Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugiat
"Tujuan program intervensi ini untuk meningkatkan efikasi kolektif melalui peningkatan kohesi sosial kelompok tani di Desa Lemahabang, Karawang. Intervensi dilakukan menggunakan metode Appreciative Inquiry. Partisipan dalam intervensi ini sejumlah 24 orang petani yang tergabung dalam Gapoktan Sri Rejeki. Intervensi dilakukan selama dua hari pada 21-22 April 2017. Pengukuran dampak intervensi dilihat dari selisih nilai mean pada pre-test dan post-test melalui uji paired samples t test. Nilai mean pre-test kohesi sosial M=18,04, SD=2,386 dan nilai mean post-test M=20,42, SD=2,430 dengan signifikansi p.

The purpose of this intervention program is to increase collective efficacy through an increase of social cohesion from farmer groups in Desa Lemahabang, Karawang. This Intervention are using Appreciative Inquiry method. Participants in this intervention are 24 farmers who are the members of Gapoktan Sri Rejeki. Intervention was conducted for two days on April 21st 22nd 2017. Measurement of the impact of intervention is seen from the difference between mean values in pre test and post test through paired samples t test. The mean value of pre test social cohesion M 18.04, SD 2.386 and the mean post test M 20.42, SD 2,430 with significance p."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sugianto
"Tesis ini tentang Penyidikan tindak pidana bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Salah satu fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah menegakkan hukum, yang tidak dapat dipisahkan dari sistem peradilan pidana (criminal justice system). Sistem ini adalah suatu operasionalisasi atau suatu sistem yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan, salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima. Komponen dari sistem peradilan pidana di Indonesia adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Kepolisian merupakan posisi terdepan dalam tugas penegakan hukum untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi, hal tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan penyidikan.
Kegiatan penyidikan tindak pidana bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti suatu tindak pidana bidang HAKI, dan dengan bukti tersebut membuat terang suatu tindak pidana. Rangkaian tindakan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Proses penyidikan tindak pidana bidang HAKI yang merupakan satu rangkaian kegiatan dari keseluruhan tahap penanganan suatu peristiwa pidana, terutama pada tahap upaya paksa yang diantaranya meliputi penangkapan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan tersangka guna dituangkan dalam Berita Acara dan penahanan oleh penyidik/penyidik pembantu, merupakan sebagian tahap yang sangat berpeluang bagi penyidik/penyidik pembantu untuk melakukan suatu penyimpangan.
Berkaitan dengan semua aspek yang berhubungan dengan tugas dan wewenang polisi, penyidikan tindak pidana bidang HAKI yang dilakukan oleh Satuan Reserse Polres Metro Jakarta Barat merupakan suatu langkah untuk menekan berkembangnya pelanggaran tindak pidana bidang HAKI yang semakin banyak dilakukan oleh orang yang ingin mencari keuntungan dengan proses mudah dan cepat. Kekayaan intelektual berhubungan dengan permohonan perlindungan atas gagasan-gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial. Kekayaan intelektual merupakan kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan dialihkan kepada orang lain sebagaimana jenis-jenis kekayaan lainnya termasuk dijual atau dilisensikan.
Penyidikan tindak pidana bidang HAKI yang meliputi pelanggaran bidang Hak Cipta, bidang Paten dan bidang Merek potensi untuk disimpangkan, karena pengaruh kondisi sosial ekonomi, sistem dan mekanisme penyidikan tindak pidana yang memberikan ruang bagi penyidik/penyidik pembantu dan tersangka untuk melakukan itu. Pola penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana bidang HAKI dapat berupa (a). menerima uang setoran; (b). menawarkan bantuan dan melakukan intimidasi; (c). membiarkan barang sitaan di gudang barang bukti; (d).Penyelesaian damai dengan menerima 'uang bantuan'.
Penyimpangan penyidikan ditemui pada tahap dilakukannya upaya paksa yaitu pada tahap penangkapan, penggeledahan dan penyitaan serta pemeriksaan tersangka. Dalam mengantisipasi terjadinya penyimpangan tersebut maka pengaruh pengawasan terhadap penyidikan tindak pidana bidang HAKI dalam bentuk peraturan atau kebijakan dari pimpinan yang merupakan jabaran dari kode etik, sangat menentukan dalam mengontrol terjadinya penyimpangan tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loemau, Alfons
"Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif (misalnya terjadinya pencemaran). Produsen tidak memasukkan eksternalitas sebagai unsur biaya dalam kegiatannya, sehingga pihak lain yang dirugikan. Hal ini akan merupakan kendala pada era tinggal landas, karena kondisi ini berkaitan dengan perlindungan terhadap hak untuk menikmati lingkungan yang baik dan sehat. Masalah pencemaran ini jika tidak ditanggulangi akan mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 70 industri yang punya andil membuang limbah ke badan sungai tersebut. Permasalahan ini menjadi semakin mendapat perhatian dengan dibangunnya instalasi Pengelolaan Air Minum (PAM) di wilayah Karang Pilang yang merupakan proyek peningkatan kapasitas pengelolaan air minum untuk mencukupi kebutuhan air minum di Surabaya atas bantuan Bank Dunia. Pada tahun1988, dua di antara 70 perusahaan/industri yang diduga memberikan kontribusi pencemaran terhadap Kali Surabaya diajukan ke pengadilan. Kedua perusahaan ini adalah PT Sidomakmur yang memproduksi Tahu dan PT Sidomulyo sebagai perusahaan peternakan babi. Limbah dari kedua perusahaan ini dialirkan ke kali Surabaya, dan diperkirakan telah menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
Untuk dapat membuktikan bahwa suatu perbuatan telah menimbulkan pencemaran perlu penyidikan, penyidikan ini dilakukan oleh aparat POLRI. Untuk itu di samping diperlukan kemampuan dan keuletan setiap petugas, juga diperlukan suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu perbuatan telah memenuhi unsur pasal (Pasal 22 UU No. 4 Tahun 1982), seperti halnya dengan kasus Kali Surabaya.
Polisi (penyidik) dalam penyidikan berkesimpulan bahwa telah terjadi pencemaran karena kesengajaan, sehingga perkara ini diajukan ke Pengadilan Negeri Sidoardjo, tetapi hakim memutuskan bahwa tidak terjadi pencemaran. Sedangkan pada tingkat Mahkamah Agung menilai bahwa Hakim Pengadilan Negeri Sidoardjo salah menerapkan hukum, selanjutnya MA memutuskan bahwa perbuatan tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan mencemari lingkungan hidup karena kelalaian. Perbedaan ini menunjukkan bahwa permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan kompleks, rumit dalam segi pembuktian dan penerapan pasal, serta subyektivitas pengambil keputusan cukup tinggi, sehingga perlu suatu media untuk menyederhanakan, memudahkan dan meminimalisir unsur subyektivitas.
Tujuan penelitian ini adalah menetapkan model untuk menentukan prioritas teknik penyelidikan, menentukan terjadi tidaknya pencemaran, menentukan pencemaran disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian dan mengidentifikasikan kendala penyidikan.
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam upaya penegakan hukum sebagai bagian dari sistem peradilan pidana. Criminal Justice System (CJS) dan lebih memberikan kepastian hukum (jaminan perlindungan hak) pihak yang terlanggar (korban pencemaran) maupun pihak yang melanggar. Sifat dari penelitian ini adalah Studi Kasus, yakni kasus pencemaran kali Surabaya oleh PT Sidomulyo dan PT Sidomakmur. Penentuan kasus ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya dua putusan yang berbeda, pada tingkat Pengadilan Negeri Sidoarjo dan pada tingkat Kasasi. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, Data primer diperlukan berkaitan dengan aplikasi Proses Hirarki Analitik(AHP)dan kendala penyidikan, sedangkan data sekunder diperlukan untuk mempertajam pembahasan hasil penelitian data primer.
Pengumpulan data dalam aplikasi AHP dilakukan terhadap populasi, yakni sebanyak 6 anggota POLRI (sebagai aparat penyidik pada kasus tersebut) dan 14 orang responden dari 9 instansi yang terlibat. Sedangkan untuk mengidentifikasi kendala penyidikan, di samping dilakukan pada 6 anggota POLRl (sebagai aparat penyidik) juga dilakukan pada 5 orang pemerhati di bidang hukum dan lingkungan.. Pengambilan data terhadap pemerhati di bidang Hukum dan Lingkungan dilakukan dengan metode non random sampling.
Metode analisis data yang dipakai adalah menggunakan Model AHP, proses ini dimulai dengan mendefinisikan situasi dengan seksama, memasukkan atau melengkapi dengan sebanyak mungkin detail yang relevan yang akan digunakan sebagai faktor yang memberikan kontribusi. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka Model AHP dirumuskan dalam 3 kelompok hirarkis, hirarkis pertama adalah menentukan prioritas teknik penyelidikan, hirarkis kedua adalah menentukan terjadi tidaknya pencemaran dan hirarkis ketiga adalah menentukan pencemaran tersebut karena lalai atau sengaja. Sedangkan untuk mengidentifikasikan kendala penyidikan digunakan metode deskriptif analitis.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prioritas pertama (sesuai dengan derajat pentingnya) penggunaan teknik penyelidikan dalam mendapatkan data/informasi awal dalam upaya menentukan tindak pidana pencemaran lingkungan kali Surabaya adalah "teknik Surveillance" dengan nilai 0,344, disusul oleh teknik pemeriksaan dokumen (0,329). Berdasarkan proses AHP menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PT Sidomulyo dan PT Sidomakmur telah nyata mencemari lingkungan dengan nilai 0,763, dan pencemaran tersebut telah nyata memenuhi unsur sengaja denga nilai 0,815. Kendala utama dalam pelaksanaan penyidikan kasus tersebut adalah pasifnya petugas penyidik lapangan, peran BKKLH dan Advokasi LSM belum efektif, ruang gerak penegak hukum yang terbatas, ketidaksederhanaan perangkat hukum yang ada, kemampuan penguasaan hukum aparat yang belum memadai.

Development activities carried out by Indonesia has not produced positive impact only, but negative impact as well (pollution for instance). The producer has not included externalities as cost element in its activities, so that another party has to bear the burden. This is a constraint in the "take off era", because it is related with the protection towards the right to enjoy a good and healthy environment. This pollution problem, if it is not overcome instantly, it will threaten the everlasting living environmental function.
There are about 70 industries that have their respective shares in disposing waste into the river body along the Surabaya river. This issue has received ever increasing attention with the establishment of the Drinking Water Management Installation (PAM) in the Karang Pilang area, The project is to increase the drinking water management capacity to satisfy the need for drinking water in Surabaya with the aid of the World Bank. In 1988, two out of the 70 enterprises/industries that were suspected of polluting the Surabaya river, were sent to court. They were PT Sidomakmur, which produced tofu and PT Sidomulyo, a pig raising enterprise. The wastes Of the two enterprises were disposed of into the Surabaya river and suspected to have polluted the living environment.
To prove that an act has caused pollution, an investigation need to be carried out. This investigation was undertaken by the police (POLRI). For that purpose, besides the ability and tenacity of each and every officer, a model is also needed that can be used to determine whether or not an act has complied with the provision of an article of law (article 22 Act No 4 year 1982) as was the case of the Surabaya river.
The police (investigator) concluded that pollution did occur intentionally so that the case was brought to the Sidoardjo Court of law. However, the Judge decided that no pollution took place. Whereas the Supreme Court considered that the Sidoardjo Court of Law has mis-applied the Law. Hence, the Supreme Court decided that the act was proven beyond the reasonable doubt that the living environment was polluted due to negligence. This difference showed that living environment is a complex issue, intricate in providing proofs as well as application of the articles of Law. In addition, the subjectivity of the decision maker is reasonably high, so that a medium needs to be invented to simplify, facilitate and minimize the element of subjectivity.
The objective of this study is to formulate a model to determine investigation technique priority, to determine the occurrence or non-occurrence of pollution to determine the pollution was caused intentionally or due to negligence and to identify the constraints of investigation. This study is hoped to provide input towards endeavours of Law Enforcement as part of the Criminal Justice System. What is more, it is hoped to provide a more definite legal certainty (guaranteeing rights protection) to both the affected party (pollution victim) as well as the offender.
The nature of this study is a case study, namely the Surabaya river pollution by PT Sidomulyo and PT Sidomakmur. The determination of this case was based on the consideration that there were two different decisions made, namely at the Sidoardjo Court of Law and at the level of the Supreme Court. The data needed in this study were both, primary data and secondary data. The primary data needed were related to the application of Analytical Hierarchy Process (AHP) and investigation constraints. Whereas, the secondary data needed was to focus the discussion on the results of the primary data. Data collection in the AHP application was carried out towards the population, namely 6 Police Officers (as investigators of the case in question) and 14 respondents of 9 related institutions. Whereas, to identify the investigation constraints, besides the 6 Police Officers, 5 observers in the legal and environmental fields were also included. Data collection of the latter were carried out by using the non-random sampling method.
The method of data analysis used was the Analysis Hierarchy Process (AHP) model. In this process, strict situational definition was the initial step, thence additions or supplementing with as many relevant details as possible to be used as factors that provide contributions. In accordance to the objective of the study, the Alf? model was formulated into 3 hierarchical groups. The first hierarchy is to decide the investigation technique priority, the second hierarchy is to decide the occurrence or non-occurrence of pollution and the third hierarchy is to decide whether the pollution was caused by negligence or intentionally_ Whereas, to identify the investigation constraints, the descriptive analysis method was used.
This study concluded that the first priority (according to the degree of data/information in efforts to determine environmental pollution criminal act of Surabaya river was the "Surveillance Technique" with a value of 0.34-4, followed by documents investigation technique (0.329). Based on the AHP process, it was disclosed that the activities conducted by PT Sidomulyo and PT Sidomakmur were obviously polluting the environment with a value of 0.763. The pollution in question was in fact complying with the intentionally element with a value of 0.815. The main obstacle in the implementation of the case investigation was the passivity of the field investigating officer, the role of BKKLH and NGO advocacy that were not yet effective, the limited law enforcement space to move, the presence of non-simplified legal system, the inadequate and inability of the legal apparatus in the mastery of the trade.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryono Sutarto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ondy
"Latar belakang diadakannya penelitian ini adalah karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan institusi pembongkar korupsi yang legal yang diberikan kewenangan untuk melaporkan secara hukum, bila dari hasil pemeriksaan mereka terdapat indikasi tindak pidana korupsi (contoh kasus bank BNI baru-baru ini) sehingga menurut peneliti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga yang cocok baik secara akademis dan lainnya untuk mengadakan penelitian, khususnya tentang persepsi pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap tindak kejahatan korupsi.
Penelitian tentang tindak kejahatan korupsi (studi melalui persepsi pegawai negeri sipil di instansi Badan Pemeriksa Keuangan) ini menggunakan jenis penelitian Survei dengan instrumen kuestioner (pertanyaan-pertanyaan penelitian) yang harus diisi oleh responden (pegawai BPK). Dengan tipe penelitian deskriptif, teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan Mail questionnaires dan Self-Administered questionnaires yaitu responden diminta untuk menjawab sendiri kuesioner yang telah dibuat.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa persepsi responden (pegawai BPK) yang terdiri atas golongan I - IV lebih menyetujui adanya tindak kejahatan korupsi disebabkan oleh penyalahgunaan jabatan/kekuasaan. Hal ini didukung dengan adanya pernyataan ketua BPK (Prof. DR. Satrio Budihardjo Joedono) dalam laporan pelaksanaan putusan MPR-RI oleo BPK pada sidang tahunan MPR-RI tahun 2003, BPK-RI telah menyampaikan dua buah temuan pemeriksaan yang menimbulkan sangkaan tindak pidana korupsi dikalangan pemerintah daerah kepada Jaksa Agung RI, yaitu masing-masing pada pengelolaan APBD oleh kabupaten Tapanuli selatan dan oleh kabupaten Jeneponto.
Sementara itu, BPK-RI telah memperbantukan stafnya sebagai ahli sebanyak 16 kasus tindak pidana korupsi dalam berbagai tingkat penyelesaian (yaitu penyelidikan, penyidikan, atau persidangan) oleh polisi, kejaksaan tinggi, kejaksaan agung, dan pengadilan negeri. Dari sekitar 50 pejabat Bank Indonesia yang telah dilaporkan BPK tersangkut dalam penyaluran BLBI, baru 3 orang yang kasusnya telah sampai pada pengadilan. Dari sekitar 300 orang komisaris dan direksi bank penerima BLBI yang diduga oleh BPK RI telah melakukan penyimpangan dalam penggunaan BLBI, baru 24 orang yang telah diproses di pengadilan. Putusan pengadilan bervariasi antara vonis bebas dan pidana penjara seumur hidup.
Dalam penyaluran dan penggunaan BLBI salah satu bank tertentu, pejabat BI yang tersangkut dalam penyaluran dipidana penjara (sedang dalam proses naik banding), sementara komisaris dan direksi yang diduga menyalah gunakan BLBI tersebut belum diproses oleh pengadilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Valentino
"ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis mengenai sengketa kewenangan yang terjadi di antara
lembaga negara bantu KPK dengan POLRI. Kehadiran lembaga negara bantu
berkembang di Indonesia pasca perubahan UUD NRI 1945. Berbagai lembaga
negara bantu tersebut tidak dibentuk dengan dasar hukum yang seragam.
Beberapa diantaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada pula yang
memperoleh legitimasi berdasarkan undang-undang. Apabila terjadi sengketa
kewenangan antar lembaga negara maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
menyelesaikan perkara tersebut, namun di dalam pasal 24C ayat (1) UUD NRI
1945 membatasi Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan sengketa
kewenangan antara lembaga negara hanya terhadap lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945, Sehingga apabila terjadi sengketa
kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh
UUD NRI 1945 akan terjadi kekosongan hukum. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan pendekatan perundangundangan,
yaitu mencari sumber data dan mencari sumber informasi melalui
Undang-Undang. Data pada penelitian ini juga diperoleh melalui data yang sudah
terkodifikasi dalam bentuk buku, jurnal, maupun artikel yang memiliki keterkaitan
dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah, KPK sebagai lembaga
pemberantas korupsi yang diberi kewenangan yang kuat bukan berada di luar
sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam sistem
ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam UUD 1945, Serta belum
adanya kepastian hukum mengenai proses penyelesaian sengketa kewenangan
antar lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh UUD NRI 1945.

ABSTRACT
This thesis explains KPK?s legal standing as a state auxilary organ in the
constutional system of Republic of Indonesia, and the analysis of the dispute
between KPK and POLRI. The existence of State Auxilary Organ has been
developing since the amandment of the Republic of Indonesia Constitution of
1945. Some state auxilary organs were not established at the same legal ground.
Some were established by the delegation of The Constitution, some were
legitimated by Indonesian laws. In an event of dispute between the organs, The
Constitutional Court has the jurisdiction to settle those matters. Article 24C no. 1
of The Constitution limits the Constitutional Court competence to only conduct
dispute settlements between the organs established by The Constitution. So, in the
matter of disputes between the organs established by another Indonesian laws, it
will constitute an absence of law. This thesis uses a jurisdical-normative method.
The author uses different sources; laws and codified data such as books, journals,
and articles related to this thesis. The conclusion of this thesis is that firstly, KPK
belongs to the constitutional system, supported by the authority delegation from
The Constitution. Secondly, there is an uncertainty in Indonesian law regarding
the competence dispute of the state auxilary organs established by other
Indonesian laws."
2016
S65570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Reynold Andika
"ABSTRAK
Terbentuknya perjanjian ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara-negara lain merupakan upaya strategis dalam rangka meningkatkan kerjasama di bidang penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan. Dengan terbentuknya perjanjian ekstradisi tersebut maka para pelaku tindak pidana yang sedang dicari dan melarikan diri keluar negeri tidak dapat lolos dengan mudah dari tuntutan hukum. Walaupun masalah ekstradisi pada dasarnya dipandang sebagai bagian dari hukum internasional, tetapi pembahasannya tidak mungkin hanya ditekankan pada segi hukum internasional saja. Banyak hal yang tidak diatur lebih jauh dalam perjanjian-perjanjian ekstradisi, terutama jika masalahnya merupakan masalah dalam negeri dari masing-masing negara. Tesis ini membahas mengenai Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyelundupan Manusia Lintas Negara Melalui Perjanjian Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam praktik pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan manusia lintas negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Penelitian ini juga menjelaskan secara rinci kendala apa saja yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut.

ABSTRACT
The establishment of extradition agreements and mutual assistance in criminal matters between the Government of the Republic of Indonesia and other countries is a strategic effort in the framework of increasing cooperation in the field of law enforcement and the implementation of justice. With the formation of extradition agreements and mutual assistance in criminal matters, the perpetrators of crimes that are being sought and fleeing abroad cannot escape easily from lawsuits. Although the problem of extradition is basically seen as part of international law, the discussion cannot be emphasized only in terms of international law. Many things are not further regulated in extradition agreements and mutual assistance, especially if the problem is a domestic problem from each country. This thesis discusses Law Enforcement Against Actors of Transnational People Smuggling through Extradition Agreements and Mutual Assistance in Criminal Matters. This research is normative juridical. The results of the study concluded that there were several obstacles in the practice of law enforcement against perpetrators of transnational people trafficking crimes based on Law No. 1 of 1979 and Law No. 1 of 2006. The study also explained in detail what obstacles were faced and how to overcome these obstacles.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Tabah
Jakarta: Cintya Press, 2005
363.25 ANT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bekto Suprapto
"Tesis ini bertujuan menunjukkan proses pengambilan keputusan penyidik dalam menentukan penahanan atau tidak melakukan penahanan terhadap seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana di Polres Metro Jakarta Selatan.
Dalam tesis ini, perilaku penyidik yang terdiri dari interaksi antar penyidik maupun antara penyidik dengan penyidik pembantu, dilihat dan diperlakukan sebagaimana kenyataan apa adanya, yaitu dalam kaitannya dan hubungan saling pengaruh-mempengaruhi dalam pengambilan keputusan penahanan tersangka.
Metodologi difokuskan pada pengamatan pola perilaku penyidik dalam proses pengambilan keputusan- untuk menahan tersangka,- agar dapat memahami makna dari gejala kasus-kasus pengambilan keputusan oleh penyidik. Oleh karena mengamati satu gejala keputusan penyidik dalam menentukan penahanan tersangka itu tidak cukup, sehingga perlu mengamati pola perilaku penyidik dalam memutuskan penahanan terhadap tersangka. Kasus-kasus dipilih secara acak, tidak ditentukan karena adanya kategori-kategori tertentu, namun semata-mata didasari oleh kasus-kasus yang dapat saya ikuti secara terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Keputusan penahanan oleh penyidik tidak dapat dipandang sebagai keputusan yang berdiri sendiri, namun ada kaitannya dengan pluralistik tindakan dalam sistem peradilan pidana yang harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku dalam sistem peradilan pidana.
Keputusan penahanan tersangka oleh penyidik dipengaruhi oleh pengetahuan, nilai-nilai, pengalaman penyidik yang saling mempengaruhi dan menjadi pertimbangan maupun motivasi penyidik dengan mengacu pada interpretasi atas aturan-aturan yang ada dalam KUHAP dan berbagai peraturan pidana lainnya dalam memutuskan penahanan tersangka untuk tujuan tertentu.
Tesis ini berisi tulisan yang saya susun dalam enam bab: bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, kerangka teori, kajian kepustakaan, dan hipotesis, serta metodologi; bab dua tentang gambaran umum Polres Metro Jakarta Selatan yang terdiri dari kedudukan dan tugas Polres Metro Jakarta Selatan, situasi Satuan Reserse Polres Metro Jakarta Selatan, data kriminalitas, dan kegiatan penyidikan; bab tiga tentang bukti permulaan yang cukup, aturan penahanan terdiri dari tempat penahanan, alasan, syarat, wewenang, lamanya, dan jenis penahanan, serta penangguhan penahanaan dan surat perintah penahanan; bab empat tentang pemeriksaan kasus yang berisi tentang pemeriksaan pendahuluan, pemanggilan dan penangkapan, pemeriksaan tersangka, laporan hasil pemeriksaan, dan gelar perkara: bab lima tentang keputusan penahanan yang merupakan data dan analisa hasil penelitian terdiri dari keputusan penahanan untuk tujuan proses peradilan pidana, keputusan untuk tidak melakukan penahanan, keputusan penahanan untuk tujuan tidak diproses dalam peradilan pidana, dan keputusan penangguhan penahanan; bab enam merupakan kesimpulan dari tesis."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>