Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111693 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victor Nagaputra
"ABSTRAK
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Sistem terbuka dalam Buku III KUHPer berarti bahwa
masyarakat dapat membuat perjanjian mengenai apapun, dan perjanjian itu akan mengikat para pihak secara hukum. Dalam suatu perjanjian biasanya diatur mengenai hak dan kewajiban dari para pihak. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka ia dikatakan telah melakukan wanprestasi dan pihak lainnya dapat menuntut ganti kerugian. Salah satu contoh perjanjian yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah jual beli, khususnya jual beli tanah. Jual beli tanah di Indonesia masih belum mempunyai pengaturan yang tegas, sehingga masih banyak terjadi jual beli tanah yang belum memenuhi syarat-syarat materiil dan formil. Tesis ini membahas tentang penetapan wanprestasi terhadap tergugat oleh pengadilan sebagai akibat dari kelalaian yang dilakukan oleh kedua pihak. Selain itu, tesis ini juga membahas mengenai keabsahan jual beli tanah yang dilakukan tanpa adanya akta PPAT, dimana hal ini menjadi awal sebab diajukannya gugatan ke pengadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan tipologi eksplanatoris. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa untuk dapat menentukan seseorang melakukan wanprestasi, perlu terlebih dahulu ditentukan jenis wanprestasi apa yang telah dilakukan, dan waktu terjadinya wanprestasi. Apabila dalam perjanjian tidak ditentukan waktu pemenuhan prestasi, maka seseorang hanya dapat dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi sebanyak tiga kali. Selain itu, wanprestasi hanya terjadi apabila salah satu pihak lalai dalam memenuhi prestasinya. Apabila kedua pihak sama-sama melakukan kelalaian, maka pihak yang satu tidak dapat mengatakan pihak lainnya melakukan wanprestasi. Hal ini disebut dengan exceptio non adimpleti contractus. Jual beli tanah yang dilakukan tanpa di hadapan PPAT adalah sah sepanjang syarat materiil telah terpenuhi.
Syarat materiil berkaitan dengan keabsahan jual beli, sedangkan syarat formil
berkaitan dengan pembuktian dan pendaftaran peralihan hak. Meskipun jual beli tanahnya tetap sah, akan tetapi apabila syarat formil tidak dipenuhi, hal ini dapat membawa kesulitan bagi pembeli di kemudian hari, karena peralihan haknya tidak dapat didaftarkan, dan sertipikat tanahnya masih atas nama penjual.

ABSTRACT
An agreement acts as a law to every parties involved in making it. Indonesian
Law of Contract has an open system, which means that anybody can make any
kind of deals or agreements, and those agreements will lawfully bind them. Terms of a contract usually consists of rights and deeds of both parties involved. If a party fails to do his deed, then it is said that he has defaulted, and the other party can claim for compensation. One of the most common agreement that can be seen in our daily life is Sale agreement, specifically Land Sale Agreement. Indonesia doesn't have a strict and concrete rule for Land Sale yet, so there are still many Land Sale Agreements that happen without the fulfilling the requirements or conditions for Land Sale. This thesis reviews a default by court order as a result of an oversight by both parties in an agreement. This thesis also reviews the legality of a Land Sale that is done without the Sale Deed by PPAT, which is the cause of the petition to court. The method for making this thesis is literature research. The result of this research reveals that to declare someone as default, we must first decide the type of default, and the time when it happens. If the contract or agreement doesn?t have the specific deadline to do the deed, then a party can only be declared as default if he has been given warning or sommation thrice. Besides, a default can only happen if a party fails to do his deed, whether by intention or not. If neither parties fulfill their deeds, then one can?t declare the other as default.
In Law of Contract, this is called exceptio non adimpleti contractus. Land Sale
that is done without a deed from PPAT is legal, as long as the material
requirements are met. The material requirements decide the legality of the sale, while the formal requirements are for proving and registering the sale. Though the sale is legal, if the formal requirements are not met, it can cause some problems and difficulties to the buyer in the future, because the sale can't be registered, and the Land Deed will still have the seller's name in it."
2016
T46192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renhard
"Skripsi ini membahas tentang sengketa jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan dengan perjanjian jual beli dibawah tangan. Di dalamnya akan dibahas mengenaikeabsahan dan kekuatan mengikat dari suatu perjanjian jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan dengan perjanjian jual beli dibawah tangan. Selain itu, dalam skripsi ini juga akan dibahas bagaimana suatu dalil perbuatan melawan hukum dapat digunakan untuk mengajukan gugatan terhadap sengketa yang lahir karena suatu perjanjian dimana dalam hal ini diterapkan pada sengketa jual beli tanah dan bangunan. Untuk lebih memahami penerapan gugatan perbuatan melawan hukum ini, maka akan dianalisa putusan dari sengketa jual beli tanah dan bangunan yang digugat dengan perbuatan melawan hukum. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian dengan lebih mengutamakan data sekunder, khususnya terhadap bahan hukum primer berupa putusan pengadilan.

This thesis discusses the dispute over private deed on the sale and purchase of land and buildings agreement. In thesis will be discussed regarding the validity and binding force of a contract of private deed on sale and purchase of land and buildings agreement. Moreover, this thesis will also discuss how a proposition of unlawful act can be used to file a lawsuit against the dispute, which was born as an agreement where in this case applied to disputes on sale and puchase of land and buildings. To better understand the application of this unlawful act suit is by analyzing the court decision on sale and purchase of land and buildings disputes which sued by the unlawful act suit. This research is a juridical-normative that prioritize research with secondary data, especially on prime legal materials in the form of a court decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Elizabeth Taruli Lestari
"ABSTRAK
Pembeli lelang yang telah memenuhi prosedur lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan seyogianya dilindungi oleh hukum. Namun, ternyata terdapat putusan yang mengalahkan pembeli lelang karena sertifikat hak milik yang dijadikan objek lelang seharusnya dimusnahkan oleh kantor pertanahan. Terhadap tanah yang sama telah muncul dua sertifikat berbeda yang masing-masing didapatkan melalui jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan melalui mekanisme lelang. Tesis ini akan membahas mengenai bagaimanakah perlindungan pembeli lelang yang telah memenuhi prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta perlindungan hukum bagi kreditor yang telah menerima pembayaran dari pembeli lelang dalam dalam perkara Nomor 300 PK/Pdt/2009. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari kepustakaan. Dari pembahasan tesis ini, pembeli lelang dilindungi dengan cara mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pihak yang menerima pembayaran lelang melalui pengadilan negeri. Dalam kasus ini, kreditor tidak mendapatkan perlindungan. Untuk itu, ia dapat mengajukan gugatan ganti kerugian kepada kantor pertanahan terkait akibat timbulnya sertifikat ganda.

ABSTRACT
An auction purchaser who has complied with the auction procedure in accordance with the laws and regulations should be protected by law. However, there was a verdict which defeated the auction purchaser because of title certificate of the auction object should be destroyed by the land office. Over the same plot of land, there were two different certificates, each of it obtained through a land sale drawn up up before a Land Deed Official PPAT and another one obtained through the auction. This thesis discusses on how the protection of the auction purchaser where the auction conducted in accordance with prevailing laws and regulations as well as legal protection for a creditor who has been received the payment from the auction purchaser in Case Number 300 PK Pdt 2009. The method of this research is normative judicial method with the type of explanatory research using secondary data obtained from the literature. From the discussion of this thesis, the purchaser can be protected by way of filing a compensation claim to Denpasar District Court addressed to the creditor who has been received the auction payment. In this case, no legal protection given to the creditor and accordingly, they can file a compensation claim to the relevant land office because of the existence of double certificates issued caused by their action negligence."
2017
T47632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendys Cynthia Ganis
"Tesis ini membahas mengenai pembatalan akta jual beli tanah karena terdapat pemalsuan data dari para pihak dan adanya pihak yang bukan sebenarnya yang dihadirkan dalam pembuatan akta jual beli tanah. Dalam pembuatan akta jual beli tanah tertanggal 5 Mei 2011 Nomor 48/2011 yang dibuat dihadapan Tergugat II selaku PPAT dilakukan tanpa menghadirkan pemilik tanah yang sesungguhnya dan menghadirkan pihak yang bertindak seolah-seolah menjadi pihak penjual. Bagaimanakah akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh PPAT dalam hal terdapat pemalsuan data dari para pihak dan adanya pihak yang bukan sebenarnya yang dihadirkan dalam pembuatan akta jual beli tanah. Serta bagaimanakah tanggung jawab PPAT terhadap Akta yang dibuatnya yang dibatalkan oleh Pengadilan. Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif. Metode ini digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian berdasarkan asas-asas hukum, dan hukum positif yang mengatur permasalahan dalam penelitian ini serta teori-teori pendukung lainnya.
Hasil penelitian dari tesis ini adalah akibat hukum dari pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT menurut peraturan serta tidak memenuhi syarat sah dari perjanjian jual beli dapat mengakibatkan akta tersebut batal. Pada Akta Jual Beli Tanah Nomor 48 Tahun 2011 yang dibuat oleh Tergugat II tidak memenuhi syarat, baik syarat jual beli tanah maupun syarat sah dari perjanjian itu sendiri. PPAT bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya. Pada Putusan Nomor 535/PDT.G/2016/PN.Jkt.tim, dikatakan bahwa Tergugat II melakukan tindakan perbuatan melawan hukum. Tergugat II selaku PPAT pada dasarnya tidak mempunyai kewajiban untuk memeriksa kebenaran yang sesungguhnya atas keterangan dari para pihak yang menghadapnya. Terlepas dari keterangan tersebut benar, salah ataupun ada hal-hal yang disembunyikan, PPAT tidak harus menjadi penanggung atas keterangan yang diberikan oleh para pihak karena tanggung jawab PPAT hanya terbatas pada aspek formil, yakni segala sesuatu yang diterangkan oleh para penghadap dan dokumen-dokumen yang diperlihatkan kepadanya.

This thesis discusses the annulment of land sales and purchase deeds due to falsification of data produced by the parties involved and the presence of a figure presented in the making of the land sales and purchase deed. In the making of the sale and purchase deed Number 48 2011 dated 5 May 2011 made in the presence of the 2nd Defendant as the Land Deed Official without the presence of the official land owner, but with a figure acting as the seller. What are the legal ramifications of deeds made by Land Deed Officials in terms of data falsification by the parties involved and the presence of a figure presented in the making of the land sales and purchase deed. Moreover, how are Land Deed Officials made accountable with regards to Deeds made that are annulled by Court. The research method used in the writing of this thesis is the normative juridical approach. This method was used to answer the problems presented in the research based on law principles and legal positivism, which directs the problems in this research, and other supporting theories.
The result of this thesis finds that the legal ramification of making a deed that is not in accordance with the legal procedure of making a deed by a Land Deed Official and does not meet the legal requirements of a sale and purchase agreement is the annulment of the deed. Deed Number 48 Year 2011 made by the 2nd Defendant does not meet requirements, neither the requirement for the sale and purchase of land nor the requirement for the agreement itself to be valid. A Land Deed Official is accountable for the deed that he she makes. Verdict No. 535 PDT.G 2016 PN.JKT.TIM declares that the 2nd Defendant has acted against the law. The 2nd Defendant as the Land Deed Official in principle has no obligation to verify the legitimacy of the information provided by the parties involved. Regardless of the legitimacy of the information, whether it is correct, incorrect, or there are things that are concealed, the Land Deed Official does not have to be held accountable for the information provided by the parties involved because the responsibility of the Land Deed Official is only limited to the formal aspects, which is everything informed by the parties involved and the documents shown to the Official."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romadonita
"Menurut hukum positif kita jual beli harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan hanya jual beli dengan akta yang dibuat oleh PPAT saja yang dapat dipakai untuk pendaftaran di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah (pasal 19 PP Nomor 10/1961 jo PP No 24/1997). Dalam praktek sebelum dilakukan jual beli tanah penjual dan pembeli membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dihadapan Notaris. PPJB adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas. PPJB tanah lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang- undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Didalam PPJB biasanya penjual memberikan kuasa kepada pembeli, untuk pemberian kuasa disini hanya meliputi tindakan pengurusan saja, sehingga artinya disini tidak dibenarkan pemberian kuasa yang mengakibatkan pemegang kuasa dapat menjalankan segala tindakan pemilikan dan tindakan pengurusan. Kuasa tersebut bisanya digunakan apabila penjual tidak dapat hadir dalam penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) sehingga pembeli bertindak pula sebagai penjual untuk menandatangani AJB tersebut. Dalam pemberian kuasa ini banyak ditemui penjual memberi kuasa yang tidk dapat dicabut kembali atau biasa disebut kuasa mutlak. Pemberian kuasa mutlak tersebut dalam prakteknya menimbulkan masalah sengketa tanah.

According to the sale and purchase of our positive law must be carried out in the presence of a Land Deed Official and only with the purchase made by Land Deed Official that can be used for registration in the Land Registry section of the Land Office (Article 19 Law No. 10/1961 and PP 24/1997). In practice prior to the sale and purchase of land sellers and buyers make the Sale and Purchase Agreement before Notary. Sale and Purchase Agreement is an agreement that serves as a preliminary agreements that in the free shape. Sale and Purchase Agreement born as a result of inhibition or the presence of certain requirements set by the laws relating to the sale and purchase of land rights are ultimately somewhat inhibit the settlement of transactions in the sale and purchase of land rights. These requirements exist born of legislation that exist and some are arising as agreed by the parties that will make buying and selling land rights. In Sale and Purchase Agreement usually authorizes the seller to the buyer, to the provision of power here only covers acts of management course, so that means here is not justified authorization may result in the holder of the power to run all actions and acts of management ownership. Authorization is usually used if the seller can not be present at the signing of the Sale and Purchase Agreements so that the buyer acts as well as the seller to sign the Sale and Purchase Agreements. In granting this authority authorizes many sellers found that none were revocable or so-called absolute power. Giving the absolute power to cause problems in practice land disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armitha Viradilla
"Notaris dalam kewenangannya untuk membuat suatu akta pernyataan keputusan rapat, wajib secara saksama meneliti kesesuaian baik keterangan maupun dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar pembuatan akta dengan ketentuan perundang-undangan, agar akta tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak, notaris maupun pihak ketiga. Seperti dalam kasus yang diteliti pada tesis ini, di mana akta pernyataan keputusan rapat pembina yayasan yang dibuat notaris dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum oleh putusan pengadilan, karena undangan rapat pembina tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan mata acara yang dibahas, dan tidak berwenangnya rapat pembina tersebut untuk memberhentikan ketua pembina dari jabatannya. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini meliputi keabsahan pelaksanaan rapat pembina yayasan yang undangannya tidak sesuai dengan mata acara rapat, dan akibat hukum terhadap akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat berdasarkan rapat pembina tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif dengan tipe eksplanatoris. Hasil penelitian tesis ini menyimpulkan bahwa undangan rapat telah sesuai dengan mata acara rapat dan pelaksanaan rapat pembina yayasan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka hasil keputusan rapat tersebut adalah sah, sehingga seharusnya tidak menimbulkan akibat hukum yaitu batal demi hukum terhadap akta notaris yang dibuat berdasarkan rapat tersebut. Saran dalam tesis ini yaitu notaris sebelum membuatkan akta pernyataan keputusan rapat, seharusnya dapat memberikan penyuluhan hukum dan secara saksama memastikan dengan para pihak terkait isi keputusan agar tidak terjadi perbedaan kehendak yang dapat berujung pada masalah hukum yang dapat terjadi dikemudian hari yang akan berdampak pada para pihak maupun nama baik notaris itu sendiri.

A notary under the authority to make a deed of meeting decision, is obliged to examine whether the information and documents used as the basis for making the deed is already in accordance with the provisions of the law, so that the deed will not cause issues to the parties, the notary itself as well as the third parties. As in the case studied in this thesis, the deed of the decision of foundation trustees meeting made by the notary is declared invalid and has no legal force by a court decision, because the invitation to the meeting of trustees is declared not in accordance with the discussed agenda, and the meeting of trustees has no authority to dismiss the chairman of the trustees from the position. The issues discussed in this thesis are regarding the validity of the foundation trustees meeting which the invitation is not in accordance with the agenda of the meeting, and the legal consequences of the deed of meeting decisions made based on the trustees meeting. The research method used in this thesis is normative juridical with explanatory research type. The result of this research concludes that the meeting invitation is in accordance with the meeting agenda and the foundation trustees meeting held were in accordance with the statutory provisions, which leading to a result of the meeting's decision is valid, so it should not cause legal consequences against the notary deed made based on the meeting. The suggestion in this thesis is that a Notary should be able to provide legal counselling and carefully ensure with the parties related to the content of the decision, before making a deed of meeting decision, so that there are no differences of will that can lead to legal problems that can occur in the future which will have an impact on the parties and the reputation of the Notary itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Josen Saputra
"Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat umum di bidang pertanahan seringkali bertindak lalai baik disengaja maupun tidak disengaja di dalam pembuatan akta sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam akta. Dari Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 60/PDT.G/2018/Pn.Ptk diangkat dua permasalahan yaitu tentang kekuatan hukum atas akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak dan pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptip analitis. Dari hasil analisi dapat ditarik simpulan bahwa kekuatan hukum dari akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sebagai para pihak dalam jual beli tanah yang merupakan objek waris adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materiil dalam syarat sah jual beli tanah menurut yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 123/K/Sip/1970. Mengenai pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah atas perbuatan yang merugikan para pihak dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata dan pertanggungjawaban secara adminitrasi.

The Land Deed Official (PPAT) which act as the acting official on land establishment effort could be negligent on his/her duty which could potentially causes major losses for all party involved on the land deed establishment. According to a court ruling by the court of Pontinak, number 60/PDT.G/2018/Pn Ptk, which stated that there are two sets of problems regarding the legal standing of the Sales and Purchase Agreement (AJB) made by a Land Deed Official which does not include all legal heir within the party involved on a land deed establishment, as well as the accountability of said Land Deed Official which does not include all legal heir(s) within the party involved on a land deed establishment. The method used for the Thesis Study is the Juridical Normative Research method that focused on the use of secondary data, while the format used for this research would be the Analytically Descriptive Research. The result of the study concludes that the legal standing of the Sales and Purchase Agreement that does not include all legal heir(s) within the party involved during a sale and purchase of a land which is an object of an inheritance is considered void by the law due to lack of valid requirement of sales and purchase of land, according to jurisprudence of the Supreme Court number. 123/K/Sip/1970. Regarding the accountability of the Land Deed Official that causes detrimental losses on his/her duty shall be held accountable both through civil law or administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Nur Fajri
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam jabatannya seringkali membuat Akta Jual Beli Tanah (AJB) berdasarkan keterangan palsu yang diberikan oleh para penghadap. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kasus dalam Putusan Nomor 226/Pid.B/2018/PN.DPK. PPAT dalam putusan tersebut diketahui membuat surat pernyataan yang berisi jaminan keterangan dan ditandatangani oleh para pihak, karena penghadap tidak dapat menunjukan identitas asli. Masalah yang dibahas dalam tesis ini adalah pelaksanaan prinsip kehati-hatian oleh PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli Tanah serta implikasi hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang dibuat berdasarkan keterangan palsu serta tanggung jawab PPAT yang membuat akta tersebut. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan.
Hasil analisis dari masalah yang diteliti adalah pelaksanaan prinsip kehati-hatian oleh PPAT dalam pembuatan AJB dilakukan dengan cara memeriksa kebenaran data formil sesuai ketentuan dalam Perkaban Nomor 1 Tahun 2006. Implikasi hukum AJB yang dibuat berdasarkan keterangan palsu adalah batal demi hukum, pihak yang berkepentingan harus meminta pembatalan akta ke pengadilan, dan terhadap PPAT yang membuat akta tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara, sanksi perdata berupa ganti rugi, dan atau saksi pidana.
Saran atas penelitian ini adalah PPAT harus selalu menerapkan prinsip kehatihatian yang berpedoman kepada ketentuan Pasal 53 dan 54 Perkaban Nomor 1 Tahun 2006 dan Badan Pertanahan Nasional serta pihak terkait harus memaksimalkan perlindungan kepada pemegang sertipikat tanah agar jual beli tanah dengan menggunakan sertipikat palsu tidak dapat terjadi.

Land Deed Official (PPAT) often makes the Land Buy and Sell Deed based on fake information provided by the parties. This is as it happens in the case in verdict number 226/Pid. B/2018/PN. DPK. PPAT at that case making the land sale and purchase deed after made a guarantee letter of information provided by the parties and signed by the parties because they can not show their original ID Card. This thesis discusses the implementation of prudence principles by PPAT in the making of land sale and purchase deed as well as the legal implications of the land buy and sell deed which is made based on fake information and to PPAT which makes it. This research using normative juridical with data collection techniques through literature study.
The results of this research is the implementation of the precautionary principle by PPAT in making AJB done by examining the correctness of formal data in accordance with the Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 year 2006. The legal implications of land sale and purchase deed made based on fake information is null and void, the interested party must request the cancellation of the deed to court, and to the PPAT which makes such deed may be subject to administrative sanctions in the form of temporary termination, civil sanctions in the form of damages, and/or criminal witnesses.
The advice for this research are PPAT should always apply the precautionary principles that are guided by article 53 and 54 in Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 year 2006 and the National Land Agency and related parties shall maximize the protection of landslide holders so that buying and selling of land using fake land certificate is not possible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Clara Laurika Asfin Ronisinta
"Tesis ini membahas mengenai keabsahan akta jual beli yang belum sempurna dan dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dimana terdapat bagian yang dikosongkan yaitu pada bagian objek jual beli. Pokok permasalahan dalam kasus ini membahas tentang keabsahan akta jual beli yang belum sempurna dan ditandatangani para pihak dan bagaimana pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta tersebut berkenaan dengan prinsip/asas kehati-hatian dalam membuat akta. Metode penelitian yang bersifat yuridis normatif, tipologi penelitiannya bersifat deskriptif analitis, jenis data yang digunakan merupakan data sekunder, dan teknik analisis datanya secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan, bahwa akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tersebut tidaklah sah dan batal demi hukum karena memenuhi syarat akta dapat dibatalkan yaitu  tidak terpenuhinya syarat objektif dan syarat formil, serta adanya cacat kehendak dalam pembuatan aktanya, dan bentuk pertanggungjawaban PPAT apabila tidak memenuhi prinsip/asas kehati-hatian dalam membuat akta akan dikenakan sanksi yang berupa sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana.

This thesis discusses the frequency of Official Certifier of Title Deeds, hereinafter referred to as PPAT, which are often exposed to legal cases because of their lack of prudence in carrying out their duties and positions, especially in making an authentic deed. The main subject in the case discusses the validity of the deemed incomplete sale and purchase agreement signed by the parties as well as the accountability of the Land Drafting Officer who made the deed with respect to the principle of prudence in making typology of analytical descriptive research, and qualitative data analysis techniques. Based on the result of the study, it can be concluded, that the notarial sale and purchase agreement made by the PPAT is not valid because there are requirements that are not fulfilled, that is subjective conditions and formal conditions, and the form of accountability of PPAT if it does nit meet the principles or principle of prudence in making the deed will be subject to sanctions in the form of administrative sanctions, civil sanctions, and criminal sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffani Cicilia
"Meningkatnya dinamika dan mobilitas masyarakat yang terus berkembang pada saat ini, mengakibatkan seseorang tidak dapat mengurus sendiri segala kepentingannya. Salah satu jalan keluar yaitu dengan adanya pemberian kuasa kepada pihak lain. Melalui kuasa ini, seseorang dapat diwakili oleh orang lain dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Hal mewakili dewasa ini dianggap sudah lumrah dilakukan. Pengaturan mengenai kuasa saat ini terdapat dalam pasal 1792 sampai dengan pasal 1819 KUHPerdata. Dalam beberapa pasal tersebut, mengatur mengenai pemberian kuasa hingga bagaimana suatu kuasa dapat berakhir. Dalam pasal 1813 KUHPerdata memberikan salah satu ketentuan berakhirnya kuasa yaitu dengan meninggalnya pihak pemberi kuasa maupun penerima kuasa. Dalam kasus yang dibahas oleh Penulis, pemberi kuasa dalam hal ini terdiri dari 3 (tiga) orang ahli waris dan penerima kuasa adalah seorang ahli waris lainnya. Pemberian kuasa ini melalui akta notaris yang bertujuan untuk menjual sebidang tanah warisan yang dimiliki bersama sama oleh para pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa. Dalam perkembangannya beberapa pemberi kuasa meninggal dunia dan penerima kuasa baru melakukan jual beli setelah beberapa pemberi kuasa tersebut meninggal. Menurut penulis, akta kuasa untuk menjual ini batal demi hukum karena berdasarkan ketentuan pasal 1813 KUHPerdata dengan meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian pemberian kuasa, mengakibatkan berakhirnya kuasa. Selain itu, seluruh tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa setelah akta kuasa berakhir juga menjadi batal demi hukum, karena dianggap tidak ada alas hukum untuk melakukan tindakan penguasaan lagi.

Dynamics and mobility of society are always increased at nowdays, it give the result in a person can not take care themselves for all their needs. One way out is with the delegation of authority to another party. Through this power, a person can be represented by another person in performing a legal act. Representing another person authority for nowdays is commonplace. The regulation of the power contained in article 1792 to article 1819 of the Civil Code. In some article, the regulation provide the ends of power of attorney. In article 1813 of the Civil Code said that a mandate shall terminate as follows due to death either the mandator or the mandatary. In this case, the mandator are consists of 3 ( three ) persons heirs and the mandatary is one of the heirs too . This power made by a notarial deed which aims to sell a plot of inheritance land and shared equally for all the parties. The following years, 2 (two) persons of mandator was died and the mandatary recently sold that inheritance land after the death of mandator. According to the authors opinion , power to sell the deed is null and void because it is based on the provisions of Article 1813 of the Civil Code said that a mandate shall terminate as follows due to death either the mandator or the mandatary . In another way, all legal actions undertaken base of authorized certificate authority after ending also null and void, because there is no legal base for that action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>