Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7060 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sean Popo Hardi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas masalah pewarisan tradisi lisan upacara kuhi seko pada masyarakat Kerinci. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dan sebagian besar data diperoleh dari lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi partisipan, wawancara dan transkripsi. Data pendukung diperoleh melalui studi pustaka. Hasil penelitian ditulis dengan cara ldquo;thick deskripsi rdquo;. Struktur upacara kuhi seko terdiri dari mendingin sebagai pembuka. Paropatoh iyo-iyo, tari iyo-iyo dan brencek merupakan isi upacara. Adapun ico pake adat merupakan penutup upacara. Bagi masyarakat Kerinci, upacara kuhi seko berfungsi sebagai alat pendidikan, alat pengawasan, pengesahan lembaga adat dan hiburan. Pewarisan upacara kuhi seko adalah pewarisan secara langsung maupun tidak langsung. Pewarisan secara langsung yaitu berdasarkan keturunan ibu matrilineal terdapat dalam teks mendingin. Pewarisan secara tidak langsung terdapat dalam teks tari iyo-iyo dan brencek.

ABSTRACT
This study attempted to answer an issue toward the inheritance of the oral tradition of kuhi seko ceremony in Kerinci community. This study use qualitative methods with the grounded theory approach, and most of the data obtained from the field. The data were collected by participant observation and interview. The supporting data were gathered from a literature review. The data were then transcribed, analyzed, described, and interpreted comprehensively. The result of the study was written by using a ldquo thick description rdquo . The structure of the ceremony of kuhi seko consists of mendingin as the oppening. Paropatoh iyo iyo, iyo iyo dance and brencek are the content of the ceremony, while ico pake adat is the closing of the ceremony. People in Kerinci believe that kuhi seko ceremony has a purpose as an educational tool, a monitoring tool, a validation traditional institutions and entertainment. The inherintance of kuhi seko ceremony is a direct and an indirect inheritance. A direct inheritance is based on maternal lineage which contained in text of mendingin, where as an indirect inherintance enclosed in the text of iyo iyo dance and brencek."
2016
T46581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Anggun Sari
"
ABSTRACT
The research was held from December 2010 up to February 2011 in Kerinci District, Jambi Province. The data collecting was doing by interview, direct observation, participation, and vegetation analysis in the field. The result shows that local community group the unit of land use in their area into 10, those are sawah or sawauh (rice fields), batang ayik or bati ayay (rivers), dusun or neghiw (villages), pelak or kandaw or cuguk (fields of vegetables and annual crops around the village), ladang pnanam mudo (annuals and vegetables crops fields), ladang pnanam tuo (complex agroforestry fields), bluka mudo (young secondary forest), bluka tuo (old secondary forest), imbo adat or imbew adaik (customary forest), and imbo lengang or imbew suwaw or imbo gano (primary forest). The people take multiple use strategy in using land and resources around them to complete their daily needs. Dual economy system makes them able to deal with the differences of ecological, social economy, cultural conditions, and the pressure of population growth. The social activity concerned with environmental antrophisation creates heterogeneity of ecosystem with the differences of floristic compositions and structures"
2011
T28561
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Denny Sulistyo Adji
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rifa`ati Hanifah
"Jurnal ini membahas mengenai akulturasi upacara kematian masyarakat Cina Benteng di Tangerang, Banten. Masyarakat Cina Benteng adalah orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di wilayah Tangerang, Banten. Nama Cina Benteng berasal dari kata ldquo;Benteng rdquo;, nama lama kota Tangerang. Kata ldquo;Benteng rdquo; dalam istilah Cina Benteng mengacu pada Benteng Makassar, yang terletak disisi timur sungai Cisadane.
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara lengkap bagaimana ritual upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa dan menjelaskan bagaimana ritual upacara kematian masyarakat Cina Benteng yang telah mengalami akulturasi dengan budaya masyarakat setempat di Tangerang, Banten. Selain itu, juga untuk menunjukan bagaimana upacara kematian menjadi salah satu titik temu antara dua budaya yang berbeda dan melihat sejauh mana budaya tradisional masih mempengaruhi budaya yang sudah terakulturasi melalui upacara kematian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upacara kematian masyarakat Cina Benteng telah terakulturasi dengan budaya upacara kematian masyarakat Non- Cina Benteng di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam upacara kematian Cina Benteng terdapat beberapa bagian yang berbeda dari upacara kematian masyarakat tradisional Tionghoa. Upacara kematian masyarakat Cina Benteng lebih sederhana dalam pelaksanaannya. Selain itu, akulturasi kematian masyarakat Cina Benteng terjadi karena adanya pergeseran zaman dan pergeseran budaya.

This journal talks about the acculturation of the death ceremony of Chinese Benteng community in Tangerang, Banten. Chinese Benteng are people of Chinese descentdant who live in Tangerang, Banten. The name of Chinese Benteng comes from the word ldquo;Benteng rdquo; means ldquo;Fort rdquo; , which is the old name of city of Tangerang. The word Benteng in the term of Chinese Benteng refers to Benteng of Makassar Makassar Fort , which lies on the east side of the Cisadane river.
The purpose of this research is to fully describe the death ceremony ritual of the Chinese Traditional community and the death ceremony ritual of Chinese Benteng people that has been acculturated with the culture of the local community in Tangerang, Banten. In addition, it shows how the death ceremony became the point of intersections between two different cultures and to what extent the traditional cultures still affect the culture that has been acculturated through the death ceremony. The method used in this research is qualitative method.
The result of this research shows that the death ceremony of Chinese Benteng community has been acculturated with the death ceremony of Non-Chinese Benteng community in Tangerang. Therefore, the death ceremony of Chinese Benteng is different in some parts from the death ceremony of traditional Chinese community. The death ceremony of the Chinese Benteng community is more simple in its implementation. In addition, the acculturation of death ceremony of Chinese Benteng community also occurred due to the changing of time and culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Shinta Sekarwigati
"Penelitian ini menjelaskan makna simbolis upacara Paningset dalam tiga golongan masyarakat Jawa di Yogyakarta. Dalam rangkaian upacara pernikahan adat Jawa, upacara Paningset merupakan simbolisasi ikatan kedua mempelai sebelum mereka melaksanakan ijab kabul pernikahan. Pada masyarakat di Yogyakarta hingga saat ini ketiga golongan masyarakat Jawa (priyayi, abangan, dan santri) masih melakukan upacara tersebut. Tentu bahwa di antara ketiganya terdapat perbedaan dalam aspek-aspek barang Paningset yang disampaikannya, termasuk urut-urutan penyerahannya. Namun bahwa dalam masing-masing golongan memiliki makna simbolis sesuai dengan orientasi budaya yang mereka anggap sebagai identitas budayanya. Untuk menjelaskan makna simbolis tersebut diperlukan satu teori yang berkaitan dengan nilai orientasi budaya. Menurut teori Kluckhohn ada lima hakikat nilai orientasi budaya yaitu hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia, hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, hakikat alam dan manusia, dan hakikat manusia dengan sesamanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pentingnya orientasi nilai budaya dalam srah-srahan di golongan priyayi, abangan, dan santri. Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol-simbol makna pada srah-srahan mempunyai makna bahwa masyarakat Jawa menganggap sangat penting melakukan ikatan-ikatan kekeluargaan yang disimbolisasikan melalui rangkaian upacara Paningset.

ABSTRACT
This study explains the symbolic meaning of the Paningset ceremony in the three classes of Javanese people in Yogyakarta. In a series of traditional Javanese wedding ceremonies, the Paningset ceremony is a symbol of the bond of the bride and groom before they carry out the marriage permit. To the people in Yogyakarta to date the three Javanese groups (priyayi, abangan, and santri) still carry out the ceremony. Of couse, that among three there are differences in the aspects of the pandandle goods that it presents. Including the order of submission. But that in each group has symbolic meaning in accordance with the cultural orientation that they consider to be a cultural identity. To explain the symbolic meaning needed a theory to the value of cultural orientation, according to Kluckhons theory there are five basic values of cultural orientation, namely the nature of human life, the nature of human work, the nature of human position in space and time, the nature of nature and humans, and humans, and the nature of humans with each other. This study aims to see the importance of cultural value orientation in srah-srahan in priyayi, abangan, and santri groups. The method used is field research with observation and interviews. The resultsof the study indicate that the meaning symbols in srah-srahan have the meaning that the Javanese people consider it very important to do family ties symbolized through a series of Paningset ceremony."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Daulat
"Kabuenga adalah tradisi lisan masyarakat Kapota Kabupaten Wakatobi. Tradisi kabuenga menggabungkan unsur nyanyian, tarian, dan nasehat pada saat pertunjukannya. Dalam perkembangannya, tradisi ini mengalami perubahan sesuai dengan perubahan sosial masyarakatnya. Kebertahanan kabuenga merupakan hasil dari adaptasi masyarakat tradisi terhadap perubahan sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan proses pewarisan dalam kabuenga. Penelitian ini menggunakan konsep dan teori perubahan sosial dan pewarisan, serta metode etnografi.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa proses pewarisan tradisi kabuenga pada masyarakat Kapota terjadi dalam dua kategori, yaitu pewarisan terbuka dan tertutup. Pewarisan terbuka yakni pewarisan dilakukan dalam pertunjukan dan pewarisan yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pewarisan tertutup dilakukan dalam lingkungan keluarga dan dilingkungan adat.

Kabuenga is the oral tradition of the community Kapota Wakatobi. Kabuenga tradition combines elements of singing, dancing, and the advice at the time of the show. During its development, this tradition has changed with social change society. Kabuenga survival is the result of the adaptation of tradition to social change. The purpose of this study is to describe the process of inheritance in kabuenga. This research uses the concepts and theories of social change and inheritance, as well as methods of ethnography.
The results of this study revealed that the process of inheriting tradition in society Kapota kabuenga occur in two categories, namely open and closed inheritance. Inheritance openly performed in the show, and doing by the government, then inheritance closely performed in the family and the customs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Israfyan Sofian
"Lariangi yang diajukan dalam penelitain ini adalah salah satu jenis kesenian berbentuk tari yang ada di Kec. Kaledupa Kab. Wakatobi Sulawesi Tenggara,. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap proses dan bentuk pewarisan lariangi pada masyarakat Kaledupa. Dengan menggunakan pendekatan etnografi sebagai langkah untuk memahami realitas sosial budaya masyarakat, ditunjang oleh konsep dan teori pewarisan, tradisi lisan dan formula, proses dan bentuk pewarisan lariangi pada generasi Kaledupa dapat diungkap. Hasil penelitian menunjukan bahwa lariangi mengalami perubahan dalam pertunjukannya. Perubahan tersebut disebabkan, baik oleh dinamika internal maupun faktor eksternal. Kedua faktor tersebut berimplikasi terhadap proses dan bentuk pewarisan lariangi kepada generasi Kaledupa. Proses dan bentuk pewarisan utamanya dilakukan dalam lingkup keluarga inti yakni pewarisan dari orang tua kepada anak dan kerabat dekat yang terhimpun dalam satu bhakala. Selain itu pewarisan yang ditunjang oleh kebijakan pemerintah Wakatobi melalui program pariwisata sehingga regenerasi lariangi terbina di sanggar-sanggar sekolah dan bhakala setiap desa di Kecamatan Kaledupa.

Lariangi which is presented in this research is one of a dance in Kaledupa, as as part of Wakatobi Regency in SouthEast Sulawesi. This research aims to reveal the process and form of lariangi inheritance in Kaledupa society. Revealing the process and form of inheritance in society of Kaledupa is done by using the ethnography and also the theory and concept of inheritance, oral tradition and formula. The result of this research shows that there is a change in performing process of lariangi. The change is caused both external and internal factors. Both factors imply to the inheritance process and form to Kaledupa generations. Inheritance process and form are mainly done in within the family namely from parents/senior to their children or another extended family. In other hand, the inheritance process is also supported by the Government Policy in Wakatobi through the tourism program so that the lariangi is well taught as the extracurricular at school and in every bhakala in every desa in Kaledupa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicolas Mario Gunawan
"Maraknya perkembangan digital di era globalisasi memunculkan adanya keperluan untuk mengadakan penyesuaian pada hukum yang berlaku di masyarakat dalam relasinya dengan permasalahan yang dapat muncul dari perkembangan digital tersebut.  Perkembangan yang dapat dikatakan besar terjadi  dapat terlihat dalam hukum kebendaan, yang harus menghadapi berbagai benda yang muncul oleh karena perkembangan tersebut, seperti keberadaan bitcoins, file mp3, dan lain-lainnya. Dalam kebendaan tersebut, terdapat suatu benda yang dapat dikatakan unik, yakni akun. Keunikan tersebut muncul pada saat suatu akun tersebut ingin diwariskan, dimana muncul sebuah konflik kepentingan di antara ahli waris dan pihak penyelenggara jasa, di mana pihak ahli waris berkeinginan untuk mendapatkan haknya, sedangkan pihak penyedia jasa ingin menghormati perjanjian privasi yang sudah disetujui antara pihak penyedia jasa dengan pewaris. Dengan metode penelitian Yuridis Normatif, penelitian ini akan membahas tiga pertanyaan penelitian: Pertama,  mengenai status kebendaan dari akun tersebut secara sendiri. Kedua, mengenai mungkin atau tidaknya untuk akun tersebut diwariskan. Ketiga, mengenai mekanisme pewarisan pada akun yang disediakan oleh penyedia jasa daring yang terkait. Penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam halnya pewarisan dari berbagai benda digital, terutama yang terkait dengan suatu akun, terdapat kurangnya kesadaran akan kebutuhan untuk menjalankan suatu tindakan agar suatu akun tersebut dapat diwariskan. Oleh karena itu, dalam rangka agar pewarisan akun digital dapat dilaksanakan, seyogyanya pemerintah mensosialisasikan agar masyarakat dapat menyadari pentingnya keberadaan persiapan untuk dapat dilaksanakan pewarisan dalam suatu akun.

The rise of digital growth in this era of globalization has shown the need for adjustments in existing law in society, in relation to problems that may arise from said digital growth. One growth that can be said to have happened rampantly can be seen in the law of property, which has to face a lot of new additions that came due to digital growth, for example in bitcoins, MP3 Files, among many other things. Within said property, there is an item that are of interests due to the uniqueness of it, which is an account. Such uniqueness comes from the conflict that arises when said property is about to be inherited, in which there is a conflict of interests between the need to be inherited by the inheritor and the need for privacy by the agreement done by the deceased and the service provider. By using Juridical-Normative method, this research shall be done to discuss three questions, which is on the property status of an account, on whether or not is it possible for the account to be inherited, and lastly on the mechanism provided by the service provider in regards to inheritance of aforementioned account. This research shows that in inheritance of digital property, especially on account, there is a lack of awareness on the need of preparation to setup an account to be inherited easily. For the reasons stated below, the governing bodies is expected to socialize about digital inheritance so that the people can understand and prepare their account better to be inherited. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dania Rizky Nabilla Gumilar
"Dalam konteks pemberian layanan kesehatan, kekurangan tenaga medis, terutama dokter, di daerah terpencil dan kurang terlayani telah mengharuskan pendelegasian tanggung jawab medis tertentu kepada perawat. Praktik ini, meskipun penting untuk menyediakan perawatan kesehatan yang tepat waktu dan efektif, menimbulkan pertanyaan hukum yang rumit mengenai ruang lingkup wewenang, kewajiban, dan kerangka hukum keseluruhan perawat yang mengatur tindakan mereka. Penelitian ini membangun kembali konstruksi hukum Hukum Administrasi Negara dan Hukum Kesehatan mengenai pelimpahan wewenang tindakan medis, khususnya dalam konteks di daerah terpencil. Penelitian ini mengadopsi pendekatan doktrinal, memanfaatkan doktrin dan prinsip hukum dari Hukum Kesehatan untuk menganalisis konsep pelimpahan wewenang dokter kepada perawat di daerah terpencil. Doktrin hukum utama, seperti doktrin life-saving oleh van der Mijn dan prolonged arms doctrine oleh HJJ. Leenen, akan menjadi dasar untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang pelimpahan wewenang tindakan medis tersebut. Dengan mengeksplorasi konstruksi hukum seputar pelimpahan wewenang dokter kepada perawat, penelitian ini memberikan kerangka hukum untuk dapat dijadikan dasar penyusunan kebijakan hukum bagi perawat yang bertugas di daerah terpencil. Konstruksi hukum yang mengatur pelaksanaan pelimpahan wewenang dokter kepada perawat di daerah terpencil mempunyai peran penting dalam memastikan pemberian layanan kesehatan yang efektif. Penelitian ini berfokus dengan studi perawat di Puskesmas Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Faktor keterbatasan yang dihadapi oleh perawat di Kecamatan Seko menjadi bahan analisis utama untuk dapat menemukan konstruksi hukum yang sesuai dengan kondisi pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Hasil penelitian ini menunjukkan diperlukannya rekonstruksi Hukum Administrasi Negara dan Hukum Kesehatan terhadap implementasi pelimpahan wewenang tindakan medik dokter kepada perawat atas adanya faktor keterbatasan di daerah terpencil untuk menunjukkan adanya kebutuhan perluasan peran Perawat dalam kondisi tertentu yang bertujuan untuk penyelamatan nyawa.

In the context of healthcare provision, the scarcity of medical personnel, particularly doctors, in remote and underserved areas has necessitated the delegation of specific medical responsibilities to nurses. This practice, vital for delivering timely and effective healthcare, raises intricate legal inquiries concerning the scope of authority, duties, and overarching legal framework regulating the actions of nurses. This research reconstructs the legal constructs of Administrative Law and Health Law regarding the delegation of medical authority, specifically within remote regions. Employing a doctrinal approach, it leverages legal doctrines and principles from Health Law to analyze the concept of delegating doctors' authority to nurses in remote areas. Key legal doctrines, such as the life-saving doctrine by van der Mijn and the prolonged arms doctrine by HJJ. Leenen, serve as foundations to establish a comprehensive understanding of the delegation of medical authority. By exploring the legal constructs surrounding the delegation of doctors' authority to nurses, this research provides a legal framework to serve as the basis for formulating legal policies for nurses operating in remote areas. The legal constructs governing the implementation of delegating doctors' authority to nurses in remote areas play a crucial role in ensuring the provision of effective healthcare. This research focuses on studying nurses at the Seko Sub-district Health Center in North Luwu Regency, South Sulawesi. The limiting factors faced by nurses in Seko Sub-district serve as the primary analytical material to discern legal constructs suitable for the healthcare conditions in remote areas. The findings of this study underscore the necessity for a reconstruction of Administrative Law and Health Law concerning the implementation of delegating doctors' medical authority to nurses due to limiting factors in remote areas, demonstrating the need for expanding the role of nurses in specific circumstances aimed at preserving lives."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inke Nur Dewanti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang festival Tabut sebagai salah satu kebudayaan yang dibudidayakan oleh masyarakat kota Bengkulu. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sejarah. Hasil analisis yang penulis dapatkan, Tabut adalah sebuah tradisi bawaan yang masuk ke Bengkulu karena dibawa oleh orang Bengali, India Selatan. Pada saat itu orang-orang Bengali ini masuk ke Bengkulu untuk menjadi pekerja dalam membangun Benteng Malborough milik Inggris. Tabut selalu dirayakan pada 1-10 Muharam setiap tahunnya. Tabut memiliki ritual khusus yang kegiatannya hanya boleh dilakukan oleh keluarga asli keturunan Tabut yang dinamai KKT (Kerukunan Keluarga Tabot). Ritual tersebut antara lain mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, dan tabut tebuang. Tabut terbagi menjadi dua, yaitu Tabut Sakral dan Tabut Pembangunan. Tabut sakral adalah tabut resmi milik keluarga Tabut sedangkan Tabut Pembangunan adalah tabut pemerintah yang dibuat untuk ikut meramaikan kegiatan festival ini. Tabut merupakan budaya dari kaum Bengali, India Selatan yang kini telah berakulturasi dengan budaya lokal.

ABSTRACT
This Minithesis explain about Tabut‟s festival as a culture which cultivation by Bencoolen. The research methods that using in this minithesis is history methods. The results from this research, Tabut is a culture which entered to Bencoolen by Bengali‟s people from South India. In the past, Bengali‟s people entered to Bencoolen to became employee who building fort malborough‟s of England. Tabut‟s usually attend on 1-10 Muharram in every year. Tabut‟s have special rituals that only doing by the real family of Tabut who the named KKT (Kerukunan Keluarga Tabut). The rituals is mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, and tabut tebuang. Tabut divided into two, like Sakral‟s Tabut and Building‟s Tabut. Sakral‟s tabut is an official Tabut from Tabut‟s family, meanwhile Building‟s Tabut is a Government‟s Tabut which made for enliven this festival. Tabut is a culture from Bengali‟s people, South India which have acculturation with local culture of Bengkulu.;"
2016
S65230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>