Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123950 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miechele
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perusahaan efek yang diajukan permohonan
pernyataan kepailitan oleh Debitornya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pihak-pihak yang berwenang dan prosedur mengajukan permohonan
kepailitan terhadap perusahaan efek. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan, yang bersifat yuridis normatif, yaitu merujuk pada norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (UUK dan PKPU), perusahaan efek hanya dapat dimohon pailit oleh OJK.
Apabila permohonan pernyataan kepailitan terhadap perusahaan efek diajukan
oleh pihak selain OJK dikabulkan, maka putusan tersebut dapat diajukan kasasi
dan akan dibatalkan. Hasil penelitian menyarankan agar dibentuk peraturan yang
mengatur mengenai kepailitan perusahaan efek oleh karena tidak adanya
peraturan yang mengatur hal tersebut untuk menciptakan kepastian hukum dan
Majelis Hakim perlu menganalisis fakta hukum dan doktrin dalam UUK dan
PKPU lebih dalam.

ABSTRACT
This thesis discusses the filing for bankruptcy of securities firms by its debtors.
This study aims to analyze the authorities and procedures of filing a bankruptcy
against securities firms. The method used is research literature, juridical
normative, which refers to the legal norms contained in the legislation. The
conclusion of this study is that securities firms can only be filed for bankruptcy by
Indonesia Financial Services Authority (OJK), based on the provisions of Article
2 paragraph (4) of Law No. 37 year 2004 on Bankruptcy and Suspension of
Payment (UUK and PKPU). If any other party besides the Indonesia FSA (OJK)
successfully filed bankruptcy against a securities firm, the verdict can be appealed
and, if so, will be canceled. Due to the lack of legislation regulating this matter,
this study recommends to establish regulations governing the bankruptcy of
securities firms to create legal certainty. Moreover, Judges need to analyze the
legal facts and doctrines in UUK and PKPU further."
2016
T46363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marleen Josephine
"Skripsi ini membahas mengenai permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang diajukan oleh Krediturnya, dengan studi kasus Putusan Nomor 4/PDT.SUSPAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Adapun ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga untuk berinvestasi melalui pasar modal. Kemudian, Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa panitera harus menolak permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang diajukan oleh pihak selain Otoritas Jasa Keuangan. Namun, pada praktiknya masih terdapat banyak pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang tidak diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini dapat dilihat pada Putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, yang mengabulkan permohonan pernyataan pailit Perusahaan Efek (PT Brent Securities) yang diajukan oleh Kreditornya karena izin usahanya telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu Perusahaan Efek dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam permohonan pernyataan pailit Perusahaan Efek dalam putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek mutlak merupakan kewenangan khusus Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga negara yang melakukan pengawasan terhadap Perusahaan Efek, sekalipun izin usahanya telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kemudian, putusan Majelis Hakim pada Putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, yang mengabulkan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek oleh Krediturnya, tidak sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

This thesis discusses about bankruptcy against Securities Company filed by its Creditors, with a case study of Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. Article 2 paragraph (4) of Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment states that the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company may only be filed by the Financial Services Authority. The existence of these provisions is intended to protect the interests of third parties to invest through the capital market. Then, Article 6 paragraph (3) of Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment states that the principal registrar is required to reject a petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company if it’s filed by any other party besides the Financial Services Authority. However, in practice there are still many petitions for a declaration of bankruptcy against Securities Company that are not be filed by the Financial Services Authority. This can be seen on Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, which granted the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company (PT Brent Securities) that filed by its creditors due to its business license revoked by Financial Services Authority. This research aims to identify the mechanism of filing an application for a bankruptcy against Security Company and the authority of Financial Services Authority for the bankruptcy petition of Securities Company in Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. based on Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment. Type of research applied in this research is normative juridical approach with a descriptive typology. The result shows that the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company is the exclusive power of Financial Services Authority as a state institution that supervises Securities Company, even though their business license has been revoked by Financial Services Authority. Then, the decision of The Judges on Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST which granted the application for bankruptcy declaration against the Securities Company by its Creditors, was not in accordance with the regulations in Article 2 paragraph (4) of Law No. 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Kurnia
"Tesis ini membahas mengenai permohonan pailit Perusahaan Efek (PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia) yang diajukan oleh salah satu kreditornya karena izin usahanya telah dicabut oleh Bapepam. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK-PKPU menjelaskan bahwa permohonan pailit dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, hanya dapat diajukan oleh Bapepam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan kewenangan Bapepam dalam upaya permohonan pailit Perusahaan Efek yang telah dicabut izin usahanya, serta bagaimanakah perlindungan hukum dan kepastian hukum para kreditor PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia akibat putusan MA RI No. 340K/Pdt.Sus/2010. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif.
Hasil dari penelitian menunjukkan, bahwa permohonan pailit terhadap Perusahaan Efek yang telah dicabut izin usahanya adalah mutlak kewenangan eksklusif Bapepam, akan tetapi seyogianya terbuka kemungkinan dapat juga diajukan oleh kejaksaan dan kreditor. Pemenuhan nilai kepastian hukum dalam putusan MA RI No. 340.K/Pdt.Sus/2010 sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK-PKPU dan Penjelasannya, tetapi keputusan tersebut relatif hanya memberikan kepastian kepada debitor saja dan Majelis Hakim sama sekali tidak memberikan perlindungan terhadap kepentingan pihak kreditor yang tidak bisa mendapatkan hak pemenuhan tagihan yang seharusnya dibayar oleh pihak debitor.

This thesis is to analyze a bankruptcy petition of Securities Company (PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia) filed by one of its creditors due to its business license revoked by Bapepam. In accordance with Article 2 paragraph (4) of UUK-PKPU states that a bankruptcy petition may, in the case debtor is a Securities Company, only be filed by Bapepam. This research is aimed at identifying how Bapepam implementsits power for the bankruptcy petition of Securities Company whose business license has been revoked, and how is the legal protection and certainty for the creditors of PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia in consequence of Decision of Supreme Court of RI No. 340K/Pdt.Sus/2010. Type of research applied in this research is normative juridical approach.
The result shows that a bankruptcy petition against the Securities Company whose business license is revoked absolutely is the exclusive power of Bapepam, however this does not rule out the possibility that attorney general and creditor may fill the petition. The fulfillment of legal certainty in the Decision of Supreme Court of RI No. 340.K/Pdt.Sus/2010 has complied with the provisions of Article 2 paragraph (4) of UUK-PKPU and its explanatory notes. However, it is relative due to gives only to Debtor, and the Panel of Judges by no means provides legal protection to the benefit of creditors fail to obtain right for the right of payment that should be made by the debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruzzhahrah Diza
"Permohonan Pailit Terhadap Ahli Waris Personal Guarantor Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga Nomor 02/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Mks Dalam pemberian pinjaman, sealu terbuka kemungkinan bahwa bank akan menghadapi risiko gagal bayar dari debitur. Untuk mengurangi risiko tersebut, kreditur sering kali mensyaratkan adanya suatu jaminan. Salah satu jaminan yang lazim diminta oleh bank adalah berupa penjaminan perorangan personal guarantee , yang mana seorang pihak ketiga menjamin pelaksanaan kewajiban debitur kepada kreditur dan orang tersebut akan memenuhi kewajiban debitur jika debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya wanprestasi . Tanggung jawab seorang personal guarantor sangatlah besar bahkan hingga ke ranah kepailitan. Sekalipun personal guarantor bukanlah debitur tetapi jika ia memenuhi syarat-syarat kepailitan, maka kreditur dapat mengajukan permohonan pailit terhadap dirinya ke Pengadilan Niaga. Permasalahan kemudian timbul ketika seorang personal guarantor meninggal dunia sedangkan perjanjian penanggungannya masih berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis-normatif, penulisan bersifat deskriptif dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dengan meninggalnya personal guarantor, segala hak dan kewajibannya akan beralih kepada ahli waris-ahli waris dari personal guarantor itu sendiri. Sebagai konsekuensinya, ahli waris sebagai pihak yang tidak terlibat dalam perjanjian kredit maupun perjanjian penanggungan dapat dimohonkan pailit oleh kreditur sebagaimana halnya dengan pengajuan permohonan pailit terhadap personal guarantor.

The Bankruptcy Petition against Personal Guarantor's Heirs The Case Study of Commercial Court's Decision Number 02 Pdt.Sus Pailit 2014 PN.Niaga.Mks In granting loans, there would be a probability that banks meet with the default risk. To mitigate the impact of the risk, they require a guarantee. As a common form, banks usually ask a personal guarantee, which a third party guarantees the debtor's debt repayment to the creditor, and that party will fulfil the debtor's obligation if he does not fulfil it in default . The personal guarantor has big responsibilities, even into the realm of bankruptcy. Even though a personal guarantor is not a debtor, a creditor may file him a bankruptcy petition to the Commercial Court if he meets the bankruptcy requirements. Problems then arise when a personal guarantor dies while the personal guarantee agreement is still valid. This research tackles with the problems by using a normative juridical approach with descriptive analysis of secondary data which consist of primary law materials and secondary law materials. The problems cause the personal guarantor's rights and obligations upon the agreement are distributed to his heirs. Consequently, his heirs as the party who do not involve in the loan agreement and the personal guarantee agreement may be filed the bankruptcy petition by the creditor as it is usually filed to the personal guarantor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebastian Benedict
"Kepailitan merupakah suatu jalan keluar penyelesaian permasalahan hukum dimana
jika seorang debitor tidak membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih serta memiliki dua atau lebih kreditor, maka kreditor maupun debitor sendiri dapat memohonkan pernyataan pailit. Dalam kepailitan, terhadap harta debitor pailit akan diadakan sita umum sehingga debitor tidak memiliki kewenagan terhadap hartanya lagi kecualia diperbolehkan oleh undang-undang. Kepailitan dapat dimohonkan kepada subjek hukum seperti perorangan maupun badan hukum. Salah satu kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah salah satu perusahaan asuransi, PT Wanaartha Life Insurance yang telah mengalami permasalahan keuangan sehingga tidak dapat membayar para nasabahnya. Kondisi PT Wanaartha Life ini membawa dampak buruk bagi para nasabah yang mengalami kerugian. Dengan ditolaknya permohonan PKPU oleh Majelis Hakim dan ditolaknya permintaan Pailit oleh OJK, para nasabah terkena dampak buruknya karena tidak dapat untung dalam situasi seperti ini. Fokus permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah jalan keluar yang dapat diambil untuk para nasabah di tengah kondisi seperti ini. Kepailitan kelihatannya akan menjadi jalan keluar yang tepat dan baik untuk menyelesaikan permasalah ini. Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normative, yang bersumber pada bahan pustaka hukum. Dalam tulisan ini, ditemukan bahwa terdapat beberapa solusi bagi permasalahan yang
dialami oleh para nasabah. Nasabah dapat berlindung ke kejaksaan dengan mengatasnamakan
kepentingan umum untuk memohon pailit PT Wanaartha Life ini atau dapat secara langsung
memohonkan pernyataan pailit pada PT Wanaartha Life ini. Maka dari itu, dalam tulisan ini akan dibahas lagi lebih mendetil dan menyeluruh mengenai permasalahan yang dibahas di atas.

Bankruptcy is a way out of solving legal problems where if a debtor does not pay a debt that is due and collectible and has two or more creditors, the creditor or debtor himself can apply for a bankruptcy statement. In bankruptcy, a general confiscation will be held against the bankrupt debtor's assets so that the debtor has no authority over his assets anymore unless permitted by law. Bankruptcy can be filed against legal subjects such as individuals or legal entities. One of the cases raised in this paper is an insurance company, PT Wanaartha Life Insurance, which has experienced financial problems so it cannot pay its customers. The condition of PT Wanaartha Life has had a negative impact on customers who have experienced
losses. With the rejection of the PKPU application by the Panel of Judges and the rejection of the Bankruptcy request by the OJK, customers are badly affected because they cannot profit in a situation like this. The focus of the problems discussed in this paper is a way out that can be taken for customers in this condition. Bankruptcy seems to be the right and good way out to solve this problem. The method to be used in this paper is a normative juridical research method, which is based on legal literature. In this paper, it is found that there are several solutions to the problems experienced by customers. The customer can seek refuge with the prosecutor's office on behalf of the public interest to apply for the bankruptcy of PT Wanaartha
Life or can directly apply for a declaration of bankruptcy at PT Wanaartha Life. Therefore, in this paper, we will discuss in more detail and comprehensively the problems discussed above
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Azmi Syahrani
"Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah metode penyelesaian sengketa yang terkenal dan sudah lama ada. Namun pada nyatanya dalam dunia bisnis masih banyak yang akan memilih forum penyelesaian sengketa yang menurut kriterianya lebih terpercaya dan sesuai dengan bisnisnya dan memiliki risiko yang relatif kecil terhadap kegiatan usahanya yaitu salah satunya merupakan Arbitrase. Kepailitan adalah penyitaan umum semua harta kekayaan debitur pailit, dengan Kurator yang mengurus dan menyelesaikan harta kekayaan itu di bawah  pengawasan Hakim Pengawas. Berdasarkan hal tersebut, Penulis mengangkat tiga pokok permasalahan yaitu bagaimana pengaturan dan praktik permohonan pengajuan pailit di Indonesia berdasarkan putusan pengadilan arbitrase asing beserta analisa terhadap putusan permohonan pengajuan pailit di Indonesia. Bentuk penelitian pada skripsi ini Bentuk penelitian pada skripsi ini bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatori preskriptif. Kesimpulan yang didapat adalah: 1) Secara keseluruhan, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban memiliki pengaturan yang mengatur permohonan pailit yang diajukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah tetap dan mengikat; 2) Pengaturan Undang-Undang Kepailitan, tidak secara spesifik mengatur mengenai pengajuan pailit yang berdasarkan putusan pengadilan arbitrase asing. Namun, dalam praktiknya, beberapa kasus mengenai pengajuan pailit berdasarkan putusan pengadilan arbitrase asing telah muncul di Indonesia, dan 3) Dalam Putusan Nomor 46/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., penerapan ketentuan Undang-undang Kepailitan tentang pengambilan putusan Pengadilan Arbitrase Asing sebagai dasar permohonan pengajuan pailit di Indonesia dinyatakan tidak tepat.

Dispute resolution through general courts is a well-known and long-standing method of dispute resolution. But in fact, in the business world there are still many who will choose a dispute resolution forum which according to the criteria is more reliable and in accordance with their business and has a relatively small risk to their business activities, one of which is Arbitration. Bankruptcy is a general confiscation of all the assets of the bankrupt debtor, with the Curator managing and settling the assets under the supervision of the Supervisory Judge. Based on this, the author of this thesis raises three main issues, inter alia the regulations and practice of bankruptcy filings in Indonesia based on decisions of foreign arbitration courts along with an analysis of the decisions on filing for bankruptcy in Indonesia. The form of research in this thesis is juridical-normative with a prescriptive explanatory research typology. The conclusions drawn are: 1) Overall, Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Obligations has provisions governing bankruptcy applications filed based on court decisions that are final and binding; 2) Bankruptcy Law Regulations, do not specifically regulate bankruptcy filings based on decisions of foreign arbitration courts. However, in practice, several cases regarding filing for bankruptcy based on decisions of foreign arbitration courts have appeared in Indonesia, and 3) In Decision No. 46/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., the application of the provisions of the Bankruptcy Law regarding making decisions The Foreign Arbitration Court as the basis for the application for bankruptcy in Indonesia was declared inappropriate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reanatha Cassandra
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pengajuan permohonan pailit bagi koperasi yang melakukan kegiatan usaha dibidang jasa keuangan serta hak dari anggota koperasi yang melakukan penyetoran kepada koperasi dalam bentuk investasi yang bukan merupakan setoran atas simpanan pokok dan simpanan wajib pada koperasi untuk mengajukan permohonan pailit pada koperasi. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode
penelitian doktrinal. Pengajuan permohonan pailit bagi koperasi yang melakukan kegiatan usaha dibidang jasa keuangan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang dapat membuktikan bahwa ia seorang kreditur yang memiliki hubungan utang-piutang dengan koperasi. Anggota koperasi yang melakukan penyetoran kepada koperasi dalam bentuk investasi yang bukan merupakan setoran atas simpanan pokok dan simpanan wajib berdasarkan Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berhak dalam mengajukan permohonan pailit atas Koperasinya sendiri apabila anggota koperasi tersebut telah memenuhi syarat dalam mengajukan permohonan pailit dalam UUKPKPU, namun hal ini bertentangan dengan asas kekeluargaan yang ada pada tubuh koperasi.

This research analyzes how to file a bankruptcy application for a cooperative that carries out business activities in the financial services sector as well as the rights of cooperative members who make deposits to the cooperative in the form of investments that are not deposits on principal savings and mandatory savings to the cooperative to file a bankruptcy application for the cooperative. This research was prepared using doctrinal research methods. Filing a bankruptcy petition for a cooperative that carries out business activities in the financial services sector can be submitted by parties who can prove that they are a creditor who has a debt-receivable relationship with the cooperative. Cooperative members who make deposits to the cooperative in the form of investments that are not deposits of principal savings and mandatory savings based on Bankruptcy Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations have the right to file a bankruptcy petition for their own cooperative if the cooperative member has fulfilled the requirements for filing a bankruptcy petition in UUKPKPU, but this is contrary to the principles kinship that exists within the cooperative body."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Kevin Hans
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai permohonan kepailitan terhadap Badan Usaha Milik Negara yakni PT Merpati Nusantara Airlines berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu, terdapat pembahasan mengenai beberapa kasus permohonan kepailitan terhadap beberapa Badan Usaha Milik Negara sebagai perbandingan, serta perdebatan mengenai lingkup keuangan negara dalam keuangan Badan Usaha Milik Negara. Metode yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan bentuk penelitiaan yuridis normatif yang berfokus kepada pengolahan data sekunder. Di akhir bagian, penelitian ini berkesimpulan bahwa PT Merpati Nusantara Airlines dapat diajukan permohonan pailit tanpa melalui Menteri Keuangan karena PT Merpati Nusantara Airlines merupakan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero bukan berbentuk Perum yang melaksanakan kepentingan publik dan modalnya tidak terbagi atas saham berdasarkan pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

ABSTRACT
This thesis mainly discusses about the bankruptcy petition against a State-Owned Enterprise PT Merpati Nusantara Airlines based on The Act No. 37 Year of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment. Furthermore, this thesis will compare cases on bankruptcy petition of State-Owned Enterprises, and also presenting arguments about State-Owned Enterprises assets in correlation with States Assets. The method used in writing this thesis is literary research with the thesis being a juridical-normative report that focuses towards secondary-data processing. This thesis concludes that PT Merpati Nusantara Airlines is legible to be filed a bankruptcy petition without a prior notice from the Ministry of Finance due to PT Merpati Nusantara Airlines being a Persero-type of State-Owned Enterprise unlike the Perum type which serves public needs and its capital is."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Anindita Putri
"Kepailitan adalah debitur yang sedang berada dalam keadaan kesulitan keuangan untuk membayar utangnya kepada kreditur dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan. Karyawan/pekerja ialah salah satu pihak yang pada kala suatu perusahaan dipailitkan, namun seringkali pengusaha mengabaikan hak konstitusionalnya karyawan/pekerja tersebut dalam proses kepailitan. Yang menjadi latar belakang masalah dalam penulisan ini yaitu hak-hak karyawan dalam perkara kepailitan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku dan kedudukan hak-hak karyawan terhadap tagihan pajak menurut putusan Pengadilan Niaga. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif. Dan teori hukum yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan perlindungan hukum. Hak-hak karyawan/pekerja untuk melindungi para pekerja dalam hubungan kerja serta memberikan jaminan kepastian hukum kepada para pekerja. Dalam ketentuan UU ketenagakerjaan, dijelaskan mengenai kesejahteraan karyawan/pekerja untuk memenuhi kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat rohaniah dan jasmaniah untuk meningkatkan produktivitas kerja yang aman dan sehat. Dalam ketentuan KUHPerdata juga dijelaskan mengenai hak pekerja sebagai kreditur terhadap piutangnya diberikan keistimewaan. Kedudukan hak karyawan terhadap tagihan utang pajak/hak negara yang sebelum dinyatakan putusan MK No. 67/PUUXI/ 2013, utang pajak/negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi sebagai kreditur sesuai dengan peraturan UU KUP. Dalam ketentuan tersebut dianggap Tagihan Utang Pajak/Negara sebagai kreditur preferen yang mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajaknya dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Sedangkan setelah adanya putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 tersebut yang memberikan perlindungan terhadap hak pekerja, sehingga memberikan hak istimewa untuk para karyawan/pekerja mendapatkan hak yang lebih tinggi dibanding kreditur lain, sehingga dalam pembayaran utangnya didahulukan dan berada diatas kreditur separatis.

Bankruptcy is a debtor who is in a state of financial difficulty to pay his debts to creditors declared bankrupt by a court decision. Employee/worker is one of the parties when a company is bankrupt, but often employers ignore the constitutional rights of the employee/worker in the bankruptcy process. The background of the problem in this paper is the rights of employees in bankruptcy cases according to the applicable laws and regulations and the position of employee rights against tax bills according to the decision of the Commercial Court. The research method used in this thesis is the normative juridical method. And the legal theory used is the theory of legal certainty and legal protection. The rights of employees/workers to protect workers in employment relationships and provide legal certainty guarantees to workers. In the provisions of the Manpower Act, it is explained about the welfare of employees/workers to meet spiritual and physical needs and/or needs to increase work productivity safely and healthily. In the provisions of the Civil Code, it is also explained that the rights of workers as creditors to their receivables are given privileges. The position of the employee's rights to the claim for tax debt/state rights before the Constitutional Court's decision number 67/PUU-XI/2013, tax/state debt has a higher position as a creditor by the provisions of the KUP Law. In this provision, it is considered that the Claim for Tax/State Debt is considered as a preferred creditor who has pre-emptive rights for the tax claim and has a higher position. Meanwhile, after the decision of the Constitutional Court number 67/PUU-XI/2013 which protects workers' rights, thus providing special rights for employees/workers to get higher rights than other creditors, so that in paying their debts they take precedence and are above the separatist creditors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Hapsari
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek termasuk Manajer Investasi hanya dapat dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun dalam kenyataannya, terdapat kasus permohonan pernyataan pailit yang diajukan selain oleh OJK dan diterima pengadilan. Terhadap Manajer Investasi yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, kemudian timbul permasalahan mengenai kewenangan pengelolaan Reksa Dana dari Manajer Investasi yang pailit. Kemudian OJK sebagai regulator pasar modal juga memiliki peranan yang besar namun hingga saat ini belum ada landasan hukumnya. Terkait permasalahan tersebut, bagi kasus permohonan pernyataan pailit kepada Manajer Investasi yang diajukan selain oleh OJK seharusnya tidak dapat diterima dan terhadap Manajer Investasi yang sudah dinyatakan pailit tidak memiliki kewenangan lagi untuk mengelola Reksa Dana. Sedangkan OJK harus segera membuat landasan hukum terkait peranan OJK dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek.

According to the law number 37 of 2004, the authority to file a petition for a bankruptcy declaration to securities companies including investment managers can only be exercised by the Financial Services Authority (OJK).  However, there are cases of bankruptcy declaration filing that were submitted other than by the OJK and accepted by the court.  For an investment manager who has been declared bankrupt by the court, then a problem arises regarding the authority to manage Mutual Funds from the bankrupt Investment Manager. Then, OJK as the capital market regulator also has a big role but there is no legal basis, until now. In relation to this problem, the case for a bankruptcy declaration to an Investment Manager that submitted by other than the OJK should not be accepted and an Investment Manager who has been declared bankrupt does not have the authority to manage Mutual Funds. Meanwhile, OJK has to immediately make a legal basis regarding its role in submitting a petition for a bankruptcy declaration for  securities company."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>