell and its influence for legal protection against a debtor, a creditor, and notary reviewed by relevant regulation, 2). The form of the law enforcement by judges towards PT. Bank NISP for the settlement of non-performing loans by using the authority to sell (The Verdict of Supreme Court forPT.Bank NISP case Number 1361K/Pdt/2010 date 29 October 2010). This research used t juridical normative method, with descriptive explanatory result.
The results of the research explain that the authority to sell have legal force that bound but not executorial. This results due to the authority to sell cannot be registered and is not the object of land registration. The authority to sell based on an agreement between the debtor and the creditor. The authority to sell is a favorite alternative solutions that are used by the parties as an option resolving the issue of non performing loans. In addition, viewed from the verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Case Number 1361K/Pdt/2010 date 29 October 2010, justice of the District Court, High Court judges, and Supreme Court justices took into consideration that: (1) the use of absolute form of the authority is banned, (2) based on article 6 Undang-Undang HakTanggungan jo. the jurisprudence of the Supreme Court of the Republic Indonesia CaseNumber 2660 K/Pdt/1987 on February 27, 1987 prohibit banks (including the Bank NISP) to conduct direct sales based on the letter of authority given by the debtor or Avalist debts and the Banks are required to conduct the sale with auction procedures through the District Court authorized to guarantee that an object has been charged with dependents.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levirta Vagisa
"Jaminan fidusia dirasa tepat diberlakukan karena kebutuhan akan adanya suatu bentuk jaminan utang yang objeknya masih tergolong benda bergerak maupun benda tidak bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut, yang beralih adalah hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan sedangkan benda tetap dalam penguasaan pemilik benda. Lembaga Fidusia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia terdapat pengecualian bahwa barang persediaan sebagai objek jaminan fidusia dapat dialihkan dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
Pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesis ini adalah status uang hasil penjualan barang persediaan sebagai objek jaminan fidusia dalam perjanjian kredit, implementasi hukum terhadap debitur yang tidak menyerahkan hasil penjualan barang persediaan tersebut kepada kreditur sebagai ganti objek jaminan yang telah dipindahtangankan, eksekusi terhadap objek jaminan fidusia berupa barang persediaan. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu menitikberatkan pada peraturan yang berlaku, referensi dan literatur-literatur serta pelaksanaan peraturan dalam praktiknya.
Dari hasil penelitian dalam praktik banyak kesulian yang dihadapi oleh debitur dalam hal objek fidusia berupa barang persediaan karena status uang hasil penjualan objek fidusia tersebut bergantung pada status perjanjian kredit, sehingga perlu pengawasan yang terus menerus, dan sanksi yang mengatur mengenai pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia terkait barang persediaan tidak tegas, dimungkinkan dengan jalan melalui gugatan perdata namun hal tersebut menjadikan kreditur preferen berubah menjadi kreditur konkuren serta memerlukan biaya yang tidak sedikit, begitu pula dengan eksekusi terhadap jaminan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pengaturan yang lebih tegas baik dalam peraturan perundang-undangan maupun perjanjian antara kedua belah pihak.

Fiduciary guaranty perceived to be appropriate because needs of a kind of security debt that the object is still classified as movable assets or fixed assets but without giving the authority of the object, in fiduciary only the ownership that move from the owner to fiduciary grantee unless the object still under the authority of the owner. Fiduciary is regulated by Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. In that regulation contained an exception which is the merchandise stock as the collateral object of fiduciary could be assigned by the procedure that usualy use in trading.
The subject matters in this thesis are the status of money that earn from sales of the fiduciary object in credit agreement, Legal implementation againts debtor who not giving the earning from earn from sales of the fiduciary object as a subtitution of the object, and the execution againts merchandise stock as fiduciary object. This research is a normative legal research with the nature of explanatory research.
From the results of this study in practice there are a lot of difficulty that was faced by the debtor in case the fiduciary object is the merchandise stock because the status of the earning money from sale of fiduciary object is depended on the credit agreement's status, because of that need a continously controlling dan the punishment doesn't really strict. There is another way such as private lawsuit but in this situation the Preferen creditor will change into konkuren creditor and need more cost similar as the execution of the fiduciary object. For handling these problems need more drastic regulation in the applicable laws and regulations or in the agreement of the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30232
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Arine Sandradevi
"Perjanjian kredit adalah suatu perbuatan hukum yang seringkali dilakukan oleh masyarakat, pemberian kredit adalah salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh bank kepada 'customer', dalam konteks pelaksanaan perjanjian kredit diperlukan peran dan tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum untuk membuat akta perjanjian kredit, dalam perjanjian kredit perbankan diperlukan kehatihatian notaris dalam menyerap maksud dan tujuan para penghadap untuk kemudian menuliskannya ke adalam akta notariil/otentik, penyusunan dan penulisan isi akta menjadi sangat penting. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analistis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Alat pengumpulan data penelitian ini adalah studi kepustakaan dan didukung dengan melakukan wawancara, sehingga akan didapat data yang komprehesif untuk melakukan perubahan dan penyesuaian yang dapat dilakukan dalam pelaksanaanya. Hasil penelitian diketahui bahwa tugas seorang notaris adalah mengkonstatir keinginan para pihak dengan mencatatkannya kedalam akta otentik, meskipun akta yang dibuat notaris hanya berdasarkan bukti formil dan keterangan para pihak, hendaknya menerapkan prinsip kehati-hatian dan mengenal lebih dulu kliennya, akta perjanjian kredit harus dibuat dengan persetujuan para pihak, apabila ternyata terdapat pihak yang membuat perjanjian dengan itikad yang tidak baik, atau cacad hukum, maka akta perjanjian kredit notariil tersebut dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan. 

Credit agreement is a legal act that is often done by the public, credit is one form of service provided by banks to customers, in the context of the implementation of a credit agreement the role and responsibility of a notary public as a public official are required to make a credit agreement deed, in a banking credit agreement notary prudence is needed in absorbing the intentions and objectives of the parties to then write it into a notarial / authentic deed, the preparation and writing of the contents of the deed becomes very important. This research uses descriptive analytic research with normative juridical approach. This research data collection tool is a literature study and is supported by conducting interviews, so that comprehensive data will be obtained to make changes and adjustments that can be made in the implementation. The results of the study note that the task of a notary is merely to conquer the wishes of the parties by recording it into an authentic deed, even though the notarial deed is only based on formal evidence and statements of the parties, it should apply the precautionary principle and get to know its clients first, the loan agreement deed must be made with the agreement of the parties, if it turns out there is a party who made an agreement in bad faith, or a legal defect, then the notarial credit agreement can be canceled by a court decision.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54765
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riky Rahadi Nugroho
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kredit yang dibuat dengan akta otentik dengan menggunakan identitas palsu. Khususnya mengenai masalah aturan hukum dan implikasi hukum terhadap perjanjian tersebut, serta keabsahan perjanjian tersebut di mata hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative. Meningkatnya perekonomian negara ditandai dengan meningkatnya pengajuan kredit kepada Bank. Peran Notaris sangat dibutuhkan dalam perjanjian kredit sebagai pembuat akta yang menjadi alat bukti otentik. Dalam hal penerbitan cover note, seharusnya Notaris harus melakukan penelitian keabsahan dari pihak nasabah, kemudian terdakwapun mengetahui beberapa data agunan dalam bentuk foto copy adalah palsu atau isinya tidak sejati, bahkan meskipun terjadi kekurangan administrasi dan kemudian tanpa hadirnya debitur dihadapannya, terdakwa sebagai Notaris seharusnya tidak menandatangani akata otentik tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Notaris harus bertanggung jawab terhadap pembuatan akta yang diindikasikan menggunakan dokumen palsu.

This thesis discusses the credit agreement made with authentic document by using a false identity. Particularly on the issue of the rule of law and the legal implications of the agreement, as well as the validity of the agreement in the eyes of the law. This study uses normative juridical research. Increasing the country's economy is characterized by increased credit application to the Bank. The role of the Notary is needed in the credit agreement as a deed that became authentic evidence. In the case of the issuance of the cover note, should Notary must do research the validity of the customer, then terdakwapun know some data of collateral in the form of a copy is fake or not it true, even though there is a shortage of administration and then without the presence of the debtor before him, the defendant as a Notary should not signed the Akata authentic. From these results it can be concluded that the Notary must be responsible for the deed which is indicated using false documents."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T43372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Edward Anthony Guntoro
"Akta perjanjian yang dibuat oleh notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum didalam setiap perbuatan dan peristiwa hukum, sebab akta notaris bersifat autentik dan merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh dalam setiap perkara yang terkait dengan akta notaris tersebut. Di sisi lain, sebagai pejabat umum, seorang notaris harus memegang teguh prinsip kehati-hatian, oleh sebab itu pertanggungjawaban seorang notaris terhadap akta yang dibuatnya. Apabila suami atau isteri dengan harta bersama akan membuat perjanjian dengan pihak ketiga dapat bertindak hanya jika dapat persetujuan dari kedua belah pihak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prinsip kehati-hatian notaris dalam membuat akta perjanjian kredit dengan agunan harta bersama dan akibat hukum perjanjian kredit dengan agunan harta bersama tanpa persetujuan oleh salah satu pihak yang sah.
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis dan bersifat kualitatif. Notaris dalam membuat akta perjanjian kredit dengan agunan harta bersama harus melaksanakan prinsip kehati-hatian mengingat sadanya para pihak yang memberikan surat dan keterangan palsu serta akibat hukum perjanjian kredit dengan agunan harta bersama tanpa persetujuan oleh salah satu pihak yang sah berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1217 K/Pdt/2016 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum namun berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 946 K/Pdt/2016, pembuatan akta perjanjian kredit dengan agunan harta bersama tanpa persetujuan salah satu pihak yang sah harus dibuktikan dengan pidana yang didasarkan pada putusan yang berkekuatan hukum tetap.

The notarial deed made by notary has an important role in creating legal certainty in every act and legal event, because notarial deed is authentic and is the strongest and fulfillment in every case related to the notarial deed. On the other hand, as a public official, notary must adhere to the principle of caution, and therefore notary 39 s accountability to the deed he makes. If a spouse or husband with a joint property will enter into an agreement with a third party to act only if there is mutual consent from both parties. This study aims to identify the precautionary principle of notary in establishing credit agreement deed with collateral of joint property and the consequence of credit agreement law with collateral of joint property without approval by one of the legitimate parties.
The research method that will be used in this research is normative juridical research method and is descriptive analytical and qualitative. Notary in making credit agreement with collateral of joint property must implement the principle of prudence in view of the existence of the parties giving fake letters and statements as well as the effect of credit agreement agreement with collateral of joint property without the consent of one of the parties based on Supreme Court Decree Number 1217 K Pdt 2016 is invalid and has no legal force but based on the Supreme Court decree Number 946 K Pdt 2016, the creation of credit agreement with collateral of joint property without the consent of one of the legitimate parties shall be proven by criminal based on fixed law."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandro Agustin Praditya
"ABSTRAK
Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang memiliki resiko yang tinggi karena dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga bank dalam memberikan kredit harus berhati-hati.
Prinsip kehati-hatian wajib diterapkan oleh bank dalam memberikan kredit dengan mengenal customer dalam rangka melindungi dana dari masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Pelaksanaan pemberian kredit bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Bank harus menentukan kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya dalam melaksanakan kegiatan usahanya sebagai lembaga yang memberikan kredit. Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bank apapun jenisnya, dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Perbuatan pegawai bank yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan ketentuan perbankan dalam melaksanakan tahapan-tahapan proses pemberian kredit dapat berakibat hukum, baik kepada pegawai bank maupun bank itu sendiri. Dalam penulisan ini, metode yang digunakan adalah yuridis normatif untuk menganalisa tentang penerapan prinsip kehati-hatian pada Bank X Cabang Z.
Bank akan memberikan kredit kepada debitur, sebelumnya akan dilakukan analisa kredit, yang bertujuan agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman. Agar mendapatkan keyakinan tersebut, bank melakukan serangkaian kegiatan yang berupa penilaian The Five C of Credit Analysis atau Prinsip 5 C?s serta bank harus melakukan penelitian yang mendalam untuk mengetahui profil dari calon debitur dengan cara bertemu secara langsung (face to face). Jika pegawai bank lalai dalam menerapkan prinsip kehati-hatian maka dapat dituntut secara pidana oleh nasabah yang dirugikan. Akibat hukum yang diterima bukan hanya kepada pegawai bank yang lalai saja tetapi juga bank akan menerima sanksi administrasi oleh Bank Indonesia.

ABSTRACT
Bank is a business entity that collects funds from the public in the form of savings and channel them to the public in the form of credit and other forms bentk or other in order to improve the living standards of many people. Giving credit is one of the bank's activities that have a high risk because it can affect the health and survival of a bank, so the bank to provide credit to be careful.
The precautionary principle shall be applied by banks in providing credit to the customer to know in order to protect the public funds entrusted to him. Implementation of the lending bank must pay attention to the principles of credit or financing based on Islamic principles of healthy. Banks should mennetukan policies gone in carrying out its business activities as an institution that provides credit. Article 8 of Law No. 7 of 1992 as amended by Act No. 10 of 1998 states the bank of any kind, in providing the credit must have confidence based on in-depth analysis or faith and the ability and willingness to repay their debts or restore the financing in accordance with agreement.
Actions of bank employees who do not apply the precautionary principle in accordance with banking regulations in carrying out the stages of the loan process can have any legal consequences, both to employees of the bank and the bank itself.
In this study, the method used is normative to analyze on the application of the precautionary principle in Bank X Branch Z.
Bank will give credit to the debtor, will be carried out prior credit analysis, which aims to make sure that the bank loans completely safe. In order to obtain the confidence, the bank conducted a series of activities such as assessment C The Five Principles of Credit Analysis or 5 C's and the bank should conduct extensive research to determine the profile of the prospective debtor by way meet in person (face to face). If the bank employees negligent in applying the precautionary principle, it can be criminally charged by the aggrieved customer. Received legal consequences not only to the bank employees were negligent but also banks will receive administrative sanctions by Bank Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Priambodo
"Perkawinan merupakan salah satu hal penting yang dibutuhkan dalam setiap kehidupan manusia. Setiap manusia membutuhkan pasangan untuk meneruskan keturunan dan juga meningkatkan taraf hidupnya. Dengan adanya perkawinan ini tentunya memiliki akibat hukum terhadap beberapa aspek salah satunya terhadap harta perkawinan antara pasangan suami dan istri. Dengan adanya perkawinan yang sah, antara suami dan istri tersebut jadi memiliki harta bersama yang mana harta tersebut diperoleh selama masa perkawinan. Dalam meningkatkan taraf hidup kehidupan, banyak pasangan suami istri melakukan pinjaman kepada pihak ketiga dengan melakukan perjanjian kredit dan menjaminkan surat-surat berharga atau harta benda yang dimilikinya. Penjaminan atas perjanjian kredit yang dilakukan oleh pasangan suami istri tersebut tidak jarang yang menggunakan harta bersama yang diperoleh selama perkawinan. Salah satu objek yang sering dijaminkan adalah tanah dan bangunan yang dikategorikan sebagai harta bersama dan dijaminkan menggunakan Jaminan Hak Tanggungan. Perjanjian Jaminan Hak Tanggungan ini yang dijaminkan adalah hak atas tanah yang dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada dan merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Pembebanan atas Jaminan Hak Tanggungan tersebut secara tegas dan diikat menggunakan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Notaris PPAT dan disetujui oleh kedua belah pihak antara debitur dan kreditur.

Marriage is one of the important aspects needed in every human life. Every individual requires a partner to continue the lineage and also to improve their standard of living. With the existence of marriage, it certainly has legal consequences on various aspects, one of which is the marital property between husband and wife. Through a valid marriage, the husband and wife share common assets acquired during the marriage. In the pursuit of improving their quality of life, many married couples borrow from third parties through credit agreements, pledging valuable documents or assets they own. The collateral for these credit agreements, undertaken by the married couple, often involves the common assets acquired during the marriage. One commonly pledged item is land and buildings categorized as joint property and pledged using a Deed of Mortgage. This Deed of Mortgage secures rights over the land, including buildings, plants, and creations that exist or will exist and are integral to the land. The encumbrance on the Mortgage Deed is explicitly and legally binding, established through a Deed of Granting Mortgage created by a Notary Public Land Deed Official and approved by both parties, the debtor, and the creditor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcella Yuanita Widharma
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perjanjian restrukturisasi kredit yang dibuat dalam akta autentik di hadapan notaris dinilai mengandung cacat kehendak yang kemudian dinyatakan batal demi hukum oleh Mahkamah Agung serta kedua belah pihak harus menanggung risiko sama rata. Kemudian yang menjadi pokok permasalahan tesis ini adalah mengenai penerapan restrukturisasi kredit dalam Putusan Nomor 1705K/PDT/2015, peranan notaris dalam perkara Putusan Nomor 1705K/PDT/2015 dan kesesuaian pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 1705K/PDT/2015 dengan konsep penyalahgunaan keadaan dan pembagian risiko. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan mengenai penerapan restrukturisasi kredit PT BNI Persero Tbk. terhadap PT PDRH adalah tidak tepat mengingat terjadinya krisis moneter yang menyebabkan kredit bermasalah. Peranan notaris dalam perjanjian restrukturisasi kredit adalah membuat akta autentik. Selanjutnya, pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 1705K/PDT/2015 dengan konsep penyalahgunaan keadaan dan pembagian risiko adalah tidak sesuai.

ABSTRACT
This thesis discusses about the credit restructuring agreements made in the authentic deed before a notary, judged to contain defects and then be declared cancelled by law by the Supreme Court and both parties should bear the risk of equally. Then that became problems of this thesis are the application credit restructuring in Supreme Court of Republic Indonesia Decision No. 1705 K PDT 2015, the role of the notary of the case on Supreme Court of Republic Indonesia Decision No. 1705 K PDT 2015 and the suitability of the consideration of the judge of the Supreme Court of Republic Indonesia Decision No. 1705 K PDT 2015 with the concept of Undue Influence and Sharing Risk. It is a descriptive analytical study conducted by using the juridical normative method and analysed qualitatively. The results of this thesis can be concluded about the application of credit restructuring of PT BNI Persero Tbk. against PT PDRH is not appropriate given the onset of the monetary crisis which caused the bad debt. The role of the notary public in credit restructuring agreement is made of authentic deed. Furthermore, consideration of the judges of the award No. 1705K PDT 2015 with the concept of abuse of a State and the Division of risk is not appropriate. "
2018
T51131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Izzati Hanifah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas dan menganalisa mengenai pengajuan PKPU secara sukarela oleh PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT) sebagai debitor. Standard Chartered Bank Singapore Branch (SCB), sebagai kreditor separatis Pemegang jaminan corporate guarantee dan gadai saham mengajukan tagihan kepada PT. AKT sebagai penjamin yang melepaskan hak istimewanya sebagai penanggung. Pengurus menolak tagihan dan menyatakan perjanjian jaminan hapus demi hukum akibat terlanggarnya syarat objektif sahnya perjanjian terkait kausa yang halal karena belum diperolehnya izin dari Menteri sebagaimana dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2009. Bahwa Pengadilan Niaga telah menghomologasi perdamaian PT. AKT. Kemudian SCB mengajukan kasasi kepada MA namun ditolak. Penelitian ini hendak menjawab permasalahan bagaimana prosedur permohonan PKPU yang diajukan oleh debitor, bagaimana kedudukan SCB atas hapusnya perjanjian jaminan dalam PKPU, bagaimana perlindungan hukum terhadap SCB sebagai kreditor yang beritikad baik ditinjau dari pertimbangan hakim dalam Putusan No. 07/Pdt.Sus-PKPU/PN.Niaga.Jkt.Pst dan Putusan No. 482K/Pdt.Sus-Pailit/2016, perjanjian fasilitas, perjanjian jaminan serta peraturan perudang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan bentuk yuridis normatif menggunakan sumber data sekunder. Dari hasil penelitian ini ditemukan hasil bahwa PKPU yang diajukan oleh Debitor harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, namun dalam kasus ini penerapannya tidak tepat dan merugikan salah satu kreditor separatis yakni SCB atas hapusnya perjanjian jaminan tersebut akibat perbuatan melawan hukum AKT. Pengurus PKPU seharusnya mengakui adanya piutang dari SCB dan mempertimbangkan pula fakta-fakta materil yang ada di persidangan. SCB sebagai pihak yang beritikad baik telah tidak memperoleh perlindungan hukum dari perjanjian fasilitas dan pihak terkait termasuk pengadilan. Oleh karena itu SCB perlu melakukan upaya hukum demi memperoleh sisa haknya yang belum terbayarkan.

ABSTRACT
This thesis discusses and analyzes voluntary Suspension of Debt Payment (PKPU) Submissions by PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT) as the debtor. Standard Chartered Bank Singapore Branch (SCB), as a separatist creditor holders of Corporate Guarantee and Pledge of Shares that registering claim to PT. AKT as a Guarantor who has forfeited its privilege as the insurer. Curator has refused the claims and stated the guarantee agreement was void by law due to violation of the legal objective its agreement regarding the legal cause due to the fact that the permission from the Minister has not yet been obtained as stipulated in Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 18/2009. Then SCB submitted an appeal to the Supreme Court but was refused. This research wants to answer the problem of how the Suspension of Payment application procedure submitted by the debtor, how the position of SCB over the abolition of the guarantee agreement in PKPU, how the legal protection of SCB as a creditor in good faith is reviewed from the judges consideration in Case Number. 07 / Pdt.Sus-PKPU / PN.Niaga.Jkt.Pst and Case Number. 482K / Pdt.Sus-Pailit / 2016, facility agreements, guarantee agreements and statutory regulations. The research method used is qualitative with normative juridical by using secondary data. From the results of this study it was found that PKPU submitted by the debtor was not in accordance with the provisions in Law Number. 37/2004 concerning Bankruptcy and PKPU and harming one of the separatist creditors namely SCB for the abolition of the guarantee agreement due to acts against the AKT law. Curator on PKPU should admit the existence of credit from SCB and also consider the material facts in the trial. SCB has no legal protection from the facility agreement and all parties including the court. Therefore SCB needs to make legal remedies in order to obtain the remaining unpaid right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Melina
"Pemberian Hak Tanggungan harus dilakukan oleh orang yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap hak atas tanah. Apabila terdapat keterangan palsu yang dilakukan oleh para pihak seharusnya perjanjian dapat dibatalkan. Notaris/PPAT perlu memastikan data yang diberikan oleh para pihak adalah benar dan sesuai dengan yang menghadap. Kebenaran identitas penghadap dilihat dari KTP asli yang dibawa oleh penghadap. Sama halnya dengan sertipikat tanah yang harus diperlihatkan adalah asli sertipikat. Dokumen asli yang diberikan oleh para penghadap merupakan bentuk kewajiban Notaris/PPAT untuk memastikan kebenaran formil. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipologi penelitian berbentuk preskriptif yang merupakan penelitian dengan memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah Hak Tanggungan tetap berlaku dengan adanya cacat hukum didalamnya. Cacat hukum tersebut berupa keterangan palsu yang dikategorikan sebagai penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1321 KUHPerdata. Akibatnya, keterangan palsu tersebut melanggar syarat subjektif Pasal 1320 KUHPerdata dan terhadap kedudukan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yang beritikad baik dan harus dilindungi telah melaksanakan prestasinya dan berhak menerima jaminan yang diberikan oleh debitur sebagai hak tanggungan.

The granting of Mortgage Rights must be carried out by a person who is authorized to carry out legal actions regarding land rights. If there are false statements made by the parties, the agreement should be cancelled. The Notary/PPAT needs to ensure that the data provided by the parties is correct and in accordance with those appearing. The truth of the person's identity is seen from the original KTP brought by the person. Likewise, the land certificate must be shown to be the original certificate. The original documents provided by the presenters are a form of Notary/PPAT's obligation to ensure formal correctness. The research method used is doctrinal with a prescriptive research typology which is research that provides solutions to solve the problem, the data used is secondary data. The results of this research are that mortgage rights remain valid even if there are legal defects in them. This legal defect is in the form of false information which is categorized as fraud as intended in Article 1321 of the Civil Code. As a result, this false statement violates the subjective requirements of Article 1320 of the Civil Code and the creditor's position as a mortgage right holder who has good faith and must be protected by carrying out his achievements and has the right to receive the guarantee provided by the debtor as a mortgage right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>