Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90413 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Astuti
"ABSTRAK
Karya akhir ini mempunyai tujuan untuk menganalisis pemilihan investasi (capital budgeting) mesin produksi yang paling layak untuk dilakukan. Investasi yang dianalisis adalah berupa pembelian mesin produksi produk Face Powder atau produk Face Cleanser baru oleh PT Kosmetika X. Kedua produk ini merupakan pengcmbangan varian dari produk existing yang saat ini menjadi backbone penjualan PT Kosmetika X. Investasi ini diperlukan oleh PT Kosmetika X untuk menambah pangsa pasamya selama ini. Dengan asumsi bahwa kapasitas mesin produksi existing sudah penuh, maka untuk memproduksi produk baru ini diperlukan tambahan investasi mesin baru. Namun, PT Kosmetika X harus membuat prioritas mesin manakah yang harus dibeli terlebih dahulu karena keterbatasan dana yang ada.
Studi karya akhir ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur Net Present Value, IRR, dan Payback Period. Sedangkan langkah-langkah penelitian yang dilakukan secara garis besar adalah mencarifree cash flow dengan adanya mesin baru ini. Free cash flow yang dimaksud adalah berasal dari pendapatan karena penjualan dikurangi dengan COGS, ditambahkan net working capital dan net capital expenditure. Setelah free cash flow teridentifikasi, kemudian dicari discount rate-nya. Discount rate yang dipakai adalah cost of equity karena seluruh pendanaan yang dibutuhkan adalah berasal dari equity.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam studi karya akhir ini antara lain yaitu: jangka wak'iu perhitungan selama 5 tahun dengan pertimbangan umur efektif mesin, jangka waktu pembayaran AR adalah selama 30 hari dan AP selama 45 hari. Selain itu, mengingat karakteristik fungsi produk baru ini serupa dengan produk existing, maka akan ada pangsa pasar produk existing yang terserap. Dengan demikian diasumsikan kapasitas mesin yang digunakan untuk memproduksi produk existing ada yang tidak terpakai sehingga sebagian permintaan produk baru yang berasal dari penyerapan produk existing dapat diproduksi pada mesin yang sudah ada. Penentuan jumlah permintaan dari hasil serapan produk existing dilakukan dengan pembobotan. Setelah free cash flow diidentifikasi, analisis NPV, IRR, dan Payback Period dilakukan. NPV dan IRR tertinggi serta Payback period investasi tercepat adalah yang dipilih.
Hasil yang diperoleh dalam studi karya akhir ini adalah bahwa NPY dan IRR untuk produk Face Powder lebih tinggi dan Payback period lebih ccpat dibandingkan dengan produk Face Cleanser. IRR dan payback yang diperokh lebih besar dibandingkan dengan benchmark yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen. Nilai NPV dan IRR yang sangat besar diperoleh karena PT Kosmetika X adalah perusahaan manufacturing yang menjual produknya kepada sister company-nya yaitu PT Kosmetika Y yang merupakan perusahaan marketing untuk didistribusi melalui sister company yang lain yaitu PT Kosmetika Z. Dalam hal ini tidak ada biaya transportasi, distribusi, dan promosi yang harus dikeluarkan oleh PT Kosmetika X.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Amri
"Sebagai salah satu perusahaan minyak tertua di Indonesia, PT.X terus menerus melakukan pencarian-pencarian sumber minyak bam serta menggunakan teknologi-teknologi mutakhir untuk meningkatkan produksinya. PT. X merupakan produsen minyak mentah terbesar saat ini di Indonesia dengan jumlah produksinya sekitar 680,000 barrel per hari.
Setelah didapatkannya minyak mentah dari hasil penambangan minyak tersebut, dan hasilnya disimpan dalam tangki penyimpan, selanjutnya PT. X dihadapkan kepada suatu proses lifting atau pengangkatan minyak untuk dijual kepada pembeli akhir, yaitu dengan menggunakan kapal tanker atau melalui pipa. Proses lifting ini dilakukan oleh para offtakers atau fihak-fihak yang mempunyai hak (entitlement) dalam rangka kontrak bagi hasil antara kontraktor dengan Pertamina / Pemerintah. Untuk mencapai hasil lifting yang maksimal, perusahaan harus menerapkan strategi maksimisasi lifting untuk jumlah minyak yang dikangkat atau dikapalkan, agar didapatkan jumlah revenue yang maksimal pula sehingga bisa meningkatkan pendapatan perusahaan.
Untuk mendapatkan angka lifting yang maksimal tersebut, PT. X dihadapkan kepada beberapa batasan yang harus digunakan dalam menghitung perkiraan entitlement / lifting, antara lain jumlah produksi yang diperkirakan per hari, jumlah cost recoverable yang akan digunakan dan berapa harga minyak mentah yang akan dipakai dalam perhitungan.
Kemungkinan-kemungkinan untuk bisa mendapatkan angka maksimal untuk lifting yang menjadi hak bagi PT. X, yang dalam hal ini adalah sebagai kontraktor, bisa dilihat dari asumsi-asumsi yang dipakai dalam perhitungan. Sebagai perhitungan dasar (base-case) dalam tahun 2001 - 2005, penulis memakai perkiraan produksi, cost recoverable dari harga minyak mentah sama seperti yang dipakai oleh PT. X dalam perhitungan untuk periode tahun 2001 - 2005, seperti yang terlihat pada Lampiran 2-6. Sedangkan untuk perkiraan harga minyak yang aktual adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1.2. Dengan mengganti harga pada perhitungan awal dengan perkiraan harga rainyak yang aktual ini, untuk kontraktor akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang jumlahnya lebih kecil dari angka entitlement /lifting sebelumnya. Hal ini mengakibatkan kontraktor akan berada pada posisi overlift. Kalau overlift tetap terjadi selama satu triwulan, hal ini akan mengakibatkan kontraktor harus membayar jumlah overlift ini dikalikan dengan harga yang terjadi pada bulan ketiga, kepada Pertamina / Pemerintah. Pembayaran ini akan mengurangi revenue perusahaan dan dengan sendirinya akan mengurangi pendapatan perusahaan. Untuk tahun 2001 - 2005 penulis akan menghitung jumlah pembayaran overlift setiap triwulannya, dan dihitung nilai sekarangnya (present value) pada tahun 2000. Discount factor yang dipakai adalah 6.99% per tahun yang merupakan biaya modal rata-rata (weighted average cost of capital) dari PT.X, dan dihitung secara triwulanan.
Pada simulasi kedua dalam perhitungan perkiraan entitlement / lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis merubah harga minyak mentah dari US$ 23 (SLC) dan US$ 21 (DC) menjadi US$26 (SLC) dan US$24 (DC). Sedangkan angka produksi dan cost recoverable sama dengan perhitungan awal (base-case). Besaran harga ini masih dibawah harga yang terjadi pada tahun 2000 dan dianggap cukup konservatip. Dari sini didapatkan angka entitlement I lifting buat kontraktor. Kemudian dengan mengganti harga minyak mentah dengan perkiraan harga aktual, akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang ternyata juga lebih kecil dari angka semula. Hal ini juga mengakibatkan kontraktor akan berada dalam posisi overlift. Jumlah pembayaran overlift selama tahun 2001 - 2005 akan dihitung nilai sekarangnya pada tahun 2000.
Pada simulasi ketiga aalam perhitungan perkiraiin entitlement I lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis menggunakan cost recoverable yang diturunkan sebesar US$ IV periode tahun 2001 - 2005, seperti yang terlihat pada Lampiran 2-6. Sedangkan untuk perkiraan harga minyak yang aktual adalah seperti yang terlihat pada Tabet 1.2. Dengan mengganti harga pada perhitungan awal dengan perkiraan harga minyak yang aktual ini, untuk kontraktor akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang jumlahnya lebih kecil dari angka entitlement /lifting sebelumnya. Hal ini mengakibatkan kontraktor akan berada pada posisi overlift. Kalau overlift tetap terjadi selama satu triwulan, hal ini akan mengakibatkan kontraktor hams membayar jumlah overlift ini dikalikan dengan harga yang terjadi pada bulan ketiga, kepada Pertamina / Pemerintah. Pembayaran ini akan mengurangi revenue perusahaan dan dengan sendirinya akan mengurangi pendapatan perusahaan. Untuk tahun 2001 - 2005 penulis akan menghitung jumlah pembayaran overlift setiap triwulannya, dan dihitung nilai sekarangnya (present value) pada tahun 2000. Discount factor yang dipakai adalah 6.99% per tahun yang merupakan biaya modal rata-rata (weighted average cost of capital) dari PT.X, dan dihitung secara triwulanan.
Pada simulasi kedua dalam perhitungan perkiraan entitlement / lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis merubah harga minyak mentah dari US$ 23 (SLC) dan US$ 21 (DC) menjadi US$26 (SLC) dan US$24 (DC). Sedangkan angka produksi dan cost recoverable sama dengan perhitungan awal (base-case). Besaran harga ini masih dibawab harga yang terjadi pada tahun 2000 dan dianggap cukup konservatip. Dari sini didapatkan angka entitlement I lifting buat kontraktor. Kemudian dengan mengganti harga minyak mentah dengan perkiraan harga aktuaf, akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang ternyata juga lebih kecil dari angka semula. Hal ini juga mengakibatkan kontraktor akan berada dalam posisi overlift. Jumlah pembayaran overlift selama tahun 2001 - 2005 akan dihitung nilai sekarangnya pada tahun 2000.
Pada simulasi ketiga aalam pe^hitungan perkiiaar* entitlement I lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis menggunakan cost recoverable yang diturunkan sebesar US$ 1,500,000 per bulan. Angka ini diambil dan perbedaan rata-rata antara angka perkiraan dengan angka aktual dari cost recoverable pada tahun 1999 dan 2000. Sedangkan angka produksi dan harga minyak mentah sama dengan perhitungan awal (base-case). Dari sini didapatkan angka entitlement I lifting buat kontraktor. Kemudian dengan mengganti harga minyak mentah dengan perkiraan harga aktual, dan mengembalikan cost recoverable kepada posisi semula, maka akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang ternyata lebih kecil dari angka semula. Hal ini juga mengakibatkan kontraktor akan berada dalam posisi overlift. Jumlah pembayaran overlift selama tahun 2001 - 2005 akan dihitung nilai sekarangnya pada tahun 2000.
Dari ketiga simulasi diatas maka nilai sekarang yang paling kecil untuk nilai overlift adalah pada simulasi kedua dimana harga perhitungan awal entitlement I lifting menggunakan harga US$26 (SLC) dan US$24 (DC). Simulasi yang kedua ini adalah sebagai alternatif cara perhitungan yang paling tepat bagi PT. X dalam menentukan strategi lifting untuk tahun 2001 -2005 dibanding kedua cara yang lain, dimana dicapainya nilai revenue yang maksimal, sehingga pendapatan perusahaan juga akan menjadi maksimal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vela Alhena
"Krisis moneter yang meianda Indonesia muiai pertengahan iahun 19S7 menyebabkan berbagai aktivitas usaha mengaiami kesulitan, termasuk sektor pariwisata. Sektor pariwisata sangat berganiung kepada perubahan kondisi sosiai poiitik dan kearuanan daiaffi negen, ha! rnt yang menyebabkan pada tahun - tahun 1397 - 1936, perusahaan - perusahaan yang bergerak pada sektor pyriwisata mengaiami penurunan unjuk kerja keuangan.
Kondisi perekonomian iahun 2000 menunjukkan perubahan yang rnenggembirakan, diiambah dengan usaha pernenntah untuk rneiTiulihkan sektor panwisaia dengan rnencanangkan visi bahwa Fariwisata dan Kesenian rnenjadi saiah satu andaian pembangunan, membuat harapan baru uniuk mulai stabiinya aktivitas usaha pada sektor ini. Perusahaan yang diamati pada sektor ini adaiah PT. Sona Topas Tourism industry, Tbk. Hasii pengamatan iahun - tahun yang ialu, termasuk pada masa krisis, unjuk kerja keuangan PT. Sona Topas Tourism industry, Tbk menunjukkan kecenderungan semakin menurun.
Hasil proyeksi unjuk kerja keuangan perusahaan untuk tahun 2000 - 2005 menunjukkan perbaikan dan unjuk kerja keuangan tersebui dengan tetap rnempernatikan kebijakan ? kebijakan perusahaan serta pengalarnn dari iahun - tahun yang iaiu, seningga sesuai dengan karakieristik internal perusahaan. Kewajiban perusahaan menurun ierus sesuai dengan program restrukturisasi hutangnya dan perusahaan tidak rnengalarfii kesulitan keuangan daiarn pembayarannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Putri Arini
"ABSTRAK
Setiap investor pasti ingin memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi dari investasi yang dilakukannya. Untuk itu mereka akan berhati-hati dalam memilih suatu keputusan mengenai dimana investasi akan ditempatkan. Semakin baik kinerja dari perusahaan maka diharapkan perusahaan tersebut akan lebih baik dalam usaha untuk meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya. Tetapi bagaimana cara untuk mengukur kinerja suatu perusahaan kembali kepada investor masing-masing untuk memilih salah satu dari sekian banyak metode penilaian perusahaan.
Dalam karya akhir ini, penilaian kinerja perusahaan dilakukan dengan menggunakan metode Price Earnings Ratio (PER), Economic Value Added (EVA), dan Market Value Added (MVA). Studi kasus untuk perhitungan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Adapun jumlah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEJ sebanyak tiga perusahaan yaitu PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk, PT. Indosat, Tbk, dan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Namun karena penelitian dilakukan untuk periode 1999-2004 sementara PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk baru terdaftar di BEJ sejak 15 November 2001 maka penelitian hanya dilakukan pada dua perusahaan saja, yakni Telkom dan Indosat.
Dari hasil perhitungan PER diperoleh bahwa untuk tahun 1999-2001, nilai PER Telkom berada di atas nilai PER Indosat. Sementara untuk tahun 2002 dan 2004, nilai PER Indosat berada di atas nilai PER Telkom, dan untuk tahun 2004 nilai PER Telkom kembali naik sedikit di atas nilai PER Indosat.
Dari basil perhitungan EVA, maka secara umum kinerja Telkom terlihat lebih baik daripada Indosat. Hal ini bisa dilihat dari perhitungan EVA yang positif untuk tahun. 2000-2004 dan nilai EVA yang negatif hanya pada tahun 1999. Sementara EVA lndosat hanya bernilai positif pada 1999-2001, semen tara peri ode 2002-2004 nilai EVA-nya negatif.
Dari hasil perhitungan MV A juga terlihat bahwa kinerja Telkom lebih baik dibandingkan Indosat dengan nilai MV A yang negatif hanya untuk tahun 2000 dan 2002 serta nilai MVA positif diperoleh untuk tahun 1999, 2001, 2003, dan 2004. Sedangkan MVA Indosat terns bernilai negatif untuk tahun 1999-2002. Nilai MVA Indosat baru berjumlah positif pada tahun 2003 dan 2004 setelah pihak manajemen Indosat memutuskan untuk melakukan stock-split menjadi lima lembar atas setiap lembar saham yang beredar.
Dari metode-metode yang digunakan, metode PER mernpakan metode yang paling mudah untuk digunakan, akan tetapi penyebut yang digunakan yaitu laba per saham dianggap kurang reliable karena masih banyak dipengaruhi oleh distorsi akuntansi.
Metode EVA dan MVA lebih bagus untuk digunakan dalam mengukur kinerja suatu pernsahaan karena bebas dari distorsi akuntansi dan memang fokus terhadap nilai tambah yang diciptakan untu menghasilkan kekayaan bagi pemegang saham. Akan tetapi perhitungannya tidak mudah, terntama untuk EVA yang memiliki beberapa langkah perhitungan. Terutama dalam menghitung biaya modal yang membutuhkan estimasi - estimasi yang bisa diandalkan. Selain itu hasil dari EVA dan MVA dalam satuan nilai mata uang sehingga sulit untuk dijadikan alat perbandingan kinerja secara langsung antar perusahaan yang berbeda size. Untuk itu dalam karya akhir ini nilai EVA dan MVA hasil perhitungan dibandingkan lagi dengan invested capital agar terlihat perbandingan yang lebih fair atas nilai tambah yang diciptakan masing-masing perusahaan atas total capital yang diinvestasikannya."
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurianatama, Author
"ABSTRAK
Hukum mengatur berbagai aspek dalam kegiatan usaha. Oleh sebab itu hokum yang berlaku di suatu negara merupakan salah satu faktor penting bagi suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya. Salah satu aspek hukum yang perlu menjadi perhatian pelaku usaha di Indonesia adalah Hukum Kepailitan yang diatur dalam Undang-undang Kepailitan.
Undang-undang Kepailitan baik Undang-undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 dan Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, keduanya memberikan persyaratan yang sama bahwa debitor yang patut dipailitkan adalah debitor yang memiliki utang lebih dari satu dan salah satu utangnya telah jatuh waktu dan belum dibayar.
Undang-undang Kepailitan juga menuntut agar pembuktian dari syarat pengajuan permohonan pailit dilakukan secara sederhana. Yang dimaksud dengan "fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana" adalah adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besamya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.
Selama persyaratan yang diatur dalam Undang-undang Kepailitan telah dipenuhi dan dibuktikan secara sederhana maka debitor menjadi layak atau patut dipailitkan.
PT Prudential Life Assurance (PLA) adalah perusahaan asuransi yang berasal dari lnggris, mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 1995. Pada tanggal 23 April 2004 PT Prudential Life Assurance dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga.
Ketika dinyatakan pailit, kekayaan (harta) PLA berjumlah Rp 1.567.658.000.000 (satu trilyun lima ratus enam puluh tujuh milyar enam ratus lima puluh delapan juta rupiah). Sedangkan kewajibannya (utangnya) adalah Rp 1.373.000.000 (satu trilyun tiga ratus tujuh puluh tiga milyar rupiah). Batas Tingkat Solvabilitas Minimum (BTSM) PLA ketika dinyatakan pailit adalah 255% atau 155% lebih tinggi dari yang diwajibkan Pemerintah dalam KMK Nomor 424 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Putusan pailit yang diberikan Pengadilan Niaga bertentangan dengan kenyataan yang ada. PLA tidak berada dalam keadaan insolven sehingga patut dinyatakan pailit. sebaliknya PLA berada dalam keadaan yang sangat sehat (sangat solven) berdasarkan pencapaian Batas Tingkat Solvabilitas Minimum yang diatur Menteri Keuangan.
Dalam penulisan ini akan dibahas mengapa perusahaan yang secara keuangan sehat (salven) dapat dinyatakan pailit oleh Undang-undang Kepailitan yang berlaku di Indonesia.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data-data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi peraturan perundang-undangan dan berbagai bahan bacaan yang berasal dari buku, jurnal, harian termasuk internet.
Aspek yang dianalisis adalah konsep insolvensi (ketidakmampuan membayar) menurut Undang-undang Kepailitan dan konsep insolvensi (ketidakmampuan membayar) menurut Teori keuangan. Pemenuhan syarat "insolvensi (tidak mampu membayar)" berdampak pada patut atau tidaknya perusahaan dinyatakan pailit.
Penelitian menunjukkan bahwa menurut Undang-undang Kepailitan debitor yang memiliki utang yang jatuh waktu dan belum dibayar menempatkannya pada posisi debitor yang tidak mampu membayar (insolven). Untuk itu permohonan pailit atas Debitor yang demikian akan dikabulkan.
Penelitian menunjukkan bahwa Teori Keuangan memberikan persyaratan yang berbeda. Tidak dibayarnya suatu utang yang telah jatuh waktu, tidak menempatkan perusahaan dalam posisi tidak mampu membayar (insolven). Perlu diselidiki lebih lanjut konsisi harta (kekayaan) debitor terhadap kewajibannya. Debitor yang memiliki nilai perusahaan positif yaitu nilai harta (kekayaanlaset) lebih besar daripada kewajibannya (utang/liability), adalah debitor yang salven yang tidak patut dinyatakan pailit. Hanya jika nilai bersih perusahaan menjadi negatif yaitu nilai
kewajiban. (utang/libility) lebih besar daripada harta (kekayaanlasetnya), debitor tersebut menjadi patut dinyatakan pailit.
Undang-undang Kepailitan memiliki indikator ketidakmampuan membayar (insolvensi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh Teori Keuangan. Hal ini mengakibatkan perusahaan yang secara keuangan sehat (salven) dapat dinyatakan pailit menurut Undang-undang Kepailitan.
Pernyataan pailit atas perusahaan yang sehat menimbulkan kerugian baik bagi debitor maupun bagi masyarakat. Scbab kepailitan mcmiliki biaya, baik biaya langsung (direct cost) maupun biaya tak langsung (indirect cost). Untuk itu perbedaan indikator ketidakmampuan membayar antara Undang-undang Kepailitan dan Teori Keuangan perlu dijembatani. Beberapa hal dapat dilakukan yaitu, mengamandemen Undang-undang Kepailitan, menghimbau agar Hakim Pengadilan Niaga tidak menerapkan Undang-undang Kepailitan secara mekanistis melainkan melakukan tafsiran yang bedandaskan filosofi Undang-undang Kepailitan itu sendiri, dan memberikan pelatihan kepada Hakim Pengadilan Niaga tentang perspektif teori keuangan terhadap kepailitan
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damar Latri Setiawan
"ABSTRAK
Perkembangan Pegadaian ditandai dengan meningkatnya penyaluran pinjaman kepada masyarakat dan ekspansi dengan cara membuka cabang baru yang kesemuanya menuntut adanya tambahan sumber dana. Bertambahnya sumber dana membawa konsekuensi biaya modal yang meningkat. Agar peningkatan biaya modal ini tidak menambah resiko/beban keuangan perusahaan, maka dimungkinkan adanya perbaikan struktur keuangan Perum Pegadaian.
Penelitian ini menganalisis Kinerja Perum Pegadaian sebelum dan sesudah penerbitan obligasi terhadap. Tools yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio-rasio yang menyangkut kinerja perusahaan dan perhitungan WACC ( Weighted Average Cost of Capital).
Secara umum kinerja perusahaan setelah penerbitan obligasi cenderung membaik hila dibandingkan kinerja sebelum penerbitan obligasi . Kenaikan pada WACC selalu diimbangi dengan kemampuan dari Perum Pegadaian untuk tetap menghasilkan laba bersih, baik dari ukuran ROE (Return On Equity) maupun ROA (Return On Assets), sehingga kinerja dari perusahaan selalu terjaga dalam kondisi yang baik.
Salah satu resiko yang dihadapi Perum Pegadaian adalah Resiko Pendanaan, yaitu dalam memberikan pinjaman kepada nasabah, perusahaan menghadapi resiko berkurangnya sumber dana, sehingga kemampuan untuk memberikan pinjaman menjadi berkurang. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan pendapatan dan akhirnya menurunkan pertumbuhan tingkat keuntungan Pegadaian. Sehingga menurut penulis Perum Pegadaian perlu melakukan pengkajian untuk mencari altematif sumber pendanaan lain. Sumber pendanaan tersebut dapat berbentuk surat berharga Saham. Untuk bisa menerbitkan saham, Perum Pegadaian harus berubah status dari Perum menjadi PT (Perseroaan). Perum Pegadaian juga bisa bekerjasama dengan pihak lain untuk masalah pendanaan , misal perbankan dengan membantu menyalurkan Kredit Usaha Mikronya.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridho Ramadhani
"Laporan ini disiapkan untuk Ernst Young Chile dalam konteks ini: EY oleh Muhammad Ridho Ramadhani. Laporan ini menyediakan analisa dari kesempatan untuk mengembangkan penawaran barang dan jasa dari divisi Capital Transformation. Khususnya, laporan ini memberikan wawasan untuk klien EY sekarang dan di masa depan. Menurut laporan ini, EY direkomendasikan untuk memformalkan penawaran jasa Capital Transformation dan peran dengan cara memperkenalkan pemetaan jasa Capital Transformation. Peta ini akan memberikan penjelasan jasa spesifik yang ditawarkan tiap divisi. Pemetaan ini juga akan menjelaskan anggota-anggota tim untuk memfasilitasi rujukan klien antar divisi. Selanjutnya, EY juga direkomendasikan untuk mempertimbangkan Capital Equipment Evaluations dan Restructuring Services sebagai cara untuk mengembangkan divisi Capital Transformation. Analisa makroekonomi melihat faktor-faktor yang memiliki potensi yang berdampak ke perekonomian Chile dan permintaan dari kedua jasa tersebut. Analisa industri juga memperlihakan bahwa pasar Restructuring Services sangat kompetitif dan pasar untuk Real Estate Advisory masih kurang berkembang di Chile.

This report has been prepared for Ernst Young Chile herein EY by Muhammad Ridho Ramadhani. It presents an analysis of the opportunity to expand the product and service offerings of the Capital Transformation Division. In particular, the report provides an insight into the current and future needs of the EY clients. According to the report, it is recommended for EY to formalize the Capital Transformation service offerings and roles by introducing a Capital Transformation Services Map. This map will outline the specific services outlined by each division. It will also highlight members of the team to facilitate client referrals across divisions. In addition, it is also recommended for EY to consider Capital Equipment Evaluations and Restructuring Services as a way to expand the Capital Transformation Division. The macroeconomic analysis examined factors that have the potential to impact the Chilean economy and demand for these two services. Industry analysis demonstrates that the market for Restructuring Services is highly competitive while the market for Real Estate Advisory is underdeveloped in Chile.
"
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Muhammad Rasyid
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal perusahaan terhadap perubahan struktur modal perusahaan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ordinary least square da random-effect model. Penelitian ini menggunakan data panel dari 55 perusahaan pada sektor properti, real estate, dan konstruksi dan consumer good dari tahun 2014 hingga tahun 2018. Hasil penelitian menujukkan bahwa profitabilitas memberikan pengaruh signifikan dengan koefisien yang negatif terhadap perubahan struktur modal perusahaan, yang mana sesuai dengan teori Pecking-Order. Kemudian antara sektor usaha jugaterdapat perbedaan dalam mempengaruhi perubahan struktur modal.

This study aims to analyze the influence of internal company factors on changes in the company's capital structure. The method used in this research is ordinary least square and random-effect models. This study uses panel data from 55 companies in the property, real estate, and construction and consumer good sectors from 2014 to 2018. The results showed that profitability had a significant effect with a negative coefficient on changes in the company's capital structure, which is in accordance with the Pecking-Order theory. Then between business sectors there are also differences in influencing changes in capital structure."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Adi Yasir Maulana P.
"ABSTRAK
Pada kompetisi global saat ini, perusahaan berlomba-lomba menunjukkan keunggulan daya saingnya baik yang didorong dari kondisi internal maupun eksternal perusahaan. Kondisi eksternal merupakan salah satu faktor yang kuat mendorong perusahaan untuk terus berupaya berkompetisi. Untuk itu, perusahaan mempunyai perhatian yang khusus terhadap kondisi eksternal tersebut dengan melakukan kegiatan kegiatan corporate social responsibility (CSR).
Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu kegiatan perusahaan yang penting dalam mempengaruhi value creation perusahaan yang memiliki dampak terhadap kinerja perusahaan (keuangan dan non keuangan). Namun tidak semua kegiatan CSR berdampak positif bagi perusahaan dikarenakan CSR tidak menyentuh core business atau dapat dikatakan tidak stratejik. Penelitian ini menekan bahwa kegiatan CSR yang stratejik terbagi atas lima dimensi centrality, specificity, proactivity, visibility dan voluntarism akan mempengaruhi value creation perusahaan (Burke & Logsdon, 1996) sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan.
Penelitian ini menggunakan studi kualitatif dengan studi kasus PT Astra International Tbk yang diharapkan mendapatkan informasi dan pemahaman yang lebih mendekati pada konteks sehingga perusahaan dapat melihat persepsi stakeholder baik dari internal dan eksternal perusahaan dari program CSR yang dijalankan.

ABSTRACT
In today's global competition, companies are competing to show the advantages of both the driven competitiveness of the internal and external conditions. External condition is one of the factors that could strongly encourage companies to continue to compete. Because of that, the company has a focus on the external conditions by conducting activities of corporate social responsibility (CSR).
Corporate Social Responsibility (CSR) is an important corporate activities that affect value creation in companies that have an impact on firm performance (financial and non-financial). However, not all CSR activities have positive impacts for the company because the CSR does not touch the core business or can be said to be strategic. This study stressed that CSR activities are divided into five dimensions of strategic centrality, specificity, proactivity, voluntarism and visibility will affect the company's value creation (Burke & Logsdon, 1996) thus affecting the performance of the company.
This study used a qualitative method focusing on a case study of PT Astra International Tbk. It is expected to gain more information and understanding of the specific context in the field study in order to make the company notices the perception of the stakeholders both internal and external regarding the implementation of CSR programs in PT. Astra International Tbk.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T45472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Notariza Taher
"A. Alasan dan Tujuan Penulisan Skripsi Emisi obligasi Bakrie & Brothers pada bulan September 1993 merupakan langkah restrukturisasi keuangan dari kelompok usaha Bakrie dan khususnya Bakrie Brothers. Sebelum melakukan restrukturisasi keuangan ini Bakrie & Brothers melakukan restrukturisasi usaha yang mencakup akuisi Bakrie Sumatra, divestasi Arutmin Indonesia, akuisisi Lewis & Peat dan akuisisi Trans Bakrie. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah memberikan deskripsi dari hubungan antara restrukturisasi usaha dan restrukturisasi keuangan.
B. Metode Penelitian Penelitian dimulai dengan melalukan penelusuran pustaka mengenai teori yang ada mengenai restrukturisasi. Teori hasil temuan dari penelusuran pustaka yang relevan kernudian diaplikasikan ke dalam kasus Bakrie & Brothers untuk menjelaskan restrukturisasi yang ada. Pemilihan teori yang relevan dilakukan karena adanya perbedaan kondisi antara perusahaan dalam teori dan kasus Bakrie & Brothers.
C. Hasil Penelitian Perusahaan memiliki proyeksi investasi untuk lima tahun mendatang hampir mencapai Rp 1 trilyun. Proyeksi investasi ini membutuhkan dana yang amat besar dan perusahaan membutuhkan dana eksternal bagi pembiayaannya. Perhitungan kapasitas hutang perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan sudah maksimum menggunakan kapasitas hutangnya. Sehingga penggunaa dana eksternal bagi pembiayaan transaksi restrukturisasi tidak memungkinkan. Transaksi asset yang tercakup dalam restrukturisasi asset pada tahun 1993 dilakukan antara Bakrie & Brothers dengan sub holding Bakrie Group lainnya. Bakrie Nusantara Corporation dan Bakrie Investindo. Transaksi asset yang tercakup dalam penelitian ini adalah akuisisi Bakrie Sumatra Plantation dan divestasi Arutmin Indonesia. Pembiayaan dari transaksi asset yang bersangkutan tidak banyak membutuhkan dana tunai. Diversifikasi pembiayaan transaksi asset memberikan penghematan dalam penggunaan dana internal perusahaan. Transaksi asset yang merupakan bagian dari program restrukturisasi memberikan tambahan asset, equity dan cashflow tambahan bagi perusahaan.
Setelah restrukturisasi asset berhasil perusahaan melanjutkannya dengan restrukturisasi keuangan yaitu dengan menerbitkan obligasi.
D. Kesimpulan Restrukturisasi yang terjadi dalam Bakrie Brothers merupakan konsekuensi dari business refocusing yang dilakukan oleh perusahaan. Business refocusing dilakukan karena diversifikasi perusahaan yang berlebihan dan disertai dengan penurunan keuntungan perusahaan. Business refocusing dilakukan juga karena terjadinya perubahan pasar dimana perusahaan berusaha untuk memanfaatkan peluang usaha di masa mendatang. Bakrie & Brothers merupakan perusahan publik sehingga lebih mudah menerbitkan obligasi dari pada holding Bakrie Group lainnya. Namun sebelum restrukturisasi struktur keuangan perusahaan tidak memungkinkannya masuknya hutang baru dalam jumlah yang besar. Perusahaan sudah memakai hampir seluruh kapasitas hutangnya. Restruktursasi asset merupakan langkah untuk memperkuat struktur asset dan modal perusahaan. Peningkatan asset dan modal perusahaan meningkatkan kapasitas hutang dari perusahaan sehingga perusahaan dapat menerbitkan obligasi. Dana dari hasil obligasi akan digunakan 70% untuk invetasi dan 30% untuk memperbaiki struktur posisi keuangan perusahaan. Restrukturisasi asset yang terjadi Bakrie & Brothers merupakan restrukturisasi internal dimana perusahaan tidak melibatkan pihak eksternal perusahaan. Karakteristik internal ini menyebabkan pasar modal tidak bereaksi seperti yang dijelaskan dalam teori restrukturisasi. Aplikasi teori restrukturisasi tidak bisa diterapkan seluruhnya pada kasus Bakrie & Brothers karena adanya hambatan dalam pasar modal dan juga dari kepemilikan perusahaan yang masih dikuasai oleh investor publik hanya sekitar 3%."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18643
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>