Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151426 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelia Kartika
"Menurut WHO, kualitas hidup adalah persepsi seseorang terhadap posisinya di dalam kehidupan, di dalam konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, dan berhubungan dengan tujuan, harapan, standar, dan apa yang menjadi perhatiannya. Penilaian kualitas hidup penderita HIV anak dapat menggunakan PedsQL, yang mencakup aspek fisik, emosi, sosial, sekolah, menurut orang tua dan anak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hidup anak terinfeksi HIV dan hubungannya dengan tipe caregiver.
Metode penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien anak terinfeksi HIV berusia 2-18 tahun, yang dirawat jalan, dan memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi. Teknik penentuan sampelnya adalah consecutive sampling.
Hasil penelitian pada 83 responden orang tua dan 72 responden anak diperoleh data bahwa sebanyak 89% responden anak merasa bahwa kualitas hidupnya baik, 11 % responden anak merasa bahwa kualitas hidupnya buruk. Selain itu, sebanyak 66 % responden orang tua merasa kualitas hidup anaknya baik, sedangkan 34% responden orang tua merasa kualitas hidup anaknya buruk. Sebagian besar tipe caregiver utama adalah orang tua pasien.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara kualitas hidup anak terinfeksi HIV dengan tipe caregiver utama.

According to WHO, quality of life is individual perception about his position in live, in cultural context and value system, and related with purpose, expectation , standard, and his focus. Quality of life in HIV infected children is evaluated using PedsQL which includes physical aspect, emotion, social, school, according to parent and children.
The purpose of this research is to measure quality of life in HIV infected children and it?s relationship with caregiver type.
The methode of this research is cross sectional. The subject of this research is hiv infected children 2-18 years old, inpatient, and fill the inclusion criteria and not fill the exclusion criteria. The sampling methode is consecutive sampling.
The result of the research in 83 parent respondent and 72 children respondent, is 89% children respondent think that they have good quality of life, 11 % children respondent think that they have bad quality of life. Besides that, 66 % parent respondent think thet they have good quality of life, while 34% parent respondent think that their children have bad quality of life. Mostly, the major caregiver type is the children?s parent.
The conclusion of this research is there is no relationship between quality of live in HIV infected children and major caregiver type.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Arifah Rahmawati
"Latar belakang: Infeksi HIV pada anak masih menjadi beban masalah kesehatan di Indonesia. Kualitas hidup anak terinfeksi HIV lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup anak terinfeksi HIV, salah satunya faktor pengasuh utama. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pendidikan pengasuh terhadap kualitas hidup anak terinfeksi HIV.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun dengan infeksi HIV yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo beserta orang tua/wali, diambil dengan metode consecutive sampling. Data tingkat pendidikan pengasuh utama didapatkan melalui wawancara dengan orang tua/wali. Kualitas hidup anak terinfeksi HIV diukur menggunakan kuesioner PedsQLTM 4.0 versi Indonesia serta dibedakan menjadi kualitas hidup menurut laporan anak dan laporan orang tua. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Fisher dengan perangkat lunak SPSS versi 20.0 untuk windows.
Hasil: Sebanyak 80 anak dan orang tua/wali terlibat dalam penelitian ini. Pengukuran kualitas hidup menurut laporan anak menunjukkan 13 (25.0%) dan menurut laporan orang tua sebanyak 24 (30.0%) anak terinfeksi HIV mengalami gangguan kualitas hidup. Sebanyak 58 (72.5%) pengasuh utama memiliki tingkat pendidikan menengah. Pengasuh utama dengan pendidikan rendah sebanyak 13 (16.3%) dan pendidikan tinggi 9 (11.3%). Hasil analisis hubungan tingkat pendidikan pengasuh utama dan kualitas hidup menurut laporan anak menunjukkan nilai significancy 1.000 (p<0.05).dan menurut laporan orang tua 0.441 (p<0.05).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pengasuh utama dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV.

Background: HIV infection in children is a health burden in Indonesia. HIV infected-children are known to be having lower quality of life than normal children. There are several factors affect quality of life of HIV-infected children relating with caregivers. The purpose of this study was to determine the relationship between caregiver’s education level and quality of life of HIV infected children.
Methods: This is a cross sectional study. Subjects are 2-18 years HIV-infected children who were outpatient of Cipto Mangunkusumo Hospital along with their caregivers, and taken using consecutive sampling method. The main caregiver’s education level data obtained through interviews with caregivers. Qualities of life of HIV-infected children were measured using Indonesian version of PedsQLTM 4.0 and grouped into children self-report and paret proxy-report quality of life. Data were analyzed with Fisher test using SPSS for windowa version 20.0.
Results: A total of 80 children and caregivers involved in this study. Low quality of life was found in 13 (25.0%) based on children self-report and 24 (30.0%) according to parent proxy-report. Most of caregivers has moderate education level. Caregivers with middle education level were 58 (72.5%), low were 13 (16.3%) and high were 9 (11.3%). Analysis of the relationship between caregiver’s education level and quality of life of HIV-infected children showed p-value 1.000 (p<0.05) according to children reports and parent proxy-reports 0.441 (p<0.005).
Conclusion: There was no correlation between caregiver’s education level and quality of life of HIV infected children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Meiy Andini
"Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan global yang memberikan dampak terhadap morbiditas dan mortalitas. Berkembangnya terapi antiretroviral menyebabkan infeksi HIV berkembang menjadi suatu penyakit kronis dan mempengaruhi kualitas hidup pengidapnya. Diagnosis HIV pada anak penting dilakukan secara dini karena merupakan langkah awal untuk memulai terapi dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup.
Terbatasnya data di Indonesia mengenai kualitas hidup anak terinfeksi HIV membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kualitas hidup anak yang terinfeksi HIV dan hubungannya dengan waktu diagnosis. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional yang melibatkan 90 anak yang berobat jalan di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo.
Penilaian kualitas hidup dilakukan menggunakan instrumen PedsQL 4.0 Generic Core Scale. Kualitas hidup menurut orangtua menunjukkan responden yang memiliki kualitas hidup normal sebanyak 70%. Sedangkan menurut anak terdapat 75,9% anak memiliki kualitas hidup normal. Sebagian besar (70%) responden didiagnosis HIV pada usia di atas 18 bulan. Dilakukan uji chi-square dan didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara waktu diagnosis dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV (nilai p>0,05).

HIV infection in children is a global health problem that is growing quickly and have an impact on morbidity and mortality. The development of highly active antiretroviral therapy causes HIV infection develops into a chronic disease and affect the quality of life. Early diagnosis of HIV in children is important because it is the first step to initiating therapy and expected to improve the quality of life.
The limited data on the quality of life of HIV-infected children in Indonesia makes researchers interested in conducting research on the quality of life of HIV-infected children and their relation to the time of diagnosis. The design used in this study is cross-sectional involving 90 children in Dr.Cipto Mangunkusomo hospital.
Assessment of quality of life is done using an instrument PedsQL 4.0 Generic Core Scale. Quality of life according to parents showed respondents who have a normal quality of life as much as 70%. Meanwhile, according to the child are 75.9% of children have a normal quality of life. Most (70%) of respondents were diagnosed with HIV at the age of 18 months. Chi-square test have been done and found no significant relation between tim
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Aulia Kirana
"Infeksi HIV yang bersifat kronik memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup pasien, termasuk anak. Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah status ekonomi. Studi potong lintang ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status ekonomi keluarga dengan kualitas hidup anak terinfeksi HIV. Secara consecutive sampling didapatkan 87 anak terinfeksi HIV yang sedang menjalani rawat jalan di RSCM beserta orang tua atau pengasuh utamanya. Nilai kualitas hidup didapatkan melalui kuesioner PedsQLTM generik dalam bahasa Indonesia, yang terdiri atas laporan anak (usia 5-18 tahun) dan laporan orang tua (usia 2-18 tahun).
Data juga diperoleh dari pengisian kuesioner identitas dan rekam medik pasien. Sebanyak 48 (55,2%) subyek berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang rendah, sedangkan 39 (44,8%) sisanya berstatus ekonomi tinggi. Berdasarkan laporan anak, 34 (65,4%) anak memiliki kualitas hidup normal dan 18 (34,6%) lainnya terganggu. Sementara berdasarkan laporan orang tua, 51 (58,6%) anak memiliki kualitas hidup normal dan 36 (41,4%) memiliki kualitas hidup terganggu. Uji chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV baik menurut laporan anak (p= 0,444) maupun laporan orang tua (p=0,415).

Chronic HIV infection has negative effect for patient’s quality of life (QoL), including children. The QoL can be affected by multiple factors, one of them is economic status. This cross sectional study was conducted to analyze the correlation between family’s economic status and QoL in HIV infected children. By consecutive sampling, there was 87 HIV infected children who were outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital with their parent or main caregiver. The QoL score was obtained from PedsQLTM questionnaire in bahasa Indonesia, conclude of child-self report (5-18 y.o.) and parent-proxy report (2-18 y.o.).
Data was also collected from identity questionnaire and medical record. About 48 (55.2%) subjects was in low economic status while 39 (44.8%) was in high economic status. Based on child-self report, QoL was normal in 34 (65.4%) children and low in 18 (34.6%) children. Meanwhile, parent-proxy report showed that 51 (58.6%) child had normal QoL and 36 (41.4%) child had the low one. The chi-square test showed that there is no significant correlation between economic status and QoL in HIV infected children, based on child-self report (p=0.444) and parent-proxy report (p=0.415.)
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zanya Nai Rana
"ABSTRAK
Orang tua sebagai family caregiver utama memegang peranan penting dalam tumbuh kembang serta anak dengan epilepsi (ADE). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara affiliate stigma, caregiver burden, dan dampak keduanya pada kualitas hidup. Sebanyak 48 orang tua yang merupakan caregiver primer dengan usia minimal 25 tahun dan memiliki ADE yang berusia maksimal 16 tahun diminta untuk berpartisipasi pada penelitian korelasional dengan mengisi kuesioner daring maupun luring. Affiliate stigma diukur menggunakan Affiliate Stigma Scale, caregiver burden diukur menggunakan Zarit Burden Interview (ZBI), dan kualitas hidup family caregiver ADE diukur menggunakan WHOQOL-BREF yang dikembangkan oleh WHO. Berdasarkan analisis korelasi menggunakan Pearson Product Moment didapatkan hasil korelasi yang

signifikan dan negatif antara affiliate stigma dan kualitas hidup (r (48) = -0,393, p < 0,01), caregiver burden dan kualitas hidup (r (48) = -0,516, p < 0,01). Selain itu, affiliate stigma

dan caregiver burden juga memiliki hubungan positif yang signifikan (r (48) = 0,657, p < 0,01). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin besar skor affiliate stigma dan caregiver burden, semakin rendah skor kualitas hidup family caregiver ADE. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang melihat hubungan antara ketiganya pada populasi caregiver. Temuan ini dapat digunakan sebagai landasan untuk rancangan intervensi pada family caregiver epilepsi untuk meminimalisir affiliate stigma dan caregiver burden yang dialami.

ABSTRACT
Parents usually act as a primary caregiver and have an important role in children with epilepsy (CWE) development. This study aims to analyse the relationship between affiliate stigma, caregiver burden, and both effects on quality of life. A total of 48 parent whom a primary caregiver of CWE aged at least 25-year old with CWE aged at least 16- year old were asked to participate in this correlational study and fill the online or offline questionnaires. Affiliate Stigma was measured by Affiliate Stigma Scale, whereas caregiver burden and quality of life was measured by Zarit Burden Interview (ZBI) and WHOQOL-BREF, respectively. Using Pearson Product Moment, the result shows significant and negative relationships between affiliate stigma and quality of life (r (48) = -0,393, p < 0,01), caregiver burden and quality of life (r (48) = -0,516, p<0,01). The analyses also shows that affiliate stigma and caregiver burden have a significant and positive relationship too (r (48) = 0,657, p < 0,01). In conclusion, the high score of affiliate stigma and caregiver burden indicates the lower score of quality of life in family caregiver CWE. This study shows a similar results with another similar study on caregiver. This finding may be useful in designing a intervention on family caregiver CWE to minimalize the felt affiliate stigma and caregiver burden."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadha Aulia
"HIV/AIDS merupakan penyakit kronik progresif yang dapat menyerang siapa saja, termasuk anak-anak, karena sifatnya yang kronik maka penyakit ini dapat memberikan dampak pada kehidupan anak. Sementara kasus HIV/AIDS pada anak semakin bertambah, termasuk di Indonesia yang merupakan negara dengan fastest growing epidemic di Asia. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui salah satu komponen dari penyakit HIV/AIDS yaitu stadium klinis apakah dapat memberikan dampak pada fisik,emosional, dan sosial seorang anak yang diukur melalui kualitas hidup menggunakan kuesioner PedQLTM 4.0. Selain itu, penelitian yang serupa belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang melibatkan 79 anak yang berobat jalan di Poliklinik Alergi Imunologi RSCM, dengan jumlah laki-laki 39 orang (49,4%) dan perempuan 40 orang (50,6%), mayoritas merupakan stadium klinis III (berdasarkan WHO Clinical Staging) yaitu sebanyak 32 orang (40,5%), selebihnya yaitu stadium klinis I sebanyak 5 orang (6,3%), stadium klinis II sebanyak 22 orang (27,8%), dan stadium klinis IV sebanyak 20 orang (25,3%). Pengukuran kualitas hidup menggunakan instrumen PedsQL 4.0 yang terdiri atas komponen kualitas hidup menurut orangtua dan menurut anak.
Dilakukan uji chi-square ditemukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stadium menurut kategori klinis dengan kualitas hidup anak, baik pada usia <5 tahun berdasarkan laporan orangtua (p=0,131), pada usia ≥5 tahun berdasarkan laporan orangtua (p=0,535), dan pada usia ≥5 tahun berdasarkan laporan anak (p=0,881).

HIV/AIDS is chronic progressive disease that can affect anyone, including the children. Because of the progresivity, HIV/AIDS gives impact to the children’s whole life. Meanwhile the cases of HIV-infected children in Indonesia (one of the fastest growing epidemic country) is increasing over time. The study was conducted to obtain information about the relationship between HIV/AIDS disease severity and the children’s quality of life (QoL). Besides, there was no previous study in Indonesia that measured the HIV-infected children’s QoL and the contributing factors.
Design of this study was cross-sectional and a total of 79 children came to the Allergy Immunology Clinic of Ciptomangunkusumo Hospital answered the questionnaires (males 49,4% and womens 50,6%), the majority of the subjects were diagnosed with clinical stage III (40,5%), the remaining were diagnosed with clinical stage I (6,3%), clinical stage II (27,8%), and clinical stage IV (25,3%). The children’s quality of life was measured by the PedsQL consisted of quality of life answered by parents/caregivers and by the children.
The data was analyzed with Chi-square, the result there was no significance relationship between the clinical stage and the Quality of life of HIV-infected children, consisted of QoL answered by parents/caregivers in under five children(p=0,131), QoL answered by parents/caregivers in five and above five children (p=0,535), and QoL answered by children in five and above five children (p=0,881).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winona Andrari Mardhitiyani
"Infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV yang menyebabkan AIDS sampai saat ini masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Pengobatan infeksi HIV kemudian menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup dari penderita. Pengobatan infeksi HIV pada anak-anak khususnya sering menemui hambatan dalam hal kepatuhan, baik dari anak itu sendiri maupun dari pengasuh. Dalam penelitian ini dianalisis mengenai hubungan latar belakang pengasuh terhadap kepatuhan minum obat anak terinfeksi HIV di RSCM. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah sampel sebesar 94. Pengambilan data menggunakan kuesioner kepatuhan minum obat yang diambil dari Development of Multi-Method Tool to Measure ART Adherence in Resource-Constrained Settings: The South Africa Experience yang diterbitkan oleh Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health pada tahun 2007 yang dikembangkan di Afrika Selatan. Hasil yang ditemukan adalah tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pengasuh, dan keterlibatan pada Kelompok Dukungan Sebaya KDS dengan kepatuhan minum obat p >0,05.

Human Immunodeficiency Virus HIV infection causes AIDS, and is still one of the most frequent cause of death in the world. HIV medication then becomes highly important to improve the patients'quality of life, and to expand their life expectancies. HIV medication in children, however, is especially problematic in terms of adherence, whether the problems are from the children themselves or from the caregivers. This research was meant to analyze the correlation between caregiver's background and HIV infected children's adherence in RSCM, a hospital in Jakarta, Indonesia. This research used cross sectional method with 94 caregivers as the sample. The data was collected using an adherence questionnaire that was adapted from Development of Multi Method Tool to Measure ART Adherence in Resource Constrained Settings The South Africa Experience which was published by Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health in 2007. This questionnaire was developed in Southern Africa. After collection, the data was analyzed statistically using chi square or Kolmogorov Smirnov if using chi square was not possible. The results reveal that there is no correlation between caregiver's background educational background, income per month, caregiver's relation with the child, and caregiver's involvement in an HIV related support groups and HIV infected children's adherence to antiretroviral therapy p 0,05.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noni Angraeni
"HIV merupakan suatu infeksi virus yang menyebabkan kerusakan sistem imun tubuh sehingga menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik dan mempengaruhi kualitas hidup penderita. Status gizi mempunyai peranan penting dalam fungsi imunitas tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas hidup dengan status gizi pada anak yang terjangkiti HIV di RSCM. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada bulan Juli 2012 hingga April 2014 dengan melakukan pengisian kuesioner dan pengukuran antropometri terhadap semua pasien anak yang memenuhi kriteria inklusi (69 orang). Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji Fisher.
Hasil penelitian jumlah anak terinfeksi HIV yang memiliki kualitas hidup baik sebesar 71,0% (laporan anak) dan 63,8% (laporan orang tua). Sedangkan jumlah anak yang memiliki kualitas hidup kurang baik sebesar 29,0% (laporan anak) dan 36,2% (laporan orang tua). Uji Fisher menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kualitas hidup anak yang terinfeksi HIV dengan status gizi berdasarkan laporan anak (p = 0,140) dan berdasarkan laporan orang tua (p = 0,478). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan status gizi anak yang terinfeksi HIV.

HIV is one of viral infection that cause the damage of immune system thus becomes vulnerable to opportunistic infections and influence patient’s quality of life. The nutritional status has an important role in function of body immune. The purpose of this research is to determine the relationship between the quality of life and the nutritional status of children with HIV in RSCM. The research uses cross-sectional design and the data taken from July 2012 until April 2014 with questionnaires and anthropometry measurements against children that fulfill inclusion criteria (69 children). Data is processed by using SPSS version 20.0 and analyzed with Fisher test.
The result showed that children with HIV that have good quality of life is 71.0% (child-self reports) and 63.8% (parent proxy reports). While the number of children with worse quality of life is 29.0% (child-self reports) and 36.2% (parent proxy reports). Fisher test have shown there is no significant relationship between the quality of life of children with HIV and the nutrition status based children’s reports (p= 0.140) and based parents’ reports (p= 0.478). So the conclusion is there is no relationship between the quality of life and the children’s nutritional status with HIV.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irzam R. Dastriansyah
"Penyakit HIV/AIDS membutuhkan proses pengobatan yang mengakibatkan gangguan-gangguan pada kondisi fisik dan psikologis pada penderitanya. Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain yang berperan sebagai caregiver untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Harapan budaya dan sosial menempatkan ibu sebagai caregiver ketika salah satu anggota keluarga membutuhkan perawatan dan pendampingan. Dengan berjalannya waktu, proses caregiving dapat menjadi hal yang menekan dan memunculkan caregiver strain, sehingga dapat mengganggu kualitas perawatan dan pendampingan yang diberikan. Bertujuan untuk melihat hubungan coping dan caregiver strain pada ibu dengan anak yang menderita HIV/AIDS.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain non-eksperimental. Dari hasil olah dan analisis data dapat disimpulkan bahwa coping dan caregiver strain pada ibu dengan anak yang menderita HIV/AIDS berkorelasi negatif namun tidak signifikan. Melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi ibu sebagai caregiver pada penelitian ini, Peneliti menyarankan pentingnya dukungan kelompok dan dukungan dari keluarga bagi mereka.

HIV/AIDS needs a medical process that caused impaired both physical and psychological condition on the patient. They need assistance from other people as the caregiver to do daily activity. Cultural and social expectation has put women into caregiving role for any family member who need care to fulfil their duties. As a mother, women become a figure that will directly act as a caregiver for their disabled offspring, as happen to those who have HIV/AIDS. Over time, caregiving can be stressful and cause caregiver strain, that will affect the quality of service and bad impact to the patient.
This is a quantitative, non-experimental research which has an aim to assess the relationship between coping and caregiver strain on mothers with HIV/AIDS offsprings. From the collected data analysis, the conclusion is that coping and caregiver strain on mothers with HIV/AIDS offsprings are negatively correlated yet insignificant. Seeing the difficulty these mothers having in this study, researcher suggests the importance of group support and family support.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S53575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armadini Caesar Ika Jati
"Latar belakang berawal dari jumlah anak HIV/AIDS di Indonesia mengalami peningkatan diiringi dengan kualitas hidup yang rendah. Anak HIV/AIDS perlu mempunyai kualitas hidup yang baik agar mereka dapat mengelola kondisi kesehatan sehingga mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya. Untuk menilai kualitas hidup maka digunakan WHOQOL-100 (World Health Organization Quality of Life-100) karena dapat menilai persepsi anak terhadap kehidupannya dalam konteks budaya dan sistem nilai. Anak HIV/AIDS yang mempunyai kualitas hidup buruk dapat berubah menjadi baik karena berdasarkan perspektif life span, anak HIV/AIDS mengalami perkembangan semasa hidupnya. Perspektif life span membantu dalam memahami perkembangan yang terjadi sepanjang kehidupan anak HIV/AIDS serta membantu mereka menuju kehidupan yang lebih bermakna sesuai dengan tahapan perkembangannya. Berangkat dari hal itu, tujuan penelitian untuk menggambarkan kualitas hidup anak dengan HIV/AIDS berdasarkan WHOQOl-100 dan menggambarkan kualitas hidup anak dengan HIV/AIDS dalam memenuhi tahap perkembangannya berdasarkan WHOQOL-100. Metode yang digunakan literature review dengan case study yang menganalisis delapan kasus yang dikelompokkan berdasarkan tahap perkembangan anak dan remaja, yaitu early childhood hingga adolescence, middle and late childhood hingga adolescence, dan adolescence. Hasil analisis gambaran kualitas hidup anak HIV/AIDS berdasarkan WHOQOL-100 adalah anak HIV/AIDS yang tua mengalami peningkatan rasa sakit, anak HIV/AIDS memiliki nutrisi yang rendah, anak HIV/AIDS memiliki kualitas tidur yang rendah, anak HIV/AIDS memiliki kinerja yang buruk dalam bidang kognitif, anak HIV/AIDS memiliki harga diri yang rendah, anak HIV/AIDS memiliki citra diri yang cukup baik, anak HIV/AIDS perlu pengobatan ART sedini mungkin, anak HIV/AIDS memiliki fungsi sekolah yang rendah, caregiver memiliki beban mengasuh anaknya, anak HIV/AIDS perlu strategi mengatasi masalah yang tepat, stigma anak HIV/AIDS memberikan dampak buruk, anak HIV/AIDS perlu menggunakan keuangan yang diawasi dengan baik, anak HIV/AIDS perlu layanan kesehatan yang memadai, anak perlu informasi mengenai HIV/AIDS, dan anak HIV/AIDS menggunakan dukungan spiritual. Gambaran kualitas hidup anak HIV/AIDS dalam memenuhi tahap perkembangannya juga beragam. Hal-hal yang membuat anak HIV/AIDS tidak memenuhi tahap perkembangannya adalah gaya asuh caregiver yang overprotective atau tidak peduli, pengawasan keuangan yang tidak memadai, dukungan spiritual yang tidak sesuai, anak terhambat berhubungan sosial dan mendapatkan stigma sosial, anak HIV/AIDS merasakan rasa sakit dan nutrisi yang rendah, anak HIV/AIDS harus meninggalkan sekolahnya karena pergi ke rumah sakit, anak HIV/AIDS memiliki kualitas tidur yang rendah, dan anak HIV/AIDS memiliki harga diri rendah. Sedangkan hal-hal yang membuat anak HIV/AIDS dapat memenuhi tahap perkembangannya adalah anak HIV/AIDS tahu informasi tentang HIV/AIDS, ada upaya pemerintah dalam membuat layanan kesehatan yang memadai, ada dukungan sosial dari caregiver kepada anak HIV/AIDS, dan anak HIV/AIDS menjalani perawatan rutin di rumah sakit. Kesimpulannya adalah domain hubungan sosial merupakan domain yang paling dominan karena dukungan dari caregiver membuat perubahan atas kualitas hidup anak HIV/AIDS di domain kualitas hidup lainnya dan peran pemerintah dalam memberikan layanan kesehatan dan penyuluhan informasi HIV/AIDS juga aspek yang paling dominan dalam kualitas hidup anak HIV/AIDS. Untuk memenuhi tahap perkembangan anak HIV/AIDS, perlu adanya pengasuhan dari caregiver sehingga anak memiliki otonomi sendiri dan anak membutuhkan layanan kesehatan yang membuat kesehatannya tidak memburuk.

It begins with the increasing number of children living with HIV/AIDS in Indonesia accompanied by low quality of life. It’s crucial for children with HIV/AIDS to have a good quality of life so they can manage their health conditions and achieve their well-being. To assess their quality of life, the WHOQOL-100 (World Health Organization Quality of Life-100) is used because it evaluates children's perceptions of their lives within cultural contexts and value systems. Children with poor quality of life can improve over time. From a life span perspective, they undergo developmental changes throughout their lives. This life span perspective helps understand their developmental trajectory and guides them toward a more meaningful life according to their developmental stages. Based on this, the research aims to describe the quality of life of children with HIV/AIDS using the WHOQOL-100 and to depict how they meet their developmental stages according to WHOQOL-100. The methodology includes a literature review and a case study analyzing eight cases categorized by early childhood to adolescence, middle and late childhood to adolescence, and adolescence. The analysis reveals various aspects of the quality of life of children with HIV/AIDS based on the WHOQOL-100, older children with HIV/AIDS experience increased pain, they often have poor nutrition and low sleep quality, perform poorly in cognitive areas, struggle with low self-esteem yet have a somewhat positive self-image. They require early ART treatment, face challenges in school functioning, and impose caregiving burdens on their caregivers. Regarding meeting developmental stages, factors hindering children with HIV/AIDS include overprotective or neglectful caregiving styles, inadequate financial oversight, mismatched spiritual support, social barriers, pain, low nutrition, disrupted schooling due to hospitalization, poor sleep, and low self-esteem. Conversely, factors facilitating their developmental stages include HIV/AIDS knowledge, government efforts in providing adequate healthcare, social support from caregivers, and regular hospital care. In conclusion, the social domain emerges as the most dominant in children's quality of life according to the WHOQOL-100, primarily due to caregiver support impacting changes in other life domains. Additionally, governmental roles in healthcare provision and HIV/AIDS education are crucial. To meet developmental stages, children with HIV/AIDS require nurturing from caregivers to foster their autonomy and access to healthcare to maintain their health stability."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>