Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This research was base on nowadays situation when so many TV series have been critisized by public through reader's mail, public discussion, and public opinion, on how these TV series contain many violences. Mass media, especially television, has power to construct, and push on reality Media reality has significant power to built people trust. Consistency from media reality, those will be a role model to people to behave. Using contain analysis method, this research has the objective to explore and describe how much TV series could build such violence behavior based on the type of the violence, morality, behavior, and the age of actor, who attempts the violent behavior. Specifically, the research objects were several television series from RCTI and SCTV . As a result, psychologic violence .was the most seen violence. From gender-view, the form of violence did by men and women as well. Most of the violence was based on intentional motive. To sum up, most of TV series contain unethical and unaesthetical behaviors"
JISIP 7 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Ananda
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara paparan terhadap kekerasan dan sikap terhadap kekerasan pada remaja laki-laki. Partisipan penelitian ini berjumlah 301 orang yang terdiri dari remaja laki-laki di komunitas umum dan remaja laki-laki di lembaga pemasyarakatan. Pengukuran paparan terhadap kekerasan menggunakan alat ukur KID-Screen for Adolescent Violence Exposure (KID-SAVE) (Flowers et al., 2000) dan pengukuran sikap terhadap kekerasan menggunakan alat ukur Attitudes Towards Violence Scale (ATVS) (Funk et al., 1999).
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara paparan terhadap kekerasan dan sikap terhadap kekerasan pada remaja laki-laki (r = 0.442; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya, semakin tinggi paparan terhadap kekerasan yang dialami seseorang, maka semakin positif sikapnya terhadap kekerasan. Analisis tambahan menemukan perbedaan paparan terhadap kekerasan dan sikap terhadap kekerasan yang siginifikan antara partisipan yang berada di komunitas umum dan di lembaga pemasyarakatan.

This research was conducted to find the correlation between exposure to violence and attitude toward violence among adolescent boys. The participants of this research are 301 adolescent boys who lived in general community and correctional institution. Exposure to violence was measured using an adaptation of KID-Screen for Adolescent Violence Exposure (KID-SAVE) scale (Flowers et al., 2000) and attitudes toward violence was measured using an adaptation of Attitudes Towards Violence Scale (ATVS) (Funk et al., 1999).
The results showed that there is a significant correlation between exposure to violence and attitude toward violence (r = 0.448; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher the exposure to violence experienced, the more positive one’s attitude toward violence. Additional analysis also find significant differences in exposure to violence and attitude toward violence between participants who lived in general community and correctional institution.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46803
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Amelia
"Kekerasan simbolik terhadap perempuan dapat tercermin, salah satunya, melalui tayangan FTV Suara Hati Istri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri (disingkat SHI) menampilkan kekerasan simbolik terhadap perempuan melalui bahasa. Tiga episode FTV SHI, yaitu episode Sakitnya Hatiku Tak Pernah Mendapat Cinta Suami (disingkat SHTMCS), Pernikahan Yang Dipaksa Pasti Akan Penuh Air Mata (disingkat PDPPA), dan Istri Bayaran (disingkat IB) dipilih sebagai sumber data penelitian. Untuk mencapai tujuan penelitian, konsep-konsep dan langkah-langkah dalam pendekatan Analisis Wacana Kritis (AWK) Siegfried Jäger (2009) digunakan sebagai landasan penelitian. Selain itu, peneliti juga menggunakan teori gender dari Oakley (1972), patriarki dari Walby (1990), kelas kata dari Moeliono dkk. (2017), modalitas dari Alwi (1992), dan tindak tutur dari Searle (1969) sebagai landasan acuan analisis. Metode analisis data dalam penelitian ini mengadaptasi langkah-langkah yang digagas Jäger (2009). Untuk menjawab pertanyaan pertama, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri merepresentasikan patriarki, peneliti melakukan analisis terhadap konteks diskursif (diskursiver Kontext), analisis struktur (Strukturanalyse), dan analisis terhadap posisi wacana (Diskursposition). Kemudian, untuk menjawab pertanyaan kedua, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri mengonstruksi karakter laki-laki dan perempuan, peneliti melakukan analisis rinci (Feinanalyse), yang terdiri atas kerangka kelembagaan (institutioneller Rahmen), permukaan teks (Text-Oberfläche), alat retoris linguistik (sprachlich-rhetorische Miitel), dan pernyataan-pernyataan ideologis (inhaltlich-ideologische Aussagen), dan diakhiri dengan interpretasi. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa kekerasan simbolik terhadap perempuan dalam tayangan FTV SHI ditampilkan melalui kosakata (verba, nomina, adjektiva, dan adverbia), modalitas, idiom, implikasi, dan tindak tutur. Salah satu contohnya, tindak tutur yang paling banyak muncul dalam percakapan antartokoh, yaitu tindak tutur komisif dan direktif, mengartikan bahwa tokoh laki-laki lebih cenderung memiliki kewenangan pribadi, sebaliknya, tokoh perempuan lebih cenderung menganggap sesuatu sebagai sebuah keharusan baginya sendiri. Kekerasan simbolik tersebut merupakan sarana untuk melanggengkan ideologi patriarki.

Symbolic acts of violence against women have become more prevalent in its portrayal especially through the TV Movie Suara Hati Istri. This study aims to reveal how the TV Movie Suara Hati Istri (abbreviated as SHI) displays symbolic violence against women through language. Three episodes of the TV Movie SHI, i.e. Sakitnya Hatiku Tidak Pernah Mendapat Cinta Suami (abbreviated as SHTMCS), Pernikahan yang Dipaksa Pasti akan Penuh Air Mata (abbreviated as PDPPA), and Istri Bayaran (abbreviated as IB) are selected as the sources of research data. To achieve the objectives, the concepts and steps in Siegfried Jäger's (2009) Critical Discourse Analysis (CDA) approach were used as the basis of the research. The researcher also uses various theories, such as gender from Oakley (1972), patriarchy from Walby (1990), word classes from Moeliono et al. (2017), modalities from Alwi (1992), and speech acts from Searle (1969) for the analysis. To answer the question of how the TV Movie SHI represents patriarchy, the researchers conducted an analysis on the discursive context (diskursiver Kontext), structural analysis (Strukturanalyse), and the discourse position (Diskursposition). Then, in answering the second question of how the TV Movie SHI constructs male-female characters, the researcher conducted a detailed analysis (Feinanalyse) on the institutional framework (institutioneller Rahmen), text surface (Text-Oberfläche), rhetorical linguistics tools (sprachlich-rhetorische Mittel), and ideological statements (inhaltlich-ideologische Aussagen), and then the interpretation. From the results, symbolic violence against women in the TV Movie SHI is displayed through vocabularies (verbs, nouns, adjectives, and adverbs), modalities, idioms, implications, and speech acts. For example, the speech acts that mostly appear in the conversations, i.e. commissive and directive, showed that male characters are likely to have personal authority and female characters are likely to perceive something as a necessity. Thus the symbolic violence became a tool to perpetuate patriarchal ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Annisa Niftia
"Artikel ini membahas mengenai peran keluarga dan kelompok pertemanan dalam perilaku kekerasan remaja. Terdapat dua kelompok studi sebelumnya yang telah membahas ini. Kelompok studi pertama melihat faktor utama remaja menjadi pelaku kekerasan dikarenakan struktur dan fungsi keluarga yang tidak berjalan dengan baik. Sedangkan, pada kelompok studi kedua memandang bahwa kelompok pertemanan menjadi faktor utama remaja sebagai pelaku. Kelemahan dari kedua kelompok studi sebelumnya adalah studi tersebut hanya menjelaskan pada satu aspek saja dan tidak melihat bahwa terdapat relasi antara kedua faktor tersebut.
Berdasarkan pendekatan ekologi, argumen pada penelitian ini adalah terdapat relasi keluarga dan kelompok pertemanan dalam perilaku kekerasan remaja. Studi ini dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Anak dan menggunakan pendekatan kualitatif. Informan penelitian ini adalah pelaku kekerasan berusia 10-18 tahun dan tinggal di RPSA. Selain itu, peneliti juga menggunakan data sekunder dari penelitian sebelumnya.
Penelitian ini menemukan bahwa relasi sendiri terlihat dengan adanya pandangan nilai kekerasan yang sama dari keluarga dan kelompok pertemanan yang mendorong remaja melakukan kekerasan. Selain itu, relasi keluarga dan kelompok pertemanan juga dilanggengkan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal, hubungan keluarga dengan lingkungan sekitarnya dan pekerjaan orangtua. Budaya kekerasan di tempat tinggal dan kebijakan pemerintah juga mempunyai implikasi pada perilaku kekerasan remaja.

This article discusses about role of family and peer groups in adolescent as perpetrators of violence. There are two previous study groups that discussed adolescents as perpetrators of violence. The first group discussed that the main factor of adolescent become perpetrators of violence is because the instability stucture and family didn't do function of the family well. Meanwhile, the second group found that deviant peer is the main reason of adolescent become perpetrators of violence. The weakness from both previous studies are they're only explains from one point of view and didn't see that the two factors are essentially related.
Based on ecological approach, the argument in this study that there is a relations between family and peer groups in adolescents as perpetrators of violence. The study was conducted at the Rumah Perlindungan Sosial Anak and used a qualitative approach. The informants are adolescent between 10 18 years old who lives in RPSA. This research also used secondary data from previous studies.
This research found that the relation is seen from both family and peer groups point of view of violence that ecourage adolescent become prepetrator of violence. Neighborhood community context, family social networks, and parent's occupation context also effect adolescent as perpetrators of violence. Neighborhood's culture of violence and overnment policy also have contribution in adolescent as prepatrators of violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Mandar Utama Tiga Books Division, 2002
384.15554 LAB P
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Batu Bara, Intan Maharani Sulistyawati
"ABSTRAK
Kekerasan dalam rumah tangga KDRT merupakan masalah hidup berisiko yang dapat mengakibatkan gangguan psikopatologi dan mempengaruhi perkembangan remaja di masa dewasa kelak. Penelitian ini berfokus pada pengalaman proses penemuaan makna hidup remaja penyintas yang mendapatkan kekerasan langsung dari anggota keluarga. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Partisipan adalah tujuh remaja usia 15-21 tahun yang pernah atau terlibat di lembaga perlindungan anak Kota Semarang. Teridentifikasi 6 tema yaitu kekerasan fisik dan kekerasan verbal sebagai bentuk kekerasan yang saling menyertai, kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat ditolerir oleh remaja, penelusuran hikmah merupakan upaya pemulihan korban KDRT, penetapan tujuan hidup menuntun remaja dalam penemuan makna hidup, peran orang terdekat dan nilai spiritual dalam proses penemuan makna hidup, dan kesempurnaan dan kebahagiaan merupakan akhir paripurna penemuan makna hidup. Penelitian ini merekomendasikan perlunya lembaga perlindungan anak memfasilitasi remaja penyintas KDRT mendapatkan pendampingan pemulihan untuk menemukan makna hidup dalam menjalani kehidupan yang berkualitas.Kata kunci: KDRT, makna hidup, penyintas, remaja

ABSTRACT
Domestic violence is a life risk adverse situation that can lead to psychopathological disorders and affect adulthood development in the future. This study focuses on the experiences of the process of discovering the meaning of life of adolescent survivors of domestic violence who have been violated by close family member. Participants are adolescent survivors between the ages of 15 and 21 who are in or have contact with a local child center. Interviews were conducted and a qualitative study was utilized to determine common themes of how adolescent survivors experience the meaning of life discovery process in their lives. Six themes were derived from the interviews, including physical violence and verbal violence as a form of violence that accompanied each other violence was a response that cannot be tolerated by adolescents, the process of learning a lesson is an effort to recover victims of domestic violence the determination of the purpose of life leading the adolescent survivors of domestic violence in the discovery of the meaning of life the role of the close person and the spiritual value in the process of the discovery of the meaning of life, and perfection and happiness is the ultimate finale of the discovery of the meaning of life. This study may recommend the need for local child center to facilitate adolescent survivors of domestic violence to receive a recovery assistance to find the meaning of life in living a quality life.Keywords adolescent, domestic violence, meaning of life, survivors "
2017
T47562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widuhung, Selvy Maria
"Tesis ini membahas tentang persepsi orang tua terhadap tayangan sinetron remaja dan pubertas terhadap anak mereka yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Hal tersebut dapat dilihat melalui aspek visual, narasi, dan nilai yang dilihat oleh para orang tua dari sebuah sinetron yang disaksikan oleh mereka. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode FGD dan desain Deskriptif-Kualitatif sebagai strategi analisis data. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa orangtua menyadari akan sisi negatif dari sinetron terhadap anak-anak mereka dan dapat menyebabkan anak mengalami pubertas dini, namun mereka tak dapat melakukan apapun karena mereka sendiri telah ”kecanduan” dalam menontonnya. Penelitian ini juga dilengkapi dengan pendapat beberapa pakar yang mengungkapkan suatu fakta terbaru bahwa anak yang tertepa tayangan yang tak sesuai dengan umurnya, apalagi mengandung seksualitas (meskipun tak secara vulgar) dapat menyebabkan kerusakan di lima bagian otaknya.

This study jbcuses on the parents ’ perception on Indonesian television cinema and earbv puberty that can hit their children who are still in primary school. There are 4 points that we will know about their perception, such as visual, narration, value from the cinema that they have watched and early puberty of their children The analysis data strategic of this research is using descrqvtive-qualitative design with focused group discussion as the main method and deep interview to support it. The researcher finds that all parents who joined the discussion realize about the negative ejcctsfom television cinemas and that it also can cause early puberty to their children. But unjbrtunatebt, they could not do anything to avoid it, because the parents themselves have been addicted to watch it. This research is also completed by some experts’ opinions that will show us the newest fact about the children who like to watch television cinemas and that it can cause the damage of their brain in 5 parts."
Jakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33803
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Novarisa
"Penelitian ini membahas bagaimana kekerasan simbolik beroperasi dalam sinetron Catatan Hati Seorang Istri dengan membongkar ideology patriarki sebagai ideology dominan dalam sinetron tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis wacana Sara Mills dan teknik pengumpulan data melalui analisis teks, serta studi literatur. Konsep kekerasan simbolik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana dominasi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan melahirkan kekerasan simbolik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sinetron Catatan Hati Seorang Istri menampilkan dominasi laki-laki terhadap perempuan berupa dominasi mengatas namakan kewajiban wilayah domestik, dominasi dengan menutup mulut perempuan, dominasi menempatkan perempuan sebagai objek seksual. dan dominasi menyebabkan perempuan bersuara. Dominasi inilah yang mendasari kekerasan simbolik pada sinetron Catatan Hati Seorang Istri.

This research explain how symbolic violence operates in the soap opera "Catatan Hati Seorang Istri" with expose the patriarchal ideology as the dominant ideology in the soap opera. This is a qualitative research with discourse by Sara Millls as the method to analyze the text and text analysis technique along with literature study to collect the data. The concept of symbolic violence, that is used in this research, assumes that domination by men against women produce symbolic violence.
The result of this research indicates "Catatan Hati Seorang Istri" showing domination of men over women in the form of dominance grouped under the obligation of the domestic, dominance with shut mouth women, domination of putting women as sexual objects. And the dominance of the female-voiced cause. The dominance of underlying symbolic violence on soap opera "Catatan Hati Seorang istri".
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
hapus4
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atu Karomah
"Jawara merupakan salah satu dari entitas dari masyarakat Banten yang cukup terkenal. Ia dikenal bukan saja karena pengaruh kharismanya yang melewati batas-batas geografis, tetapi juga budaya kekerasan yang melekat padanya. Sehingga ia dikenal sebagai subculture of violence dalam masyarakat Banten.
Sebagai subkultur kekerasan, jawara memiliki motif-motif tertcntu dalam melakukan kekerasan. Mereka pun mengembangkan gaya bahasa atau tutur kata yang khas, yang terkesan sangat kasar (sompral) dan penampilan diri yang berbeda dari mayoritas masyarakat. seperti berpakaian hitam dan memakai senjata golok.
Kekerasan yang dilakukan jawara pada umumnya dimaknai oleh yang bersangkutan sebagai upaya pembelaan terhadap orang yang dipandang melakukan pelecehan harga diri yang menyebabkan yang bersangkutan merasa malu. Pelecehan terhadap harga diri diinterpretasikan oleh kalangan jawara sebagai pelecehan terhadap kapasitas dan kapabilitas diri dan ini sangat terkait dengan peran dan status sosial di masyarakat. Karena itu pelecehan terhadap harga diri dipahami sebagai pelecehan terhadap peran dan statusnya di masyarakat.
Batasan tentang pelecehkan harga diri itu memang tidak tegas karena itu sering dinterpretasikan secara subyektif oleh pelakunya. Sehingga yang menyebabkan kasus pelecehan harga diri itu berbagai macam seperti tuduhan pencurian, gangguan terhadap istri atau pacar, balas dendam atau kekalahan dalani politik desa atau persaingan bisnis. Dalam konteks ini kekerasan yang dilakukan jawara memang sangat terkait denngan "konstruksi maskulinitas" dalam budaya masyarakat.
Kekerasan yang dilakukan jawara selain sebagai sarana untuk mempcrtahankan harga diri, kekerasan juga dipandang sebagai alat untuk meraih posisi atau status sosial lebih tinggi sebagai seorang jawara yang disegani dalam lingkungan komunitas mereka. Sehingga mereka biasa menjadi pimpinan jawara (bapak buah) dengan memiliki sejumlah pengikut (anak buah). Bahkan dengan posisi dan status sosial ini mereka pula dapat meraih kedudukan formal dalam lingkungan institusi formal seperti menjadi jaro, kepala desa, bahkan untuk menjadi bupati atau wali kota.
Mendapat gelar sebagai seorang jawara yang disegani merupakan kebanggaan tersendiri bagi yang menyandangnya. Karena dengan gelar tersebut, ia bisa menaikan posisi tawarnya ketika berhubungan dengan pihak lain. Ia bisa mendesakan segala keinginan baik secara halus maupun dengan kekerasan. Oleh karena itu dalam konsep kebudayaan diantaranya mengenai sistem komunikasi, kekerasan yang dilakukan jawara dianggap sebagai sarana untuk mengkomunikasi simbol-simbol tentang sikap dan perilaku pada lingkungan kerabat dan lingkungan sosialnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>