Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180680 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Geraldo Daniel Pradhana
"Desakan menikah pada individu dewasa muda dibentuk oleh banyak faktor, salah satunya adalah relationship contingency of self-worth, yaitu sejauh mana individu mendasari harga dirinya pada keberhasilan hubungan. Di Indonesia, menikah masih dipandang sebagai kewajiban bagi individu dewasa muda, dan keberhasilan memperoleh pasangan bisa mempengaruhi evaluasi harga diri individu. Penelitian sebelumnya telah menemukan hubungan yang signfikan antara RCSW dan desakan menikah. Pada penelitian kali ini, variabel sociosexuality diteliti sebagai salah satu hal yang mampu mempengaruhi desakan menikah, karena pada penelitian sebelumnya telah ditemukan bahwa tingkat sociosexuality yang tinggi mampu menurunkan keinginan untuk menikah.
Secara teoritis, individu dengan sociosexuality tinggi cenderung menghindari hubungan jangka panjang yang berkomitmen, yang salah satu bentuknya adalah pernikahan. Selain itu peneliti juga ingin melihat efek moderasi dari sociosexuality terhadap kemampuan RCSW memprediksi desakan menikah. Hasil penelitian kali ini menunjukkan bahwa RCSW mampu memprediksi desakan menikah secara positif, namun sociosexuality tidak mampu memprediksi desakan menikah secara negatif. Selain itu ditemukan pula tidak adanya efek moderasi sociosexuality pada hubungan antara RCSW dengan desakan menikah.

Marriage urgency felt by many young adults is often a result of many contributing factors. One of which is relationship contingency of self-worth, defined as how much an individual based his/her self-esteem for the success of his/her romantic relationships. In Indonesia, marriage is still a part of one’s duty as an adult, and the success of finding a potential marriage partner can affect his/her overall self-esteem. Previous researches have found that there’s a signifcant relationship between relationship contingency of self-worth and marriage urgency. Sociosexuality was also hypotesized as one of the contribung factors of marriage urgency.
Theoretically, individual with unrestricted sociosexuality tends avoid committed relationship in any form, including marriages. This research also aims to see the moderation effect caused by sociosexuality on the relationship between relationship contingency of selfworth and marriage. The result shows that RCSW does indeed significantly predict marriage urgency, while sociosexuality does not. Furthemore, the result also shows that there is no moderation effect caused by sociosexuality in the relationship between RCSW and marriage urgency.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S59402
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aysha Arkya
"Membentuk hubungan romantis berupa pernikahan adalah tugas perkembangan dewasa muda. Pola pernikahan di Jakarta dan sekitarnya pada masa kini menunjukkan bahwa individu juga menikah atas keputusannya sendiri selain faktor eksternal seperti lingkungan dan keluarga. Faktor individual yang diketahui memprediksi desakan menikah adalah relationship contingency of self-worth. Selain itu, alasan individual untuk menikah yang ditemukan di masa kini berdasar pada cinta yang dirasakan pada pasangan (Sprecher & Hatfield, 2015) dan keyakinan-keyakinan tentang pernikahan (Berry, 2012) yang digambarkan oleh romantic beliefs.
Penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah relationship contingency of self-worth dan romantic beliefs memprediksi desakan menikah pada dewasa muda di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 212 orang.
Ditemukan bahwa model multiple regression relationship contingency of self worth dan romantic beliefs memprediksi desakan menikah secara signifikan. Model relationship contingency of self-worth memprediksi desakan menikah secara signifikan, sedangkan model romantic beliefs tidak memprediksi desakan menikah secara signifikan. Ditemukan juga bahwa tiga dimensi romantic beliefs berkorelasi positif dengan desakan menikah secara signifikan. Dimensi-dimensi tersebut adalah love finds a way, idealization, dan love at first sight.

;Establishing romantic relationship in the form of marriage is a developmental task for young adults. Marriage patterns in Greater Jakarta have shown that young adults in the present day also marry as an individual decision other than external factors such as social environment and family. Individual factor that has known predicting mate urgency is relationship contingency of self-worth. Another individual reason to mate that is found lately is based on love (Sprecher & Hatfield, 2015) and beliefs about marriage (Berry, 2012) that is explained as romantic beliefs.
This research aims to examine the prediction of relationship contingency of self-worth and romantic beliefs toward mate urgency on young adults in Greater Jakarta. This research gathered 212 respondents.
It was found that multiple regression model of relationship contingency of self worth and romantic beliefs predicted mate urgency significantly. Relationship contingency of self-worth model predicted mate urgency significantly while romantic beliefs model did not predict mate urgency significantly. It was also found that three dimensions of romantic beliefs have a positive correlation with mate urgency. Those dimensions are love finds a way, idealization, and love at first sight.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59832
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Arnindita
"ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan penjelasan mengenai hubungan antara relationship contingency dan self-efficacy dalam hubungan romantis dalam memprediksi desakan menikah pada dewasa muda yang belum menikah, khususnya di wilayah Jabodetabek. Relationship contingency diukur dengan menggunakan Relationship Contingency Scale yang dikembangkan oleh Sanchez, Good, Kwang, dan Saltzman (2008), self-efficacy dalam hubungan romantis diukur dengan menggunakan Self-Efficacy in Romantic Relationship yang dikonstruksikan oleh Riggio, Weiser, Valenzuela, Lui, Montes, dan Heuer (2011), serta desakan menikah diukur dengan menggunakan Skala Desakan Menikah yang dikembangkan oleh tim peneliti (2014).

Partisipan penelitian yang berjumlah 186 orang yang memiliki karakteristik sebagai orang-orang yang sedang berada dalam tahap perkembangan psikososial dewasa muda, berstatus sebagai mahasiswa atau sudah bekerja, dan baik mereka yang belum atau sudah memiliki pasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relationship contingency dapat memprediksi desakan menikah pada dewasa muda, namun prediksi tidak dapat dilihat melalui self-efficacy dalam hubungan romantis, maupun interaksi antara kedua variabel tersebut.


ABSTRACT

This research is conducted to get explanation about the relationship between relationship contingency and self-efficacy in romantic relationship in predicting mate urgency towards unmarried young adults, particularly in Greater Jakarta area. Relationship contingency is measured using Relationship Contingency Scale which was developed by Sanchez, Good, Kwang, and Saltzman (2008), self-efficacy in romantic relationship is measured using Self-Efficacy in Romantic Relationship which was constructed by Riggio, Weiser, Valenzuela, Lui, Montes, and Heuer (2011), while mate urgency is measured with Mate Urgency Scale which was developed by research team (2014).

Total participant in this research is 186 people

who have characteristics as those who are in the stage of young adult in psychosocial development stage, having status as a college student or a worker already, and either already involved in romantic relationship or not. The result of this research indicates that the relationship contingency can predict mate urgency towards young adults, however the prediction cannot be seen either through self-efficacy in romantic relationship nor the interaction between both variables.

"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Riani Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan representasi kebertubuhan sekaligus kebebasan seksual perempuan yang terdapat pada lirik lagu Harley Davidson karya Serge Gainsbourg. Teori mitos milik Roland Barthes akan digunakan untuk menganalisis makna denotatif dan konotatif pada lirik lagu. Selain itu, konteks sejarah pada lagu juga akan dikaitkan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebertubuhan perempuan direpresentasikan sebagai subjek yang dominan terhadap laki-laki terutama dalam hal seksual. Hal tersebut juga menandakan bahwa lagu Harley Davidson adalah lagu yang berusaha untuk memaparkan pergeseran peran perempuan dalam kehidupan di masyarakat.

This research aims to present woman 39 s body representation as well as woman 39 s sexual freedom on Serge Gainsbourg 39 s song, Harley Davidson. In order to analyse denotative and connotative meaning on the song, Roland Barthes 39 theory of myth will be applied. History context of the song will also be used as well. At the end of this research, it is found that woman 39 s body is being represented as a dominant subject to man especially in sexual matters. It is also found that the song aims to present woman 39 s role changing in society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Pribagus Utomo
"Penelitian ini ingin melihat hubungan antara relationship contingency of self-worth dengan kepuasan hubungan romantis pada orang yang berpacaran. Relationship contingency of self-worth yang dapat diartikan sebagai perbedaan individu dalam menganggap pentingnya hubungan romantis dalam membentuk self-esteem nya akan memengaruhi dinamika hubungan romantisnya. Dinamika dan evaluasi hubugan ini dapat dilihat dari kepuasan hubungan romantisnya. Relationship contingency of self-worth diukur menggunakan relationship contingency of self-worth scale, dan kepuasan hubungan romantis diukur menggunakan Relationship Assesment Scale. Kedua alat ukur sudah diadaptasikan ke Bahasa Indonesia. Partisipan pada penelitian adalah orang yang sedang berpacaran, berusia dewasa muda yaitu 19-35 tahun, dan sedang berdomisili di Jabodetabek. Jumlah partisipan yang didapatkan sebanyak 483 orang. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara relationship contingency of self-worth dengan kepuasan hubungan romantis pada dewasa muda yang berpacaran (r = 0.121, p< 0.005).

This research would like to observe the correlation between relationship contingency of self-worth and the satisfactory of romantic relationships in couples who are dating. Relationship contingency of self-worth could be explained as an individual difference in assuming the importance of romantic relationship in creating the self-esteem in which would influence the dynamic of the romantic relationship. The dynamic and evaluation of the correlation could be observed from the satisfactory of the romantic relationship. Relationship contingency of self-worth is measured using the relationship contingency of self-worth scale, whereas the satisfactory of romantic relationship is measured using Relationship Assesment Scale. Both measuring tools have been adapted to Bahasa Indonesia. Participants in the following research are those who are young adults age 19-35, dating at present time, and is currently living in Jabodetabek. The number of participants gathered were 483 people. Findings of the research showed that there is a significant positive correlation between the relationship contingency of self-worth and the satisfactory of romantic relationship in young adults who are dating (r = 0.121, p< 0.005).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chanter, Tina
London: Continuum, 2006
305.420 1 CHA g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Linda Dinartika
"Membentuk dan membina hubungan romantis adalah tugas perkembangan dewasa muda. Salah satu faktor pendorongnya adalah relationship contingency of self-worth (RCSW). Berdasarkan studi Sanchez dan Kwang (2007), RCSW dapat mengakibatkan body shame. Oleh karenanya, penting ditemukan suatu aspek diri yang dapat mengurangi dampak buruk dari RCSW yakni self-efficacy dalam hubungan romantis (SEHR). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi prediksi RCSW dan SEHR terhadap body shame, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya peran SEHR sebagai moderator dari RCSW dengan body shame. Pengukuran self-report dilakukan pada 186 orang berusia 21-40 tahun di Jabodetabek. Dengan menggunakan teknik statistik regresi didapati bahwa RCSW dapat memprediksi body shame secara positif dan SEHR mampu memprediksi body shame secara negatif. Namun, tidak ada peran moderasi dari SEHR pada hubungan RCSW dengan body shame.

Developing and maintaining a romantic relationship is a young adulthood’s development task. Relationship contingency of self-worth has known as one of its factor. Grounded on Sanchez and Kwang’s (2007) study, RCSW could cause body shame. Hence, it was important to find a self-aspect which could lessen RCSW’s negative impact, that was self-efficacy in romantic relationship (SERR). This study examined to identify RSCW and SERR predictions toward body shame, also identified SERR’s presence as the moderator of RCSW and body shame. A self-report measurement was done to 186 individuals aged 21-40 years old in Jabodetabek. By using regression techniques, it was found that RCSW could predict body shame positively and SERR could predict body shame negatively. Yet there was no moderation effect of SERR on RCSW and body shame relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunsaribu, Risna Desimory
"Artikel ini merupakan bentuk interpretasi filosofis berdasarkan teori feminis radikal atas persoalan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia. Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2019, angka laporan atas tindak kekerasan seksual semakin bertambah.  Akar dari kekerasan seksual datang dari perbedaan biologis perempuan dan laki-laki yang bergeser pemaknaan secara konstruktif dalam masyarakat. Laki-laki dianggap memiliki dominasi seksual atas perempuan. Adanya politik seksual yang dilanggengkan negara menjadikan perempuan terenggut otoritasnya di wilayah privat dan publik. Negara pernah melakukan politisasi seksual perempuan dengan simbol `Iboe Negara`. Simbol ini melanggengkan budaya patriarkal di Indonesia. Menggunakan metode pendekatan feminis praxis, artikel ini mengolah data temuan dari Komnas Perempuan terutama terkait kasus kekerasan seksual. Analisis dan kritik atas politik seksual pada artikel ini juga menyorot Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Hal ini menjadi kesimpulan akhir dari artikel sebagai bentuk jaminan negara Indonesia terlibat untuk melindungi perempuan dari kasus kekerasan seksual.

This article is using a philosophical interpretation based on radical feminist theory to analyse the issue of sexual violence against women in Indonesia. Based on data from Komnas perempuan in 2019, the number of victims of sexual violence is increasing. The root of sexual violence comes from the biological differences between women and men that has been constructed in society. Men are considered to have sexual dominance on women. The existence of sexual politics which is maintained by the state makes women taken away by their authority in the private and public areas. In history, the state has carried out the sexual politicization of women with the symbol "Iboe Negara". This symbol preserve patriarchal culture in Indonesia. Using the praxis feminist approach, this article process the data research  from Komnas Perempuan, especially related to cases of sexual violence. The analysis and criticism of sexual politics in this article also highlights the Draft Law on the Elimination of Sexual Violence. The final conclusion of the article as a form of guarantee that the Indonesian state is involved in protecting women from cases of sexual violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Ardhi Putra
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh relationship contingency dan orientasi motivasi terhadap desakan menikah pada dewasa muda. Pada penelitian ini, relationship contingency diukur dengan menggunakan Relationship Contingency Subscale, desakan menikah diukur dengan menggunakan Skala Desakan Menikah, dan pemberian priming orientasi motivasi berupa tugas menyusun kata. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain 2 x 2 randomized factorial design, between-subjects. Partisipan dalam penelitian berjumlah 133 orang dengan kriteria mahasiswa berusia 20-40 tahun, belum menikah, dan berorientasi heteroseksual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa relationship contingency dan orientasi motivasi secara terpisah memengaruhi desakan menikah. Tingginya tingkat relationship contingency dan pemberian priming orientasi motivasi terkontrol terbukti memunculkan desakan menikah yang tinggi. Akan tetapi, interaksi antara relationship contingency dengan orientasi motivasi tidak memengaruhi desakan menikah.

This study examined the influence of relationship contingency and motivation orientation to mate urgency among young adult. In this study, relationship contingency was measured by using the Relationship Contingency Subscale, mate urgency was measured by using Skala Desakan Menikah, and primed motivation orientation by using sentence structure task. This study is an experimental research with 2 x 2 randomized factorial design, between-subjects. Participants in this study were college students, within the age range 20-40, unmarried, and heterosexual oriented. Total of participants were 133 people. The result of this study shows that the relationship contingency and motivation orientation separately influence mate urgency. The high level of relationship contingency and primed controlled motivation were proved to influence mate urgency. However, the interaction between relationship contingency with motivation orientation did not influence mate urgency.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Redha Taufik Ardias
"ABSTRAK:

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah sumber harga diri mampu memprediksi desakan menikah dewasa muda. Secara spesifik penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana kontribusi masing-masing area sumber harga diri yaitu, academic competence, competition, family support, appearance, approval from generalized others, God’s love, virtue, dan romantic relationship terhadap desakan menikah dewasa muda. Total responden dalam penelitian ini adalah 192 mahasiswa dewasa muda Jabodetabek yang memiliki orientasi heterosexual dan memiliki rencana menikah.

Hasil penelitian membuktikan bahwa sumber harga diri mampu memprediksi desakan menikah pada dewasa muda sebesar 25.2%. Namun hanya sumber harga diri pada area romantic relationship yang memberikan kontribusi signifikan terhadap desakan menikah. Selain itu, dari hasil analisis tambahan peneliti juga menemukan bahwa ada hubungan antara usia, jenis kelamin, pengeluaran per bulan, dan selisih usia dengan target usia menikah pada desakan menikah.


ABSTRACT:

The purpose of this study was to test whether contingencies of self worth are able to predict mate urgency on young adults or not. Specifically, the research was done to see the contribution from each contingencies of self – worth, which were academic competence, competition, family support, appearance, approval from generalized others, God’s love, virtue, and romantic relationship toward mate urgency of young adults. This study included 192 young adult students in

Jabodetabek area, who were heterosexual and had a plan to be married.

Results of this research proved that contingencies of self – worth can predict mate urgency on young adults for 25.2 percent, although self – worth, which was based on romantic relationship area gave a significant contribution towards mate urgency. On the other hand, the result of additional analysis also found that there was a relationship between age, gender, monthly expenditure, and the range between age and targeted age to get married and the mate urgency itself.

"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>