Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74790 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cendy Adam
"Dalam kerangka demokrasi perwakilan, partai politik di Indonesia selalu berusaha untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan demi memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Pada beberapa kasus, partai politik juga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum untuk mencapai tujuannya tersebut, termasuk diantaranya melakukan tindak pidana. Hukum pidana Indonesia telah mengatur pemidanaan partai politik, sebagai subjek hukum korporasi, atas tindak pidana yang dilakukannya. Akan tetapi pemidanaan tersebut perlu dikaji lebih lanjut mengingat pemikiran pemidanaan korporasi lebih didasarkan pada pemidanaan korporasi perdata yang berbeda karakteristik dengan partai politik yang merupakan korporasi publik.

Within the framework of representative democracy, political parties in Indonesia are always trying to gain and maintain power on behalf of the aspirations of the people who they represent. In some cases, political parties also commit acts which are in conflict with the law to achieve their goals, including but not limited to commit a criminal offense. Indonesian criminal law has stipulated the punishment for a political party, as a corporation, for a criminal offense comitted by them. However, the punishment needs to be further reviewed since the idea of corporate punishment is solely based on the criminalization of civil corporations that have different characteristics from a political party which constitues a public corporation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlanda Juliansyah Putra
"Didalam penelitian ini peniliti memberikan gagasan mengenai pembubaran partai politik korup melalui celah hukum pembubaran partai politik di indonesia dengan memberikan tafsir terhadap makna hukum positif yang mengatur tentang pembubaran partai politik, salah satunya yaitu adanya nomenklatur yang disebutkan didalam Pasal 2 huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Pembubaran Partai Politik yang menyebutkan bahwa partai politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi apabila kegiatan/akibat yang dilakukan oleh partai politik tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Klausul "akibat" yang ditimbulkan tersebut dapat disamakan dengan kegiatan korupsi yang melibatkan pengurus/anggota partai politik yang melaksanakan kegiatan aktifitas kepartaian untuk dapat dibubarkan. Adanya persamaan pengertian yang ditujukan antara korporasi selaku badan hukum yang disamakan dengan pengertian partai politik selaku badan hukum dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menarik keterlibatan partai politik melalui pengurusnya dalam melakukan tindak pidana korupsi dengan mempergunakan doktrin strict liability dan doktrin vicarious liability yang memungkinkan partai politik tersebut bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pengurus/anggota partai politik yang menjalankan aktivitas kepartaian.

Researcher in this study provides an idea of the dissolution of the corrupt political parties through legal loopholes dissolution of political parties in Indonesia to provide interpretation of the meaning of positive law governing the dissolution of political parties, one of which is the existence of the nomenclature referred to in Article 2 paragraph b of the Constitutional Court Regulation No. 12 year 2008 on Guidelines for the Proceedings In the Dissolution of Political Parties which states that a political party can be dissolved by the Constitutional Court if the activities/result conducted by the political parties in conflict with the Constitution of 1945. Clause " due " posed is what can be equated with corruption involving officials/members of a political party conducting the activities of the party to be dissolved. The existence of the common understanding between the corporation intended as a legal entity which is equated with the notion of a political party as a legal entity can be used as a reference for the involvement of political parties through its officials in committing corruption by using the doctrine of strict liability and vicarious liability doctrine that allows the political party responsible for acts committed by officials/members of political parties that run the activities of the party.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangalila, Ferlansius
"Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif Yang menjadi permasalahan adalah apa dasar dan manfaat resosialisasi sebagai tujuan pemidanaan di Indonesia? Bagi masyarakat, kejahatan merupakan tindakan yang secara moral tak dapat dibenarkan, sehingga setiap anggota masyarakat harus bertindak sebagaimana agen moral yang bertindak dalam koridor norma-norma moral yang berlaku. Pemerintah sebagai pemegang peran utama dalam usaha penanggulangan kejahatan tidak boleh tidak sesuai dengan tujuan Negara Indonesia, yakni terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Penanggulangan kejahatan dengan ditetapkan dan diberlakukannya sistem pemidanaan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat Indonesia. Dilain pihak, pelaku kejahatan juga merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sehingga dia juga memiliki hak untuk dilindungi oleh Negara. Dengan demikian Pemidanaan harus diatur dan dijalankan sedemikian rupa tanpa mengurangi tujuan dari hukum pidana itu sendiri. Sistem Pemidanaan merupakan bagian dari kebijakan penanggulangan kejahatan sebagai upaya dalam melindungi masyarakat umumnya dan pelaku kejahatan khususnya. Dalam praktek selama ini, Pemerintah Indonesia telah menerapkan sistem Lembaga Pemasyarakatan yang pada intinya sebagai suatu proses rehabilitasi dan resosialisasi pelaku kejahatan. Sistem Pemasyarakatan merupakan suatu konsep yang dirumuskan sebagai suatu metode untuk mengubah narapidana menjadi orang yang dapat berguna dalam masyarakat dengan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka sendiri. Masyarakat dilibatkan dalam pembinaan ini, sehingga masyarakat mau menerima narapidana ini kedalam lingkungan sosialnya. Seorang narapidana dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat dan menunjukan prilaku yang berdasarkan moral dianggap baik sehingga dia dapat diterima kembali dan hidup normal ditengah- tengah masyarakat, dengan demikian kebahagiaan sosial dapat diwujudkan. Sistem Pemidanaan sebagai suatu Kebijakan haruslah bertujuan sebagai proses resosialisasi pelaku kejahatan. Dasar Resosialisasi adalah moral, yakni apa yang baik bagi masyarakat, karena bermanfaat untuk semakin meningkatnya kebahagiaan sosial.

The method used in this research is normative law research method. The question here is what are the reasons and the benefits of resocialisation (training to be social or to be fit member of society) as the goal of sentencing in Indonesia? For people, crime is a morally unjustified action. Thus, each member of the society should act as a moral agent who behaves in the corridor of effective norms. As the institution which has the key role in fighting crimes, the govemment must work in line with the aim of the State that is the realization of a just and prosperous society based on Pancasila. To fight the crimes, the govemment has stipulated and imposed the sentencing system which aims to protect Indonesian people. In other sides, the criminals, who also part of Indonesian society, have the rights to have state’s protection. The sentencing, therefore, must be formulated and implemented without reducing the goal of the criminal law. The sentencing system is a part of the policy to combat crimes in order to protect the society, especially the criminals. So far, Indonesian govemment has carried out a correctional institution system which is basically serves as a rehabilitation or resocialisation process for the criminals. Correctional system is a concept formulated as a method to change, correct or modify the potencies of a prisoner to be useful for the society. Because the society is involving in that guidance, the prisoner could come back and live normally in the society. The society welcome them well due to good morals a former prisoner reflects in social life. As a policy, the sentencing system should resocialize the criminals. To improve social happiness, resocialisation must base on morals or what is good for the society."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26048
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daru Iqbal Mursid
"Korporasi didefinisikan sebagi kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisi baik merupakan badan hukum maupn bukan badan hukum. Salah satu bentuk korporasi yang berbentuk badan hukum adalah partai politik. Dalam negara demokrasi, partai politik memiliki peran yag sangat penting untuk menunjang kahidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dalam perkembangannya di Indonesia, terdapat beberapa partai politik yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Meskipun secara normatif sistem hukum pidana Indonesia telah mengakui partai politik sebagai subjek hukum tindak pidana, namun sampai saat ini belum ada satupun partai politik yang dikenakan pertanggungjawaban pidana, khususnya dalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Maka dalam penelitian ini akan dibahas tentang konsep pertanggungjawaban pidana terhadap partai politik yang terlibat tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, konsep pemidanaan yang dapat dijatuhkan kepada parta politik yang terlibat tindak pidana korupsi dan pencucian uang, dan faktor-faktor yang menghambat dikenakannya pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan terhadap partai politik yang terlibat tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penilitian yuridis-normatif, dengan menggunakan pendekatan masalah peraturan perundang-undangan, perbandingan hukum, dan konseptual.

A corporation is defined as a collection of person and / or assets organized either as a legal entity and not a legal entity. One of corporation that defined as legal entity is a political party. In a democratic country, political parties have a very important role to support the life of the nation and the state. However, in Indonesia, there are several political parties allegedly involved in corruption and money laundering. Although Indonesian criminal justice system has acknowledged political parties as the subject of criminal law, yet to date no single political party has been subject to criminal responsibility, particularly in corruption and money laundering. In this research will be discussed about the concept of criminal liability for political parties that involved in corruption and money laundering crimes, the concept of punishment that can be imposed on political parties that involved in corruption and money laundering, and the inhibits factors for imposition of criminal liability of political parties that involved in corruption and money laundering. The research method used in this research is the method of juridical-normative method, and using statue approach, comparative approach, and conceptual approach.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghunarsa Sujatnika
"Tesis ini membahas tentang politik hukum pemerintahan Indonesia Periode 1999-2014 tentang demokrasi politik dengan menganalisis undang-undang partai politik. Hal yang dianalasis mencakup tiga aspek, yakni pembentukan partai politik, perselisihan sengketa partai politik, dan pembubaran partai politik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perbandingan hukum dan sejarah. Penelitian ini merupakan penelitian sinkronisasi peraturan perundang-undangan, yakni antara UUD NRI Tahun 1945 dengan UU Partai Politik yang berlaku di Indonesia, khususnya pada periode 1999-2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaturan tentang partai politik di Indonesia pada setiap masa pemerintahan. Pada masa Orde Lama, pembentukan partai politik hanya berdasarkan suatu Maklumat Pemerintah dan pembubaran partai politik dilakukan oleh Presiden. Pada masa Orde Baru, terdapat pembatasan dan fusi partai politik, sedangkan pembubaran partai politik tetap dilakukan oleh Presiden. Sedangkan pada masa reformasi, pembentukan partai politik dapat bebas dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku, perselisihan partai politik mengarah kepada kemandirian partai politik dengan terdapatnya Mahkamah Partai Politik, dan pembubaran partai politik dilakukan dengan melalui suatu proses peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Politik hukum terkait dengan partai politik ini menginginkan bahwa tidak terdapat intervensi dari pemerintah, seperti pada masa Orde Lama dan Orde Baru, sehingga partai politik menjadi lebih mandiri dan berdaulat.

The focus research of this thesis is legal policy of Indonesian government during 2014 on political democracy by analyzing the political party law. The analyze include three aspects, the formation of political parties, political parties disputes, and dissolution of political parties. The method used in this thesis are normative juridical by comparative law approach and historical approach. This research is a synchronization of legislation between UUD NRI 1945 with political party law, particulary in the 1999-2014 period. The result of this research indicate that there are differences in the regulation of the political party in every reign. In the Old Order, the formation of political party based solely on a government edict and dissolution of political party by the President. During the New Order, there are restrictions and fusion of political party, while the dissolution of political party is still being done by the President. In the reform period, the formation of political party may be freely done by following the rules, disputes political party has led to the independence of political party with the presence of the Political Party Court, and the dissolution of political party is done through a judicial process conducted byt he Constitutional Court. Legal policy of political party led to there is no intervention from the government, as in the Olde Order and New Order. So, that political party more independent and sovereign."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurludfah
"Aspek-aspek yang menjadi sorotan dalam sebuah komitmen partai adalah (1) Bagaimana visi dan misi partai diinternalisasikan, (2) Bagaimana program-program partai mendorong partisipasi perempuan, (3) Bagaimana kaderisasi meningkatkan kualitas keterwakilan, (4) Bagaimana pola rekrutmen, (5) Bagaimana keterserapan perempuan dalam jabatan struktual partai. Selama ini kelima hal tersebut diduga menjadi penghambat partisipasi dan keberperanan dalam partai politik.
Meskipun jumlah populasi penduduk perempuan adalah mayoritas namun partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam parlemen belum memenuhi kuota yang diharapkan keterlibatan anggota perempuan pada forum-forum permusyawaratan serta penempatan perempuan pada posisi jabatan partai mengalami banyak hambatan terutama faktor budaya organisasi serta kultur sumber daya perempuan itu sendiri, akan tetapi perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan gender dijumpai terus berkembang baik secara kuantitas keanggotaan parlemen maupun secara kualitas keberperanannya yaitu ikut menentukan kebijakan-kebijakan politik. Persepsi kelompok perempuan yang selama ini termarginalkan mulai terkikis oleh komunikasi politik yang semakin terbuka demikian pula meskipun sangat terbatas pengembangan, pemberdayaan, dan kaderisasi anggota parlemen perempuan.
Agar partai politik dapat memenuhi keterwakilan 30% tersebut perlu membangun kaderisasi dan kemitraan stratejik dengan aktivis perempuan diberbagai lintas organisasi baik parpol, ormas, dan LSM serta lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapasitas secara berkelanjutan.

Aspects that become the spotlight in a party commitment are (1) How internalized party vision and mission, (2) how the party's programs encourage women's participation, (3) how to improve the quality of cadre recruitment representation, (4) how the pattern of recruitment, (5) How keterserapan women in the Office of structural party. During these five things are thought to be a barrier to participation and function in political parties.
Although the number of female population are the majority but the participation and representation of women in Parliament has not met the expected quota for women members involvement in consultative forums as well as the placement of women in positions of the party although women participation experienced many obstacles especially factors organizational culture as well as cultural resources women itselfbut the struggle to obtain gender equality found growing both in quantity and quality of membership of Parliament in its role of taking decisive political policies. Perceptions of women's groups that had been marginalized eroded by an increasingly open political communication as well although very limited development, empowerment, and the regeneration of women parliaments.
In order to, political parties meet the 30% representation of the need to build strategic partnerships with cadres and activists across various organizations both political parties, organizations, and NGO?s and educational institutions to increase capacity on an ongoing basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S25445
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Sabar
"ABSTRAK
Reformasi tahun 1998 telah melahirkan banyak harapan. Gejala awal adalah munculnya tuntutan akan liberalisasi politik. Konsekuensi liberalisasi politik itu ditandai oleh terjadinya ledakan partisipasi politik. Ledakan ini terjadi dalam bentuk yang beragam. Pada tataran elite politik ditandai dengan maraknya pendirian partai politik. Partai-partai politik dengan beragam Tatar belakang dan aliran. Salah satu di antaranya adalah Partai Bulan Bintang. Di sisi lain, Undang-Undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengatur tentang batasan minimum (electoral threshold) perolehan kursi partai politik pada pemilu 2004 untuk dapat kembali mengikuti Pemilu tahun 2009. Partai Bulan Bintang, sesuai basil pemilu 2004 ternyata tak mampu melampaui batas minimum yang dipersyaratkan oleh undang-undang. Karenanya, pimpinan partai memutuskan melakukan perubahan, membentuk partai baru.
Tesis ini akan meneliti bagaimana pendapat pimpinan partai bulan bintang tentang perubahan partai, motivasi berprestasi dalam politik dan kinerja pimpinan partai, Metode yang digunakan adalah jajak pendapat (polling) melalui kuisioner dengan responsen 71 orang yang terdiri atas pimpinan partai di tingkat nasional, propinsi dan kabupatenikota, margin of error penelitian ini sebesar 11,63% pada tingkat kepercayaan, a = 95%.
Hasil dari penelitian di atas, penulis menemukan bahwa sebanyak 81,83% pimpinan partai setuju atas keputusan perubahan Partai Bulan Bintang menjadi Partai Bintang Bulan sementara 13,64% berpendapat ragu dan sebesar 4,54% tidak setuju pada variasi sebesar 2,46% dengan simpangan baku 15,68%.
Terkait motivasi berprestasi daiam politik, sebanyak 87,64% pimpinan partai menyatakan setuju bahwa perubahan partai akan memicu dan memacu hai itu. Sementara itu 7,90% pimpinan partai ragu dan sisanya 4,47% tidak setuju dengan variasi sebesar 0.32% dan simpangan baku 5,68 %.
Dengan metode yang sama ditunjukkan pula bahwa sebanyak 87,12% responden berpendapat setuju perubahan partai akan meningkatkan kinerja pimpinan partai. Sementara itu sebanyak 9,59% responden ragu dan 3,28% tidak setuju dengan variasi 0,23% dan simpangan baku 4,75%.

ABSTRAK
1998's reform achieved plenty of hope. First symptom is the rise of political liberalisation sues. The consecuences marked by political partisipation boom in many shapes. At the elites, political liberalisation sues signed by a huge sum of new-born party. Political parties with many backgrounds and ideas. One of them is Partai Bulan Bintang. At the other side, Act no. I2 about Election for Regional Board of Representative and Senate of Parliament rules minimum votes (electoral threshold) each political party should has at the 2004 election, so they effort to re-elected by the election in 2009. Partai Bulan Bintang as its achieving votes at 2004 election isn't allowed to follow next election by the Act: And so, leaders of the party decided to make some changing, to build a new party.
This thesis is about leaders of Partai Bulan Bintang opinion for the new-build party, performance and motivation to serve at their best. It use polling as method with questions answered by 71 respondents. The respondents come from the political leaders at national, regional (provinces), and city level. This research has about 11.63 per cent margin of error and a = 95 per cent for level of significant.
The research found 81,83 per cent accept the changing name of the party as Partai Bintang Bulan, while 13.64 per cent doubts and 4.54 per cent not agree. These all has 2.46 per cent variants with standard deviation 15.68 per cent. According to their achievement motivation in politics, 87.64 per cent of respondents agree that party changing will raise their motive. Meanwhile, dubious has 7.90 per cent and the rest choose not to agree with 4.47 per cent variants and standard deviation 5.68 per cent.
With the same methods the research found that 87.12 per cent of respondents agree that the changes of the party will improve performance of the party leaders, 9.59 per cent doubts, 3.28 unaccepted with variant 0.23 per cent and standard deviation 4.75 per cent.
"
2007
T 17580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narisha Anindita
"Perkembangan teknologi yang pesat memberikan kemudahan akses ke informasi untuk semua orang dan mengaktifkan pengumpulan data secara pribadi oleh perusahaan dan pemerintah dalam database yang memiliki cakupan yang luas dan mendalam. Hal ini dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan hak individu untuk menjaga kerahasiaan beberapa informasi, salah satu-satunya data pribadi individu dan menciptakan ancaman terhadap privasi individu dengan memberikan peluang besar bagi mereka yang memiliki akses ke informasi pribadi untuk menyalahgunakan data pribadi orang lain untuk kepentingan pribadinya. Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perlindungan data pribadi dan peraturan yang melindungi data dan sanksi yang berlaku terhadap pelanggaran masih bersifat sektoral dan tersebar di lebih dari 30 undang-undang dan peraturan. Ancaman sanksi belum cukup kuat untuk pencegahan dan penindakan pelanggaran violations perlindungan data pribadi, masih ada beberapa celah yang dapat dimanfaatkan pihak yang ingin menyalahgunakan data pribadi untuk keuntungan mereka yang mengakibatkan pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi masih beredar besar. Untuk mengatasinya, RUU Perlindungan Data Pribadi sedang disusun oleh pemerintah yang didalamnya terdapat berbagai jenis sanksi atas pelanggaran tentang perlindungan data pribadi, termasuk sanksi pidana. Penting untuk tagihan Perlindungan Data Pribadi harus diprioritaskan dalam merancang dan pengesahannya sebagai solusi dalam menjawab kebutuhan akan perlindungan data swasta di Indonesia.
Rapid technological developments provide easy access to information for everyone and enable data collection privately by companies and governments in a broad and in-depth database. This can cause problems related to the right of individuals to maintain the confidentiality of some information, one of which is the individual's personal data and create threats to individual privacy. by providing a great opportunity for those who have access to personal information to misuse other people's personal data for their personal interests. Indonesia does not yet have a specific law that regulates the protection of personal data and regulations that protect data and the sanctions that apply to violations are still sectoral in nature and spread across more than 30 laws and regulations. The threat of sanctions is not strong enough to prevent and take action against violations of personal data protection. To overcome this, the Personal Data Protection Bill is being drafted by the government which includes various types of sanctions for violations of personal data protection, including criminal sanctions. It is important for the Personal Data Protection bill to be prioritized in designing and ratifying it as a solution in responding to the need for private data protection in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Andreas Nathaniel
"ABSTRACT
This article will give some rational and reasonable reasons to answer a question on why it is not necessary to attribute a criminal liability upon a political party, considering the meaningless amount of fine as the main punishment that can be imposed to a corporation which convicted of a crime (corruption). This analysis will be based on economic analysis of law and this article will give some relevant equations and precise calculations to support its stance. However, it doesn't mean that the authors disagree with punishing a political party whose member has committed a corruption. Instead, an insignificant amount of punishment that the anti-corruption law currently regulates and a large sum of money/ assets that a political party may have, are the main factors that cause inefficient enforcement. Therefore, increasing the amount of punishment in the anti-corruption law is the only solution to create a deterrence effect for a corporation, to deter and disincentivise a corporation that wants to commit a corruption."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>