Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211960 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Natalia Octavia
"Skripsi ini membahas tentang penggunaan undang undang pencucian uang terhadap kasus korupsi Walaupun didalam kasus korupsi sudah menggunakan undang undang korupsi yaitu Undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah dirubah menjadi Undang Undang nomor 20 tahun 2001 kasus korupsi akan lebih cepat diberantas dengan adanya Undang Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pada umumnya pelaku korupsi akan mencuci uangnya dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul hasil tindak pidana yang berasal dari kejahatan Para pelaku koruptor menggunakan berbagai macam metode pencucian uang untuk menghindari munculnya kecurigaan dari para penegak hukum Penelitian ini menggunakan Putusan nomor 10 PID SUS TPK 2014 PN JKT PST yang dilakukan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebagai studi kasus Penelitian ini juga menunjukan bahwa dengan digunakannya undang undang pencucian uang pemecahan permasalahan kasus korupsi akan menjadi lebih efektif dan lebih kuat karena didukung oleh undang undang pencucian uang tersebut.

This research discusses the use of money laundering act in the cases of corruption Although in the case of corruption has Law No 31 of 1999 on the Eradication of Corruption that has been amended into Law No 20 of 2001 cases of corruption will be more effective to eradicated by the Law No 8 of 2010 on the Prevention and Combating of Money Laundering In general the perpetrators of corruption will laundry his money with the intention to conceal or disguise the origin of the proceeds of crime The perpetrators of money laundering use various methods to avoid the suspicions from the law enforcement This research uses Court Decision number 10 PID SUS TPK 2014 PN JKT PST that is committed by former Chairman of Constitutional Court Akil Mochtar as the case study This research also suggests that by the use of money laundering act solving the problem of corruption cases will be more effective and more powerful because it is supported by the law on money laundering."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rahayu
"Pentingnya kewajiban pelaporan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris berupa studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber. Penelitian bertujuan untuk menjawab permasalahan: Bagaimana pengenaaan sanksi administratif bagi bank yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang? Bilamana bank sebagai penyedia jasa keuangan yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dikenakan sanksi pidana karena melakukan tindak pidana pencucian uang? dan Apakah kendala yang dihadapi PPATK untuk menarik bank sebagai penyedia jasa keuangan sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang?
Dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU TPPU jo Pasal 30 ayat (1) UU TPPU, pengenaan sanksi administratif bagi bank yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan baik berdasarkan hasil pengawasan kepatuhan yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun oleh PPATK dilaksanakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang. Selanjutnya, jika terdapat indikasi tindakan pencucian uang, harusnya bank dapat pula dikenakan sanksi pidana oleh penegak hukum.
Namun dalam pelaksanaannya PPATK memiliki beberapa kendala untuk menarik bank sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana Pencucian Uang. Kendala pertama adalah regulasi yang dibuat lebih mementingkan bank taat pada sistem dan prosedur sehingga pengenaan sanksi pidana akan menjadi pilihan terakhir serta masih kurang jelas dan tegasnya aturan pelaksanaan dalam pengenaan sanksi. Kendala kedua adalah belum adanya kesatuan pandangan organisasi yang menegakan hukum mengenai kapan bank terindikasi tindak pidana pencucian uang. Kendala ketiga adalah budaya masyarakat perbankan yang memiliki kepentingan bisnis sedapat mungkin tidak ingin terganggu karena pelaporan kepada PPATK.

The importance of reporting obligation is stated in Law Number 8 Year 2010 concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering. The research was conducted by using empirical juridical research method with literature study and interview. The research aims to answer some questions: How does the imposition of administrative sanctions for banks that do not implement the reporting obligations based on The Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering? what If a bank as a financial service provider that does not implement the reporting obligations based on the Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering can be gotten penalties or may be imposed for a criminal offense of money laundering? and what’s the obstacle will faced by PPATK to attract banks as financial service providers as those involved in money laundering?
In the regime of anti-money laundering in Indonesia, under the provisions of Article 25 paragraph (4) in conjunction with Article 30 paragraph (1) based on The Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering, imposition of administrative sanctions for banks which do not obey on duty reporting based on results of compliance monitoring conducted by Bank of Indonesia in spite of PPATK, in this case Bank of Indonesia as the competent authority. Furthermore, if there are any indications of money laundering, the bank should also be sanctioned by criminal law enforcement.
But in practice, PPATK has some obstacles to attract banks as parties to the crime of Money Laundering. Firstly, the regulation was created more consider important banks to obedient to the systems and procedures, so that the imposition of criminal sanctions would be the last option as well as still less clear and explicit of rules to implementation the sanctions. Secondly, the same view of organization in law enforcement about when the banks do not implement the reporting obligation it can be subjected to criminal sanctions. Thirdly, the bank users do not want the disruption of the bank for reporting to PPATK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Loekito
"Pertanggungjawaban pidana korporasi bukan hal yang baru di hukum Indonesia. Terbukti dengan sejak tahun 1951 sudah terdapat perundang-undangan di Indonesia yang menerima korporasi sebagai subjek hukum pidana. Selanjutnya perkembangan pertanggungjawaban korporasi semakin terlihat dalam peraturan perundang-undangan diluar KUHP. Namun sangat di sayangkan bahwa di dalam KUHP, korporasi belum dianggap sebagai subjek hukum pidana. Ditambah dalam KUHAP yang kita milikipun belum terdapat hukum acara mengenai korporasi. Dengan tidak adanya pedoman pasti mengenai pertanggungjawaban korporasi baik dalam KUHP dan KUHAP, maka dalam setiap perundangundangan pengertian dan sebutan korporasi pun berbeda-beda, sehingga hal tersebut menimbulkan permasalahan.
Dalam tesis ini akan dibahas secara khusus apakah partai politik termasuk kedalam pengertian korporasi, khususnya dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian akan dibahas mengenai bagaimana melakukan pencucian uang melalui partai politik, apa dampak yang ditimbulkan apabila terdapat partai politik yang melakukan pencucian uang serta, apa akibat hukum dari partai politik yang terlibat melakukan tindak pidana pencucian uang. Sebagai bagian terakhir akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan tersebut agar hukum Indonesia dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum.

Indonesia is already acknowledge Corporate crime responsibility. Its proven that since 1951 indonesia already have a regulation that accepted corporation as a subject of criminal law. After that in the progress about corporate criminal responsibility, theres a lot of regulation outside the criminal code that legislate about it. That makes in Indonesia criminal code, does not have the regulation about corporate criminal. The same goes to the regulation of procedural law in Indonesia. The problem that we have is because the rule about corporate criminal responsibility is spread in many regulations, that makes the definitions about it is based on many regulation.
This thesis will explain about the definition about corporate criminal responsibility especially about political parties. Is the definition of political parties are included in the definition of corporation based on regulation about money laundering. It will be discussed about how to do it in political party. Last but not least it will discuss about legal consequences if political parties are proven doing a money laundering. At the end of this thesis there will be a conclusion and suggestion about the problems so that Indonesia will have a better regulation about corporate criminal responsibility especially about political party criminal responsibility.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Ali Imron
"Pesatnya kemajuan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan menyebabkan sektor perbankan menjadi lahan subur bagi pencucian uang. Pada umumnya pelaku pencucian uang memanfaatkan bank atau sektor perbankan untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya perpindahan dana dari satu bank ke bank lainnya secara cepat melampaui batas yurisdiksi negara sehingga asal-usul uang tersebut menjadi sulit dilacak oleh aparat penegak hukum. Pengesahan UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan respon serta langkah progresif terhadap perkembangan tindak pidana pencucian uang yang semakin rumit dan canggih (complicated&sophisticated) sasaran dari pembentukan UU No 8 Tahun 2010 adalah untuk menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan nasional, mencegah dan memberantas kejahatan yang melibatkan harta kekayaan yang sangat besar, meningkatkan koordinasi di antara penegak hukum dalam menangani perkara tindak pidana pencucian uang, serta memenuhi dan mengikuti standar internasional.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitis sedangkan metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Selain menggunakan penelitian kepustakaan, penelitian ini juga didukung dengan data yang didapat dari lapangan melalui wawancara dengan pihak bank. Dalam implementasinya kepatuhan Penyedia Jasa Keuangan dalam menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) kepada PPATK terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Meningkatnya komitmen dan kemampuan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dalam mendeteksi setiap transaksi keuangan yang mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK tentu saja patut untuk diapresiasi. Namun dari hasil audit yang telah dilakukan oleh PPATK, masih ditemukan beberapa PJK yang belum memiliki tingkat kepatuhan yang baik. Selain itu pelaksanaan Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang mendapat kendala-kendala terkait substansi hukum, aparatur penegak hukum dan budaya hukum di masyarakat.

Globalization and technology movement in banking system caused money laundering to grow rapidly. Generally, the actor of money laundering utilized the bank because product and banking services are transfered the money promptly within the territory of a state or committed crossing the boundaries of the territory of other states have been increasing which caused the origin of the property will be vulnerable to be traced by law enforcement officers. Legitimation of Law On 8 of 2010 regarding the prevention and eridication of the Criminal Act of Money Laundring wich was amended Law Of 15 on 2002 Concerning The Crime of Money Laundring are trying to stabilized and integrated the system on national financial, regarding the prevention and eridication of the Criminal Act that involving a large amount of property, improving coordination between law enforcement officer in order to deter and abate the criminal offence of money laundering, and adopt of international standard.
The Method that apply on this research are descriptive method wich is combine with Normative Method. This research are corroborated normative and secondary method by interview to the bank officer. However the report showed that a compliance of Financial Service Provider are increasing in every year. Enhancement of commitment and ability by them to send the report results of financial transaction analysis indicative of a criminal offense of money laundering to the PPATK need to be appreciate. How ever an audit report by PPATK showed some of them still don?t have good compliance, on the other hand implementation of Law On 8 of 2010 regarding the prevention and eridication of the Criminal Act of Money Laundring showed some barrier such as on substance, structure and legal culture are still founded in the community.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29961
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sujarwo
"Tesis ini membahas tentang Strategi Nasional Pcncegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Menyadari bahwa ancaman tindak pidana pcncucian uang sebagai kejahatan serius yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan integritas sistcm keuangan serta mengamcam kepentingan nasional, berdampak luas dan membahayakan scndiwsendi kehidupan bcrmasyarakat, bcrbangsa. dan bemcgara, maka upaya pencegahan dan pcmbcrantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah konseptual dan menyeluruh melalui sebuah strategi nasiorml yang melibatkan scmua unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, Strategi Nasional Pcncegahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia mcntpakan kcbijaknn nasional yang dirumuskan dan digunakan sebagai arah kebijakan dalam kcrangka pengembangan Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa, dalam upaya pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di lndoacsin yang efektif maka kerjasama yang sangal baik diantara instansi terkait yang meliputi penyedia jasa kcuangan, PPATK, otoritas Iembaga keuangan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pcngadilan, scrta dukungan pcnuh dari seluruh masyarakat Indonesia rnerupakan modal utama yang sangat diperlukan schingga diharapkan berdampak positif khususnya bagi upaya Pcnccgahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia dan perkcmbangan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

This thesis discusses the National Strategy for Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia. Realizing that the threat of money laundering as an extraordinary -crime that can disrupt economic stability and integrity of the financial system and also threaten the national interest. it can cause wide spread effect and endanger lives of society, nation, and state, then the prevention and eradication efforts must be made through the conceptual steps and through a comprehensive national strategy involving all elements of national and state. National Strategy for Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia is the national policy Is formulated and used as the direction of policy within the framework of the development of Anti Money Laundering Regime: in lndonesia. The results of this study suggest that, in an effort to the lmplementation of the National Strategy on Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia that are effective, then the very good cooperation among relevant agencies including providers of financial services. INTRAC, the authority of financial institutions, police judiciary and courts, and the full support of the entire people of Indonesia is the main capital that is necessary so that the expected positive impact, especially for the efforts on the Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia and the development of the Indonesian economy."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33703
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Ganing Permata
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana peran masyarakat sipil dalam demokrasi dan strategi advokasi yang dilakukan oleh masyarakat sipil, dalam hal ini adalah Indonesia Corruption Watch (ICW). Penelitian ini menggunakan teori peran masyarakat sipil dalam demokrasi dari Larry Diamond, serta teori advokasi dari S. Gen dan A. C Wright. ICW telah mengawasi kekuasaan negara dengan meminta pemerintah dan DPR untuk bertanggungjawab pada hukum dan harapan-harapan publik, yaitu mendukung pemberantasan korupsi dengan tidak melemahkan institusi KPK, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu publik yang penting melalui advokasinya, dalam hal ini mengenai wacana revisi UU KPK oleh DPR. ICW melakukan advokasi untuk mencegah revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2010 dan 2015. Strategi advokasi yang dilakukan ICW terhadap revisi UU KPK diantaranya adalah membangun koalisi, melobi dan membangun hubungan dengan pembuat kebijakan, melakukan penelitian atau kajian, melakukan framing dan labelling, studi atau liputan media, dan melibatkan dan memobilisasi publik.

ABSTRACT
This study aims at explain the role of civil society in democracy and advocacy strategies undertaken by civil society, in this case is Indonesia Corruption Watch (ICW). This research uses theory of civil society in the democracy from Larry Diamond, and the advocacy theory from Sheldon Gen and Amy Conley Wright. ICW controls state power by demanding the government and the People`s Legislative Assembly to be accountable to the law and public by supporting the Eradication of Corruption Commission KPK by not weakening the institution of the KPK, and raising public awareness of important public issues through its advocacy, in this case the revised discourse KPK law by Parliament. ICW conducts advocacy to prevent the revision of Law No. 30 Year 2002 on Corruption Eradication Commission Year 2010 and 2015. ICW`s adopts advocacy strategy through building coalitions, lobbying and building relationships with policy makers, conducting research or studies, and labeling, media coverage, and engaging and mobilizing the public. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afra Azzahra
"Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagai lembaga intelijen keuangan yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, salah satu fungsinya berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah melakukan kegiatan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan dalam kerangka proses intelijen yang merupakan pengembangan analisis untuk menemukan dugaan/indikasi suatu tindak pidana ataupun memperkuat suatu dugaan awal adanya tindak pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengan narasumber.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: Bagaimanakah pelaksanaan pemeriksaan oleh PPATK berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang? Bagaimana kendala yang dihadapi PPATK dalam melaksanakan pemeriksaan yang optimal?. Pemeriksaan terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yaitu pemeriksaan proaktif dan pemeriksaan reaktif. Pemeriksaan proaktif adalah pemeriksaan didahului dengan melakukan analisis terhadap laporan transaksi keuangan mencurigakan yang masuk ke PPATK beserta dokumen pendukung, sedangkan pemeriksaan reaktif adalah dalam hal terdapat inquiry (permintaan) dari penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan. Proses atau cakupan pemeriksaan meliputi kegiatan pra-pemeriksaan, pemeriksaan, dan post pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan memiliki peranan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dalam pelaksanaannya, PPATK mengalami kendala baik secara internal ataupun eksternal dalam menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang optimal. Kajian terhadap kelembagaan PPATK, peningkatan sumber daya manusia, serta kerjasama dan koordinasi pemangku kepentingan sangat diperlukan dalam pembangunan rezim anti pencucian uang Indonesia.

Indonesian Financial Transaction and Analysis Centre, as a financial intelligence unit which is established to prevent and eradicate money laundering, has one among some functions according to Law Number 8 Year 2010 concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering, that is to conduct examination. Examination is carried out in relation with the intelligence process as the extended activity of analysis which is aimed at finding allegation/indication of particular crime or to support the initial allegation of such crime. By using the research method of normative juridical in which one of them is library study, which is analysing documents such as books, provisions, guidance, and also interview with experts.
This study is aimed at answering some problem questions: How is the examination conducted by PPATK according to Law Number 8 Year 2010 concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering? How/what are the obstacles faced by PPATK in conducting the optimum examination?. Examination is divided into two, namely proactive examination and reactive examination. Proactive examination is the one which is initiated by performing analysis on the suspicious financial transaction report, along with the supporting documents, which are received by PPATK. Meanwhile, reactive examination is conducted in order to fulfil the information request (inquiry) from the law enforcement agencies. The process or scope of examination consists of three activities i.e., pre-examination, examination, and post-examination.
The result of examination has a strategic role in preventing and eradicating money laundering. In performing this activity, PPATK undergoes some obstacles, either internal or external, in generating the optimum report of examination result. The review on PPATK as an organization, the quality improvement of human resources, and also cooperation and coordination among the stakeholders is deemed necessary to establish the Anti-Money Laundering Regime in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30730
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Aryanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penuntutan tindak pidana pencucian uang oleh
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Undang-Undang Nomor : 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 6 huruf
c disebutkan “Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi”, tidak menyebutkan tentang tindak pidana pencucian uang. Namun
dalam Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pasal 74 dan 75 menyatakan
bahwa penyidikan tindak pidana pencucian dilakukan oleh penyidik tindak pidana
asal. Dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, yang merupakan
tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang, apabila
menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian
uang, dalam penyidikannya maka penyidikannya digabung, antara tindak pidana
korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Demikian juga dengan penuntutannya
digabung antara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang. Hal
ini sudah terbukti dengan dilakukanya penyidikan dan penuntutan terhadap
perkara atas nama terdakwa Wa Ode Nurhayati, S. Sos (anggota DPR RI) oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta telah diputus terbukti bersalah
melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh Majelis
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

ABSTRACT
This thesis discusses money laundering lawsuit by prosecutors with the
Corruption Eradication Comission. Based on Law number 30 of 2002 on
Corruption Eradication Comission Article 6’s letter c, money laundering is not
explicitly stipulated as the chapter says: “Corruption Eradication Comission has
the duty to preliminarily investigate, fully investigate, and file a lawsuit on a case
of corruption”. Nevertheless, Law number 8 of 2010 on Prevention and
Eradication of Money Laundering Articles 74 and 75 states that the duty of
investigating a money laundering case fully is in the hand of the predicate
prosecutor, that is, one with the Corruption Eradication Comission who is in
charge of investigating fully a corruption law case which is a predicate crime
from money laundering provided that he finds a preliminary evidence of money
laundering. Thus, both the full investigation of a corruption case and that of a
money laundering case shall be combined; so shall the prosecution of both cases.
Such has applied in the case of parliament member Wa Ode Nurhayati, S. Sos in
which she was found guilty by the Council of Judges with the Anti-Corruption
Court of committing both corruption and money laundering as charged by the
Corruption Eradication Comission."
2013
T35913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Pratomo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan rahasia bank terhadap praktek pencucian uang (money laundering) di Indonesia dan menjelaskan hambatanhambatan yang muncul dalam penerapan rahasia bank terhadap praktek pencucian uang (money laundering) di Indonesia serta solusi penanggulangan dari faktor-faktor yang menghambat aparat penegak hukum dalam mengungkapkan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan kerahasiaan bank. Karena dari sini dapat diketahui sampai sejauh mana PPATK sebagai lembaga yang berwenang melakukan kinerja serta hambatan dalam menjalani tugasnya.
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah penelitian hukum doktrinal/normatif. Penelitian ini bersifat deskriptik-analitik, yaitu memaparkan secara lengkap gambaran tentang tindak pidana money laundering dan penerapannya, hubungannya dilapangan yang ditinjau dengan ketentuan kerahasiaan bank, hambatan-hambatan dan penanggulangannya. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi kepustakaan, untuk selanjutnya dilakukan analisis terhadap hal tersebut dengan menggunakan teknik analisis data nonstatistik dengan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis, dapat diperoleh kesimpulan bahwa dengan adanya ketentuan rahasia bank, kepentingan antara nasabah dan bank dapat terlindungi. Di satu sisi, rahasia bank merupakan hal yang wajib dilakukan oleh bank dengan menggunakan prinsip Know Your Customer (KYC) dan hal ini merupakan prinsip yang sangat mendukung dan hal terpenting bank dalam melakukan kegiatan usaha. Pada sisi yang lain, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang juga merupakan peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh pihak penyidik dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tersangka-terdakwa dalam tindak pidana pencucian uang.
Dalam hal ini, kelemahan peraturan mengenai rahasia bank sudah bisa ditanggulangi dengan adanya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, misalnya dengan adanya kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang istimewa dalam menerobos rahasia bank dan memberkan laporan tentang dugaan rekening berindikasi terhadap pencucian uang. Akan tetapi penerapan di lapangan masih terjadi penafsiran hukum yang berbeda antara pihak bank dengan penyidik, dengan kurangnya data yang diberikan sehingga menimbulkan ambiguitas dan koordinasi yang tidak jelas dilapangan, terutama masalah birokrasi dalam pengungkapan dan penanganan kasus yag dibawa ke pengadilan.
Implikasi penelitian ini di lapangan terutama dalam aspek penegakan hukum bagi pihak penyidik yaitu dengan meminta kepada tersangka atau terdakwa untuk memberikan kuasanya kepada polisi agar dapat menembus ketentuan rahasia bank dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari bank yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk mengambil langkah yang tercepat, dengan mengingat birokrasi yang sangat ketat untuk mengajukan izin pembukaan rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia. Waktu pemberian izin membuka rahasia bank yang diberikan Gubernur Bank Indonesia adalah 14 (empat belas) hari, sementara teknologi yang sangat maju dapat menguntungkan tersangka atau terdakwa untuk memindahkan rekeningnya ke tempat lain hanya dalam hitungan menit. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya informasi atau bukti-bukti yang diperlukan oleh polisi untuk memproses tindak pidana tersebut.

This study aims to determine the application of bank secrecy against money laundering (money laundering) in Indonesia and describes the obstacles that arise in the application of bank secrecy against money laundering (money laundering) in Indonesia as well as mitigation solutions of the factors that hinder enforcement the law in revealing money laundering related to bank secrecy. Because from here it can be seen to what extent INTRAC as an institution that is authorized to exercise performance as well as obstacles in undergoing his job.
This type of research used in this paper the author is the legal research doctrinal / normative. This study is descriptive-analytic, which describes a complete picture of criminal money laundering and its application, its relationship in the field who reviewed with the provisions of bank secrecy, obstacles and overcome them. Types of data used are secondary data. Data collection techniques used, namely through the study of literature, for further analysis on the issue by using data analysis techniques non statistic with a qualitative approach.
Based on the analysis has been done writer, can be obtained the conclusion that the existence of bank secrecy provisions, between the customer and the bank's interests can be protected. On the one hand, bank secrecy is something that must be done by the bank using the principle of Know Your Customer (KYC) and this is a rinciple that is very supportive and most important banks in conducting business. On the other hand, the Act Money Laundering is also the rule of law must be upheld by the investigating authorities in the investigation and the investigation of suspects, accused of money laundering.
In this case, the weakness of bank secrecy regulations can be addressed by the Act Money Laundering, for example, by the authority of the Center for Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC) is special in and through secret bank accounts give reports about the alleged indications of laundering money. However, application in the field still occur between different legal interpretation of the bank with the investigator, with the lack of data provided, giving rise to ambiguity and no apparent coordination in the field, especially the problem of bureaucracy in the disclosure and handling of cases brought to court.
The implications of this research in the field, especially in the aspect of law enforcement on the part of investigators that is by asking the give their proxies to the police in order to penetrate the bank secrecy provisions and obtain needed information from the bank concerned. It is intended to take the fastest, with a very tight given the bureaucracy to apply for license for establishment of bank secrecy from the Chairman of Bank Indonesia. When granting permission to open a secret bank that granted the Governor of Bank Indonesia is 14 (fourteen) days, while the highly advanced technology that can benefit the suspect or defendant to move his account to another place in just minutes. This can result in loss of information or evidence required by the police to process the crime.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28857
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atin Sri Pujiastuti
"Penelitian ini berfokus pada implementasi Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilaksanakan oleh Bank X. Disini, penulis mendeskripsikan dan menganalisa kepatuhan penerapan peraturan-peraturan mengenai TPPU yang dilaksanakan oleh Bank X guna mencegah dan memberantas TPPU. Peneliti berusaha mencari tahu hambatan-hambatan yang muncul dalam melaksanakan implementasi Undang-Undang tersebut serta strategi apa saja yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut.
Hasil penelitian menggambarkan adanya kepatuhan penerapan Undang-Undang pencegahan dan pemberantasan TPPU yang dilaksanakan oleh Bank X. Kepatuhan tersebut meliputi kepatuhan dalam penerapan CDD, Penerapan program pelatihan berkelanjutan mengenai Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT), Kepatuhan meratifikasi UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Kepatuhan penerapan Unit Kerja Khusus.
Penulis juga menemukan kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank X yakni kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal yang dihadapi adalah Keterbatasan SDM tersebut terdapat pada Kantor Cabang Bank X dimana tidak memiliki unit kerja khusus tetapi Independent Unit karyawan Bank yang merangkap tugas dan perannya sebagai unit kerja khusus. Padahal, berdasarkan aturan PBI No. 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum mewajibkan setiap Bank memiliki unit kerja khusus dan memiliki:1) pegawai yang menjalankan fungsi unit kerja khusus; atau 2) pejabat yang mengawasi penerapan program APU dan PPT.
Selanjutnya, kendala eksternal yakni terbatasnya tenaga pengawas bank Indonesia., terbatasnya tenaga pengawas PPATK, banyaknya jenis pelapor yang harus diawasi oleh PPATK meliputi 21 jenis Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan 5 jenis Penyedia Barang/Jasa, treatment pengawasan yang disesuaikan dengan kondisi pelapor baik PJK maupun Penyedia Barang/Jasa. Ketiga, Kurangnya cooperative nasabah/calon nasabah dalam memberikan informasi yang benar serta melengkapi sejumlah dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

This research focuses on the implementation of the ACT on the prevention and eradication of the crime of money laundering (TPPU) implemented by the ?X? Bank . here, the author describes and analyzes the compliance of implementing the rules about TPPU implemented by the ?X? Bank in order to prevent and eradicate TPPU. Researchers are trying to figure out the obstacles that appear in the implementation of the ACT and what are the strategies used to overcome these barriers.
Results of the study has described about the existence of compliance in the application of the prevention and eradication ACT (TPPU) implemented by the ?X? Bank. This compliance includes the implementation of CDD, implementation of sustainable training programmes on Anti-money laundering and Terrorism Funding Prevention (APU/PPT), compliance to ratify the ACT of TPPU, compliance of application of special work unit. The author also find some obstacle faced by the ?X? Bank that is internal and external constraints.
The internal constraints that faced is the limited human resource at the branch office of the ?X? Bank which is hasn?t special work unit but independent unit of Bank employee that work doubles at their task and role as a special work unit.
Furthermore, external constraint is the limited supervisory labour of the main Bank og Indonesia (BI), limited supervisory labour of the Central reporting and analysis of financial transactions (PPATK). The excessive number of reporters who must be supervised by the ppatk include 21 kinds of financial Service Providers (PJK) and 5 types of goods/services providers. The last is obstacle from the customer that lack of cooperative in providing true information as well as a willingness in case to complete a number of documents in accordance with the valid regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T39213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>