Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144581 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Kardhana
"Program Perusahaan Jawatan (Pcrjan) RSUPN-CM Jakarta, mulai dilaksanakan awal Januari 2002. RSUPN-CM adalah ruah sakit rujukan nasional yang telah dikembangkan menjadi rumah sakit Petjan. Perusahaan Jawatan adalah suatu bentuk badan usaha yang independent, dan dapat mengelola penerimaan dan pengeluarannya sendiri tanpa subsidi dari Pemerintah.
Rumah sakit, merupakan salah satu indusrih sosial yang memberikan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, rumah sakit harus menjadi industri yang bersifat padat karya, padat modal serta padat ilmu dan teknologi. Pelayanan kesehatan yang efiktif dan efìsien, diharapkan akan memberikan pelayanan yang paripurna kepada masyarakat.
Persaingan nzmah sakit dalam memperebutkan pasar pelayanan keschatan, menipakan hal yang mendasar dan sangat mendesak Kondisi ini lebih disebabkan karena banyak didixikannya rumnah sakit baru, kesadaran masyarakat akan pentingnya anti kesehatan, keinginan masyarakat untuk memperoleh penanganan kesehatan dengan teknologi yang mutakhir seria keinginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang paripurna.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoLeh gaznbaran dan mengukur indikator kineia pelayanan medik. dan Lingkungan rumah sakit seria untuk mengetui faktor-faktor yang bcrpenganih terhadap keinginan konsumen terhadap jasa pelayanan di RSUPN-CM, dalam rangka untuk meneapai tujuan RSUPN-CM sesual dengan visi dan misinya, menjadi rumab sakit pendidikan bermutu ASEAN tahun 2003 dan bermutu ASIA PASIFIK tahun 2015.
Hasil utama dari penelitian ini adalah. beh untuk pelayanan dokter dari responden untuk semua kelas, elemen yang mendapat tanggapan positif adalah penampilan dokter cukup rapi, pengobatan cukup manjur dan dokter yang ramah. Sedangkan penilalan terhadap pelayanan perawat dan responden untuk semua kelas, Elemen yang memperoleh penilaian yang baik yaitu pelayanan perawat cukup terampil, instruksi perawat terhadap pesien cukup jelas Serta penilaian tertinggi terhadap fasilitas rumah sakit untuk semua kelas yaitu, tarif dari layanan rumah sakit sedang, baru kemudian menyusul elemen penting berlkutnya seperti rumah sakit cukup tenang dan mutu penyajian makanan yang balk serta faktor keamanan cukup aman.
Begitu pula dengan kinerja dokter, behwa dokter hanya datang memeriksa pasien kadang-kadang, ini berarti bahwa manajemen kinerja dokter belum dilaksanakan dengan optimal, serta penjelasan dokter (inform consend) belum sepenuhnya dijalankan dengan baik.
Berdasarkan hasil peneitian ini disarankan untuk mengadakan evaluasi indikator mutu pelayenan medik, Perawat dan Penunjang di RSUPN-CM, peran Komite Medik ditingkatkan sesuai dengan fungsinya sehingga setiap tindakan medik sudah sesuai dengan rtandwd opemlkin procedure (SOP) yang berlaku. Dan meningkatkan kualitas SDM karyawan RSUPN-CM secam menyeluruh sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya dalam rangka mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Aurelia
"ABSTRAK
Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit kelas C di Jakarta Selatan yang
mengalami lonjakan pasien sejak diberlakukannya rujukan berjenjang oleh BPJS. Pasien
Acute Coronary Syndrome merupakan pasien dengan kegawatdaruratan medis yang
membutuhkan penanganan intensif di ICU. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
biaya pelayanan pasien ACS dengan rawat inap di RS X pada tahun 2015 menggunakan
metode Activity Based Costing. Hasil penelitian menyatakan bahwa biaya satuan untuk
menyelenggarakan pelayanan pasien ACS dengan rawat inap di RS X pada tahun 2015
adalah Rp 6.083.444,-. Diperoleh hasil analisis Cost Recovery Rate untuk pasien umum
adalah 227.98 % dan pasien BPJS adalah 71.38 %. Disarankan agar Rumah Sakit X
mengembangkan clinical pathway untuk penyakit ACS sebagai panduan tindakan dan
hari rawat pasien, dan merekrut dokter tetap untuk pengendalian biaya operasional

ABSTRACT
increased number of patients since the BPJS has implemented the referral system. Acute
Coronary Syndrome patient is a patient with a medical emergency require intensive
treatment in the ICU. The purpose of this study was to analyze the cost for hospitalized
ACS patients at X Hospital in 2015. The study revealed that the unit cost of hospitalized
ACS patients at X Hospital in 2015 was Rp 6.083.444,-. The Cost Recovery Rate for
patients with fee-for-service was 227.98% and for BPJS patient was 71.38%. This study
suggested the hospital to develop clinical pathway for ACS guidance, as well as recruiting
full time doctors."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Istiyono
"Bisnis perbankan di Indonesia dalam lima tahun terakhfr ¡ni menghadapi masa yang sangat sulit. Kondisi ekonomi ini masih belum benar-benar pulih. Walaupun di tahun 2001 sebagian besar bank telah membukukan laba, namun, sebagian besar dari pendapasan yang diperoleh perbankan masih berasal dari bunga obligasi rekapitulasi pemerintah.
Peran bank yang diharapkan mampu sebagai penggerak kegiatan bisnis riil temyata masih kurang berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari rasio antara pinjaman terhadap simpanan pihak ketiga atau lebih dikenal dengan Loan to Deposit Ratio (LDR), rata-rata tingkat LDR perbankan nasional di tahun 2001 masih jauh dari harapan Bank Indonesia yaitu antara 80%-110%.
Dengan kondisi dimana pertumbuhan ekonomi masih rendah dan belum pulihnya kondisi ekonomi Indonesia, maka margin lain yang cukup tinggi seperti yang diperoleh dari penyaluran kredit pada masa sebelum bisnis semakin sulit dicapai. Margin dan penyaluran kredit semakin kecil, disamping itu penempatan dana pada kredit juga sangat berisiko terhadap perubahan kondisi perekonomian nasional maupun global.
Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin mengglobal perbankan nasionai tetap dituntut untuk dapat bersaing; tidak hanya dengan sesama bank lokal namun juga dengan bank asing. Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap nasabah maka peran teknologi-informasi, kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor yang sangat penting.
Dengan semakin meningkatnya biaya-biaya dan semakin sulitnya untuk memperoleh Pendapatan, maka kesadaran untuk menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien merupakan suatu keharusan. Manajer harus secara aktif mengidentifikasi, memahami dan mengendalikan biaya-biaya yang berada dalam kendalinya.
Dewasa ini, hampir semua bisnis tak terkecuali perbankan. nasabah merupakan satu kunci bagi keberhasilan suatu bisnis. Orientasi Produk/jasa telah bergeser menjadi orientasi kepada nasabah. Dengan demikian perlakuan yang tepat kepada nasabah akan memiliki dampak yang besar bagi kelangsungan bank. Salah satunya adalab bank akan mampu mempertahankan nasabah lama atau bahkan mampu menarik nasabah baru.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka analisis profitabilitas nasabah menjadi sangat relevan untuk diiaksanakan. Terdapat beberapa cara untuk melakukan analisis profitabilitas nasabah. khususnya dalam menghitung biaya dan membebankan biaya-biaya tersebut kepada obyek biayanya.
Di antara tiga kornponen biaya produk, biaya overhead-lah yang cukup sulit untuk dibebankan. Dengan berlatar beIkang terbadap beberapa fakior berikut i kecenderungan semakin meningkatnya porsi biaya overhead terhadap biaya produk ii.semakin bervariasinya jenis produk, iii. semakin bervariasinya produk/jasa. iv.semakin kompleksnya pengerjaan suatu produk atau jasa, maka metode plantwide, dan departement dianggap kurang adil dan akurat sedangkan pendekatan berdasarkan aktivitas dianggap cukup relevan untuk diterapkan.
Beberapa faktor yang menyebabkan pembebanan biava aktivitas atau yang lebih dikenal dengan Activity-based Costing (ABC) sangat relevan untuk diterapkan yaitu:
1. ABC dianggap dapat memembebankan biaya kepada obyek biaya secara lebih baik dan akurat, terutama dengan semakin meningkatnya komponen biava overhead:
2. Inti kegiaian di lembaga keuangan adalah SDM. dimana aktivitas SDM juga mengkonsumsi biaya yang cukup besar.
3. ABC Mampu memberikan gambaran yang lebih baik bagi manajemen terhadap faktor faktor pemicu kenaikan maupun penurunan biaya.
4. Manajemen dapat mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang memberikan atau tidak memberikan nilai tambah;
5. Manajernen dapat mengidentifikasi dan memahami jumlah waktu pegawai dan untuk kegiatan apa waktu tersebut digunakan, sehingga selanjutnya akan dapat dilakukan perencanaan pengembangan pegawai secara Iebih efektif dan efisien.
Pembebanan biaya yang dilakukan secara serampangan (arbitrer) seringkali membawa dampak negatif, terlebih bila biaya-biaya tersebut tidak dibebankan dan diserap oleh suatu unit biaya tertentu. Beberapa dampak negatif yang sering timbul adalah :
a. Manajemen salah dalam mengevaluasi kinerja unit kerja;
b. Kurangnya kesadaran akan biaya yang timbul atas kegiatan yang dibuatnya;
c. Tidak adanya kontrol diantara unit kerja (pencipla dan pengguna).
Dalam karya akhir ini dilakukan penelitian pada salah satu Kantor Cabang Bank "X" di Jakarta, untuk selanjutnya disebut Kanca ?F?, dengan fokus penelitian terhadap analisis profitabilitas ekspor selama tahun 2001. Dalam analisis biaya digunakan pendekatan berdasarkan ABC khususnya pada perhitungan dan pembebanan biayanya. Dari hasil penelitian dan analisis dapat diperoleh gambaran bahwa:
1. Dari 68 eksportir yang melakukan transaksi melalui Kanca "F", hanya 58,8% atau 40 eksportir yang telah menjadi nasabah ekspor Kanca "F".
2. Sepuluh nasabah besar telah memberikan kontribusi pendapatan sebesar 92.46% atau USD 985.015 dan 77.44% atau 4.696 transaksi dari jumlah transaksi ekspor di Kanca ?F?. Adapun dalam analisis profitabilitas kesepuluh nasabah besar telah memberikan kontribusi laba sebesar 80,50%."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T3074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Oktanaura
"ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis penerapan metode Activity Based Costing (ABC) di sektor pemerintah Indonesia, dengan studi kasus pada pilot project program spending review Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu). Pilot project ini dilakukan terhadap beberapa satker percontohan, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) salah satunya, pada tahun 2014. Tujuan dilaksanakannya pilot project spending review ini adalah menunjang struktur dokumen anggaran agar berbasis logic model untuk mempermudah pengukuran kinerja dan melakukan perhitungan unit cost suatu produk. Hasil analisis menyimpulkan bahwa Kemenkeu belum melakukan satu tahapan dalam prosedur penerapan yang menjadi keunggulan ABC yaitu pembebanan biaya overhead untuk setiap aktivitas secara lebih akurat. Hal tersebut berdampak terhadap pemanfaatan metode ABC yang menjadi kurang optimal, meskipun Kemenkeu berhasil mencapai tujuannya. Dengan kondisi seperti itu, disarankan, Kemenkeu dapat menerapkan metode lain yang disesuaikan dengan kondisi dan tujuannya.

ABSTRACT
This thesis analyzes the Activity Based Costing (ABC) implementation in Indonesian government sector, with a case study of the spending review pilot project program conducted by the Ministry of Finance of the Republic of Indonesia. This pilot project was done for some pilot work units, one of them is Financial Education and Training Agency (BPPK), in 2014. The goal of this pilot project is supporting the structure of the budget document that is logic-based models to facilitate performance measurement and calculating the unit cost of a product. Results of the analysis concluded that the Ministry of Finance has not implemented one stage of impelementation procedure which becomes one advantage of ABC method, that is charging overhead costs for each activity accurately. It gave impact in the use of ABC method that becomes less optimal, eventhough the Ministry of Finance can achieve its objectives. Based on this condition, it can be suggested that the Ministry of Finance can implement other methods adapted to its conditions and objectives.
"
2015
S59777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Activity Based Costing (ABC) has come as an attractive tool to traditional costing systems. Traditional accounting has tendency to provide information, which though accurate is ften late, irrelevant, and misleading. ABC system has been identified as one suitable approach to address these problems. The adoption of the ABC systems has been believed aas the one of the key factor for better performance of the organizations. Nevertheless, researches found various results about the impact of ABC systems adoption. The result showed a better performance in one side, On the other side the adoption of the systems brough no significant change in the organization performance. These indicate the importance of using contingency approach to see the impact of implementation of the ABC systems."
JEB 11:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Charoline Cheisviyanny
"Perubahan orientasi perusahaan dari product-oriented menjadi customer-oriented menuntut perusahaan untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggannya agar tercapai kepuasan pelanggan. Perusahaan mengarahkan salespersonnya untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada pelanggan. Namun perusahaan tidak menyadari bahwa semua usaha yang dilakukannya itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Selama ini perusahaan beranggapan bahwa pelanggan yang sering membeli akan memberikan profit yang besar bagi perusahaan dan sebaliknya. Salesperson pun hanya berorientasi pada volume penjualan, bukan pada profit, karena bonus mereka ditentukan dari pencapaian target penjualan.
Kesalahan pandangan ini terjadi karena perusahaan tidak pernah mengukur profitabilitas dari masing-masing pelanggannya. Perusahaan beranggapan bahwa pelanggan yang membeli dengan harga di atas full manufacturing cost ditambah dengan persentase mark-up, pastilah menguntungkan. Padahal setiap pelanggan menyerap biaya yang berbeda karena mereka menggunakan sumber daya dalam proporsi yang berbeda.
Objek penelitian dari thesis ini adalah PT X yaitu sebuah perusahaan distributor tekstil. Selama ini PT X juga tidak pernah menghitung profitabilitas dari pelanggannya. Kinerja pelanggan hanya dilihat, diukur, dan dinilai dari banyaknya pembelian. Semakin banyak pelanggan membeli berarti kinerjanya dinilai baik. Padahal belum tentu demikian.
Dengan menerapkan Activity-Based Costing (ABC) untuk menghitung cost-to-serve dan melakukan analisis profitabilitas pelanggan ternyata dari 25 pelanggan yang dimiliki oleh PT X yaitu terdiri dari 14 pelanggan dalam kota dan 11 pelanggan luar kota, temyata hanya 13 pelanggan (52%) yang merupakan pelanggan yang menguntungkan yaitu terdiri dari 5 pelanggan dalam kota dan 8 pelanggan luar kota. Sementara 12 pelanggan yang lain (48%) merupakan pelanggan yang tidak menguntungkan yaitu terdiri dari 9 pelanggan dalam kota dan 3 pelanggan luar kota. Pelanggan yang menguntungkan adalah BJ, IN, RH, SI, SP (dalam kota) dan EI, MR, RP, SK, SR, BM, GG, BT (luar kota). Sedangkan pelanggan yang tidak menguntungkan adalah AA,BS, CB, IK, LT, LM, MC, RT, UT (dalam kota) dan SM, SJ, AT (luar kota).
Penyebab tingginya cost-to-serve dari pelanggan yang tidak menguntungkan tersebut adalah besarnya biaya marketing yang meliputi lebih dari 50% total biaya PT X dan perilaku pelanggan yang bersangkutan menyebabkan cost-to-serve mereka menjadi besar.
Ada beberapa tindakan yang dapat diambil PT X untuk mengubah pelanggan yang tidak menguntungkan menjadi menguntungkan, yaitu mengaplikasikan CRM, mengubah kebijakan penetapan harga, mendidik pelanggan, dan memperbaiki operasional internal perusahaan.
Analisis profitabilitas pelanggan ini dapat membantu perusahaan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dan lebih erat dengan pelanggannya. Sehingga dalam jangka panjang, analisis ini bisa bermanfaat bagi perusahaan untuk mencapai visi dan misinya menjadi perusahaan distributor tekstil yang terkemuka dan berkembang bersama-sama dengan pelanggannya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T14753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Setia Winartati
"Perusahaan membutuhkan suatu penghubung antara konsumen dan produk yang ditawarkan melalui saluran distribusi, yang mana hal tersebut menjadi jembatan penting dalam memastikan barang atau jasa tersampaikan dengan baik ke konsumen. PT XYZ setidaknya memiliki 8 saluran distribusi dengan beban usaha yang memiliki tren meningkat pada tahun 2017 dan 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan saluran distribusi dan memberikan rekomendasi optimalisasi strategi saluran distribusi PT XYZ dengan desain yang memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen, tujuan dan kendala saluran distribusi, alternatif utama yang digunakan, dan evaluasi alternatif utama saluran distribusi melalui pendekatan Activity Based Costing (ABC). ABC yang diharapkan mampu memberikan perhitungan biaya saluran distribusi PT XYZ dengan lebih akurat serta tambahan wawasan dari konsumen atas saluran distribusi yang diharapkan, akan menguatkan proses evaluasi atas saluran distribusi agar dapat optimal dalam penentuan struktur saluran dan kebijakan yang seharusnya diperlukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan didukung pengumpulan data kuisioner, wawancara mendalam di internal perusahaan, serta studi pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa atas evaluasi biaya yang timbul pada saluran distribusi dengan pendekatan ABC menunjukkan secara umum saluran distribusi yang dikelola pihak ketiga menyumbang biaya yang lebih besar dibandingkan dengan saluran distribusi yang dikelola sendiri oleh PT XYZ. Rekomendasi yang tepat dalam optimalisasi strategi saluran distribusi yang dapat dilakukan PT XYZ adalah dengan memilih saluran distribusi yang memenuhi kriteria ekonomi, kriteria kontrol, dan kriteria adaptif melalaui pembentukan channel structure dan kebijakan yang baik oleh PT XYZ.

Companies need an intermediary between consumers and the products offered through distribution channels, where these become an important bridge to ensuring that goods or services are properly delivered to consumers. PT XYZ have 8 distribution channels with operating expenses showing an increasing trend in 2017 and 2018. This study aims to evaluate the choice of distribution channels used and provide recommendations for optimizing PT XYZ's distribution channel strategy by a design that considers consumers needs/desires, objectives and constraints of distribution channels, main alternatives used, and also its evaluation of the main alternative distribution channels through Activity Based Costing (ABC) approach. ABC is expected to provide a more accurate calculation of PT XYZ's distribution channel costs. ABC approach and additional insight from consumers on the expected distribution channel, will strengthen the evaluation process of the distribution channel, so that it could be optimum in determining the channel structure and policies that should be required. This study uses a case study approach in which data collection is done through a questionnaire to consumers in knowing the needs and desires as well as evaluating service outputs of PT XYZ distribution channels. Data collection was also carried out through in-depth interviews and literature study. The results of the analysis show that the evaluation of the costs incurred on distribution channel using the ABC approach shows that in general, the distribution channels managed by third parties contribute more costs, than the distribution channels managed by PT XYZ itself. Then, the recommendation in optimizing the distribution channel strategy that could be carried out by PT XYZ is to choose distribution channels that meet economic criteria, control criteria, and adaptive criteria through the establishment of channel structures and policies that are processed by PT XYZ."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armand A. Mahadi
"Menghadapi lingkungan dunia usaha yang semakin bergejolak dalam era ekonomi global saat ini, setiap perusahaan harus dapat mengubah product market strategy (positioning), serta adaptasi melalui kultur, struktur, dan sistem internal perusahaan, agar dapat memenangkan persaingan yang semakin tajam. Kultur suatu perusahaan banyak tergantung baik pada shared values atau superordinate goals maupun falsafah yang dianut oleh perusahaan tersebut. Struktur organisasi suatu perusahaan banyak tergantung pada sistem yang dipakai oleh perusahaan tersebut baik sistem organisasinya maupun sistem keuangannya. Melakukan penyempurnaan secara terus menerus dalam perusahaan memang diperlukan tetapi melakukan hal ini saja sekarang ini belum cukup.
Saat ini untuk dapat bertahan dan mencapai sukses suatu perusahaan perlu melakukan terobosan dan inovasi. Hal ini hanya dapat dilakukan jika perusahaan tersebut memiliki banyak heroes (pahiawan) dan para jago (champions) serta dipimpin oleh seorang CEO yang kharismatik yang dapat memimpin dengan leading by examples. Perusahaan harus berani melakukan pemikiran ulang dan melakukan perubahan pada proses bisnis yang bersifat fundamental dan radikal untuk mencapai perbaikan yang dramatis.
PTKS harus memusatkan perhatiannya pada core business yaitu flat-rolled steel products. ini berarti organisasi PTKS harus diciutkan dengan mengeluarkan unit-unit yang tidak berhubungan langsung dengan core business untuk berdiri sendiri. Disamping itu struktur organisasi PTKS yang berbentuk fungsional dan sangat hirarkhis harus diganti dengan struktur yang Iebih bersifat process teams dan berbentuk pipih. hal ini dapat dicapai dengan melakukan disentennediasi untuk menghilangkan proses antara yang tidak memiliki nilai tambah, serta melakukan integrasi dari berbagai fungsi untuk memberikan kepuasan optimal kepada pelanggan baik eksternal maupun internal.
Sistem manajemen biaya akan semakin berperan penting dalam proses pengambilan keputusan. terutama bagi perusahaan yang menghasilkan multi produk seperti PTKS. Sistem Akuntansi tradisional yang sedang dipakai saat ini cenderung memberikan informasi yang dìstortif dan tidak akurat. Untuk mengatasi hal ini beberapa waktu yang lalu PTKS telah memperkenalkan multi product costing system yang telah mulai dìterapkan di diisi Cold Rolling Mill (CRM). Walaupun sistem ini relatif lebih balk dari sistem biaya yang tradisional, tetapi sistem ini masih belum akurat karena belum memiliki pemicu biaya selain jam mesin.
Untuk menyempurnakan sistem ini diusulkan sistem Activity Based Costing (ABC), yang saat ini mulai dikembangkan di AS. Sistem yang diusulkan ¡ni belum murni ABC dikarenakan basis data sebagai dasar kalkulasi yang ada saat ini pada CRM yang dikelompokkan berdasarkan proses yang terjadi di mesin-mesin (bukan dikelompokkan berdasarkan unit, batch, produk, atau fasilitas yang merupakan ciri murni ABC) tetap dipertahankan. Dari penelitian awal yang telah dilakukan pada lima macam produk CRM yang dijadikan sebagai obyek peneIitian, temyata sistem ini lebib akurat dan lebih mencerminkan pembiayaan yang sebenarnya.
Demikian juga pemakaian RLS (rentabilitas, likuiditas, solvabilitas) perusahaan sebagai tolak ukur penilaian kinerja perusahaan dan pemberian gaji Direksi BUMN adalah keliru. Sesuai prinsip responsibility accounting, Direksi BUMN tidak dapat diminta untuk memperianggungjawabkan hal-hal yang di luar kontrol (pengawasannya). Dengan mempertimbangkan situasi tersebut, diusulkan pemakaìan balance scorecard yang dianggap Iebih mencerminkan kondisi perusahaan karena berisikan tidak hanya perspektif keuangan (dengan sistem ABC) tetapi juga perspektif lain seperti perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif inovasi dan pcrbaikan, sehingga Iebih lengkap dan lebih seimbang."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharman
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi menunjukkan kemajuan yang pesat
dengan semakin banyaknya industri manufaktur dengan tingkat
teknologi yang tinggi. Sernentara kecenderungan globalisasi
dalam duilia usaha menandakan tingkat persaingan yang semakin
kompetitif. Kondisi ini menuntut kemarnpuan lebih bagi pelaku
dunia usaha urttuk mengelola sumberdaya, meningkatkan teknologi
manufaktur dan operasional untuk merebut pasar.
Akuntansi manajemen sebagai alat perencanaan dan pengendalian
operasi ikut berkembang seiring perubahan teknologi.
Peru-bahan tersebut rnernbuat pergesaran biaya, dimana peranan
biaya overhead sebagai komponen biaya untuk menjadi semakin
besar dan penting. Sistem biaya tradisional mengalokasikan
biaya overhead melalui dua tahap, alokasi ke pemandu biaya
(cost center) dan alokasi ke produk berdasarkan upah langsung,
jam buruh atau jam mesin. Cara ini tidak lagi realistis dalarn
rnencerminkan surnberdaya yang diserap oleh produk, bahkan menimbulkan
distorsi yang rnembawa dampak terhadap keputusan rnanajemen.
Pengendalian operasi dan pengukuran kinerja melalui prosedur
anggaran, standar dan analisa selisih semata-mata tidak
lagi cukup berarti. Sehingga dalam kondisi yang demikian _akuntansi
manajernen berkembang rnenjawab kekurangan-kekurangan
sebelumnya.
Akuntansi manajemen modern rnemperkenalkan konsep-konsep
yang lebih relevan dengan kondisi dunia usaha saat ini. Diantav
ranya adalah Activity-Based Costing (ABC), suatu sistem dengan
pendekatan aktivitas, mengalokasikan sumberdaya ke produk
berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi. Konsep lain yang berkaitan
dengan pengendalian operasi dan pengukuran kinerja adalah
Manufacturing Cycle Efficiency (MCE), suatu ukuran nonfinansial
yang bertujuan mengeliminasi aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah (Value-Added). Pengendalian kualitas
di tempuh melalui Quality Management, dengan pendekatan perancangan
dan bukan inspeksi. Kesemuanya ini merupakan konsepkonsep
dalam Sistem Manajmen Biaya ( SMB), yang bertujuan membantu
manajemen dalam menganalisa profitabilitas dan pengendalian
operasional secara efisien dan efektif.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Nurul Fatimah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendesain Activity Based Costing ABC pada PT X dan menganalisis perbandingan hasil perhitungan beban pokok penjualan BPP metal fastener MF , vislon fastener VF , dan plastic fastener PF tipe open dan close antara sistem akuntansi biaya tradisional dan sistem ABC. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, penelitian lapangan, dan metode deskriptif. Hasil yang didapat adalah penerapan sistem ABC pada PT X dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: mengidentifikasi aktivitas, membebankan biaya sumber daya ke aktivitas dan membebankan biaya aktivitas ke objek biaya. Terdapat perbedaan hasil perhitungan BPP antara sistem ABC dengan sistem akuntansi biaya tradisional, yaitu terjadi overpricing pada produk PF open dan PF close dan underpricing pada produk MF open, MF close, VF open, dan VF close.

ABSTRACT
This research aims to analyze and formulate Activity Based Costing ABC in PT X and Activity based costing of Cost of Goods Sold COGS result calculation, metal fastener MF , vislon fastener VF , and plastic fastener PF open and close type between traditional cost accounting system and ABC. This research method is library research, field research, and descriptive method. Obtained result is the ABC system implementation at PT X can be done in three stages, which are activity identification, charge resource costs to activity and charge activity costs to object costs. Different COGS calculation results obtained between ABC system with traditional cost accounting system, which occured overpricing on product of PF open and PF close and underpricing on product of MF open, MF close, VF open and VF close."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>