Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161300 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusdini Kusuma Wardani
"Jurnal ini membahas tentang kasus diskriminasi yang dilakukan oleh warga Lenteng Agung terhadap Lurah Susan terkait dengan isu SARA. Yang menjadi permasalahan adalah dengan diangkatnya Lurah Susan memunculkan demo di kalangan Warga Lenteng Agung. Jika mengacu kepada konsep social cognition, terjadinya demo tersebut disebabkan adanya errors in social thinking berupa biased preception. Berdasarkan hal itu, yang menjadi pertanyaan penulis adalah apa yang dilakukan Lurah Susan untuk mengcounter prejudice terhadap dirinya untuk mendapatkan kesan positif. Dari hasil pembahasan, penulis mendapatkan bahwa cara yang dilakukan Lurah Susan sudah cukup efektif dalam membangun kesan positif, dibuktikan dengan diperolehnya penghargaan dan sanjungan oleh Gubernur DKI.

This journal discusses about discrimination case done by Lenteng Agung citizen against Lurah Susan related to SARA (Ethnicity, Religion, Race, and Social Groups). The main problem was the inaguration of Lurah Susan, Lenteng Agung citizen started a demonstration. Referring to social cognition concept, the demonstration occurent was caused by errors in social thinking in form of biased preception. Based on the research, arise a question on what Lurah Susan did to encounter the prejudice towards her to get a positive image. Conclusion of this matter is Lurah Susan did a quiet effective way in building her positive image, proven by her achievement and flattery she got from the DKI Governer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Zahra Hayumi
"Perkembangan teknologi komunikasi saat ini membawa sejumlah perubahan dalam perilaku manusia. Perubahan tersebut mencakup cara berpikir, cara berperilaku, dan berbagai aspek lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan eksistensi dalam diri remaja saat ini. Dengan berkembangnya media online, terdapat perubahan perilaku yang cukup spesifik bagi individu khususnya dalam cara bagaimana individu tersebut mempersepsikan atau memaknai diri mereka sendiri. Selanjutnya saat ini muncul aplikasi seperti Instagram yang dapat menampilkan foto dan video, yang mengambarkan citra diri individu.
Masyarakat terutama kaum muda di kalangan mahasiswa yang dinamis, cenderung senang untuk mengekspresikan diri melalui media online yang dianggap dapat meningkatkan eksistensi diri mereka. Dalam tulisan ini, metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah responden. Dari hasil pengumpulan data, ditemukan bahwa remaja saat ini gemar menggunakan aplikasi Instagram untuk berbagi momentum agar keberadaannya lebih dianggap terkait dengan eksistensi diri mereka. Lebih lanjut, foto yang dimasukkan ke Instagram antara lain adalah foto tentang kegiatan sehari-hari bersama teman-teman mereka, termasuk juga foto berupa selfie.

The development of communications technology currently brought a number of changes in human behavior .The changes include the process of thinking, behaviour, and other various aspects. This study aims to identify the development of self existence in teenagers. With the rise of online media, there are specific behavior changes for individuals especially in how individuals perceive themselves. For now adays, then came an application such as instagram that can display photos and video which can form an individual image.
The society, especially for youth, among the students who dynamic tending to pleased to express their self through the media online that are considered to be an increase in existence. This research using quantitative method. To collect the data, writer uses a questionnaire to be distributed to a number of respondents. The results of research method found that, most of the teenager is using Instagram to share their moment in instagram more considered and related to their self existence. Further more, the type of photograph they usually uploaded are picture of their routine with their friends, including selfie photo.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Jeffrey Sukiatno Nugroho
"Seiring dengan perkembangan di dunia IT dan internet, game online pun menjadi permainan yang semakin populer. Awalnya, game online identik dengan permainan laki-laki. Namun saat ini sudah merambah ke perempuan. Fenomena ini menjadi dasar yang kuat bagi perempuan untuk menunjukkan potensi dirinya. Dari fenomena ini muncul pertanyaan, sejauh mana game online menjadi sarana yang memfasilitasi gamer perempuan melakukan aktualisasi diri. Berdasarkan hasil pengamatan isi permainan dan hasil wawancara, terungkap bahwa melalui game online, gamer perempuan merasa tertantang untuk meningkatkan potensi diri, manfaat lain adalah rasa kepuasan diri bisa setara dengan laki-laki dalam meraih prestasi sebagai gamer perempuan.

With the advances of IT and Internet, online games becomes more popular. Originally, online game is identical with the game for men. But today online game has expanded to women gamer. This phenomenon becomes a solid foundation for women to show their potential. This phenomenon raises a question, to what extent online game has become a means to facilitate women gamers, perform self-actualization. Based on the observation of games’ content and interviews, revealed that through online game, women gamers feel challenged to improve their potential. In addition, the feeling of satisfaction as women gamer in achieving their goal is equal with men.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shafiyah Nanda Pratiwi
"Fenomena quarter life crisis adalah krisis seperempat abad ketika seseorang mulai merasakan perasaan tidak stabil, ragu, takut, dan bimbang untuk melanjutkan kehidupan. Fenomena ini kemudian menjadi sebuah isu sosial yang marak terjadi pada generasi muda saat ini. Tindakan preventif untuk mengurangi dampak negatif dari quarter life crisis adalah dengan menerapkan coping mechanism sebagai strategi pertahanan diri. Lagu dengan muatan pesan tertentu dapat membantu proses dalam menghadapi atau mengatasi krisis seperti itu. Salah satunya adalah lagu Zombie (English Version) milik Day6. Studi ini menganalisis pemaknaan lagu Day6 Zombie (English Version) oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi UI terhadap fenomena quarter life crisis. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan paradigma interpretif. Studi ini berkesimpulan bahwa setiap informan berada di posisi yang beragam ketika memaknai isi pesan dalam lagu Zombie (English Version). Pada informan yang sedang mengalami quarter life crisis cenderung memaknai lagu Zombie lebih spesifik dan mendalam, seperti mengaitkan lirik lagu dengan permasalahan pribadi, kelabilan, kebimbangan, dan mempertanyakan eksistensi kehidupan melalui lirik lagu Zombie. Lagu Zombie memiliki peran sebagai Katharsis untuk mekanisme koping dalam menyalurkan emosi dan perasaan pendengar yang konstruktif. Sedangkan informan yang belum mengalami quarter life crisis akan memaknai lagu Zombie secara lebih general seperti menceritakan kesedihan, kegagalan, kebimbangan pada umumnya.

The phenomenon of quarter life crisis is a phase when someone begins to feel unstable, doubtful, afraid, and indecisive to continue their life. Afterwards, this tendency developed into social issue that is prevalent among young generation these days. Preventive action to reduce the negative impact of the quarter life crisis is to utilize a coping mechanism as a self-defense strategy. A song with a specific message can help the process of dealing with or overcoming such a crisis. One of them is Day6's song Zombie (English Version). This study analyzes reception of the Day6’s song Zombie (English Version) among Communication Science students of University of Indonesia towards the quarter life crisis phenomenon. The study was carried out using qualitative methods and an interpretive paradigm. This study concludes that each informant is in various positions when interpreting the message content in the Zombie (English Version). Informants who are going through a quarter-life crisis tend to understand Zombie songs more profoundly and explicitly, connecting song lyrics with personal issues, instability, and lack of direction as well as querying the existence of life. A Zombie song can serve as a catharsis for coping strategies that help listeners convey their emotions and sentiments in a positive direction. Informants who haven't gone through a quarter-life crisis, however, will interpret the Zombie song more broadly, interpreting it as conveying grief, failure, and overall hesitation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
Mk-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Kemala
"Penampilan yang menarik sudah dianggap sebagai hal yang penting dalam kehidupan sekarang, terutama pada wanita (Unger & Crawford, 1992). Wanita yang berpenampilan menarik cenderung mendapatkan atribut-atribut positif dan pengakuan dari masyarakat. Oleh karena itu, wanita akan selalu berusaha untuk selalu tampil menarik.
Pandangan tentang penampilan fisik yang menarik selalu berubah sejalan dengan waktu. Hayes (dalam Kosmopolitan 1999) menyimpulkan bahwa bentuk tubuh yang ideal pada masa sekarang adalah langsing dan padat berisi. Standar bentuk tubuh yang ideal tersebut akan mempengaruhi persepsi, penilaian dan penghargaan individu terhadap tubuhnya, atau mempengaruhi citra tubuh yang dimilikinya. Citra tubuh adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya.
Dengan adanya standar bentuk tubuh yang ideal di masyarakat, wanita akan selalu berusaha memenuhi standar tersebut (Mazur, dalam Heinberg, 1996). Tetapi usaha yang dilakukan wanita tidak selalu bersifat positif, seperti minum obat pencahar, memuntahkan makanan dan melakukan diet ketat (Killen, dalam Garber,1994). Bila usaha ini dilakukan dapat menimbulkan gangguan pola makan, seperti anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Oleh karena itu, penting untuk mencari cara yang positif yang dapat digunakan untuk meningkatkan citra tubuh tanpa melakukan cara-cara yang negatif.
Olahraga merupakan salah satu cara yang lebih baik untuk membentuk tubuh menjadi ideal. Tetapi wanita lebih jarang melakukan olahraga dibandingkan dengan pria (Santrock, 1990). Olahraga yang paling diminati wanita saat ini adalah senam aerobic dan senam body language (Sartika, 1999).Senam body language adalah suatu rangkaian gerakan senam yang berbeda dari gerakan senam pada umumnya. Pada senam body language, gerakan dilakukan seiring antara pernafasan, dan sikap tubuh yang baik. Salah satu manfaat yang didapat dengan melakukan senam body language adalah membakar kalori dan membentuk tubuh. Dengan manfaat yang didapat dari senam body language, ingin diketahui apakah senam body language dapat meningkatkan kepuasan citra tubuh. Bila senam body language terbukti dapat meningkatkan citra tubuh, kemungkinan tersebut dapat digunakan sebagai media intervensi bagi penderita gangguan pola makan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tipe penelitian studi komparatif yaitu membandingkan kepuasan citra tubuh antara kelompok peserta senam body language yang sudah melakukan lebih dari 20 kali latihan (2 paket) dan peserta yang baru mengikuti latihan senam body language (kurang dari 10 kali latihan). Alat yang digunakan untuk mengukur kepuasan citra tubuh dalam penelitian ini adalah alat Multidimensional Body-Self Relation Questionnaire (MBRSQ) (Cash, 1994), yang terdiri dari 10 subskala : evaluasi penampilan, orientasi penampilan, evaluasi kebuugaran, orientasi kebugaran, evaluasi kesehatan, orientasi kesehatan, orientasi tentang penyakit, kepuasan area tubuh, kategori berat badan dan kecemasan terhadap kegemukan.
Pengolahan data penelitian dilakukan independenl sample t-lesl untuk melihat apakah ada perbedaan kepuasan citra tubuh antara kelompok peserta lama dan peserta baru. Selain itu, dilakukan pula metode wawancara untuk dapat memperjelas hasil kuesioner.
Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna dalam hal kepuasan citra tubuh pada kelompok peserta lama dan kelompok peserta baru. Dalam arti, kelompok peserta lama lebih merasa puas dengan tubuhnya dan merasa dirinya menarik, dibandingkan dengan kelompok peserta baru. Dari sepuluh subskala kepuasan citra tubuh ternyata ada enam subskala yang berbeda secara signifikan, yaitu evaluasi penampilan, evaluasi kebugaran fisik, orientasi kebugaran fisik, orientasi kesehatan, kepuasan area tubuh dan pengkategorian berat badan.
Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa peserta lama lebih memandang positif terhadap tubuhnya dan merasa lebih percaya diri dibandingkan dengan peserta baru. Peserta lama juga lebih merasa puas akan penampilannya secara keseluruhan. Dari peserta yang diwawancara, mereka menginginkan bentuk tubuh yang langsing cenderung kurus tapi tidak lurus dan rata, melainkan langsing atau cenderung kurus dengan otot yang kencang dan padat berisi.
Saran yang diberikan adalah dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang senam hody language, terutama kaitannya sebagai sarana positif untuk membantu penderita gangguan pola makan. Selain itu, perlu melakukan penelitian dengan memakai sampel yang mengalami gangguan pola makan dan diintervensi dengan senam hody language, sehingga akan didapat hasil yang lebih jelas tentang manfaat senam body language sebagai media intervensi bagi penderita gangguan pola makan. Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan dengan membandingkan kepuasan citra tubuh pada wanita usia middle adulthood atau dengan membandingkan citra tubuh antara pria dan wanita."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Talitha Az Zahra
"Maraknya kemunculan kafe di perkotaan kini telah menjadikan kegiatan nongkrong atau hangout di kafe sebagai gaya hidup yang sangat digemari oleh para remaja, khususnya di wilayah Jabodetabek. Beragamnya kafe yang tersebar di wilayah Jabodetabek dengan segala fasilitasnya menjadikan banyak remaja datang ke kafe dengan tujuan untuk mengupdate status dan mengunggah foto selfie mereka di media sosial sehingga bisa diketahui oleh banyak orang. Dengan kata lain, kegiatan mengunjungi kafe dengan tujuan melakukan selfie dan mengupdatenya ke media sosial saat ini merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui karakteristik dari kafe yang dipilih dan digemari oleh para remaja di Jabodetabek sebagai tempat melakukan selfie untuk diupdate ke media sosial. Penelitian ini kemudian juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana karakteristik spot pada kafe yang dipilih untuk dijadikan tempat swafoto atau selfie para remaja Jabodetabek berdasarkan motivasi mereka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik kafe di Jabodetabek yang digemari remaja untuk melakukan selfie merupakan kafe yang memiliki konsep industrial dan memiliki fasilitas yang sangat lengkap. Kemudian para remaja juga umumnya memilih mengunjungi kafe di Jabodetabek yang memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau, baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, dan juga memilih kafe yang berada pada kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa. Sebagian besar para remaja di Jabodetabek memilih spot selfie yang memperlihatkan signag atau logo branding kafe yang dikunjunginya, dimana selfie dilakukan dengan latar papan nama kafe atau bangunan dan bagian depan kafe yang menunjukkan logo branding atau lokasi kafe yang dikunjunginya tersebut.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, perilaku membagi foto dengan menunjukkan brand suatu kafe atau kedai kopi terkenal dilakukan remaja dengan maksud memberitahukan atau membagi informasi kepada khalayak bahwa mereka sedang melakukan tren yang ada, dimana ini merupakan bentuk aktualisasi diri mereka.

The rise of cafes in urban areas has now made hanging out or hanging out at cafes a lifestyle that is very popular with teenagers, especially in the Greater Jakarta area. The variety of cafes spread across the Jabodetabek area with all the amenities makes many teenagers come to the cafe with the aim of updating their status and uploading their selfies on social media so that many people can find them. In other words, visiting cafes with the aim of taking selfies and updating them on social media is currently a form of adolescent self-actualization.
This study aims to analyze and find out the characteristics of cafes that are chosen and favored by teenagers in Jabodetabek as a place to take selfies to be updated on social media. This research was then also conducted to find out the characteristics of the spots in cafes that were chosen to be used as selfie spots for Jabodetabek teenagers based on their motivation.
The results of this study indicate that the characteristics of cafes in Jabodetabek which are popular with teenagers to take selfies are cafes that have an industrial concept and have very complete facilities. Then teenagers also generally choose to visit cafes in Jabodetabek which have easy accessibility, both by public transportation and private vehicles, and also choose cafes that are in office, trade and service areas. Most teenagers in Jabodetabek choose selfie spots that show the signage or branding logo of the cafe they visit, where selfies are taken against the backdrop of the cafe or building's signboard and the front of the cafe showing the branding logo or location of the cafe they visited.
Based on the results of the analysis carried out, the behaviour of sharing photos by showing the brand of a famous cafe or coffee shop is carried out by teenagers with the intention of informing or sharing information with the public that they are following an existing trend, which is a form of self-actualization.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Santi Widyartini
"Perilaku mengambil tanggung jawab merupakan perilaku peran ekstra yang berorientasi mempengaruhi fungsi organisasi dengan mengubah cara berjalannya proses kerja. Nilai yang menjadi pedoman hidup individu dan menjadi tujuan yang ingin dicapainya diduga dapat menjelaskan fenomena perilaku mengambil tanggung jawab. Dengan menggunakan teori nilai dasar dari Schwartz (1992), studi ini menguji apakah nilai keterarahan diri, keselarasan, prestasi, dan kekuasaan dapat memberikan efek utama pada perilaku mengambil tanggung jawab. Persepsi individu pada iklim kelompok yang mendukung inovasi juga diduga akan berpengaruh memperkuat hubungan antara nilai individu dengan perilaku mengambil tanggung jawab. Penelitian korelasional dilakukan pada 111 responden di suatu BUMN pada karyawan level staf. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua sumber yaitu penilaian diri sendiri dan penilaian dari atasan. Hasil menunjukkan dari tipe nilai keterarahan diri, keselarasan, dan prestasi, dan kekuasaan, hanya nilai kekuasaan yang memiliki efek utama. Dengan koefisien regresi sebesar .242 p<0.05, nilai kekuasaan menjelaskan 6.3% pada perubahan perilaku mengambil tanggung jawab. Namun hasil menunjukkan bahwa iklim yang mendukung inovasi tidak berkorelasi dengan perilaku mengambil tanggung jawab. Iklim inovasi juga tidak memberikan efek moderasi bagi hubungan nilai keterarahan diri, keselarasan, prestasi dan kekuasaan dengan perilaku mengambil tanggung jawab.

Taking charge is an extra-role behaviour which intend to effect organizationally functional change by giving constructive effort in changing how work is executed within the jobs. This research attempts to examine individual values in order to understand taking charge behaviour at work. By using Schwartz's basic individual theory, this study proposed there are main effects from type of values selfdirection, conformity, achievement, and power to taking charge behaviour. The role of perceived innovation support climate as moderator between each values and taking charge behaviour was also proposed in this study. The study was conducted in state owned enterprises organization and all the respondents were employees in staff level. I used data from different sources (self-report and supervisor-rating) and obtained 111 respondents. The findings show only power could become a main predictor for taking charge otherwise the others values have no significant main effect. With R2= .063 (βpower = .242, p<0.05), power can only explain 6.3% variance of taking charge. Perceived innovation support climate also shows no significant correlation with taking charge. Moreover, perceive innovation support climate has no moderation effect to each values and taking charge.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adisya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara motivasi kerelawanan dan kepribadian narsisistik pada relawan di Indonesia yang berusia 18-29 tahun emerging adulthood. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan responden relawan yang berjumlah 2002 responden. Motivasi kerelawanan diukur dengan menggunakan Volunteer Function Inventory VFI, dan kepribadian narsisistik diukur dengan menggunakan Narcissism Personality Inventory NPI-13, kedua instrumen tersebut telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Pada motivasi kerelawanan, terdapat enam dimensi motivasi kerelawanan, yaitu nilai, karir, sosial, pemahaman, peningkatan harga diri, dan protektif. Pada kepribadian narsisistik, terdapat tiga dimensi kepribadian narsisistik, yaitu leadership/authority, grandiose exhibitionism, dan entitlement/exploitativeness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi nilai dengan kepribadian narsisistik grandiose exhibitionism, 2 terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi karir dengan ketiga kepribadian narsisistik leadership/authority, grandiose exhibitionism, dan entitlement/exploitativeness, 3 terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi sosial dengan kepribadian narsisistik entitlement/exploitativeness, 4 terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi pemahaman dengan kepribadian narsisistik leadership/authority dan entitlement/exploitativeness, 5 terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi kerelawanan peningkatan harga diri dengan kepribadian narsisistik leadership/authority dan entitlement/exploitativeness, 6 terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi protektif dengan kepribadian narsisistik entitlement/exploitativeness.

The purpose of this research is to examine the correlation between volunteering motivation and narcissistic personality among volunteer in Indonesia within age of 18 29 years old emerging adulthood. This research uses correlational method with 2002. Volunteering motivation was measured by Volunteer Function Inventory VFI and narcissistic personality was measured by Narcissism Personality Inventory NPI 13, both have been adapted to Bahasa Indonesia. Volunteering motivation consist of six dimensions which are values, career, social, understanding, enhancement, and protective. Narcissistic personality consists of three dimensions which are Leadership Authority, Grandiose Exhibitionism, and Entitlement Exploitativeness. The result indicated 1 there was significant negative correlation between value motivation and grandiose exhibitionism personality, 2 there was significant positive correlation between career motivation and three of the narcissistic personality leadership authority, grandiose exhibitionism, and entitlement exploitativeness, 3 there was significant negative correlation between social motivation and entitlement exploitativeness personality, 4 there was significant negative correlation between understanding motivation and two of the narcissistic personality, which are leadership authority and entitlement exploitativeness, 5 there was significant positive correlation between enhancement motivation and two of the narcissism personality, which are leadership authority and entitlement exploitativeness, 6 there was significant positive correlation between protective motivation and entitlement exploitativeness personality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Christina
"ABSTRAK
Masyarakat Batak Toba memiliki sistem kekerabatan yang patrilineal yaitu mengikuti
garis keturunan ayah. Sebelum menikah, wanita merupakan bagian dari kelompok
ayahnya dan setelah menikah ia akan ?rneninggalkan? keluarganya dan masuk ke
dalam satuan kekerabatan suaminya. Kedudukan dan peran wanita dalam adat Batak
Toba ditentukan oleh posisi ayah atau suaminya dan ia tidak memiliki posisi sendiri
dalam adat. Lain halnya dengan pria yang dianggap raja dan selalu ditinggikan
kedudukannya dibandingnya wanita.
Perbedaan kedudukan antara pria dan wanita Batak Toba sangat jelas terlihat salah
satunya dalam pengambilan keputusan pada acara-acara adat. Pada forum-forum
resmi seperti itu, pendapat wanita kurang didengarkan dan prialah yang lebih
dominan dalam memutuskan segala sesuatu. Para wanita Batak sendiri jika ditanyai
pendapatnya, rnenyerahkan hal itu kepada para suami dan akhirnya suamilah yang
berbicara. Selain itu subordinasi wanita Batak Toba ini pun terjadi di gereja HKBP
sebagai tempat mayoritas masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen Protestan
beribadah. Jika kita amati di gereja-gereja HKBP di seluruh Indonesia, mayoritas
pendeta, guru huria dan penetua didominasi oleh kaum pria (Siregar, 1999).
Marjinalisasi posisi wanita Batak Toba memang sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan modernisasi dan demokrasi saat ini. Sudah selayaknya persepsi yang
menomorduakan kedudukan wanita dalam masyarakat Batak itu diubah. Sulitnya,
ideologi peran jender seseorang sangat tergantung pada konteks sosial di mana orang
tersebut berada dan konsepsi budaya tersebut mengenai jender. Sehingga jika dalam
kognisi orang Batak pensubordinasian wanita dalam taraf tertentu sesuai dengan
belief yang mereka anut, maka hal tersebut akan lebih dipandang sebagai harmoni
daripada dominansi dalam struktur patriarkat (Muluk, 1995).
Kedudukan dan peran wanita dalam masyarakat Batak Toba tidak lepas dari role-
expectation yang ada dalam masyarakat tersebut. Melalui penelitian ini penulis ingin
mengetahui gambaran ideologi peran jender pria dewasa muda Batak Toba, role-
expectation terhadap wanita dari perspektif kedua belah pihak dan pengaruhnya
terhadap aktualisasi diri wanita. Metode yang digunakan yaitu untuk mendapatkan gambaran ideologi peran jender
pria dewasa muda Batak Toba di Jakarta digunakan metode kuantitatif dengan
menggunakan kuesioner adaptasi SRI. Pemahaman yang mendalam mengenai role-
expectation dan darnpaknya terhadap aktualisasi diri dilakukan dengan menggunakan
metode kualitatif.
Teori yang menjadi landasan penelitian ini meliputi budaya Batak Toba yang
menggambarkan kedudukan wanita dalam masyarakat adat dan sistem kekerabatan
mereka, teori mengenai masa dewasa muda, role-expectation dan jender sebagai
konstruksi sosial, serta teori-teori mengenai aktualisasi diri.
Hasil analisis data kuantitatif didapatkan gambaran bahwa pada cukup banyak aspek
SRI pria dewasa muda Batak Toba menganut ideologi peran jender tradisional lebih
banyak daripada yang modern. Analisis tambahan terhadap data kontrol dengan
menggunakan one-way anova dan t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam hal ideologi peran jender berdasarkan usia, pendidikan, status,
pengeluaran tiap bulan dan lama subyek tinggal di Jakarta.
Hasil analisis kualitatif didapati kesimpulan bahwa kedua subyek pria masih
menganut ideologi peran jender tradisional terutama mengenai kedudukan pria dan
wanita dalam keluarga. Para responden memandang kedudukan pria sebagai kepala
keluarga dan wanita sebagai ibu rumah tangga sebagai sesuatu yang wajar walaupun
responden wanita memiliki harapan untuk diperlakukan sejajar (sebagai patner) oleh
pasangannya. Para responden wanita juga cenderung untuk konform dengan budaya
yang ada dan berlaku. Sebagian besar dari mereka menginginkan perubahan namun
tidak disertai dengan usaha yang mengarah ke sana.
Saran yang diajukan untuk masyarakat Batak Toba adalah untuk melakukan
introspeksi diri apakah pandangan bahwa pria adalah raja dan wanita memiliki
kedudukan yang lebih rendah masih layak dipertahankan melihat dampak yang
dialami oleh wanita dalam mencapai aktualisasi dirinya. Pengubahan pandangan ini
disarankan melalui agama dan gereja karena adat yang bersifat mutlak akan sulit
untuk diubah.
Penelitian yang sempa disarankan untuk diadakan guna memberikan pengetahuan
tambahan bagi para konselor perkawinan maupun yang menangani orang-orang yang
mengalami masalah dalam aktualisasi diri. Konsepsi peran jender tiap-tiap
masyarakat adat di Indonesia mempengaruhi bagaimana orang tersebut memandang
dirinya dan lawan jenis dalam hal nilai-nilai, peran dan kedudukan mereka. Penelitian
ini diharapkan dapat membantu untuk menemukan pendekatan yang tepat dalam
konseling
Untuk penelitian lanjutan, beberapa saran yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah
menambah jumlah sampel, memperhatikan karakteristik agama subyek, memiliki
norma normatif mengenai ideologi peran jender pria Indonesia, mencari cara
pengolahan data yang lebih tepat dan memperkaya variabel yang mungkin
berpengaruh terhadap ideologi peran jender."
2000
S3011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Aswanti Tjakrawiralaksana
"ABSTRAK
Borderline Intellectual Functioning adalah salah satu kondisi klinis dengan
karakterisitik skor IQ berada pada kisaran 71 sampai dengan 84 (DSM-IV-TR,
2000). Dalam hubungan anak dengan lingkungan sosial terutama dengan teman
sebaya, anak dengan taraf kecerdasan borderline dapat mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan pergaulan karena cara pandang yang naif
atau kecenderungan menarik diri. Agar anak mampu menjalin hubungan dengan
lingkungan sosialnya terutama dengan teman sebaya, maka mereka memerlukan
keterampilan sosial yang cukup.
Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang
lain dengan cara tertentu dalam suatu konteks sosial yang dapat diterima dan
dihargai secara sosial serta pada saat yang sama saling menguntungkan (Combs &
Slaby dalam Cartledge & Milbum, 1995). Perkembangan keterampilan sosial
sendiri adalah suatu proses yang terus beijalan, sesuatu yang dipelajari serta tidak
diperoleh begitu saja.
Keterampilan sosial dapat dilatih melalui pelatihan keterampilan sosial
yaitu instruksi yang dilaksanakan dalam area perilaku untuk meningkatkan
interaksi positif dengan orang lain (Mclntyre, 2001). Menurut Cartledge dan
Milbum (1995), salah satu metode dalam pelatihan keterampilan sosial adalah
melalui social modeling yaitu suatu proses yang menghasilkan model perilaku
sosial yang memungkinkan seseorang belajar melalui observasi dan imitasi.
Menurut LaGreca (dalam Cartledge & Milbum. 1995) perilaku menyapa
adalah salah satu area komunikasi yang memberikan kontribusi dalam hubungan
dengan teman sebaya yang positif. Salah satu komponennya adalah perilaku
tersenyum ketika bertemu teman (Cartledge dan Milbum, 1995).
Pelatihan dilaksanakan selama lima sesi. Pada sesi satu dilakukan kegiatan
identifikasi perilaku tersenyum sebagai komponen dalam menyapa teman melalui
penyajian model berdasarkan lokoh dalam buku cerita. Pada sesi dua merupakan
kesempatan melatih perilaku tersenyum (skiII performance) melalui penyajian
model dengan menggunakan boneka dan role play. Sementara sesi tiga hingga
sesi lima merupakan sesi melatih perilaku tersenyum di setting sekolah. Berdasarkan hasil pelaksanaan pelatihan, tampak bahwa pelatihan
keterampilan sosial pada anak dengan taraf kecerdasan borderline dengan
menggunakan metode social modeling dapat melatih perilaku tersenyum sebagai
komponen perilaku menyapa teman. Subyek tampak mampu memperlihatkan
perilaku tersenyum dalam kegiatan pelatihan walau masih memerlukan
pengarahan dan bimbingan.
Untuk memperbaiki rancangan pelatihan di kemudian hari, diperlukan
assessment keterampilan sosial yang mendalam sebelum merancang program.
Selain itu jenis kegiatan pelatihan sebaiknya bersifat konkrit, terstruktur dan
menyenangkan bagi anak. Latihan perilaku juga sebaiknya dilakukan pada
beragam situasi sosial sehingga memudahkan generalisasi perilaku."
2005
T37816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>