Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan masalah yang banyak dialami oleh klien skizofrenia. Keluarga sebagai caregiver di rumah dituntut untuk mampu mengatasi masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang makna pengalaman menghadapi ketidakpatuhan anggota keluarga dengan skizofrenia dalam mengikuti regimen terapeutik: pengobatan. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi deskriptif. Partisipan adalah caregiver yang didapatkan dengan cara purposive sampling. Metode pengumpulan data adalah indepth interview.
Hasil wawancara dianalisis menggunakan teknik Collaizi. Hasil penelitian ini menggambarkan pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga yang tidak patuh terhadap pengobatan, meliputi dukungan yang diberikan, beban yang dirasakan, dan bagaimana keluarga mengatasi beban yang dirasakan. Temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan oleh praktisi keperawatan untuk mengembangkan cara penanganan ketidakpatuhan klien skizofrenia."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ice Yulia Wardani
"Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan masalah yang banyak dialami oleh pasien skizofrenia. Keluarga sebagai caregiver di rumah dituntut untuk mampu mengatasi masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang makna pengalaman menghadapi ketidakpatuhan anggota keluarga dengan skizofrenia dalam mengikuti regimen terapeutik: pengobatan. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi deskriptif. Partisipan adalah caregiver pasien di rumah, yang didapatkan dengan cara purposive sampling sebanyak 12 orang yang berasal dari 9 keluarga pasien. Metode pengumpulan data adalah indepth interview, dengan tipe pertanyaan semi terstuktur. Hasil wawancara dalam bentuk transkrip dianalisa dengan menggunakan teknik Collaizi.
Hasil penelitian mengidentifikasi sepuluh tema yaitu persepsi tentang kepatuhan meliputi perilaku patuh, penyebab patuh, durasi patuh setelah pasien dirawat di rumah sakit; sedangkan persepsi ketidak patuhan meliputi perilaku tidak patuh, penyebab, dan akibatnya; dukungan keluarga didapat dari keluarga dan masyarakat dalam bentuk dukungan instrumental, emosional, informasional, dan penilaian; merawat anggota keluarga yang tidak patuh dirasakan sebagai suatu beban sehingga keluarga menggunakan mekanisme koping baik positif maupun negatif; keluarga mengharapkan mendapatkan pelayanan yang mampu menumbuhkan atau meningkatkan kepatuhan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia; penerimaan tanggung jawab dan perubahan sikap merupakan makna pengalaman keluarga dalam merawat pasien.
Temuan penelitian ini menggambarkan pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga yang tidak patuh terhadap pengobatan, meliputi dukungan yang diberikan, beban yang dirasakan, dan bagaimana keluarga mengatasi beban yang dirasakan. Temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan oleh praktisi keperawatan baik di area praktik maupun area pendidikan untuk mengembangkan cara penanganan ketidakpatuhan pada pasien skizofrenia. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat memahami konsep ketidakpatuhan pada pasien skizofrenia sehingga mampu memberikan intervensi keperawatan yang tepat baik untuk pasien maupun keluarganya.

The non-compliance to the treatment is the common issue among the patients with schizophrenia. Family as the main caregiver at home was being charged to be able to solve this problem. The objective of the study was to understand deeply about the family experiences in facing the non-compliance the treatment of patient with schizophrenia. This study used the phenomenology descriptive design. The participants were the patients caregiver at home, and they were taken by using purposive sampling technique. The number of participants were 12 people taken from 9 patients family. The method used for collecting data was in-depth interview, with semi structure questions. The interviews transcript was then analyzed by using the Collaizi method.
Ten themes were identified as study result. There are perception of compliance that consist of compliance behavior, the causes of compliance, the length of compliance after hospitalization; perception of non-compliance covers non compliance behavior, the causes and the impact; social support from family and community includes instrumental, emotional, informational, and appraisal support; applying positive or negative coping mechanism in caring for family member in response to family burden; family expectation for services that able to increase compliance; the meaning of familys experience in taking care their family members are acceptable responsibility and behavioral changes.
The finding of this study described the family experience in treating the family member with non-compliance to the treatment, including the support given, the burden felt by the care giver, and the strategy used to ease the burden. The findings of this study can be used as reference by the nursing practitioners, both in clinical and educational area, to develop the strategy to solve the non-compliance of patients with schizophrenia. This study recommends the nurses to understand the concept of non-compliance in patients with schizophrenia in order to give proper nursing interventions both for patients and the family.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alfonsus Edward Saun
"Pendahuluan: Skizofrenia berdampak besar terhadap pasien dan keluarganya. Awitannya sering pada masa remaja akhir sampai dengan dewasa awal, dengan perjalanan penyakit yang cenderung berlangsung seumur hidup. Potensi kekambuhan dan perburukan gejala semakin memperburuk prognosis gangguan ini. Berdasarkan teori diskonektivitas otak dan gangguan perkembangan saraf (struktur otak dan gangguan konektivitas), diduga patofisiologi yang terjadi adalah akibat efektivitas modulasi sinaptik yang terganggu. Mengenai perubahan konektivitas ini, terdapat perbedaan signifikan ambang motorik antara pasien skizofrenia dan kontrol yang normal, dengan alat TMS. Hal ini menunjukkan potensi besar ambang motorik sebagai penanda biologis neurofisiologi pada skizofrenia. Walau begitu, saat ini belum banyak diketahui faktor yang berpengaruh pada ambang motorik. Dikatakan terdapat perbedaan struktural otak, model perkembangan saraf, serta anisotropi fraksional, terkait awitan dan durasi perjalanan penyakit pasien dengan skizofrenia. Oleh karena itu, akan diteliti lebih lanjut hubungan antara umur saat awitan gejala psikotik dan durasi perjalanan penyakit skizofrenia dengan ambang motorik.
Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang, dilakukan di Unit Rawat Jalan Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada April 2018 sampai dengan Desember 2018 (N= 40, usia 18 hingga 59 tahun), dengan sampling konsekutif. Subjek penelitian adalah pasien dengan skizofrenia resisten pengobatan, yang mengikuti terapi TMS. Setelah diberikan penjelasan rinci dan memberikan persetujuan, data demografi dan klinis dikumpulkan, kemudian dilakukan penilaian ambang motorik oleh tenaga ahli terlatih. Subjek diberikan penutup kepala kain untuk mengukur dan menandai titik yang akan dinilai. Diberikan stimulasi dengan alat TMS, dari intensitas paling kecil yang dinaikkan bertahap sampai didapatkan nilai ambang motorik (respons gerakan/kontraksi otot ibu jari tangan kanan, 50% dari stimulasi). Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data.
Hasil: Rerata hasil pengukuran ambang motorik yang didapatkan adalah 60,2% ± 8,841. Nilai tengah umur saat awitan gejala psikotik sebesar 19,5 ± 6,0, dan nilai tengah durasi perjalanan penyakit skizofrenia sebesar 13,0 ± 14,5 tahun. Pada uji korelasi antara variabel umur saat awitan gejala psikotik dengan ambang motorik didapatkan hasil tidak signifikan, dengan p= 0,063. Demikian pula, hasilnya tidak signifikan pada uji korelasi antara variabel durasi perjalanan penyakit skizofrenia dengan ambang motorik, p= 0,068. Tidak ada perbedaan bermakna rerata ambang motorik, terkait kelompok usia, jenis kelamin, antipsikotik, atau obat lainnya (antikolinergik, penstabil mood, benzodiazepin).
Diskusi: Terdapat kesulitan pada pengambilan sampel, tidak semua pasien yang datang bersedia untuk ikut dalam penelitian, karena ragu dan takut akan keamanannya dan waktu yang dihabiskan, sekalipun telah dijelaskan dengan rinci. Tidak ada terjadi efek samping seperti nyeri atau kejang yang dilaporkan. Pengawasan dan penilaian pada penelitian ini dilakukan oleh pakar terlatih. Kekuatan penelitian relatif terbatas. Banyak subjek, terutama yang sudah lebih tua dan tidak ada keluarga, tidak ingat secara pasti mengenai umur saat pertama kali muncul gejala psikotik.

Introduction: Schizophrenia has a major impact on patients and their families, with late adolescence to early adulthood onset, and tends to last a lifetime. There is also a great potential for recurrence and symptoms worsening. Based on the theory of brain disconnectivity and neurodevelopmental disorders, it is suspected that the pathophysiology occurs due to the disrupted effectiveness of synaptic modulation. Regarding changes in connectivity, significant motor threshold differences between schizophrenic patients and normal controls are found using TMS. This shows a great potential of motor threshold to be used as a neurophysiological biological marker in schizophrenia. Nevertheless, currently not many motor threshold influencing factors are known. It is said that brain structural differences, neural development, and fractional anisotropy are related to the onset and duration of the disease in patients with schizophrenia. Therefore, further study will be carried out to see the relationship between onset age of psychotic symptoms or duration of schizophrenia and motor threshold.
Method: A cross-sectional study design was carried out in the Psychiatric Outpatient Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital in April 2018 to December 2018 (N = 40, ages 18 to 59 years), with consecutive sampling. The research subjects were treatment-resistant schizophrenia patients who underwent TMS. Demographic and clinical data were collected after detailed explanations and subjects gave informed consent. Motor threshold measurements were then carried out by trained experts. The subjects are given a cloth head cover to measure and mark the assessment point, and stimulations are casted from the smallest intensity, gradually increased, with TMS until the motor threshold value is obtained, based on movement / contraction responses of right thumb muscle as much as 50% of the stimulation. After all data is collected, data processing is carried out.
Result: The mean result of motor threshold measurements was 60.2% ± 8.841. The median of age at the onset of psychotic symptoms is 19.5 ± 6.0, and the median of duration of illness of schizophrenia is 13.0 ± 14.5 years. The correlation test result between the age at the onset of psychotic symptoms and motor threshold was not significant, with p = 0.063. Similarly, the correlation test result between the duration of illness of schizophrenia and motor threshold was also not significant, with p = 0.068. There were no significant differences in motor thresholds mean, related to age group, gender, antipsychotics, or other drugs, such as anticholinergics, mood stabilizers, or benzodiazepines.
Discussion: There were difficulties in sampling, which not all patients who had come were willing to participate in the study, because of their doubts and safety concerns, also worry about have to spend a lot of time, even though it has been explained in detail. There were no side effects that were reported. Monitoring and assessment in this study was carried out by trained experts. The power of the study is relatively limited. There are many research subjects, especially those who are older and have no other family, dont remember for certain about their psychotic symptoms onset."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Keliat, Budi Anna
"Penelitian tentang Disability Adjusted Life Year (DALY), yang dilakukan pada tahun 1990, menemukan 7 (tujuh) masalah kesehatan yang mempunyai kontribusi paling besar terhadap kesehatan. Dalam penelitian tersebut, masalah kesehatan jiwa menempati urutan ketiga yakni sebesar 10,5 % dan seluruh masalah kesehatan (WHO, 1990). Berdasarkan laporan rumah sakit di Indonesia, ditemukan prevalensi gangguan jiwa cenderung meningkat dari 1.9 % pada tahun 1990 menjadi 2.0 % pada tahun 1995 (DepKes RI,1996). Sedangkan survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SRMRT) yang dilakukan pada tahun 1995 menemukan prevalensi gejala gangguan jiwa sebesar 185 orang per 1000 penduduk (Bahar,1995). Klien yang dirawat di rumah sakit jiwa mempunyai rata-rata lama hari rawat yang tinggi yaitu 54 hari (DepKes RI, 2000) dan klien yang paling lama dirawat adalah skizofrenia yaitu 64,8 hari (DepKes, 1995). Beberapa rumah sakit jiwa mempunyai rata-rata lama hari rawat yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, antara lain, RSJP Bogor 115 hari (RSJP Bogor, 2001), RSJP Lawang 95 hari (RSJP Lawang, 2001). Survei tentang rata-rata lama hari rawat klien skizofrenia dengan perilaku kekerasan adalah 42 hari (RSJP Bogor, 2001), sedangkan Morrison (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa rata-rata lama hari rawat Mien perilaku kekerasan dengan diagnosis skizofrenia adalah 14 hari.
Berdasarkan hasil focus group discussion dengan sekelompok perawat yang berpengalaman merawat klien perilaku kekerasan ditemukan bahwa upaya yang biasa dilakukan adalah pemberian antipsikotik sesuai program terapi medik, disertai pengontrolan eksternal berupa pembatasan gerak dan pengikatan fisik. Berdasarkan data tersebut didapatkan beberapa masalah yaitu asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan belum optimal, lama hari rawat klien masih panjang dan jarak kekambuhan belum diteliti.
Penelitian bertujuan untuk memberdayakan klien dan keluarga dalam merawat klien perilaku kekerasan melalui Pendidikan Kesehatan tentang Pencegahan Perilaku Kekerasan (PKPPK) yang diberikan oleh perawat, sehingga menghasilkan kemampuan. Klien yang mengikuti PKPPK dilatih 4 (empat) cara mencegah perilaku kekerasan yaitu cara fisik, cara sosial, cara spiritual dan patuh makan obat. Kemampuan klien melaksanakan keempat cara pencegahan dibagi tiga yaitu mandiri, bantuan dan tergantung. Kemudian dilakukan analisis pengaruh kemampuan yang dimiliki klien terhadap kejadian perilaku kekerasan, lama hari rawat dan jarak kekambuhan.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dalam bentuk rancangan sari ganda (multiple time series design). Penelitian dilakukan di RSJP Bogor dengan 152 klien dibagi dalam 2 kelompok yaitu 75 orang kelompok eksperimen dan 77 orang kelompok non eksperimen. Intervensi PKPPK diberikan pada klien kelompok intervensi dan keluarganya sesuai pedoman yang telah ditetapkan sampai klien pulang dari rumah sakit. Kemampuan klien diobservasi setiap hari sampai klien pulang dari rumah sakit.
Selama 120 hari setelah pulang dilakukan evaluasi kekambuhan setiap bulan melalui surat, telepon, dan daftar klien yang dirawat kembali di rumah sakit jiwa.
Hasil penelitian menunjukkan klien pria dua kali lipat lebih banyak dari klien wanita; usia paling banyak 30 tahun ke bawah; paling banyak anak pertama; Sebagian besar berpendidikan menengah dan rendah; tidak bekerja dan tidak kawin. Sebagian besar klien dirawat pertama kali, dan paling banyak dengan diagnosis skizofrenia paranoid. Anggota keluarga yang paling banyak bertanggung jawab adalah orangtua dan saudara kandung.
Klien yang mengikuti PKPPK, 86.6% mempunyai kemampuan mandiri dalam mencegah perilaku kekerasan dan klien yang lain mempunyai kemampuan bantuan. Klien yang tidak mengikuti PKPPK, semuanya hanya mempunyai kemampuan tergantung dalam menengah perilaku kekerasan. Kejadian perilaku kekerasan berkurang secara bermakna pada kedua kelompok, namun tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok yang mengikuti PKPPK clan yang tidak mengikuti PKPPK. Dari analisis bivariat dan multi variat tidak ditemukan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian perilaku kekerasan. Klien yang mengikuti PKPPK mempunyai lama hari rawat 23 hari dan yang tidak mengikuti PKPPK 40 hari. Lama hari rawat klien yang mengikuti PKPPK lebih pendek secara bermakna dari pada klien yang tidak mengikuti PKPPK. Dan analisis regresi linier ditemukan model yang fit, dan variabel yang berpengaruh secara bermakna memperpendek lama hari rawat adalah kemampuan mandiri dalam pencegahan perilaku kekerasan, jenis kelamin pria, usia 30 tahun ke bawah, perawatan pertama dan kedua, dan anggota keluarga yang merawat mempunyai latar belakang pendidikan menengah atau tinggi.
Klien yang mengikuti PKPPK sebanyak 13.39% (10 orang) kambuh dengan rata-rata jarak kekambuhan 92 hari setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Klien yang tidak mengikuti PKPPK sebanyak 20.8% (16 orang) kambuh dengan rata-rata jarak kekambuhan 44 hari setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Dari analisis regresi Cox ditemukan model yang fit, dan variabel yang berpengaruh secara bermakna memperpanjang jarak kekambuhan adalah kernampuan mandiri dalam pencegahan perilaku kekerasan, usia 30 tahun ke bawah dan mempunyai diagnosis skizofrenia paranoid.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kemampuan mandiri dalam pencegahan perilaku kekerasan yang diperoleh klien yang mengikuti PKPPK berpengaruh secara bermakna dalam memperpendek lama hari rawat dan memperpanjang jarak kekambuhan, sehingga klien dapat 65 hari lebih lama di rumah atau masyarakat. Oleh karena itu disarankan agar PKPPK digunakan sebagai pedoman dalam merawat klien skizofrenia dengan perilaku kekerasan.

The Empowerment Of Client And Family In Caring For Schizophrenia Client With Violence Behavior In Bogor Mental HospitalResearch on Disability Adjusted Life Year (DALY), which was conducted in 1990, found 7 (seven)-health problems which contributed most to health matter. In that research, mental health problem was on the third place about 10.5% of all health problems (WHO, 1990). Based on reports from Indonesian hospitals, it was found that the prevalence of mental disturbance tend to increase from 1.9% in the year 1990 to 2.0% in the year 1995 (DepKes RI, 1996). Meanwhile, survey on the Mental Health of Household conducted in 1995 found the prevalence of mental disturbance symptoms in 185 out of 1000 people (Bahar, 1995). Clients who were hospitalized in mental hospital have an average length of stays (AvLOS) 54 days (DepKes RI, 2000) and the longest time is for schizophrenia, 64.8 days (DepKes, 1995). Some mental hospitals have higher AvLOS compare to national AvLOS, such as in Bogor Mental Hospital 115 days (RSJP Bogor, 2001), Lawang Mental Hospital 95 days (RSJP Lawang, 2001). Survey on the AvLOS for schizophrenia client with violent behavior found 42 days (RSJP Bogor, 2001), while Morrison (1994) in his research found that the AvLOS for client with violent behavior diagnosed with schizophrenia was 14 days.
Based on the result of focus group discussion with a group of nurses experienced in caring for client with violent behavior, it was found that the common effort was to administer anti-psychotic based on doctor's therapy, along with external control in the form of seclusion and physical restraint. Based on that data, several problems were derived such as: nursing care for client with violent behavior is not optimum yet, client's length of staying is longer and there has been no research on the time of relapse.
This research is intended to empower client and family in caring for client with violent behavior through the health education in preventing violent (HEPV) given by nurses, in order to result in the client's ability to prevent violent behavior. An analysis will then be conducted to find out the effect of clients ability to the occurrence of violent behavior, length of staying and time of relapse.
The method of research is quasi experiment, in the form of multiple time series design. Clients who followed HEPVare trained in 4 (four) ways to prevent violent behavior, namely: physical, social, spiritual and compliant medication. Clients' ability to perform those four preventive ways of violent behavior is divided into three kinds, which are independent, with help, and dependent. The research was conducted in Bogor Mental Hospital with 152 clients divided into two groups, 75 clients in the experimental group and 77 clients in the non-experimental group. HEPV intervention is given to clients in the experimental group and their families according to established HEPV until the clients are discharge from the hospital. The clients' capability is observed daily. For 120 days after their discharge from hospital, evaluation on relapse occurrence is conducted through letters, telephone and list of clients admitted to the mental hospital.
The result of the research showed that the number of male clients is twice as many as the number of female clients, the most common age is 30 and below, first born is also among the most number, most of them have medium and low level of education, most are being admitted for the first time, and the most common diagnosis is schizophrenia paranoid. The family members who are commonly responsible for caring of the client are parents and siblings.
Among the clients who followed HEPV, 86.6 % have the independent capability in preventing their violent behavior and the rest of the percentage has the capability with help. All clients who did not follow HEPV only have dependent capability in preventing their violent behavior. The occurrence of violent behavior decreases significantly in both groups, but there is no significant difference between the groups that follow HEPV and the group that did not follow HEPV. From bivariat and multi variat analysis, it was unable to find the variable that affects the occurrence of violent behavior.
Clients who follow HEPV have 23 days length of staying and clients who did not follow HEPV have 40 days length of staying. The length of staying from clients who follow HEPV is significantly shorter than that of clients who did not follow HEPV. From linear regression analysis was found a fit model, and the variable which have significant effect in reducing the length of staying are the independent capability in preventing violent behavior, male gender age of 30 and below, first and second admission, and the family members responsible for caring have a medium or high level of educational background.
Among the clients who follow HEPV, 13.39 % (10 clients) relapsed with an average relapse time of 92 days upon return from the mental hospital. Among clients who did not follow HEPV, 20.8 % (16 clients) relapsed with an average relapse time of 44 days upon return from the mental hospital. From Cox regression analysis was found a fit model, and the variable which have significant effect in increasing the relapse time are the independent capability in preventing violent behavior, age of 30 and below, and diagnosed with schizophrenia paranoid.
The result of this research has proven that independent capability in preventing violent behavior that the clients received from following HEPV has a meaningful effect in reducing the length of staying and prolong relapse time. Client can stay at home as well as in the community 65 days longer. Therefore, it is advisable that HEPV be used as guidance in caring for schizophrenia clients with violent behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
D570
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Andayani
"Skizofrenia adalah gangguan jiwa atau gangguan otak kronis yang mempengaruhi individu sepanjang kehidupannya. Defisit perawatan diri merupakan salah satu perilaku klien skizofrenia dimana seseorang mengalami gangguan atau hambatan dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang meliputi defisit: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik klien skizofrenia dengan tingkat kemampuan perawatan diri. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross-sectional melalui metode observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik klien skizofrenia pada umumnya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan tingkat kemampuan perawatan dirinya, kecuali variabel frekuensi dirawat (P value < 0,05). Rekomendasi penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam penerapan tindakan keperawatan yang tepat dan pembuatan modulmodul terapi keperawatan pada klien skizofrenia sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan secara optimal dan mengurangi tingkat ketergantungan klien skizofrenia dalam perawatan dirinya.

Schizophrenia is a mental disorder or chronic brain disorder that affects human individuals throughout their lives. Self-care deficit is one of the schizophrenia client behaviour in which a person susceptible to interference or hindrance to perform or complete daily activities which include deficit on: bathing, dressing, eating, and elimination. The study aimed to determine the relationship between characteristic of schizophrenia clients with their self-care ability. The study was conducted by using cross-sectional design through direct observation. Results of the study had display generally there are no relationships or any significant difference between characteristic of schizophreniaa client with self-care level, except for the factor of treatment frequency (P value < 0,05). Recommendations suggested by the study can be used as guideline in applying appropriate nursing actions through the production of therapeutic modules on schizophrenia client to increase an optimum nursing care and finally to reduce client dependency on self care ability."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S43366
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yumeko Shinozawa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran Hand Test pada penderita Skizofrenia dan untuk mengembangkan alat diagnosyik Psikologi yaitu Hand Test.
Penelitian ini dilakukan atas dasar pengernbangan alat diagnostik Hand Test pada kasus-kasus klinis yang bersifat psikopatologi khususnya penderita Skizofrenia yang telah menjadi suatu fenomena bagi masyarakat Indonesia sebagai salah satu gangguan mental. Maka dari dengan mengguanakan hand Test ini diharapkan dapat tercermin gejala-gejala tampak yang pada pada penderita skizofrenia.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif pada tiga puluh penderita Skizofrenia dari berbagai tipe di Rumah Sakit Angkatan Laut dan Angkatan Darat Pengambilan kasus dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Secara umum didapatkan suatu gambaran bahwa perbandingan antara Interpersonal : Enviromental : Malaéustive : Withdrawal adalah 10 : 7 : 2 : 2, dengan respon Interpersonal tertinggi, namun respon dominan yang diberikan oleh penderita Skizofrenia adalah Active dari Kategori Enviromental sedangkan kategori kuatitatif yang paling dominan adalah Repetition dimana hal tersebut menunjukkan penderita Skizofrenia cenderung kaku dan kurang fleksibel dalam menghadapi tantangan-tantangan dalam hidupnya.
Saran-saran diajukan kepada seluruh masyarakat yang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dengan para penderita Skizofrenia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Rakhmawati
"Keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan terpenting bagi manusia untuk berinteraksi. Keluarga memprmyai peran yang sangat panting bagi perkembangan kepribadian dari sejak ia kecil sampai dewasa. Menurut Lidz,Fleck, dan Comelison (1965) keluarga dipandang sebagai kekuatan pembentuk kepribadian anak. Keluarga memberikan dasar yang sangat penting untuk pembentukan kepribadian anak melalui keturunan (hereditas), dan akan memberikan kontribusi yang terus menerus baik melalui contoh, pembelajaran, ataupun melalui interaksi dengan anggota keluarga yang lainnya. Di lingkungan keluargalah seorang manusia mulai mengenal rasa cinta kasih, memberikan rasa cinta kasih kepada sesama manusia, mulai belajar cara-cara melakukan hubungan interpersonal, dan menyesuaikan diri dengan orang lain di sekitarnya, serta berbagai kemampuan dasar bagi kehidupan seseorang nantinya yang akan sangat menentukan keberhasilannya dalam menghadapi hidup di masa yang akan datang. Oleh kanena itu segala bentuk komunikasi, kepribadian orang tua, serta situasi di dalam keluarga akan sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anggota keluarga. Karena di dalam unit keluarga inilah anak dipersiapkan untuk berada dalam huhungan sosial dengan orang lain dan kelompok sosial di masyarakat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa dalam keluarga dengan kondisi yang patologis dapat memunculkan simtom skizofrenia pada anggota keluarga,terutama pada anak. Yang dimaksud dengan kondisi patologis disini terutama adalah hubungan antara anak dengan ibu, pola komunikasi yang tidak tepat, serta pola asuh orang tua yang kurang sesuai (Lidz, Fleck, & Cornelison,l965). Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap keluarga-keluarga dengan anak yang menderita skizofrenia menujukkan adanya masalah komunikasi dalam struktur keluarga, lebih jauh lagi, ternyata terdapat pola komunikasi yang berbeda antara keluarga dengan anak-anak yang yang menderita skizofrenia dengan keluarga dengan anak»anak yang normal (Salzinger, 1973). Meskipun dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan belum cukup meyakinkan untuk membuktikan bahwa pola komunikasi yang patologis menyebabkan skizofrenia, tetapi Clausen (dalam Salzinger, 1973) berpendapat bahwa pola komunikasi tetap memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kepribadian anak. Beberapa pasien skizofrenia biasanya berasal dari keluarga yang gagal menjalankan fungsinya dan memiliki perilaku patologis. Di dalam keluarga seperti itu secara signifikan akan meningkatkan stres pasien skizofrenia (Lidz,Fleck, & Comelison, 1965). Menurut Lidz (1965), skizofrenia juga merupakan defciency disease. Yang dimaksud dengan deficiency disease disini adalah gangguan ini muncul akibat kurangnya pengasuhan dan arahan untuk beradaptasi dari masa kanak-kanak ke arah hidupnya untuk menjadi orang dewasa yang mandiri (Lidz, Fleck,& Comelison, l965). Oleh ketiga tokoh tersebut, defisiensi ini dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu defisiensi pengasuhan orang tua, dimana biasanya anggota keluarga menjadi tidak mampu untuk mencapai otonomi diri. Defisiensi yang kedua adalah kegagalan keluarga sebagai institusi sosial untuk menggali kemampuan anak, menciptakan lingkungan keluarga yang bebas konflik, serta memberikan peran yang sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Defisiensi yang terakhir adalah adanya kerusakan atau gangguan pola komunikasi dan budaya dalam keluarga Beberapa penelitian menemukan bahwa pola komunikasi yang salah dari orang tua secara signifikan memainkan peranan dalam etiologi/penyebab munculnya skizofrenia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat latar belakang keluarga pasien skizofrenia. Yang dimaksud dengan latar belakang keluarga, meliputi karakteristik orang tua; fungsi keluarga yang mencakup pengasuhan orang tua, fungsi keluarga sebagai institusi sosial, serta fungsi keluarga dalam transmisi komunikasi dan teknik adptasi; dan gaya komunikasi yang digunakan oleh keluarga, mencakup double bind, serta ekspresi emosi. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang memiliki anak dengan diagnosa skizofrenia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap kedua orang tua pasien skizofrenia. Hasil penelitian ini adalah, bahwa ketiga keluarga memilikj keunikan karakteristik orang tua. Kesamaan karaktenstik yang menonjol dari sosok ayah adalab sikap tidak mau terpengaruh oleh kebutuhan anak. Sedangkan karakteristik yang menonjol dari sosok ibu adalah memanjakan anak Dari ketiga keluarga, satu keluarga secara menonjol menampilkan kegagalan dalam menjalankan fungsi keluarga, sedangkan dua keluarga lainnya walaupun tidak menonjol tetap mengarah kepada kegagalan fungsi keluarga, yaitu adanya dekctive transmission of instrumenral techniques. Ketiga keluarga juga memiliki kecenderungan untuk melakukan double bind pada anak-anak, dengan tidak konsistennya reward dan punishment yang diberikan Hasil lainnya menunjukkan bahwa dua dari tiga keluarga responden menampilkan ekspresi emosi yang tinggi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Bramudyas Yogaswara
"Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan jiwa yang sering dipahami secara keliru. Mispersepsi atas gangguan skizofrenia selanjutnya berpotensi untuk melahirkan stigma sehingga memposisikan penderitanya sebagai korban. dari ketiga penderita skizofrenia yang menjadi informan, pelajaran berharga terkait dengan stigma negatif tentang penderita gangguan jiwa dapat dipahami melalui pengalaman menjalani hidup dengan skizofrenia. Ketidaktahuan tentang penyakit skizofrenia akhirnya memunculkan stigma negatif terhadap penderitanya. Ketidaktahuan tentang penyakit skizofrenia selanjutnya mendorong sekelompok orang untuk membentuk suatu komunitas yang bergerak dalam isu kesehatan jiwa melalui Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) untuk memberikan dukungan sosial. Penderita skizofrenia mengikuti berbagai macam kegiatan KPSI yang bertujuan mendorong proses pemulihan. Dari cerita penderita skizofernia yang berhasil pulih, stigma negatif tentang gangguan jiwa skizofernia diharapkan dapat berkurang atau hilang sama sekali.

Schizophrenia is a type of mental disorder that is often misunderstood. Misperceptions on the disorder have the potential in creating stigma that will left people with schizophrenia as victims. From the three people with schizophrenia who become informants to this research, a valuable lesson about the negative stigma associated with people with mental disorder can be understood through their experiences living with schizophrenia. The lack of knowledge about schizophrenia further encourages a group of people to form a community engaged in mental health issues through Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) that give social support. People with schizophrenia follow a variety of activities aimed to support the recovery process. From the stories of people that have successfully recovered, the negative stigma towards schizophrenia is hoped to diminish and even disappear altogether.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Nadya Widyanti
"Sales (2003) mengatakan merawat anggota keluarga yang menderita penyakit kronis, misalnya skizofrenia, dapat menimbulkan perasaan terbebani dan ketegangan sehingga mengurangi kualitas hidup caregiver. Stanley dan Shwetha (2006) menjelaskan skizofrenia mengakibatkan stres tidak hanya bagi penderitanya tetapi juga bagi anggota keluarganya. Secara umum, hal ini dikenal sebagai beban caregiver yang terbagi dua, yaitu beban obyektif dan beban subyektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian intervensi psikologis pada caregiver penderita skizofrenia. Intervensi psikologis yang diberikan berdasarkan manual intervensi yang dibuat oleh National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Penyampaian materi dan tujuan yang tertuang dalam modul tersebut akan dilakukan dengan pendekatan konseling. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penurunan beban caregiving yang dialami oleh caregiver penderita skizofrenia. Penelitian melibatkan dua orang partisipan yang menjalani rangkaian intervensi sebanyak lima kali pertemuan. Penurunan beban caregiving dilihat berdasarkan perbedaan skor pada alat ukur Zarit Burden Interview (ZBI) yang terdiri dari 22 item dan wawancara secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi yang dijalankan dapat menurunkan beban pada caregiver penderita skizofrenia,yang dilihat dari penurunan skor pada alat ukur ZBI dan perubahan positif yang dirasakan caregiver.

Sales (2003) said that caring for a family member suffering from a chronic disease, such as schizophrenia, can lead to feeling overwhelmed and tension thereby reducing caregiver quality of life. Stanley and Shwetha (2006) describe schizophrenia is stressful not only for the sufferer but also for family members. This is known as caregiver burden which can be divided into objective burden and subjective burden. Therefore, it is necessary to provide psychological intervention on caregiver of people with schizophrenia. Psychological intervention given is based on a manual intervention developed by National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Delivery of content and objectives contained in the module will be done using counseling approach. This research was conducted to see whether the intervention with the caregiver of people with schizophrenia can ease the caregiver's burden. This research involved two participants who underwent a series of interventions consists of five sessions. The decrease in caregiver burden is seen by differences in scores using Zarit Burden Interview (ZBI), which consists of 22 items, and a qualitative interview. The result showed this psychological intervention have decreased caregiver burden, as seen from ZBI scores and positive changes which caregiver perceived.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sri Nurtantri
"Latar belakang: Penelitian ini merupakan penelitian penentuan validitas dan realibilitas instrumen Family Questionnaire (FQ) agar dapat digunakan dalam menilai kualitas dan kuantitas ekspresi emosi pada keluarga penderita skizofrenia di Indonesia.
Tujuan: Untuk mendapatkan instrumen Family Questionnaire (FQ) dalam bahasa Indonesia yang sahib dan mengetahui apakah FQ tersebut stabil dan terpercaya untuk digunakan dalam penilaian ekspresi emosi yang dialami oleh keluarga yang merawat penderita skizofrenia di Indonesia.
Metode: Pengambilan sampel keluarga yang merawat penderita skizofrenia sejumlah 97 orang (N = 97) dan sampel pada keluarga yang merawat penderita reumatoid artritis sebagai kontrol sejumlah 94 orang (N = 94). Memenuhi kriteria inklusi dengan metode consecutive yang dilaksanakan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Pengisian kuesioner dilakukan secara self report. Hasil pengisian kuesioner dianalisis secara statistik dengan alat bantu SPSS versi 13, untuk mendapatkan validitas diskriminan, validitas konstruksi, reliabilitas test retest, reliabilitas interobserver, dan reliabilitas konsistensi internal dari instrumen FQ.
Hasil: Hasil analisis diskriminan menunjukkan kemampuan diskriminasi yang baik dari instrumen FQ. Dari pengujian didapatkan sensitivitas (95,5%), spesifisitas (93,8%) dan akurasi FQ (94,3%). Pada pengujian analisis faktor didapatkan koefisien korelasi antara butir dalam domain yang sama menunjukkan angka yang iebih tinggi dibanding domain yang berbeda. Hasil dari analisis faktor menunjukkan 2 underlying construct yaitu Emotional Over Involvement (EO1} dan komponen Critical Comments (CC). Hasil pengujian reliabilitas memperlihatkan skor Cronbach alpha sebesar 0,896, tidak terdapat perbedaan bermakna pada sebagian besar reliabilitas test-retest (p >0,05) dan reliabilitas interobserver (p >0,05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini terbukti bahwa instrumen FQ versi bahasa Indonesia memiliki validitas dan reliabilitas yang baik dan dapat digunakan untuk menilai ekspresi emosi yang dialami oleh keluarga penderita skizofrenia, namun ada beberapa pertanyaan yang perlu diperbaiki, terutama pada tatabahasa agar mudah dipahami.

Background: This study is a research of validity and realibility of the Family Questionnaire (FQ) for evaluating quality and quantity of emotional expression of schizophrenia caregivers.
Objective: To obtain the Family Questionnaire (FQ) in Bahasa and to explore the stability and reliability of the FQ in Bahasa for evaluating emotional expression experienced by family members and relatives as caregivers of schizophrenia patients.
Method: Participants were caregiver of the schizophrenia patients (N = 97) and caregiver of arthritis rheumatoid patients (N = 94) and were recruited consecutively from Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. The data was analyzed systematically with the SPSS 13 version instrument, to obtain discriminant validity, construct validity, test retest reliability, inter-observer reliability and internal consistency reliability of the family questionnaire.
Result: The FQ has good validity. The sensitivity is 95.5%, specificity is 93.8% and accuracy of the FQ is 94.3%. In the test of the analysis factor it was obtained correlation coefficient between items in the similar domain showed higher figures compared to the dfferent domain. The result of the analysis factor showed 2 underlying construct, (1) emotional over involvement (EOI) and (2) critical commence (CC). The reliability test produced score of the Cronbach 's alpha 0.896, there was no significant difference in most of the test retest reliability (p >0.05) and inter-observer (p >0.05).
Conclusion: The Family Questionnaire in Bahasa has good validity and reliability and can be used to evaluate emotional expression experienced by the relatives/Family members of schizophrenia patients, there are several items have to be reviewed to make the questions more comprehensible for Indonesians.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>