Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98441 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rini Agustin
"Pendahuluan: Shalat adalah salah satu aktivitas kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan oleh umat Islam, termasuk oleh usia lanjut. Beberapa gerakan yang dilakukan adalah berdiri, rukuk, sujud dan duduk. Gerakan-gerakan ini disusun dari komponen-komponen dari hirarki fungsi fisik, yaitu koordinasi gerakan, keseimbangan, kekuatan otot, fleksibilitas, dan ketahanan. Berbagai aktivitas sehari-hari juga terdiri dari komponen dasar tersebut.
Tujuan: Penulis ingin melihat apakah komponen dasar gerakan shalat yang baik dapat menunjukkan komponen dasar aktivitas fungsional fisik yang baik pula pada usia lanjut.
Metode: 120 orang subjek diamati saat melakukan shalat dan dinilai berdasarkan komponen dasarnya. Komponen dasar aktivitas fungsional fisik dinilai dengan uji yang tervalidasi dan sesuai dengan komponen yang ingin dinilai.
Hasil: Usia lanjut yang dapat melakukan gerakan shalat dengan sempurna sebanyak 22 subjek (18,3%). Komponen koordinasi gerakan shalat memberikan prediksi yang baik terhadap koordinasi aktivitas fungsional fisik yaitu 94% (IK 95% 0,88 sampai 0,97). Komponen keseimbangan gerakan shalat memberikan prediksi yang baik terhadap komponen keseimbangan aktivitas fungsional fisik yaitu 100% (IK 95% 0,97 sampai 1,0). Komponen kekuatan otot gerakan shalat memberikan prediksi yang baik terhadap komponen kekuatan otot aktivitas fungsional fisik yaitu 79% (IK 95% 0,6 sampai 0,9). Komponen fleksibilitas gerakan shalat memberikan prediksi yang tidak baik terhadap komponen fleksibilitas aktivitas fungsional fisik 55% (IK 95% 0,45 sampai 0,65). Komponen ketahanan otot gerakan shalat memberikan prediksi yang tidak baik terhadap komponen ketahanan otot aktivitas fungsional fisik yaitu 67% (IK 95% 0,58 sampai 0,75).
Kesimpulan: Komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot gerakan shalat mampu memprediksi komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut. Sementara itu, komponen fleksibilitas dan ketahanan otot gerakan shalat tidak dapat digunakan untuk memprediksi komponen fleksibilitas dan ketahanan otot aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut.
IK: Interval Kepercayaan.

Introduction: Shalat is one of daily main activities that is common to moslems, especially in elderly population. The movements of shalat consisted of standing, rukuk, sujud (kneeling), and sitting. The movements comprise of basic components of the hierarchy of physical functions, such as coordination, balance, muscle strength, flexibility and endurance. Some of our daily activities also comprise of the basic components.
Objectives: To investigate whether the components found in the movement of shalat can be predictors of the same components in the activities of physical function.
Methods: 120 subjects were enlisted to do shalat and were evaluated based on the five basic components of physical function. The basic components of physical functional activities were evaluated using relevant and validated tools.
Results: There were 22 elderly subjects who performed shalat movements perfectly (18.3%). The coordination component of shalat movement has a positive predictive value of 94% for coordination component of physical functional activities (95% CI 0.88 to 0.97). The balance component of shalat has a 100% positive predictive value for balance component of physical functional activities (95% CI 0.97 to 1.0). The muscle strength component of shalat has a positive predictive value of 79% for muscle strength component of physical functional activities (95% CI 0.6 to 0.9). The flexibility and endurance component of shalat gave a 55% and 67% positive predictive value respectively for flexibility and endurance component of the physical functional activities (95% CI 0.45 to 0.65 and 0.58 to 0.75, respectively).
Conclusion: Coordination, balance, and muscle strength components of shalat are good predictors for coordination, balance, and muscle strength components of physical functional activities in elderly population. On the other hand, flexibility and muscle endurance components are not significant predictors for flexibility and muscle endurance components of physical functional activities in elderly population.
CI: Confidence Interval.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Wirdatul Hasanah
"Tesis ini bertujuan untuk membuktikan kesahihan dan keandalan Physical Activity Scale For The Elderly (PASE) versi bahasa Indonesia (PASE-INA) untuk mendapatkan metode kuantifikasi penilaian aktivitas fisik yang sahih dan andal untuk dapat diterapkan pada populasi lansia di Indonesia. Uji kesahihan konstruksi dilakukan dengan uji korelasi Pearson, sedangkan uji keandalan dilakuan dengan menilai intraclass correlation (ICC) untuk keandalan test-retest dan Cronbach’s ? untuk konsistensi internal. Sebanyak 64 orang lansia diwawancara dengan menggunakan kuesioner PASE yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Wawancara dilakukan sebanyak dua kali, dengan rentang waktu 1-3 minggu. Rerata skor total PASE-INA adalah 123.09(SD 35.48). Seluruh butir PASE-INA terbukti sahih dengan rentang nilai koefisien korelasi 0.310-0.533. Konsistensi internal dari skor total PASE-INA menunjukkan keandalan yang baik, dengan nilai Cronbach’s ? 0.844. Dari uji keandalan ­test-retest didapatkan hasil yang moderat dengan nilai ICC 0.728 (CI 95% 0.590-0.825). Kesimpulan dari penelitian ini adalah PASE-INA merupakan kuesioner yang sahih dan andal dalam menilai aktivitas fisik lansia di Indonesia.

This thesis aims to prove the validity and reliability of the Indonesian version of the Physical Activity Scale for The Elderly (PASE-INA) to obtain a valid and reliable method of quantification of physical activity assessment to be applicable to the elderly population in Indonesia. Construction validity was tested using the Pearson correlation test, while the reliability test was performed by assessing the intraclass correlation (ICC) for test-retest reliability and Cronbach’s ? for internal consistency. A total of 64 elderly people were interviewed using the PASE questionnaire which had been translated into Indonesian. Interviews were conducted twice within a 1 to 3-weeks interval. The mean PASE-INA total score was 123.09(SD 35.48). All PASE-INA items were proven valid with a correlation coefficient value range of 0.310-0.533. The internal consistency of the PASE-INA total score shows good reliability, with a Cronbach’s ? value of 0.844. From the test-retest reliability test, moderate results were obtained with an ICC value of 0.728 (95% CI 0.590-0.825). The conclusion of this study is that PASE-INA is a valid and reliable questionnaire in assessing the physical activity of the elderly in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Budi Prayuni
"Tesis ini disusun untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan performa fisik dengan keadaan sarkopenia pada penderita obesitas usia lanjut di komunitas. Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik potong-lintang dengan teknik pengambilan secara konsekutif. Kriteria inklusi diantaranya adalah subjek berusia ≥ 60 tahun, indeks massa tubuh ≥ 25 Kg / m2, mampu berjalan minimal 10 meter dan fungsi kognitif baik, Subjek yang menggunakan alat pacu jantung, terdapat implant metal di dalam tubuh, memiliki riwayat penyakit kanker, gangguan kardiovaskular dan respirasi akut, deformitas atau nyeri pada ekstremitas dan mendapatkan latihan terapeutik atau olahraga teratur dieksklusi dari penelitian ini. Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan kuesioner Physical Activity Scale for Elderly (PASE) dan performa fisik menggunakan uji kecepatan berjalan 6 meter dan uji timed up and go test (TUG). Penegakkan sarkopenia berdasarkan kriteria Asian Working Group of Sarcopenia 2019 dengan pengukuran komposisi tubuh menggunakan Bioelectric Impedance Analysis (BIA). Pada penelitian ini, didapatkan proporsi sarkopenia pada keseluruhan subjek (n = 119) adalah 23,5% dengan 71,4% berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada variabel tingkat aktivitas fisik (p > 0,05) dan hubungan yang signifikan pada variabel kecepatan berjalan dan uji TUG (p < 0,05). Kesimpulan pada penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara performa fisik dengan kondisi sarkopenia pada penderita obesitas usia lanjut di komunitas.

This thesis was aimed to determine the association between physical activity level and physical performance with sarcopenia in elderly obese patient in community. The research design is a cross sectional study with consecutive sampling. Inclusion criteria included subjects with age ≥ 60 years old, body mass index ≥ 25 Kg / m2, able to walk at least 10 meters, and has a good cognitive function. Subjects with pacemaker, have metal implants, history of cancer, acute cardiovascular and respiratory disorders, deformities or pain in extremities and receive regular therapeutic exercise were excluded from this research. Measurement of physical activity level using Physical Activity Scale for Elderly (PASE) questionnaire and physical performance using 6meter walking speed test and timed up and go test (TUG). Sarcopenia is based on criteria from Asian Working Group of Sarcopenia 2019 with body composition assessment using Bioelectric Impedance Analysis (BIA). In this research, the proportion of sarcopenia in all subjects (n = 119) was 23,5% with 71,4% was female. The results showed that there was no significant association on physical activity level (p > 0,05) and a significant association on walking speed and TUG test (p < 0,05). This research concluded that there is a significant association between physical performance with sarcopenia in elderly obese patient in the community."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Permata Putri
"Populasi lansia di Indonesia meningkat dipengaruhi oleh kehidupan perkotaan yang mendorong masayarakat untuk urbanisasi. Urbanisasi terjadi termasuk pada lansia, hal ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan baik dari segi fisik, psikososial, ekonomi maupun spiritual. Lansia yang terlantar akibat dari masalah perkotaan mendapatkan perlindungan di PSTW Budi Mulia 1 Ciracas sebagai tempat untuk mempertahankan kesejahteraan hidup lansia. Prevalensi penyakit yang paling sering di derita kelompok lansia di Indonesia adalah hipertensi, artrhitis dan stroke merupakan faktor yang dapat pencetus terjadinya hambatan mobilitas fisik pada lansia. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan hambatan mobilitas fisik melalui intervensi unggulan yaitu latihan sendi dengan gerakan salat. Latihan gerakan salat dilakukan selama lima minggu, enam hari sekali. Evaluasi menggunakan Berg Balance Test. BBT menunjukkan peningkatan dari nilai awal 32 menjadi 47. Intervensi ini dapat dilakukan oleh lansia sehari lima kali untuk mempertahankan mobilitas sendi dan keseimbangan. Pihak panti perlu memberikan motivasi kepada lansia untuk melakukan salat lima waktu dalam sehari.

The elderly population in Indonesia is increasingly influenced by urban life which encourages people to urbanize. Urbanization occurs including the elderly, this can lead to various health problems both in terms of physical, psychosocial, economic and spiritual. Elderly displaced as a result of urban problems get protection in PSTW Budi Mulia 1 Ciracas as a place to maintain the welfare of elderly life. The prevalence of the most common diseases in elderly people in Indonesia is hypertension, arthritis and stroke are factors that can trigger the occurrence of impaired physical mobility in the elderly. This scientific work aims to explain the nursing care of the elderly with impaired of physical mobility through the intervention of joint exercises which is the movement of prayer. Prayer exercises are performed for five weeks at six days per week. Evaluation using Berg Balance Test BBT showed an increase from an initial value of 32 to 47. This intervention can be performed by the elderly five times a day to maintain joint mobility and balance. Parties need to provide motivation to the elderly to pray five times a day."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purwita Wijaya Laksmi
"Pendahuluan: Pada usia lanjut (usila) terjadi perubahan dalam berjalan dan keseimbangan, penurunan kekuatan otot rangka, dan perlambatan integrasi sensorik dan motorik oleh sistem saraf pusat. Di sisi lain, usila rentan terhadap defisiensi vitamin D yang diketahui berkaitan dengan sistem muskuloskeletal dalam koridor fungsi mobilitas seseorang untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari. Belem. ada penelitian mengenai konsentrasi vitamin D dan korelasinya dengan mobilitas fungsional perempuan usila.
Tujuan: Menentukan konsentrasi vitamin D serum, hasil nilai uji the timed up and go (TUG), dan korelasi antara konsentrasi vitamin D serum dan nilai uji TUG perempuan usi la
Metode: Penelitian di tiga panti werdha di DK1 Jakarta dan satu panti werdha di Bekasi ini dilakukan dengan desain korelatif secara potong lintang yang dilakukan pada bulan Januari 2005 terhadap perempuan berusia 60 tahun atau lebih. Uji TUG digunakan untuk menilai mobilitas fungsional dasar dengan mengukur berapa detik waktu yang diperlukan subyek untuk melakukan aktivitas berturut-turut: bangkit dari kursi bertinggi duduk 46 cm dengan sandaran lengan dan punggung, berjalan sejauh tiga meter, berbalik arah kembali menuju kursi, dan duduk kembali. Konsentrasi vitamin D serum diukur dengan metode ELBA. Sebagai variabel perancu adalah usia, indeks massa tubuh, dan konsentrasi ion kalsium serum yang diukur dengan metode NOVA.
Hasil: Dari 42 perempuan usila-yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian, 30 orang yang ditentukan secara random propotsional diikutsertakan dalam penelitian. Rerata (SB) konsentrasi vitamin D adalah 68,0 (SB 21,1) nmol/L, dengan konsentrasi <50 nmol/L sebesar 23,3%, nilai uji TUG 10,7 (SB 2,1) detik, IMT 22,3 (SB 3,7) kglm2, dan usia 70,2 (SB 6,4) tahun, sedangkaiu median (minimal-maksimal) konsentrasi ion kalsium serum adalah 1,095 (1,030-1,230) mmol/L. Konsentrasi vitamin D serum belum menunjukkan korelasi yang bermakna dengan TUG (r = -0,008; p = 0,968). Antara variabel perancu dan TUG juga belum menunjukkan korelasi yang bermalma. Hasil korelasi dengan TUG untuk indeks massa tubuh r = 0,014; p = 0,942, konsentrasi ion kalsium serum p = 0,287;p = 0,124, dan usia r = 0,315;p = 0,09.
Simpulan: Rerata konsentrasi vitamin D serum perempuan usila dalam penelitian ini adalah 68,0 (SB 21,1) nmollL, 23,3% mengalami defisiensi vitamin D sedangkan sisanya memiliki konsentrasi vitamin D serum normal. Rerata basil nilai uji TUG perempuan usila yang diteliti adalah 10,7 (SB 2,1) detik, sebagian besar (60%) memiliki basil nilai uji TUG 10-<20 detik yang menunjukkan kemandirian _untuk berbagai . aktivitas. Konsentrasi vitamin D serum belum menunjukkan korelasi yang bermakna dengan mobilitas fungsional dasar perempuan usila, semakin tinggi konsentrasi vitamin D serum tidak diikuti dengan semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk melakukan.uji TUG; proporsi subyek dengan nilai uji TUG <10 detik (mobilitas fungsional dengan kemandirian penuh), lebih sedikit pads responden yang mengalami defisiensi vitamin D.

Background: In elderly there are changes both in gait and balance, muscle strength decline, and slowing of sensory and motoric integration by central nervous system. On the other hand, elderly are susceptible to vitamin D deficiency which is known associated with musculosceletal system in the light of functional mobility in order to perform daily Iiving activities independently. Study on vitamin D and its correlation with basic functional mobility in elderly women has not been conducted yet.
Objective: to determine vitamin D serum concentration, the timed up and go (TUG) test score, and the correlation between vitamin D serum concentration and TUG test score of elderly women.
Method: a correlative cross sectional study of institutionalized elderly women age 60 years old or greater was conducted in three nursing homes in DKI Jakarta and one nursing home in Bekasi in January 2005. TUG test was.performed to evaluate basic functional mobility by measuring the time in seconds to stand from 46 cm height armchair, walk three meters, turn around, and return to full sitting in chair. Vitamin D serum concentration was measured by ELISA method. Calcium ion serum concentration that was measured by NOVA method, age and body mass index (BMI) were confounding variables.
Result: Of forty-two elderly women who met the inclusion and exclusion criteria, thirty subjects which proportional randomly assigned were participated in this study. Mean (SD) vitamin D serum concentration was 68.0 (SD 21.1) nmoUL, with concentration S50 nmolIL was 23.3%, TUG score was 10.7 (SD 2.1) seconds, BMI was 223 (3.7) kglm2, age was 70.2 (SD 6.4) years, and median (minimal-maximal) ionized calcium serum concentration was 1.095 (1.030-1.230) mmolfL. Vitamin D serum concentration had not shown significant correlation yet with TUG (r = -0.008; p = 0.968). There were also no significant correlation among the confounding variables and TUG. The correlation with TUG for BMI r = 0.014; p = 0.942, ionized calcium serum concentration p = 0.287; p = 0.124, and age r=0.315;p=0.09.
Conclusion: The mean vitamin D serum concentration of elderly women in this study was 68.0 (SD 21.1) nmolIL, 23.3% had vitamin D deficiency, while the rest of other subjects still had normal vitamin D serum concentration. The mean TUG score of elderly women in this study was 10.7 (SD 2.1) seconds, more than half (60%) had TUG score 10-<20 seconds which means they were mostly independent to perform daily living activities. Vitamin D serum concentration had not shown significant correlation yet with basic functional mobility of elderly women, the higher vitamin D serum concentration was not followed by lesser time to perform TUG test; the proportion of subjects with TUG score <10 seconds (freely mobile in functional mobility) were lesser in vitamin D deficiency respondents.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Hafiah Halidha Nilanda
"Status hidrasi dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk usia. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia yaitu penurunan sensasi rasa haus, penurunan sekresi aldosteron, dan penurunan fungsi luhur dapat menyebabkan peningkatan risiko dehidrasi pada lansia. Penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang telah dilakukan di rumah binaan lansia Atmabrata, Cilincing Jakarta Utara, dengan tujuan untuk menilai status hidrasi pada lansia dan faktor-faktor yang berhubungan yaitu asupan cairan dan aktivitas fisik. Lima puluh sembilan subjek berhasil menyelesaikan protokol penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27,1% lansia mengalami dehidrasi dengan menggunakan indikator berat jenis urin dan 49,2% lansia tidak terhidrasi dengan baik dengan menggunakan indikator warna urin. Rerata asupan cairan subjek adalah 1327,97 ± 407,75 mL, dan terdapat 72,9% subjek dengan aktivitas fisik rendah. Tidak terdapat hubungan antara status hidrasi dengan asupan cairan (p>0,05), dan sebaliknya terdapat hubungan yang bermakna antara berat jenis urin dengan tingkat aktivitas fisik (p <0,001).

Hydration status can be affected among others by age. Dehydration risk is higher in the elderly. Physiological changes such as decreasing sensation of thirst, decreasing secretion of aldosterone and impaired cognitive fuction could be the causes of dehydration among elderly. Analytic observational by using cross sectional study design conducted in Atmabrata nursing home, Cilincing North Jakarta has been done to asses hydration status in the elderly and its related factors, i.e fluid intake and physical activity. Fifty nine subjects accomplished the study protocol.
Based on the urine specific gravity measure, it shows that 27.1% elderly was dehydrated and by using urine color chart, it shows that 49.2% elderly was not hydrated properly. The fluid intake average of the subject was 1327.97 ± 407.75 mL, and there was 72.9% subject with low physical activity. There was no significant association between hydration status and fluid intake (p>0.05). There was significant association between urine specific gravity status and level physical activity (p<0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Deviana Nawawi
"Usia lanjut berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin D, sedangkan vitamin D memiliki efek protektif terhadap massa otot. Penurunan massa otot dan fungsinya disebut dengan sarkopenia. Prevalensi sarkopenia sangat tinggi pada usia lanjut yang tinggal di panti wreda, kondisi ini disebabkan gaya hidup sedentari pada penghuni panti wreda. Deteksi dini sarkopenia dapat dilakukan dengan mengukur fungsi otot, salah satunya adalah mengukur performa fisik dengan tes short physical performance battery (SPPB). Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk melihat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di lima panti wreda yang terdaftar di Kota Tangerang Selatan. Pengambilan subjek dilakukan dengan cara proportional random sampling, didapatkan 100 usila yang memenuhi kriteria penelitian. Pemeriksaan kadar vitamin D menggunakan kadar kalsidiol serum dengan metode chemiluminescence immunoassay (CLIA). Pemeriksaan massa otot menggunakan bioelectric impedance analysis Tanita SC-330. Analisis korelasi menggunakan uji nonparametrik. Didapatkan nilai tengah usia subjek adalah 74,89 tahun dan 72% subjek adalah perempuan. Terdapat  85% subjek memiliki asupan vitamin D yang kurang dan  94% subjek memiliki skor pajanan sinar matahari yang rendah, serta seluruh subjek masih memiliki massa otot yang normal. Nilai tengah kadar vitamin D serum  adalah 15,50(4-32) ng/mL, dengan 72% subjek mengalami defisiensi vitamin D. Nilai tengah performa fisik adalah 9(3-12) dan sebanyak 47% subjek mengalami performa fisik yang buruk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di panti wreda (r=0,130; p=0,196).

Elderly individuals have a risk of vitamin D deficiency, whereas vitamin D has a protective effect on muscle mass. Decrease in muscle mass and function is called sarcopenia. The prevalence of sarcopenia is very high in the elderly who live in nursing homes, this condition is due to the sedentary lifestyle. Early detection of sarcopenia can be done by measuring physical performance with short physical performance battery (SPPB) test. This cross-sectional study aimed to explore the correlation between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in five nursing homes registered in South Tangerang. A hundred subjects who fulfilled study criteria gathered using proportional random sampling method. Examination of vitamin D levels using calcidiol serum with the chemiluminescence immunoassay (CLIA) method. Muscle mass was measured using bioelectric impedance analysis Tanita type SC-330. Nonparametric correlation was used for correlation analysis. Median age of subjects was 74.89 years old and 72% were female. Eighty-five percent of subjects had low vitamin D intake, 94% of subjects had low sun exposure score, and all subjects had normal muscle mass. Mean level of vitamin D serum was 15.50 (4-32) ng/mL, with 72% of subjects had vitamin D deficiency. Mean score of physical performance was 9(3-12) and 47% of subjects had low physical performance. This study showed that there was no correlation found between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in nursing homes (r=0.130; p=0.196)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui nilai titik potong tes SPPB sebagai tes performa fisik dalam mendiagnosa sarkopenia pada pasien lanjut usia di rawat jalan. Selain itu juga untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas tes SPPB berdasarkan kecepatan jalan 6 meter untuk estimasi performa fisik sebagai komponen sarkopenia. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien lanjut usia rawat jalan di RSUPN Ciptomangunkusumo. Pada penelitian ini didapatkan 100 subjek yang diminta melakukan uji SPPB, uji kecepatan jalan 6 meter, uji penilaian massa otot dengan BIA (Bio Impedance Analysis), dan penilaian kekuatan otot dengan menggunakan handgrip dynamometer. Dari hasil penilaian didapatkan nilai titik potong 7 untuk populasi total dan populasi perempuan. Sedangkan untuk populasi laki laki didapatakan nilai 8. Setelah didapatkan titik potong baru, dilakukan uji diagnostik antara nilai SPPB titik potong baru dengan status performa fisik menurun berdasarkan kecepatan jalan 6 meter. Dari penilaian didapatkan sensitivitas 81.5% dan spesifisitas 73.7% untuk populasi total. Pada populasi perempuan didapatkan sensitivitas 81.4% dan spesifisitas 66.7%. Sedangkan untuk populasi laki laki menggunakan titik potong 8 didapatkan sensitivitas 81.8% dan spesifisitas 71.4%. Kesimpulan penelitian ini adalah SPPB dengan nilai titik potong 7 untuk populasi perempuan dan 8 untuk populasi laki laki baik dipakai sebagai alat uji untuk screening dan diagnostik performa fisik sebagai komponen sarkopenia rawat jalan.

This thesis aims to determine the cut-off point of the SPPB test as a physical performance test in diagnosing sarcopenia in elderly patients on an outpatient basis. In addition, to determine the sensitivity and specificity of the SPPB test based on a walking speed of 6 meters to estimate physical performance as a component of sarcopenia. This study is a cross-sectional study of elderly outpatients at Ciptomangunkusumo General Hospital. In this study, 100 subjects were asked to perform the SPPB test, 6 meter walking speed test, muscle mass assessment test using BIA (Bio Impedance Analysis), and muscle strength assessment using a handgrip dynamometer. From the results of the assessment, it was found that the cut-off point was 7 for the total population and the female population. As for the male population, a score of cut oof point is 8. After obtaining a new cut-off point, a diagnostic test was conducted between the SPPB value of the new cut-off point and the decreased physical performance status based on a 6-metre walking speed. From the assessment, sensitivity was 81.5% and specificity was 73.7% for the total population. In the female population, sensitivity was 81.4% and specificity was 66.7%. Meanwhile, for the male population using the 8 cut-off point, the sensitivity was 81.8% and the specificity was 71.4%.The conclusion of this study is that the SPPB with a cutoff value of 7 for the female population and 8 for the male population can be used as a test tool for screening and diagnostic of physical performance as a component of outpatient sarcopenia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Budisusilo
"Tesis ini membahas hubungan aktivitas fisik dengan keseimbangan sebagai faktor risiko jatuh pada komunitas lansia tersupervisi dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (SpKO). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode potong lintang menggunakan instrumen kuesioner Physical Activity Scale for Elderly (PASE) dan battery senior functional test (SFT). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan keseimbangan, kekuatan otot ekstremitas bawah, dan daya tahan kardiorespirasi. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penggunaan PASE dan SFT dalam menilai tingkat aktivitas fisik, pola aktivitas fisik, waktu sedenter, serta kebugaran jasmani pada lansia sebagai dasar penyusunan program latihan fisik yang tepat pada komunitas lansia tersupervisi.

This thesis discusses the correlation between physical activity and balance as a risk factor of falls in the elderly community that is supervised by sports medicine specialist. This research is a quantitative study with the cross-sectional method, using Physical Activity
Scale for Elderly (PASE) questionnaire instruments and battery Senior Functional Test (SFT). The results show correlations between physical activity with balance, lower
extremity muscle strength, and cardiorespiratory fitness. The study concludes that PASE and SFT can be used in assessment of physical activity level and pattern, sedentary time, also the physical fitness in the elderly as a basis for the development of proper exercise program in the supervised elderly community.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Agung
"Latar Belakang. Status fungsional merupakan komponen esensial pengkajian paripuma pasien geriatri. Sesungguhnya pada usia lanjut bukan hanya usia harapan hidup yang penting, tetapi bagaimana usia lanjut dapat menjalani sisa kehidupannya dengan baik dan optimal. Untuk itu usia lanjut harus bisa melakukan ADL secara mandiri. Untuk menilai ADL dasar diperlukan alat ukur yang andal, sahih dan Iuas dipakai. Indeks ADL Barthel merupakan alat ukur yang banyak dipakai. Suatu alat ukur yang baik untuk dapat dipalcai luas hares melalui uji keandalan dan kesahihan. Di Indonesia Indeks ADL Barthel belum pernah diuji keandalan dan kesahihannya.
Tujuan. Membuktikan bahwa kuesioner Indeks ADL Barthel merupakan intrumen ukur yang andal dan sahih untuk menilai status fungsional dasar usia lanjut Indonesia.
Metodologi. Dirancang suatu studi validasi. Prosedur yang dilakukan adalah pada hari pertama kunjungan semua pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pengisian formulir kuesioner indeks ADL Barthel dan indeks ADL Katz serta pada hari 7 --14 kunjungan dilakukan pengisian ulangan formulir kuesioner ADL Barthel.
Hasil. Telah dilakukan pengambilan data dari 100 responden, nilai ICC ADL Barthel tiap-tiap butir, dan nilai total ADL Barthel didapatkan sangat baik (> 0,75), kecuali untuk butir mengendalikan rangsang buang air besar dengan ICC 0,645 hasilnya baik (0,4 -- 0,75). Keandalan internal consistency penelitian ini diperoleh nilai Cronbach a 0,938. Uji kesahihan eksternal ADL Barthel dibandingkan ADL Katz dianalisis dengan uji Spearman correlation coefficient menunjukkan hubungan bermakna (pc0,01), yaitu antara butir dan nilai total ADL Barthel dengan butir dan nilai total ADL Katz. Hanya hubungan butir mengendalikan rangsang buang air km-II ADL Barthel dengan butir makan ADL Katz yang bermalma dengan (p<0,05). Kesahihan konstruksi ADL Barthel diuji dengan Spearman correlation coefficient dan melihat nilai rho (r) masing masing butir. Hasil yang didapatkan semua butir berhubungan bermakna dengan nilai total (p<0,001). Semua butir mempunyai nilai r > 0,3.
Simpulan. Kuesioner ADL Barthel merupakan instrumen ukur yang andal dan sahih serta dapat digunakan untuk mengukur status fungsional dasar usia lanjut Indonesia.

Background. Status functional is essential component of comprehensive geriatric assessment. Actually in addition to longevity, the important thing for elderly is to live the rest of their life as good and as optimal as possible. To live their life as good and as optimal as possible, the elderly should do the basic ADL independently. To measure basic ADL performance of elderly, measurement tool which is valid, reliable and commonly used is needed. Barthel index is the measurement tool which commonly used. For a good instrument to become commonly used, it should be tested for reliability and validity. In Indonesia Barthel index hasn't been tested for reliability and validity.
Objectives. To verify that Barthel index form is an accurate tool to measure basic functional status in elderly population Indonesia.
Methods. A validation study was arranged. On the first day of visit, all patients were subjected to anamnesis and physical examination. Barthel index form and Katz index form were filled on the first visit, which were repeated on day 7 through day 14 of visits.
Results. There were 100 respondents in this study. Intra class correlation coefficient (ICC) Barthel index for each dimension, total score Barthel index were found to be excellent (>0.75) with the exception of controlling bowels with ICC 0.645 (good). The internal consistency was found to have Cronbach a 0.938. Compared to Katz index, the external validity of Barthel index was found to be significant (p<0.01) using Spearman correlation coefficient. The construct validity was found to be significant (p<0.001)
Conclusion. Barthel index form is an reliable and valid tool which is recommended to measure basic functional status in elderly population Indonesia."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2006
T18048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>