Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nellia Putri
"Pada pertengahan tahun 1997 perekonomian indonesia mengalami krisis yang terparah sepanjang sejarah Orde Baru. Hal ini diawali dengan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hingga 80 persen dan peningkatan suku bunga deposito dan sekitar 15 persen menjadi 30 persen, serta inflasi yang melonjak hingga dua digit. Hampir seluruh perusahaan Indonesia tidak mampu membayar kewajibannya. Secara teknis perusahaan-perusahaan tersebut dapat dinyatakan bangkrut. Kondisi ini menimbulkan efek penurunan harga-harga saham perusahaan yang terdaftar- di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Indeks pasar yang ditunjukkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan ([HSG) merosot tajam dan nilai 726 (akhir Juil 1997) menjadi hanya 260 pada bulan September 1998. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi perubahan harga saham pada waktu berubahnya indikator-indikator ekonomi tersebut.
Namun terdapat fenomena menarik yang terjadi selama periode krisis tersebut, dimana ada saham-saham yang mampu bertahan dan hampir tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi politik, yang oleh para analis dan investor di pasar modal dikategorikan sebagai defensive stocks. Saham-saham ini biasanya berasal dari emiten yang bergerak di bidang komoditi utama atau yang setiap saat dibutuhkan oleh konsumen dan memiliki pasar yang luas. Beberapa saham yang termasuk dalam kategori tersebut adalah saham perusahaan sektor industri consumer goods, terutama dari sektor indutri makanan-minuman dan rokok.
Fenomena ini menarik untuk dilakukan penelitian guna mengetahui adanya pengaruh faktor-faktor ekonomi makro terhadap kinerja saham saham perusahaan sektor industri consumer goods. Dan bila terdapat pengaruh faktor-faktor ekonomi terhadap kinerja saham saham perusahaan seictor industri consumer goods, seberapa signifikan pengaruhnya terhadap harga saham tersebut.
Untuk menganalisis permasalahan tersebut digunakan pemodelan multifaktor, dimana seluruh data variabel penelitian yang diguriakan berupa data runtun waktu (urne series) dengan skala data bulanan (monthly) dan metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda (OLS). Indeks Harga Saham Gabungan (ll-ISG), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, perubahan suku bunga SBI I buían dan tingkat itifiasi merupakan faktor-faktor yang mewakili faktor ekonomi makro yang sangat bergejolak selama krisis berlangsung dan menjadi variabel bebas (independent variable) dalam persamaan regresi. Sedangkan indeks harga saham perusahaan kategori industri Consumer goods sebagai vanabel terikatnya (dependent varíabk). Indeks saham perusahaan Consumer goods yang digunakan dalam penelitian adalah INDF, MYOR, SUBA, ¡JLTJ (kategori food & beverages); BATI, GGRM dan HMSP (kategori tobacco manufactures); DNKS, KLBF dan TSPC (kategon pharmaceuticals); UNVR (kategori cosmetics & household) dan KDSI (kategori houseware), sefla IHSCG (indeks harga saham sektor consumer goods).
Hasil penelitian menunjukJn bahwa secara umum IHSG berpengaruh sangat signifikan dan positif terhadap seluruh indeks harga saham kecuali pada indeks ?larga saham IJLTJ, BATI dan DNKS. Pengaruh negatif nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (kurs) cukup signifikan terhadap indeks harga saham INDF, MYOR, HMSP, DNKS, KLBF, dan TSPC. Sedangkan perubahan suku bunga SBI memberi pengaruh negatif hanya pada indeks harga saham HMSP dan inflasi juga memberi pengaruh negatif hanya pada indeks harga saham MYOR dan BATI.
Langkah berikutnya dalam penelitian adalah dengan mengembangkan model yaig mengikutsertakan faktor autoregressive function (AR) sebagai fi.ingsi residual atau penyimpangan (Ut) dan moving average function (MA) sebagai fiingsi inovasi yang membenkan informasi tentang residual (et) atau kombinasi keduanya yang dikenal sebagai model ARMA yang dapat digunakan untuk meramalkan indeks saham ke depan dengan lebih baik, karena faktor AR dan MA ternyata mampu memberikan informasi tambahan yang menjelaskan terjadinya variabilitas indeks saham consumer goods seperti INDF, SUBA, IJLTJ, DNKS, KLBF, TSPC, UNVR dan KDSI. Kriteria pemodelan yang digunakan adalah sesuai degan kriteria Box-Jenkins, yaitu parsimony, gccdncss offi dan information "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T5540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Ratnamurty
"Variabel penting di dalam melakukan analisis sekuritas adalah keuntungan yang diharapkan (expected return) dan identifikasi risiko atau sering disebut sebagal risk -return analisis. Beta dapat digunakan sebagai ukuran risiko yang sangat membantu investor dalam memprediksi return dan suatu saham yang dimilikinya. Bela menunjukkan sensitivitas tingcat pengembalian sural berharga saham terhadap tingkat pengembalìan berbagai faktor yang mempengaruhinya, seperti tingkat pengembalian pasar. Tingkat pengembalian pasar chtunjukkan oleh besamya pengembalian indeks barga saham gabungan ataupun indeks beberapa saham lertentu yang dianggap representatif Untuk indeks barga saham ini di Buma Efek Jakarta dikenal adanya IHSG dan LQ45.
Variance juga dapal digunakan sehagai alat ukur risiko suatu saham. Variance dibedakan menjadi unconditional variance dan conditional variance. Conditional variance sangat penting bagi para investor untuk melakukan analisis fmansial, misalkan untuk inengukur risiko yang akan terjadi dan memperhitungkan return dan investasinya sehingga risiko investasi dapat dikurangi dan return yang diharapkan dapat diperoleh. Conditional variance dapat diformulasikan dengan menggunakan model ARCH / GARCH Engle (1982) memperkenalkan model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH). Model ini adalab model time-series untuk kondisi heteroscedasticity yang didasarkan pada conditional variance dimana variance adalah fungsi dan variance sebelumnya. Tim Bollerslev (1986) memperkenalkan model Generalized Autoregressive 2onditional Heteroscedasticity (G ARCH) yang merupakan pengernbangan dan model ARCH Model GARCH merupakan teknik pemodelan time-series yang menggunakan peramalan variance masa lalu untuk meramalkan variance masa depan.
Karya akhir ini bertujuan untuk mengetahui besarnya beta dan conditional variance sepuluh perusahaan sektor consumer goods yang memiliki total kapitalisasi pasar terbesar selama 1996-2001 dengan menggunakan model ARCH / GARCH. Adapun untuk pengolaban data digunakan alat bantu software EViews version 3.0, sedangkan untuk pembuatan grafik digunakan bantuan Microsoft Excel 2000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saham-saham consumer goods yang dipengaruhi oleb return 1148G dan return 1148S path vmumnya mempunyai pergerakan yang searah dengan pasar maupun sektoralnya karena sebagian besar basil estimasi menunjukkan nilai beta 1H50 dan beta mss yang positif, serta termasuk saham yang agresif terhadap pasar namun defensif terhadap ektoraJnya, berdasarkan hasil estimasi yang sebagian besar menunjukkan nilai beta IHSG> 1 dan beta IHSS < 1. Secara umum dari tahun 1996 hingga tahun 2001, return saham consumer goods juga dipengaruhi oleh return saham pada han-han sebelumnya namun tidak dipengaruhi oleb return IDR.
Berdasarkan model ARCH / cIARCH, dari hasil penelitian didapat bahwa pada Umurnnya volatilitas return saham consumer goods sebelum krisis ekonomi mel anda Indonesia fluktuasinya rendah. Volatìlitas meningkat tajam ketika luisis mulal terasa imbasnya path bulan Juli 1997. Fenomena ini mendukung teoni Steward (1989) bahwa krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya volatilitas dan volatilitas akan turun ketika terjadi ekspansi ekonomi. Agar investor BEJ bisa mendapatkan keuntungan dan investasinya pada saham-saham consumer goods, maka apabila kondisi penerimaan pasar modal sedang membaik, hampir semua saham consumer goods dapat dijadikan pilihan investasi karena memiliki beta yang positif apalagi jika investor memilih saham consumer goods yang juga memiliki miai beta lebih besar dan satu, seperti misalnya saham INDF, KLBF, dan MYOR. Namun demikian, para investor juga harus mengantisipasi keadaan yang sebaliknya, yaitu jika kondisi pasar modal menjadi memburuk. investor justru bisa mengalami kerugian.
Berdasarkan data con!iiionuI variance, untuk investasi jangka panjang, investor BEJ sebaiknya memilib saham consumer goods yang tidak mengalami volatilitas dalam periode yang cukup panjang, seperti misalnya saham MYOR. Selain itu, investor juga disaraTikan agar tidak berinvestasi pada saham consumer goods pada periode yang memiliki volatilitas tinggi. Hal ini dimaksudkan agar investor dapat memperkecil risiko yang terjadi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T6153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Daniel
"Sejak diberlakukannya berbagai deregulasi dalam bidang moneter (Pakdes 1987. Pakto 1988 dan Pakdes 1988) aktivitas Bursa Efek Jakarta (BEJ) semakin meningkat, bahkan meningkat sangat cepat pada awal deregulasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari Index Harga Saham Gabungan (IHSG) yang meningkat dari 200 pada awal tahun 1988 menjadi 640 pada Juni 1989. Index ini kemudian terus menurun menjadi 408 pada akhir periode penelitian (dan menjadi 250 pada saat karya akhir Ini diselesaikan). Kondisi seperti ini adalah umum untuk pasar modal yang baru berkembang dan masih dalam proses belajar.
Pasar modal sendiri mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagal sumber dalam mendapatkan dana bagi emiten dan sebagai sarana investasi untuk pemodal. Saham sebagai salah satu alternatif investasi di pasar modal inerupakan investasi yang mempunyai resiko paling besar dibandingkafl dengan investasi lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu proses penilalari oleh pemodal untuk sampai pada keputusan untuk membeli saham.
Analisa harga saham berdasarkan pendekatan dividen (dividend approach) memberikan hasil bahwa harga?harga saham yang berlaku di pasar adalah lebih tinggi dan nilai saham sesungguhnya (over valued). Ini terjadi terutama pada saham-saham yang tercatat di BEJ setelah deregulasi. Hasil ini menunjukkan bahwa harga saham di pasar perdana atau pun pasar sekunder telah terlalu tinggi jika dlbandingkan dengan besarnya dividen yang dibagikan oleh emiten.
Keawaman investor di pasar modal telah membentuk permintaan yang begitu tinggi sehingga harga saham cenderung semakin tinggi SeteIah dividen dibagikan dan investor menyadari bahwa dividen itu begitu kecilnya banyak investor melepas saham saham mereka, harga saham cenderung menurun, seperti yang dialami BEJ saat ini, dan penurunan akan terus terjadi sampai ke tingkat dimana dengan dividen yang dibagikan investasi dalam saham masih memberikan imbalan (return) yang baik. Penurunan harga ini merupakan saIah satu gejala dan koreksi pasar pada sebuah pasar modal. Bagaimanapun pendekatan dividen dalam analisa saham adalah pendekatan yang cukup konservative.
Dengan "Cross Sectional Regression Model", dari 20n saham industry manufaktur yang dianalisa didapat 6 saham dengan harga normal, 8 saham ?overvalued? dan 6 saham ?undervalued?. ?Coeficient of determination (R2 = 0,16) yang diperoleh adalah sangat rendah yang berarti bahwa tingkat significancy dari model ini rendah pula. Penyebab yang mungkin adalah terlalu sedikitnya ?sample? yang dipergunakan sehingga tidak mewakili industry manufaktur secara keseluruhan.
Dengan mempergunakan seluruh saham yang ada pada Industri farmasi model ini memberikan hasil yang signifikan (R2 = 0,99). Dan model ini, ternyata besarnya PER sebuah saham paling dominan ditentukan oleh "payout ratio" dan beta. Hubungan antara PER dengan kedua variabel tersebut adalah positip. Berarti semakin besar resiko sebuah saham, semakin besar PER saham tersebut, demikian pula jika dividen yang dibagikan semakin besar. Gejala ini memberikan indikasi bahwa harga saham yang terbentuk sangat sedikit didasarkan pada kondisi fundamental perusahaan yang sebenarnya dan lebih ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran sarta psikologi pasar.
Obligasi konversi sebagai suatu alternatif Investasi memiliki 2 karakteristik, yaitu dapat bersifat sebagai saham dan dapat juga bersifat sebagai obligasi. Dalam kondisi bursa efek yang lesu (bearish), obligasi ini lebih menyerupai obligasi blasa dengan tingkat bunga tertentu yang biasanya lebìh rendah dan bunga obligasj biasa. Sedangkan pada kondjsi bursa yang "bearish", obligasi konversi lebih menyerupaj saham dan membenikan kesempatan untuk mendapatkan "capital gain".
Pada saat ini baru satu perusahaan yang menerbitkan obligasi konversi di BEJ, yaitu PT. Astra Internasional. Obligasi Astra tersebut memberjkan bunga (kupon) sebesar 11% per tahun, dapat dilunasi pada tahun ketiga dengan memberikan "yield" sebesar 17 % per tahun. Setelah ulang tahun ketiga pemiliknya dapat juga mengkonverslkan ke saham (put option) dengan "conversion price" sebesar Rp. 25.000. Apabila harga saham melebihi Rp. 35.000 berturut?turut selama 20 han, maka Astra dapat melaksanakan "call option". Tingkat imbalan (return) yang dihasilkan bagi investor dengan harga konversi tersebut adalah sebesar 21,81 % per tahun. Tentu saja "return" ini dapat lebih tinggi bila harga saham jauh lebih tinggi dan harga konversi sebelum omiten dapat melaksanakan "call option".
Melihat sifatnya, penerbitan obligasi ini sangat baik pada kondisi pasar yang lagi lesu karena berbeda dengan saham obligasi ini memberikan ?downside protection? terhadap pemodal dan juga kesernpatan untuk mendapatkan "capital gain" pada waktu pasar membaik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Surung Deodatus
"Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah membawa dampak yang sangat nyata dalam dunia investasi, terutama di Bursa Efek Jakarta. Setelah mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari segi jumlah emiten maupun nominal nilai saham yang diperdagangkan setiap harinya, Bursa Efek Jakarta tak dapat menghindari dampak krisis yang melanda Indonesia yang dimulal pertengahan tahun 1997. Pada situasi krisis, resiko berinvestasi di Bursa Efek Jakarta semakin tinggi, karena unsur ketidak pastian yang makin tinggi dan pergerakan saham yang sangat fluktuatif. Dalam penelitian ini diamati bagaimana profil resiko (voÌatilitis) yang terj adj di masing-masing sektor industri selama periode krisis berlangsung, mulai dan Agustus 1997 sampai dengan Desember 2001. Data yang digunakan adalah Indeks Harga Sahain Sektoral yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta.
Volatilitas Imbal Hasil Indeks Harga Saham Sektoral tersebut dimodelkan dengan ARCHJGARCH. Hampir semua sektor dapat dimodelkan dengan GARCH(1,1) kecuali Sektor Manufaktur dengan GARCH(3,2) dan Sektor Pertambangan dengan GARCH (1,2). Volatilitas yang dihasilkan masing-masing sektor memiliki kesamaan pola dimana pada awal terjadinya krisis mempunyai pola volatilitas yang tinggi dan kemudian diikuti dengan pola volatilitas yang makin rendah pada tahun 1999 sampal dengan Desember 2001. Pola ini ten adj pada semua sektor. Sektor Aneka Industri memiliki pola yang agak unik dimana volatilitasnya yang tertìnggi terjadi tepat awal-awal teijadinya krisis kemudian dilicuti oleh pergerakan yang relatif rendab dan datar pada masa selanjutnya. Hasil perhitungan unconditional variance menunjukkan bahwa sektor jpj meripakan yang paling rendah volatilitasnya kemudian diikuti oleh Sektor Perdagangan sedangkan Sektor Properti dan . Sektor Pertanian ¡nerupakan dua sektor yang paling tinggi volatilitasnya.
Korelasi yang paling kuat antara varian dengan imbal hasil teijadi path Sektor Industri J)asar (0.09837) kemudian Sektor Perdagangan (0.09675). Sedangkan yang paling lemah teijadi pada Sektor Aneka Industrj (-0.01416) yang diikuti Sektor Pertanian (0.0222 1). Korelasi conditional Variance yang paling kuat terjadi antara Sektor Manufaktur dengan Sektor Industri Barang Konsuinsj (0.88 102) yang diikuti antara Sektor Industri Barang Konsumsi dengan Sektor Pertanian (0.80600). Sedangkan korelasi yang paling lemah teijadi antara Sektor Pertanian dengan Sektor Properti (0.19103)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Permana
"Investasi selalu dihadapkan pada dua masalah yang kontradiktif yaitu maksimalisasi tingkat imbal hash (return) dan minimalisasi resiko (risk). Tingkat resiko yang dihadapi investor akan semakin tin ggi sebanding dengan tingkat pendapatan yang diperoiehnya, dimana fenomena ini mempakan suatu kewajaran dalam berinvestasi. Resiko yang dihadapi sebisa mungkin diantisipasi sehingga potensi kerugian yang diaiami dapat diminimumkan.
Tujuan dari penelitian karya akhir ¡ni adalab tujuan pertama adalah menyusun dinamika efficient frontier saham sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta dan saham yang terletak pada daerah efisien yang akan membentuk portfolio selama periode penelitian 1996-2001, dimana efficient frontier adalah kumpulan portfolio efisien yang dihubungkan sehingga membentuk suatu garis. Tujuan kedua adalah merumuskan variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia di Bm-sa Efek Jakarta selama periode 1996-2001, dimana pada penelitian ini diduga indeks harga sahani gabungan (IHSG), indeks harga saham sektoral (IHSS), dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar (DR) merupakan variabel independen yang signifikan.
Tujuan ketiga yang merupakan tujuan terakhír dad penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat resiko indeks portfolio portfolio saham sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta selama periode 1996-200 dengan menggunakan model volatilitas Model ARCH (Autoregresive Conditional Heteroscedasticity)IModel GARCH (Generalized Autoregresive Conditional Heteroscedasticity) (Engle: 1982), dimana ARCHIGARCH merupakan teknik ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasikan variance dan data masa lalu untuk estimasi varians masa depan yang bersifat tidak konstan (volatile) yang berguna untuk meningkatkan efisiensi pemodelan.
Penelitian karya akhir ini akan membahas mengenai proses pembentukan portfolio saham di suatu sektor industri yaitu industri dasar dan kimia, serta pengaruh dan dampak dan indeks barga saham gabungan (IHSG), indeks barga saham sektoral (IHSS), dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar (IDR) kepada pergerakan indeks portfolio yang dibentuk dan saham sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta selama peniode 1996-2001. Penelitian ini pun akan mencoba untuk membuat model persamaan dari lHSG, EHSS, dan IDR sebagai variabel independen dan indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia sebagai variabel dependen dengan memperhatikan nilai error/residu persamaan, karena residu tidak selamanya bersifat konstan sepanjang waktu (homoscedastic). Pergerakan volatilitas residu dapat menjelaskan pergerakan tingkat resiko masa yang lalu yang relevan untuk memperkirakan resiko pada masa yang akan datang.
Hasil penelitian menunjukican bahwa patta masa menjelang krisis ekonomi tahun 1996-1997 terdapat Íebih banyak saham di sektor ¡ni yang terletak path wilayah yang efisien. Puncak ¡crisis pada tahun 1998 mengakibatkan hanya dua sahani yang berada pada wilayah efisien, dimana terjadi penurunan dalam nilai indikator ekonomi, namun ketika terjadi peningkatan pada tahun 1999-2001. Pengukuran variabel independen secan signifikan dengan level 0,05 yang mempenganuhi pergerakan indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia dipengaruhi oLeh FUSS dan pergeralcan indeks tersebut di masa lalu (lag saham dan portfoho).
Penelitian pada tahun 1997 menunjukkan bahwa IHSG, IHSS, dan IDR tidak berpengaruh pada indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia, IHSG dan IHSS berpengaruh pada indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia pada tahun 1998, sedangkan pada tahun 1999 indeks portfolio sektor industri dasar dan kimia dipengaruhi oleh IHSG dan pergerakan indeks tersebut di masa lalu (lag saham dan portfolio). Tahun 2000 indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia hanya dipengaruhi oleh 1HSS sedangkan pada penelitian tahun 2001 saham indeks portfolio saliam sektor industri dasar dan kimia hanya dipengaruhi oleh dan pergerakan indeks tersebut di masa lalu (lag saham dan portfolio).
Pengukuran tingkat resiko dengan portfolio saham sektor industri dasar dan kimia dengan model GARCH (1,1) hanya dapat dilakukan pada tahun 1999. Nilai conditional variance yang didapat dapat digunakan dalam berinvestasi karena lebih teliti dalam tingkat pengukuran resiko dibandingkan dengan menggunakan nilai unconditional variance.
Kesimpulan yang dapat diambil dan penelitian ini adalah selama periode penelitian dan tahun 1996- 2001 kecenderungan saham yang masuk ke dalam daerah efisien menurun. Faktor lag selama periode penelitian dan tahun 1996-2001, sering menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi secara signifikan dengan level 0,05 indeks portfolio saham sektor industri dasar dibandingkan dengan variabel independen LHSG, LHSS, dan DR. Model GARCH (1,1) dapat digunakan pada portfolio tahun 1999.
Saran dari penelitian ini adalah saran pertama, dengan model GARCH (1,1) investor dapat menggunakan nilai conditional variance sebagai salah sam alat bantu bagi dalam memperkirakan pergerakan resiko investasi saham dan portfolio dan waktu ke waktu bila dibandingkan dengan menggunakan nilai uncondlional variance. Saran kedua adalah kepada peneliti lain yang ingin meneliti evaluasi portfolio saham sektor industri lainnya selain sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta dapat memperbandingkan hasil penelitiannya dengan hash penelitian evaluasi portfolio saham sektor industni dasar dan kimia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T5527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abud Salim
"Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Pasar modal mulai ada di Indonesia pada tahun 1912, yaitu didirikannya Bursa Efek Jakarta (Batavia). Kemudian disusul Bursa Efek di Surabaya (1925) dan di Semarang (1926). Karena perang yang berlanjut menjelang dan selama PO II, maka pasar modal tidak dapat tumbuh dan akhirnya tahun 1942 ditutup. Pada tahun 1952 dihidupkan lagi, tetapi akibat hubungan Indonesia-Belanda memburuk, maka pasar modal kembali ditutup untuk kedua kalinya pada tahun 1858.
Pada tahun 1977, secara resmi pasar modal diaktifkan kembali dengan keluarnya KEPPRES No.52/1976. Sampai tahun 1981 keadaan pasar modal tetap lesu. Baru dalam periode 1982-1983 mulai menunjukkan kemajuan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah perusahanan yang go public, yaitu dari 10 perusahaan pad a tahun 1984 menjadi 26 perusahaan pada 1984. Kemudian kembali merosot lagi sampai tahun 1987.
Kebijaksanaan deregulasi menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan pasar modal yang luar biasa. Deregulasi telah dapat mengh i 1 angkan hambatan-hambatan dan sekaligus memberi kemudahan-kemudahan pad a perkembangan pasar modal. Prosedur emisi disederhanakan, pembukaan bursa paralel,. pemberian kesempatan kepada investror asing berperan serta, batas kenai kan harga saham di hapus dan d1 serahkan pada kekuatan pasar dan penghapusan berbagai hambatan lainny. Jumlah perusahaan yang go public meningkat luar biasa: dari 24 perusahaan pada pertengahan 1989 menjadi 101 perusahaaan pada pertengaham 1990. Indeks Harga Saham Gabungan meningkat 1uar biasa dari 82,43 pada tahun 1987 meningkat menjadi 631,17 pada Juli 1990.
Suksesnya perkembangan pasar modal tersebut diatas, mendorong banyak investor me1akukan investasi dalam bentuk saham. Hasil investasi saham terdiri dari capital gains dan deviden. Karena hasil investasi itu baru akan diperoleh di masa depan, maka pada dirinya mengandung risiko. Risiko yang dimaksud adalah kemungkinan bahwa hasil sebenarnya menyimpang dari pada hasil yang diharapakan. Investor dapat memperkecil risiko atas saham apabi1a dia menerapkan prinsip diversifikasi: pemimi1ikan lebih dari satu saham (portofolio) 1ebih kecil risikonya dari pada risiko masing-masing saham.
Karya akhir ini mencoba untuk memecahkan masa1ah bagaimana investor membentuk. portofolio yang optimal. Teori portofolio modern mengajarkan bahwa keputusan investasi dipengaruhi oleh hasil yang diharapkan dan risiko investasi serta sikap innvestor terhadap risiko itu. Dengan menempatkan posisi sebagai ca1on investor, penulis akan mencoba menerapkan teori portofolio tsb. dengan meneliti 24 saham perusahaan di Bursa Efek Jakarta periode sesudah deregulasi. Hasil penganalisaan atas 24 saham tersebut memperlihat kenyataan dan kesimpulan-kesimpulan dibawah ini.
1. Dengan menerapkan analisis Mean Variance maka dari 24 saham perusahaan yang diteliti, terpi1ih tiga saham perusahaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan saharn pembentuk portofolio, yaitu saham PT. Sari Husada (HUS), saham PT.Tificorp (TIF) dan saham PT.Prodenta (PRO).
2. Dari ke tiga saham kandidat yang terpi1ih untuk dijadikan Portofolio (HUS, TIF dan PRO), penulis dapat membentuk empat portofolio saham yang terdiri dari kombinasi saham HUS, TIF dan PRO ; kombinasi saham HUS dan TIF ; kombinasi saham HUS dan TIF ; kombinasi saham TIF dan PRD.
Beranjak dari asumsi dasar tentang pemksimuman perolehan dan peminimuman risiko maka untuk setiap kombinasi penulis menetapkan tiga cara proporsi dana yang akan ditanamkan di masing-masing saham untuk melihat pengaruhnya terhadap portofolio yang di bentuknya dan untuk menentukan pilihan portofolio mana yang penulis anggap mempunyai return maksimum dengan risiko yang relatif kecil. Penentuan ke tiga cara dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Proporsi dana yang ditanamkan masing-masing sama pada tiap saham da1am pembentukan kornbinasi/ portofolio.
2. Proporsi dana yang ditanamkan besar pada saharn yang mempunyai E(r) besar sebaliknya proporsi yang ditanamkan kecil pada saham yang mempunyai' E(r) kecil. Penentuan besar kecilnya dana yang ditanamkan sesuai dengan proporsi besar kecilnya E( r) yang dimiliki saham pembentuk kombinasi/portofolio.
3. Proporsi dana yang ditanamkan besar pada saham yang mempunyai a kecil sebaliknya proporsi yang ditanamkan kecil pada saham yang mempunyai a besar. Penentuan besar kecilnya dana yang ditanamkan sesuai dengan proporsi besar kecilnya a yang dimiliki sa ham pembentuk kombinasi/portofolio.
Atas dasar patokan-patokan di atas, dan menggunakan rumus untuk mencari E(r),covariance, a2 dan a maka diperoleh 12 kombinasi/portopolio dari empat portofolio yang dibentuk dari ke tiga saham tersebut.
Akhir dari tulisan ini adalah memilih portofolio yang memberikan ni lai E( rp) maksimum dengan a tertentu. Seperti halnya pada pemilihan saham kandidat penulis juga menerapkan cara pemilihan yang sama untuk memilih portofolio saham. Penggambaran ke dalam grafik membantu memudahkan pemilihan. Dengan menggunakan analisa mean variance, dan berlandaskan sikap dasar penulis yang selalu berusaha mengambil risiko sekecil mungkin untuk memperoleh hasil maksimal maka dari ke dua belas portofolio yang terbentuk, diperoleh satu portofolio yang dianggap optimal. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Riyana H.
"Penelitian yang dilakukan oleh Fama dan French pertama [cali menghasilkan adanya signfìcant positive re1ationshq antara beta dengan return. Tetapi selanjutnya dilakukan penelitian kembali untuk periode peflgarnatan 1963 - 1990 dan dihasilkan penggunaan beta sendiri tidak cukup untuk menjelaskan return tetapi penggunaan variabel pendukung lam seperti size, P/E, book to market dapat inemberikan sinyal terhadap perubahan return. Perbedaan hasil tersebut disebabkan antara lain adanya perbedaan kondisi market dan faktor yang berpengaruh dan masing-masing periode. Terdapat perbedaan hash dan penelitian yang sej ems mendasar dilakukannya penelitan serupa pada saharn yang diwakili oleh sektor consumers goods di Bursa Efek Jakarta periode 1997-2001.
Tujuan dari penulisan ini untuk menguji apakah pcnggunaan variabel beta, book to market, size, negatf equity, PER secara cross sectional dapat menjelaskan perubahan return. Hasil pengujian yang diwakilan diharapkaT1 menghasilkan suatu variabel yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi investor thiani berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Hasil replikasi model Kama dan French pada sektor consumers goods di BEJ menghasilkan penggunaan data historis berupa beta lebih dapat menjelaskan perubahan return díbandingkan penggunaan data fundamental seperti book to market, size, negatif equity, PER. Tetapi dengan melakukan kombiflasi antara beta;size dan betaPER maka dapat diperkirakan besarnya perubahan return."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Chadijah Oktoviana
"Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 membawa dampak serius terhadap perkembangan pasar modal kita. Kinerja pasar modal terus memburuk sebagaimana tercermin pada IHSG dan nilai kapitalisasi pasar yang mengalami penurunan, Banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham ini, baik dari aspek internal yang mencakup kondísi fundamental emiten yang sahamnya tercatat dibursa, yaitu adanya penurunan kinerja emiten itu sendiri yang kian memburuk, maupun dari aspek eksternal meliputi krisis nilai tukar, kenaikan suku bunga, krisís perbankan, krisis kepercayaan dan kondisi gejolak sosial politik yang kian marak.
Melihat kondisi yang memprihatinkan, menimbulkan pertanyaan apakah harga saham di bursa efek pada kondisi krisis ekonomi tersebut masih mencerminkan kondisi fundamentalnya, yaitu bahwa saham yang mengalami penurunan nilai tersebut adalah saham-saham dimana emitennya mengalami penurunan kinerja atau merupakan hasil sentimen pasar belaka, atau perdagangan yang dilakukan hanya mengikuti arus yang terjadi di bursa dan tergantung pada informasi yang diidentifikasi sebagai rumor.
Sehubungan dengan fakta diatas, maka studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pengembalian harga saham di Bursa Efek Jakarta pada kondisi ksisis ekonomi (periode Desember 1997-Desember 1998) masih mencerminkan faktor fundamental emitennya.
Penelitian pada karya akhir ini dilakukan dengan metode analisa regresi berganda, dengan tingkat pengembalian harga saham sebagai variabel terikat dan faktor fundamental yang diperkirakan terexposure pada kondisi krisis ekonomi sebagai vanabel bebas. Berdasarkan volatilitas financial price risk (resiko suku bunga, resiko perubahan nilai tukar, resiko harga komoditi) yang terjadi pada kondisi krìsis ekonomi, ada lo falctor fundamental yang diperkirakan terexposure yaitu: lokasi penjualan produk, sensitivitas industri terhadap sikius bisnis, keberadaan bahan baku import. kondisi kewajiban perusahaan, proporsi kewajiban dalam mata uang asing, proporsi hutang dalam floating rate, kondisi biaya bunga, kondisi hedging, proporsi piutang dalam mata uang asing, kondisi likuiditas perusahaan.
Temuan studi menunjukan bahwa di Bursa Efek Jakarta terdapat keterkaitan yang signifikan antara tingkat pengembalian harga saham dengan faktor fundamental emiten pada kondisi krisis ekonomi periode Desember 1997 - Desember 1998. Walaupun pada saat tertentu arah tingkat pengembaliari barga saham tidak selalu mencerminkan fak?tor fundamental emiten. Hanya 32,3 % variasì tingkat pengembalian harga saham pada kondisi krisìs ekonomi yang dapat dijelaskan oieh faktor fundamental perusahaan dimana 67,8 % lebih cenderung disebabkan oleb faktor ekstemaj seperti kondisj ekonomi makro, suasana politik, kebijakan pemerintab ataupun faktor interna! lain yang tidak tercakup di dalam 10 faktor fundamental yang diteliti.
Penelitian ini menunjukan juga bahwa dari 10 faktor fundamental emiten yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengembaIian harga saham pada kondisi krisis ekonomi (periode Desember 1997 - Desember 1998), terdapat 5 faktor yang secara signifikan mampu menjelaskan variasi perubahan tingkat pengembalian harga saham pada periode tersebut yaitu faktor lokasi penjualan produk (proporsi ekspor), sensitivitas industri terhadap sikius bisnis, proporsi kewajiban dalam mata uang asing, proposi hutang dalam floating rate dan kondisi likuiditas. Sedangkan keberadaan bahan baku import, kondisi kewajiban perusahaan, kondisi biaya bunga, keberadaan hedging dan proporsi piutang dalam mata uang asing tidak signifikan.
Ketidaksigniflkanan beberapa faktor fundamental tersebut dapat disebabkan tidak adanya keterkaitan faktor itu sendiri terhadap tingkat pengembalian harga saham, atau dapat pula dìsebabkan kondisi pasar modal dimana transaksi saham di BES tidak banyak dipengaruhi Gleh analisa fundamental emiten, maupun dan sumber data, dimana laporan keuangan sebagai sumber data tidak menunjukan nilai yang sesungguhnya (adanya window dressing)1 dan juga dalani pengolahan data; adanya our/yer, multikolinieritas pada variabel bebas, adanya keterbatasan dalam pengukuran variabel, contohnya pada variabel import dan hedging dimana sebagian besar perusahaan tidak menunjukkan nilai secara jelas sehingga harus direpresentasikan dalam bentuk dunrny variabel.
Untuk penelitian dimasa datang ada beberapa hal yang dapat menjadi pertirnbangan yaltu bahwa penelitian ini terbatas pada informasi yang tersedia di publik dan adanya ketidakseragaman iformasi yang diperoleh dari laporan keuangan sehingga terdapat beberapa penyederhanaan data yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Maka akan lebih baik apabila dalam penelitian selanjutnya informasi dapat diperoleh langsung dari masing-masing emiten. Selain itu untuk menggambarkan Bursa Efek Jakarta dalam kondisi bearish pada krisis ekonomi akan lebih baik apabila jumlah periode pengamatan ditambah dan adanya perbandingan pada periode sebelum krisis dengan faktor yang sama.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input yang bermanfaat bagi para investor dalam meramalkan tingkat pengembalian harga saham berdasar faktor fundamental perusahaan pada kondisi bearish, dan bagi para peneliti yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut pada masa datang tentang keterkaitan faktor fundamental emiten dan tingkat pengembalian harga saham di Bursa Efek Jakarta pada kondisi bearish. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T5305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Harga saham yang diperjualbelikan di bursa efek dari waktu ke waktu selalu berfluktuasi. Para investor maupun trader saham harus mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memutuskan membeli dan melepas sahamnya agar harapannya akan keuntungan bisa dicapai. Investor atau trader yang sukses ditentukan oleh kemampuannya untuk menentukan market trend dan arah gerakan harga dimasa yang akan datang serta membuat prediksi yang akurat. Untuk maksud itu, maka investor atau pun trader minimal harus menguasai satu metode untuk memprediksi pergerakan harga saham.
Dalam melakukan analisa untuk meramalkan gerakan harga saham dimasa yang akan datang, ada dua metode yang dapat dipakai, yaitu Fundamental Analysis dan Technical Analysis. Fundamentalists berusaha meramalkan harga saham berdasarkan forecast dan earnings, dividends, dan sales growth Sedangkan technical analysts mengkonsentrasikan pada forecasting price trend yang menggunakan price-time analysis. Technical analyst beranggapan pergerakan harga saham selalu mengikuti suatu bentuk yang spesifik dan seluruh aspek yang mempengaruhi harga saham sudah dìrefleksìkan pada tingkat harga yang berlaku. Pergerakan harga saham merupakan refleksi dari perubahan supply dan demand.
Technical Analysis dapat diaplikasikan secara efektif pada berbagai media investasi yang diperdagangkan pada berbagai skala waktu, misalnya pada saham, obilgasi options, komoditi dan sebagainya; dalam rangka mencari peluang keputusan untuk membeli dan menjual.
Telaah kepustakaan dalam karya akhir ini menguraikan berbagi alat yang umumnya digunakan pada technical analysis, yang meliputi important reversal patterns, consolidation formations, gaps, key analytical tools ( support and resistance, trendlines and channels, moving average ), dan advance analysis (oscillators, relative strenght index).
Sebelum melakukan analisis harga saham individual, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap overall market dalam hal ini indeks harga saham gabungan dan analisis group industri. Alasan mengapa hal ini dilakukan, karena pergerakan harga saham individual pada umumnya selaras dengan pergerakan harga saham-saham dalam industri yang sama serta saham-saham yang diperdagangkan di bursa secara keseluruhan.
Saham individual yang dianalisis dalam karya akhir ini adalah saham Astra International Inc. dan saham Indocement. Pemilihan saham-saham tersebut didasarkan pada kriteria saham yang paling aktif diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan keduanya berada pada kelompok industri yang sama menurut klasifikasi yang dilakukan oleh PT. Jardine Fleming Nusantara (JFN). Dengan menggunakan beberapa perangkat technical analysis seperti yang diuraikan dalam telaah kepustakaan terhadap kedua saham tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa pergerakan harga kedua saham tersebut memberikan arah kecenderungan yang meningkat baik ditinjau dari perspektif jangka pendek maupun jangka panjang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Hardy Ridwan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T6140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>