Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86593 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Pangarsi Dyah Kusuma Wardani
"Mahasiswa yang melakukan pacaran berisiko menunjukkan bahwa bentuk pacaran dari mahasiswa saat ini telah mengalami suatu perubahan dalam tujuannya (memilih pasangan). Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan mahasiswa STIKes "X" sebagai dampak dari perilaku pacaran berisiko, meskipun ada peraturan larangan hamil saat kuliah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran perilaku pacaran, determinan perilaku pacaran mahasiswa STIKes "X" Jakarta Timur Tahun 2016, dan variabel yang paling dominan dengan menggunakan teknik penelitian kuantitatif dan desain cross sectional. Hasil penelitian diperoleh 87,1% mahasiswa memiliki perilaku pacaran berisiko. Status tempat tinggal, komunikasi dengan orang tua, dan paparan media pornografi memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pacaran. Status tempat tinggal memiliki nilai p 0,020 dan OR 12,508; komunikasi dengan orang tua memiliki nilai p 0,001 dan OR =254,09; dan paparan media pornografi memiliki nilai p 0,001 dan OR = 3,440 (artinya mahasiswa yang terpapar media pornografi berpeluang 3 kali lebih besar melakukan perilaku pacaran berisiko dibandingkan dengan yang tidak terpapar pornografi). Paparan media pornografi memiliki hubungan paling dominan dengan perilaku pacaran. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar perilaku pacaran mahasiswa STIKes "X" adalah berisiko.

Students who play out risky dating shows that the shape of the current student's dating behavior has undergone a change in its objectives (choosing a partner). The incidence of unwanted pregnancies among the students Health Science Institute of "X" as the impact of risky dating behavior though there is legislation prohibiting pregnant while in college. The purpose of this study was to determine the description of dating behavior, dating behavior determinant students Health Science Institute of "X" East Jakarta 2016, and the most dominant variables using quantitative research techniques and cross-sectional design. The results showed that 87.1% of students had a risky dating behavior. Residence status, communication with parents, and exposure to pornographic media has a significant relationship with courtship behavior. Status residence has a p-value of 0.020 and OR 12,508; communication with parents has a p-value of 0.001 and OR = 254,09; and media exposure to pornography has a p-value of 0.001 and OR = 3.440 (students who are exposed to pornographic media three times greater chance of doing courtship behavior risk compared with those not exposed to pornography). Media exposure to pornography has the most dominant relationship with courtship behavior. The study concluded that most of the dating behavior of students Health Science Institute of "X" is risky.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliyati
"Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dengan batasan usia 10-19 tahun. Pengaruh globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan perilaku termasuk perilaku pacaran.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran perilaku pacaran dan faktor-faktor yang berhubungan pada siswa SMU X dan MAN Y Kabupaten Sidrap. Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan Cross Sectional dan dilengkapi kualitatif dengan pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Analisis yang digunakan adalah Univariat dan bivariat dan untuk kualitatif menggunakan analisis tematik.
Hasil penelitian menunjukkan 16,67 % siswa berperilaku pacaran berisiko, sikap permisif 50%, terpapar pornografi 33,33%, sebanyak 57,4% siswa memiliki orang tua yang pasif dan 37,30 % mendapat pengaruh negatif dari teman sebaya. Variabel yang terbukti berhubungan dengan perilaku pacaran adalah keterpaparan media pornografi dan pengaruh teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian maka penulis menyarankan kepada Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan agar membina kelompok sebaya dan melatih peer konselor, dan bagi orang tua agar meningkatkan bimbingan terhadap putra-putrinya.

Teenager is transition period from child to adult period in the range of age 10-19 years. The impact of globalization result in the change of attitude including dating attitude.
The objectif of this research was to know description of dating attitude and related factors of student in Senior High School ?X? and Islamic Senior High School ?Y? students in Sidrap District. The design of research was quantitative with Cross sectional approach and also qualitative. Data collected by Questionnai and indefth interview. It was analysed Univariate, Bivariate and thematic analysis.(Qualitative)
The result showed that 16,67% students have risk of dating attitude, 50% student have permissive attitude, 33,33 % student were pornography exposed, 57,4% students had parents that less in role and 37,30 % student get negative impact from peer group. The variable that had correlation were dating attitude are exposed to media pornography and impact of peer group. According to result, it is suggested that district health office and District education office to build peer group and to train peer counselor. For parents to improve the guide to their children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Widi Susanto
"Kehidupan manusia terbagi dalam tahapan-tahapan perkembangan sejak lahir sampai meninggal dunia, dan diantaranya adalah masa remaja. Pada setiap tahap perkembangan, ada tugas-tugas yang harus dipenuhi yang biasa disebut tugas perkembangan. Begitu pula pada masa remaja yang salah satu tugas perkembangannya adalah mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman sebaya baik yang sejenis maupun lawan jenis. Hubungan dengan lawan jenis biasanya dipenuhi atau muncul dalam perilaku berpacaran. Tugas perkembangan mempunyai peran yang penting, karena jika tidak dilalui dengan baik, seseorang akan cenderung mengalami kesulitan pada tahapan berikutnya. Berpacaran itu sendiri merupakan budaya atau fenomena yang cukup menonjol pada remaja. Berpacaran bagi remaja dapat berfungsi untuk belajar bergaul, mendapatkan identitas diri, dan lain-lain. Selain itu perkembangan seksual yang cepat mengakibatkan munculnya ketertarikan pada lawan jenisnya.
Ada beberapa alasan yang mendorong remaja berpacaran seperti untuk bersenang-senang, mencari status, belajar bersosialisasi, memilih pasangan hidup, mendapatkan persaha- batan, memperoleh keintiman atau kedekatan. Selain alasan-alasan diatas, ternyata masih ada kemungkinan alasan yang lain seperti konformitas, atau berpacaran karena konform dengan teman-teman. Pada pola alasan berpacaran ada beberapa faktor yang mungkin berkaitan, yaitu jenis kelamin, usia, pengalaman pacaran, kelompok peer dan status sosial ekonomi.
Kelompok peer juga menjadi ciri yang cukup menonjol. Kelompok peer mempunyai arti cukup penting bagi remaja, misalnya sebagi pendukung pengembangan identitas diri, minat, kemampuan. dan lain-1ain. Dalam kelompok peer inilah kemudian muncul konformitas. Tekanan untuk berbuat sesuai atau konform dengan kelompak terasa sangan kuat pada masa remaja. Disamping itu konformitas dapat terlihat dalam banyak dimensi kehidupan remaja seperti cara berbicara, berpakaian, minat, nilai-nilai, dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja alasan berpacaran pada remaja, serta kemungkina konformitas termasuk alasan berpacaran dan juga faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan pola alasan berpacaran. Remaja yang menjadi subyek penelitian adalah remaja sekolah menengah atas yang berusia 15-17 tahun. Selain itu subyek penelitian adalah remaja yang sudah berpacaran atau pernah berpacaran, serta berasal dari golongan sosial ekonomi menengah ke atas. Penarikan sampel penelitian menggunakan metode incidental sampling yaitu sampel yang paling mudah ditemui. Instrumen untuk penelitian ini menggunakan kuesioner alasan berpacaran yang terdiri dari 32 item.
Dari hasil penelitian didapatkan ada beberapa alasan berpacaran yang dikemukakan oleh remaja yang menjadi subyek penelitian yaitu, karena saling tertarik satu sama lain, untuk saling membantu dan membutuhkan, untuk belajar saling mengenal serta mencari pasangan yang cocok, untuk saling memotivasi, untuk rekreasi dan memperoleh kesenangan, koform terhadap teman-teman kelompok, serta untuk ajang prestasi dan sumber status. Diantara alasan-alasan tersebut, ternyata konformitas termasuk alasan berpacaran pada remaja. walaupun bukan merupakan alasan utama atau alasan yang paling penting bagi remaja. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, pengalaman pacaran, kelompok peer, status sosial ekonomi mempunyai peran atau berkaitan dengan pola alasan berpacaran pada remaja. Sedangkan khusus untuk alasan konformitas faktor-faktor tersebut tidak berkaitan atau tidak mempunyai peranan yang berarti."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhillon, Sharanjit Kaur
" ABSTRAK
Hubungan berpacaran jarak jauh membatasi para pelakunya untuk bertemu dan berinteraksi secara langsung Perbedaan jarak menjadi penghalang utama untuk melakukan komunikasi dengan bertatap muka Namun seiring berkembangnya inovasi baru dalam teknologi komunikasi menjadi lebih mudah dan cepat Komunikasi jarak jauh yang dahulu dilakukan dalam hitungan minggu dengan surat menyurat sekarang dapat dilakukan dalam hitungan detik dengan instant messenger Kehadiran instant messenger memberi pengaruh besar bagi aktivitas komunikasi khususnya untuk komunikasi jarak jauh Skype merupakan satu dari berbagai instant messenger yang ada saat ini Selain memfasilitasi para penggunanya untuk melakukan komunikasi secara real time Skype juga memperkenankan para penggunanya untuk melakukan video call secara real time Di samping kelebihan yang dimiliki Skype juga mempunyai kekurangan yang salah satunya ialah kualitas video yang dihasilkan sangat bergantung pada kecepatan koneksi internet Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana para pelaku hubungan berpacaran jarak jauh melihat keberadaan Skype sebagai instant messenger berbasis video call bagi hubungan mereka Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara terhadap 3 orang informan yang memiliki pengalaman menggunakan Skype saat mereka melakukan hubungan berpacaran jarak jauh Hasil penelitian yang ditemukan ialah Skype dilihat sebagai media komunikasi yang sangat berarti namun bukan satu satunya yang dapat diandalkan Keywords Hubungan Berpacaran Jarak Jauh Skype dan Studi Kualitatif

ABSTRACTAbstractLong distance relationship restricts couple to meet and interact directly Distance is a main barrier for face to face communication However with the development of new innovations in technology communication becomes easier and faster Long distance communication which used to take weeks through correspondence can now be done in seconds with instant messenger The presence of instant messengers have a huge impact on communication especially for long distance communication Skype is one of the various instant messengers available today Besides facilitating users to communicate in real time Skype also allows users to make video calls in real time In addition to the advantages Skype also has shortcomings one of which is the quality of the resulting video is highly dependent on the speed of the internet connection The purpose of this study was to identify the view of long distance couple on Skype as a video call based instant messenger for their relationship This study used a qualitative approach with descriptive research method The data collection technique used was interviews with three informants who had experience in using Skype for long distance relationships The study found that Skype is considered as a significant medium of communication but not the only one that can be relied upon "
Depok: [Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;, ], 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Febrina
"Perkembangan teknologi membawa perkembangan komunikasi interpersonal , salah satunya online dating yang digunakan untuk mencari pasangan. Menggunakan pendekatan kualitatif, dengan studi literatur dan observasi yang dilakukan kepada 1 pasangan, perempuan WNI berusia 21tahun dan laki-laki WNA berusia 26 tahun, penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat bagaimana pelaku online dating mengurangi ketidakpastian dalam menjalankan komunikasi hubungan interpersonalnya. Hasil penulisan menemukan bahwa atraksi interpersonal diantara keduanya lebih cenderung kepada faktor personal. Semakin tinggi uncertainty yang dirasakan, semakin sedikit self-disclosure yang dilakukan. Peningkatan pada uncertainty reduction juga terjadi seiring meningkatnya uncertainty.

The development of technology brings interpersonal communcation developments, one of them is online dating that used for seeking partners. Using a qualitative approach, with literature study and observation, that had been done to a couple, 21 years old Indonesian young woman and 26 years old Dutch young Man, this writing aims to see how online dating participant reducing the uncertainty in their interpersonal communication and relationship. The result is that interpersonal attraction between them more likely to be personal factors. The higher the perceived level of uncertainty, the lower self-disclosure is done. The increase in uncertainty reduction also occurred with increasing uncertainty.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dian L. Izwar
"ABSTRAK
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
ditandai dengan pembahan secara fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 1990).
Masa ini dikenal juga sebagai masa pubertas yang ditandai terutama dengan perkembangan
karakteristik seks primer dan sekunder (Turner & Helms, 1987). Masa pubertas ini secara
intrinsik berkaitan dengan seksualitas (Tolan & Cohler, 1993) sehingga pada masa ini remaja
mulai tertarik pada Iawan jenisnya. Dalam perkembangan psikososial, remaja mulai memasuki
tahap heterosociality dimana ia mendapatkan kesenangan dalarn berhubungan dengan
teman dari jenis kelamin yang sama atau lawan jenisnya (Rice, 1990). Dalam salah satu
tugas perkembangan yang dikemukakan oieh Havighurst (dalam Turner & Helms, 1987)
remaja juga diharapkan untuk dapat membina hubungan yang lebih matang baik dengan
teman Iaki-laki maupun dengan perempuan dan mempersiapkan diri untuk menikah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara remaja pria dan wanita merupakan hal
yang wajar.
Dewasa ini fenomena pacaran pada remaja awal yang berusia antara 12-15 tahun
semakin sering ditemui. Beberapa remaja putri yang masih duduk di bangku SLTP
mengatakan bahwa mereka telah punya pacar. Pada penelitian ini batasan pacaran yang
digunakan adalah hubungan yang tetap antara remaja putri dan remaja putra yang ditandai
dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama namun belum ada komitmen
untuk menikah. Rice (1990) mengemukakan tujuh tujuan pacaran, yaitu rekreasi, persahabatan tanpa adanya tanggung jawab untuk menikah, status dan prestasi, sosialisasi,
memperoleh pengalaman dan kepuasan seksual, memilih teman hidup dan mendapatkan
keintiman. Sementara kegiatan pacaran pada penelitian ini dlkelompokkan menjadi kegiatan
bersama hanya dengan pasangan, kegiatan bersama pasangan dalam kelompok dan
kegiatan yang mengarah pada tingkah Iaku seksual.
Masalah yang kemudian muncuI adalah pandangan orang tua yang berbeda terhadap
masalah pacaran ini. Penelitian Gunawan (1983) menunjukkan bahwa para ibu tidak setuju
jika remaja putri mereka yang berusia antara 12-15 tahun berpacaran. Sementara penelitian
Winarini (1980) mengemukakan bahwa masalah yang paling banyak dialami remaja dalam
hubungan heteroseksual adalah tidak punya pacar. Tema mengenai hubungan seksual ini
juga merupakan tema yang sering muncul dalam fantasi anak usia puber berdasarkan
penelitian Soegiharto (1986). Dari ketiga penelitian ini dapat dikatakan bahwa ibu umumnya
tidak setuju remaja putri mereka berpacaran sedangkan remaja ingin punya pacar. Mengingat
persepsi menentukan bagaimana individu harus menghadapi lingkungannya dan
mendefinisikan situasi yang ada maka perlu diketahui bagaimana persepsi ibu dan remaja
putri mengenai pacaran ini agar konflik-konflik yang mungkin timbul dapat dihindari. Yang
dimaksud dengan persepsi di sini adalah kategorisasi dan interpretasi terhadap suatu stimulus
yang dilakukan secara selektif oleh individu untuk memberi makna pada Iingkungannya.
Dengan demikian masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimanakah persepsi ibu dan
remaja putri usia 12-15 tahun terhadap tujuan dan bentuk tingkah Iaku pacaran yang
dilakukan oleh remaja putri usia 12-15 tahun ?
Penelitian ini bersifat deskriptif dan alat pengumpul data yang digunakan adalah
itemized rating scales unluk mengukur persepsi terhadap tujuan dan bentuk tingkah Iaku
pacaran pada 50 orang ibu dengan pendidikan minimal SLTA dan 50 orang remaja putri usia
12-15 tahun.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik ibu maupun remaja putri mempersepsi
tujuan pacaran dan remaja putri usia 12-15 tahun adalah untuk belajar mengenai aturan-
aturan sosial dan bagaimana berhubungan dengan orang lain. Di samping itu bagi remaja
putri kegiatan pacaran juga merupakan salah satu sarana bagi remaja putri untuk memenuhi
keinginan berada bersama-sama dengan Iawan jenis, menerima afeksi dan cinta,
mengembangkan keterbukaan, saling percaya dan saling menghargai. Ibu maupun remaja
putri tidak mempersepsi bahwa tujuan remaja putri usia 12-15 tahun berpacaran adalah untuk memilih teman hidup. Sementara itu baik ibu maupun remaja putri tidak mempersepsi
kegiatan bersama hanya dengan pasangan, kegiatan bersama pasangan dalam kelompok
dan kegiatan yang mengarah pada tingkah Iaku seksual sebagai bentuk tingkah laku pacaran
yang dilakukan oleh remaja putri usia 12-15 tahun. Hasil yang menarik adalah remaja putri
yang pernah punya pacar mempersepsi bahwa kegiatan hanya bersama dengan pasangan
dan kegiatan bersama pasangan dalam kelompok merupakan kegiatan remaja putri usia 12-
15 tahun pada waktu berpacaran sementara remaja putri yang belum pernah punya pacar
tidak mempersepsi demikian. Hasil Iain menunjukkan bahwa hampir semua ibu
mengemukakan bahwa putri mereka yang saat ini berusia antara 12-15 tahun belum punya
pacar dan hampir semua ibu tidak mengizinkan putri mereka tersebut untuk punya pacar saat
ini.
Sehubungan dengan hasil di atas hal-hal yang dapat disarankan adalah ibu dapat
lebih peka terhadap perilaku putrinya, khususnya yang berkaitan dengan hubungan pria dan
wanita serta membuka komunikasi dengan putrinya dan dapat menerima perasaan-perasaan
remaja tersebut sehingga remaja putri dapat memperoleh arahan untuk menghadapi berbagai
hal yang ditemuinya dalam menginjak masa remaja. Pendidikan seks yang benar dan orang
tua diharapkan dapat rnembantu individu Iebih siap untuk memasuki masa remaja. Untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dapat dilakukan penelitian Ianjutan mengenai tujuan dan
bentuk kegiatan pacaran yang dilakukan oleh remaja pada sampel yang Iebih Iuas sehingga
dapat diperoieh gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pacaran yang mereka
Iakukan."
1996
S2849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus. Friyanka H. D.
"Skripsi ini membahas tentang hubungan antara kekerasan dalam pacaran dan keterampilan sosial pada mahasiswa laki-laki. Subyek penelitian berjumlah 87 mahasiswa laki-laki berusia 19 sampai 25 tahun. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara frekuensi kekerasan yang dilakukan dalam pacaran dan keterampilan sosial, dengan nilai korelasi (r) sebesar 0.290 (p < 0.01). Kemudian, didapati juga hubungan negatif yang signifikan antara frekuensi kekerasan yang dialami dalam pacaran dan keterampilan sosial, dengan nilai korelasi (r) sebesar 0.219 (p < 0.05). Dimensi - dimensi keterampilan sosial yang paling berkontribusi dalam kekerasan adalah emotional control dan social control.

The focus on this study is whether there is correlation between dating violence and social skills in male university students. Subjects were 87 male university students with age ranging from 19 to 25. This is a quantitative study with correlational design. The result of this study suggested that perpetration of dating violence have significantly negative correlation with social skills, in which r = 0.290 (p < 0.01). There is also found significantly negative correlation between victimization of dating violence and social skills, in which r = 0.219 (p < 0.05). Finally, the dimensions of social skills which have the biggest contribution to dating violence are emotional control and social control."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Vanescy Fianny
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh kepercayaan terhadap kepuasan hubungan pacaran jarak jauh pada dewasa muda. Pengukuran kepercayaan menggunakan alat ukur trust scale (Rempel, Holmes, dan Zanna, 1985) dan pengukuran kepuasan hubungan menggunakan alat ukur Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Partisipan berjumlah 60 dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh antar negara.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh kepercayaan yang signifikan terhadap kepuasan hubungan pacaran jarak jauh pada dewasa muda (r2 = 0.396; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, peningkatan kepercayaan akan menyebabkan peningkatan kepuasan hubungan pacaran jarak jauh pada dewasa muda.

This research was conducted to find the effect of trust towards satisfaction in long distance dating relationships among young adults. Trust was measured using trust scale (Rempel, Holmes, dan Zanna, 1985) and relationship satisfaction was measured using Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The participants of this research are 60 young adults in long distance dating relationship across countries.
The main results of this research show that trust significantly effect towards satisfaction in long distance dating relationships among young adults (r2 = 0.369; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, increased trust in one’s partner, will lead to increased satisfaction in long distance dating relationships among young adults.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Hanif Maulida
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran disclosure sebagai mediator dalam hubungan antara status hubungan dan subjective well-being, dengan menggunakan metode kuantitatif. Partisipan yang mengikuti penelitian ini terdiri dari 314 individu yang berusia 18- 25 tahun, menggunakan aplikasi kencan daring dalam enam bulan terakhir, atau bertemu dengan teman atau pasangan melalui aplikasi kencan daring atau jaringan sosial, dengan partisipan perempuan berjumlah 189 (60,2%). Pengukurun self-disclosure dilakukan dengan menggunakan Self-Disclosure Index (SDI), sementara subjective well-being diukur berdasarkan skor. The Satisfaction With Life Scale Positive and Negative Affect Schedule(PANAS) yang dijumlahkan menjadi satu skor subjective well-being yang sudah terstandarisasi. Hasil analisis dengan teknik regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat peran mediasi self-disclosure dalam hubungan antara status hubungan dan subjective well-being. Perbedaan tingkat subjective well-being yang ditemukan antara kelompok status lajang dan berkencan signifikan dimediasi dengan self-disclosure indirect effect  = [0,914, - 5,005]). Perbedaan tingkat subjective well-being yang ditemukan antara kelompok status lajang dan berpasangan juga signifikan demediasi dengan  self- disclosure  CI = [1,833, - 8,056]).

ABSTRACT
This study aims to determine the role of self-disclosure as a mediator in the relationship between relationship status and subjective well-being, using quantitative methods. Participants who participated in the study consisted of 314 individuals aged 18-25 years, has used an online dating application in the last six months or had met a friend or partner through an online dating or social networking application, with a total of 189 (60.2%) female participants. Self-disclosure was measured by using the Self-Disclosure Index (SDI), while subjective well-being was measured based on the scores of The Satisfaction With Life Scale (SWLS) and Positive and Negative Affect Schedule (PANAS), which were then summed up to create standardized subjective well-being scores (t-score). Results using linear multiple regression statistical analysis indicated that there is a mediating role of self-disclosure in the relationship between relationship status and subjective well-being. Differences in the levels of subjective well-being found between single and mingle individuals were significantly mediated by self- disclosure (indirect effect = 2.68, SE = 1.041, CI = [0.914, - 5.005]). Differences in the levels of subjective well-being found between single and partnered individuals were also significantly mediated by self-disclosure (indirect effect = 4.75, SE = 1.598, CI = [1,833, - 8,056])."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Tania Amarilis Amry
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah motif berkorban mendekat memediasi hubungan komitmen dan kepatuhan seksual pada perempuan dewasa muda yang sedang dalam hubungan romantis dengan lawan jenis. Penelitian ini menggunakan alat ukur The Investment Model Scale untuk mengukur tingkat komitmen yang dikembangkan oleh Rusbult, Martz, dan Agnew, 1998. Motives of Sacrifice oleh Impett, Gable, dan Peplau 2005 digunakan untuk mengukur motif berkorban mendekat. Pengukuran kepatuhan seksual diukur menggunakan alat ukur Sexual Compliance Scale yang dikembangkan oleh Impett dan Peplau 2002.
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 235 perempuan berusia 20-40 tahun M= 22,22; SD= 2,434 yang sedang berada dalam hubungan romantis heteroseksual. Hasil analisis mediasi yang dilakukan menggunakan PROCESS HAYES versi 21 menunjukkan bahwa motif berkorban mendekat memediasi hubungan antara komitmen dan kepatuhan seksual, di mana komitmen memengaruhi seseorang untuk berkorban dengan motif menjauh, dan motif mendekat membuat individu melakukan kepatuhan seksual.

The purpose of this study is to examine the role of approach motives of sacrifice as mediator in the relationship between commitment and sexual compliance on young adult women in a heterosexual relationship. The Investment Model Scale is used to measure the level of commitment Rusbult, Martz, Agnew, 1998. Approach motives of sacrifice was measured by Motives of Sacrifice Impett, Gable, Peplau, 2005 and for sexual compliance were measured using Sexual Compliance Scale developed by Impett and Peplau 2002.
The partisipant of this study were 235 women in a romantic relationship heterosexual , with a mean age M 22,22 SD 2,434. Analysis mediation conducted using PROCESS HAYES version 21 revealed that approach motive of sacrifice mediated the relationship between commitment and sexual compliance, in which commitment increases the tendency of using approach motive of sacrifice, which in turn increases sexual compliance.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>